• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi Kesetaraan Gender terhadap Perbaikan Keadaan Ekonomi Negara-negara maju dengan pendapatan per-kapita yang relatif tinggi di atas

Dalam dokumen Pemberdayaan Cedaw dan BDPoA sebagai Kom (Halaman 38-42)

INDONESIA’S ALTERNATIVE STRATEGY TO FIX ITS ECONOMY

B. Relevansi Kesetaraan Gender terhadap Perbaikan Keadaan Ekonomi Negara-negara maju dengan pendapatan per-kapita yang relatif tinggi di atas

rata-rata pendapatan perkapita dunia, telah mencerminkan adanya keadaan kesetaraan gender yang lebih baik daripada negara-negara dengan pendapatan perkapita yang relatif lebih rendah. Artinya, secara sederhana, negara dengan keadaan ekonomi yang cenderung baik memiliki kehidupan kesetaraan gender yang lebih baik pula, dibandingkan dengan negara dengan keadaan ekonomi yang lebih buruk. Fakta pembenaran terhadap argumentasi demikian dapat kita lihat dalam tabel berikut ini:

Negara Indeks Kesenjangan Gender Pendapatan per-Kapita ($) Negara Indeks Kesenjangan Gender Pendapatan per-Kapita ($) Islandia 0.874 59,976.9 Yaman 0.516 990.3 Norwegia 0.842 70,812.5 Pakistan 0.556 1,468.2 Finlandia 0.845 43,090.2 Chad 0.587 664.3 Swedia 0.815 51,599.9 Jordania 0.603 4,087.9 Irlandia 0.797 61,606.5 Moroko 0.597 2,832.4 Rwanda 0.8 702.8 Lebanon 0.598 7,914.0 Filipina 0.786 2,951.1 Mali 0.591 780.5 Slovenia 0.786 21,304.6 Saudi Arabia 0.583 37,622.2 Selandia Baru 0.781 39,426.6 Pantai Gading 0.597 1,526.2 Nikaragua 0.78 2,151.4 Oman 0.612 14,982.4

Sumber :Global Gender Gap Index 2016 dan WorldBank

Tabel di atas mencerminkan gambaran tentang kelompok negara dengan keadaan ekonomi dan tingkat kesenjangan terhadap gender yang beragam. Negara dengan indeks kesenjangan gender yang hampir mendekati angka 1 menandakan implementasi kesetaraan gender yang lebih baik. Sedangkan,

negara dengan indeks kesenjangan gender yang mendekati angka 0 menandakan perwujudan ketidaksetaraan gender yang lebih buruk. Sebagaimana yang dapat dicermati dalam tabel di atas, suasana kesetaraan gender yang baik pada umumnya dapat ditemukan pada kelompok negara dengan keadaan ekonomi yang relatif baik. Sehingga dapat dikatakan, konsekuensi logis dari kesetaraan gender yang baik akan berimplikasi pada keadaan perekonomian yang baik pula bagi negara tersebut. Bagaimana bisa hal ini dapat terjadi?

Kelompok negara-negara maju sebagaimana yang terkategorisasi dalam tabel di atas pada umumnya memiliki sistem pendidikan yang mempersilakan perempuan dan laki-laki dengan setara untuk turut berpartisipasi. Sedangkan, pendidikan merupakan alat strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga, dalam jangka panjang, akan berdampak pada peningkatan produktivitas ekonomi suatu negara, sebagaimana yang ditegaskan oleh Theodore Schultz dalam Investment in Human Capital (1961). Situasi pendidikan yang partisipatif terhadap perempuan dan laki-laki dengan setara dapat memicu daya produksi yang lebih tinggi dan berdampak pada pendapatan perkapita nasional.

Pernyataan demikian diperkuat dengan adanya studi empiris yang dilakukan oleh Laporan Penelitian Kebijakan Bank Dunia yang menyatakan bahwa negara dengan pendapatan per-kapita yang tinggi memiliki tingkat pendaftaran sekolah dan tingkat harapan hidup yang tinggi pula bagi laki-laki dan perempuan, sedangkan negara dengan pendapatan per-kapita yang rendah memiliki tingkat partisipasi yang timpang antara laki-laki dan perempuan dalam pendidikan.17 Di sisi lain, paradigma yang mempersilahkan setiap perempuan untuk mengemban pendidikan seluas-luasnya, sesungguhnya juga mampu meruntuhkan diskriminasi dan ketimpangan sosial atas gender. Akses pendidikan yang terbuka bagi perempuan tentu akan semakin menyadarkan hakikat perempuan sebagai mahluk rasional, yang kemampuannya sama

17 World Bank, Engendering Development Through Gender Equality in Rights,

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

dengan laki-laki sehingga harus diberikan hal yang sama juga dengan laki- laki.18

Dalam konteks kesempatan kerja, sejatinya perempuan memiliki potensi produktivitas yang berbeda daripada laki-laki, khususnya dalam rumah tangga. Para ekonom telah mencatat bahwa partisipasi angkatan kerja dan pendapatan perempuan yang lebih tinggi sejatinya akan mengalihkan beban rumah tangga lebih jauh dari beban yang ditanggung oleh pria.19 Kontribusi pendapatan yang semakin meringankan beban konsumsi rumah tangga dapat menjadi gerbang yang mengantarkan pada pemenuhan kebutuhan keluarga secara optimal. Bilamana kebutuhan keluarga telah terpenuhi maka, disanalah letak kesejahteraan tercapai. Dalam sudut pandang makro, kesejahteraan komunal setiap rumah tangga tentu dapat memberikan kontribusi terhadap PDB yang memberikan stimulus positif terhadap keadaan ekonomi suatu negara.

III. Kesimpulan

Implementasi terhadap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berperspektif gender di Indonesia sesungguhnya sedang dalam tahap perkembangan yang baik. Seiring dengan ratifikasi CEDAW dan pengakuan terhadap BDPoA, pemerintah Indonesia sejatinya telah berusaha mengimplementasikan poin kesetaraan gender di dalam Sustainable Development Goals, bahkan sebelum agenda pembangunan tersebut lahir. Antara tahun 1998-2008, banyak keluar peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Dapat dikatakan, sepuluh tahun ini merupakan periode paling progresif dalam perlindungan hak asasi manusia, khususnya perempuan.20 Seiring dengan adanya pergantian kabinet di pemerintahan dan adanya evaluasi secara berkala, hak-hak perempuan dalam hal perlindungan terhadap kekerasan, persamaan kedudukan di depan hukum,

18 Ratna Saptari dan Brigette Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm. 51.

19 Torben Iversen & Frances Rosenbluth, “The Political Economy of Gender: Explaining Cross-National Variation in the Gender Division of Labor and the Gender Voting Gap”, American Journal of Political Science Vol.50 No. 1 January (2006), hlm. 18.

20 Dede Kania, “Hak Asasi Perempuan dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia”, Jurnal Konstitusi Vol. 12 (Desember-2015), hlm. 732

kesehatan, partisipasi politik dan kewarganegaraan. Dapat dikatakan, hukum yang telah tersedia merupakan landasan yang tepat untuk mewujudkan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender.21

Namun di sisi lain, pemerintah Indonesia masih perlu menggalakkan perhatian dan fokus kebijakan kesetaraan gender dalam bidang permasalahan pendidikan dan akses kesempatan kerja terhadap perempuan. Urgensi pemberdayaan CEDAW dan BDPoA terhadap kedua bidang permasalahan tersebut sesungguhnya, dapat dilihat dari adanya keterkaitan erat antara kondisi kesetaraan gender di bidang pendidikan dan akses kesempatan kerja dengan perbaikan ekonomi di dalam suatu negara. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, semakin banyak kebijakan yang melindungi perempuan di suatu negara maka, akan berdampak pada adanya perbaikan keadaan ekonomi di dalam negara tersebut. Pemerintah Indonesia telah mengambil dan mempertahankan langkah yang cukup baik dengan mengeluarkan yang melindungi keberlangsungan perempuan dalam bidang hukum, kesehatan, partisipasi politik, perlindungan dari kekerasan dan kewarganegaraan. Namun, alangkah baik dan bermanfaatnya, bilamana, Pemerintah Indonesia memperluas langkah kebijakan demikian hingga meliput bidang pendidikan dan akses kesempatan kerja bagi perempuan. Sehingga, manfaat berupa perbaikan keadaan ekonomi, yang didasarkan oleh adanya kebijakan yang berperspektif gender dalam setiap bidang yang berkaitan dengan perempuan, dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum.

21 Nur Rochaety, “Menegakkan HAM Melalui Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Kekerasan di Indonesia”, Jurnal Hukum Palastren Vol. 7 (Juni-2014), hlm. 22

VOLUME 7, NO. 2, DESEMBER 2017 | JURIS LK2 FHUI

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia. Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. LN RI No. 95 Tahun 2004. TLN No. 4419.

________. Undang-Undang tentang Kewarganegaraan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. LN RI No. 63 Tahun 2006. TLN No. 4634.

________. Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. LN RI No. 58 Tahun 2007. TLN No. 4720.

________. Undang-Undang tentang Partai Politik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011. LN RI No. 8 Tahun 2011. TLN No. 5189.

________. Undang-Undang tentang Kesehatan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. LN RI No. 144 Tahun 2009. TLN No. 5063.

________. Undang-Undang tentang Desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. LN RI No. 7 Tahun 2014. TLN No. 5495.

________. Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. LN RI No. 182 Tahun 2017. TLN No. 6109.

________. Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017.

Dalam dokumen Pemberdayaan Cedaw dan BDPoA sebagai Kom (Halaman 38-42)