• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Hukum Adat Dalam Pengelolaan Sistem Agroforestri Parak (Studi Kasus Di Kanagarian Koto Malintang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Hukum Adat Dalam Pengelolaan Sistem Agroforestri Parak (Studi Kasus Di Kanagarian Koto Malintang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat)

Skripsi

Oleh SUHARIANTO

031201015/ MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat)

Skripsi

Oleh SUHARIANTO

031201015/ MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Propinsi Sumatera Barat).

Nama : Suharianto

Nim : 031201015

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Oding Affandi, S.Hut, M.P Khairida, SP, M.Si

Nip : 132 255 566

Mengetahui

Ketua Departemen Kehutanan FP USU

(4)

iv

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 27 Januari 1984. Penulis merupakan anak ke enam dari sembilan bersaudara dari keluarga pasangan Bapak Zakir dan Ibu Asniur.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 09 Galuang Bukittinggi, lulus tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Banuhampu Sungai Puar Bukittinggi, lulus tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Swasta Banuhampu Bukittinggi dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Manajemen Hutan Melalui jalur PMP (Pemanduan Minat Prestasi).

(5)

v

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah rahmat dan karuniaNya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ialah “Penerapan Hukum Adat dalam Pengelolaaan Pada Sistem Agroforestri Parak”.

Penelitian dilakukan di Kanagarian Koto Malintang Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat. Penelitian ini menggambarkan penerapan hukum adat dalam pengelolaan hutan pada sistem Agroforesti Parak yang merupakan salah satu kearifan masyarakat lokal dalam pengelolaan sistem Agroforestri dengan kekuatan hukum adat yang masih ada sampai sekarang.

Selama melakukan penelitian ini penulis banyak mendapatkan dukungaan-dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan:

1. Kedua Orang tua tercinta yang telah mendidik dan membesarkan dengan curahan kasih sayang serta doa yang menyertai penulis.

2. Bapak Oding Affandi S.Hut, M.P dan Ibu Khairida S.P, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala arahan dan perhatianya dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan Skripsi

3. Bapak Dr. Ir. Edi Batara Mulya Siregar M.S selaku ketua Departemen Kehutanan USU, Serta seluruh staf pengajar Departemen Kehutanan USU atas didikanya selama masa perkuliahan.

(6)

vi

6. Keluarga Ibu Mar dan Ibu Des yang menjadi keluarga bagi penulis selama berada dilokasi penelitian.

7. Kawan-kawan (Tika, Wilda serta teman anggota KOMBIT) dan Teman-teman angkatan 2003 atas motivasinya selama menempuh pendidikan di Departemen Kehutanan USU.

8. Seluruh Masyarakat Koto Malintang atas partisipasinya selama proses penelitian.

Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2007

(7)

vii

ABSTRAK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Pertanyaan Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan ... 5

Pengertian Agroforestri ... 6

Jenis Agroforestri ... 7

Sejarah Perkembangan Agroforestri... 8

Klasifikasi Agroforestri ... 9

Berbagai Macam Praktek Agroforestri ... 10

Kebijakan Nasional dan Hukum Adat ... 14

Pengertian Hukum Adat ... 15

Kepemilikan Sumber Daya Di Indonesia ... 17

METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

Metode Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Populasi dan Sampel ... 19

Teknik dan Tahapan Pengambilan Data ... 19

Analisa Data ... 20

KONDISI UMUM Keadaan Wilayah ... 23

Letak Geografis ... 24

Lingkungan Biofisik ... 26

Karakteristik Responden ... 26

Umur ... 26

(8)

viii

Sosial dan Budaya ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Agroforestri Parak ... 32

Sejarah Agroforestri Parak ... 32

Penanaman ... 35

Pemeliharaan... 38

Pemanenan ... 40

Pemasaran ... 41

Jenis Tanaman Pendukung Agroforestri Parak... 45

Pengetahuan Lokal Masyarakat dalam Mengelola Agroforestri Parak... 45

Kelembagaan Yang Terdapat di Kanagarian Koto Malintang ... 47

Kelembagaan Yang Terlibat dalam Pengelolaan Agroforestri Parak ... 49

Kelembagaan Kerapatan Adat Nagari ... 49

Pemerintahan Nagari ... 52

Dinas Pertanian Perkebunanan dan Kehutanan ... 54

Lembaga Swadaya Masyarakat ... 54

Kelompok Tani ... 55

PT. PLN. PLTA Maninjau ... 56

PKK ... 57

Penerapan Hukum Adat Dalam Pengelolaan Agroforestri Parak ... 58

Status Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Agroforestri Parak ... 58

Hukum Adat dalam Pengelolaan Agroforestri Parak... 59

Penerapan Sanksi Hukum Adat ... 62

Sanksi Balange dalam Pemanenan Buah Durian ... 64

Kebijakan dalam Pengelolaan Agroforestri Parak ... 65

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 69

Saran ... 70

(9)

ix

Nomor Teks Halaman

1. Bentuk Matriks Metode Penelitian ... 23

2. Pembagian luasan daerah Desa Koto Malintang ... 25

3. Karakteristik Umur Responden ... 27

4. Karakteristik Pendidikan Responden ... 28

5. Karakteristik Pekerjaan Responden ... 29

6. Sumber Pengetahuan Masyarakat dalam Mengelola Agroforestri Parak... 46

7. Bentuk Kelembagaan Yang Ada di Koto Malintang ... 48

8. Fungsi (Peran) Kelembagaan KAN ... 50

9. Kelompok Tani di Koto Malintang ... 56

10. Status Pengelola Agroforestri Parak ... 59

11. Sumber Peraturan Pengelolaan Agroforestri Parak di Koto Malintang ... 61

12. Jenis dan Fungsi Hutan Menurut Adat Minangkabau ... 62

(10)

x

Nomor Teks Halaman

1. Profil Arsitektur Agroforestri Parak ... 34

2. Model Pemasaran Buah Durian ... 42

3. Model Pengelolaan Kayu Bayur di Parak ... 42

4. Model Pemasaran Kulit Kayu Manis ... 43

5. Model Pemasaran Coklat ... 45

(11)

xi

Nomor Teks Halaman

1. Bentuk Kuisioner Penelitian ... 71

2. Hasil kuisisoner Karakterisitik Responden ... 77

3. Hasil Kuisioner Skor Jawaban responden ... 79

4. Komposisi Agroforestri Parak Koto Malintang ... 72

5. Volume Produksi dan Harga komoditi Parak di Nagari Koto Malintang .... 82

6. Rancangan Peraturan Nagari Koto Malintang Tentang Pengelolaan Tanaman Kayu ... 83

7. Peta Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Maninjau ... 90

8. Foto Hasil Penelitian ... 91

(12)

Latar Belakang

Luas hutan Indonesia menempati peringkat ketiga setelah Brazil dan Zaire. Kekayaan hutan tropis Indonesia memiliki 10% dari sisa sumber daya didunia. Menurut Oetomo (1997) dalam Lahjie (2004), menyatakan bahwa saat ini kawasan hutan yang benar-benar bervegetasi tinggal 21.4 juta hektar, dengan demikian berarti dalam kurun waktu tiga dekade terakhir telah terjadi kehilangan hutan, khususnya hutan hujan tropis seluas 78.6 hektar. Selama kurun waktu tersebut hutan telah mengalami perubahan, baik fisik maupun biologis. Kebijakan pemerintah dalam bidang kehutanan seperti pengusahaan di bidang kehutanan, perkebunan dan transmigrasi semuanya berpengaruh terhadap struktur perekonomian negara pada umumnya dan rakyat pada khususnya.

Kebijakan program kehutanan yang sentralistik berupa keuntungan yang besar akan Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak memperhatikan masyarakat tradisional merupakan permasalahan besar yang dirasakan masyarakat tradisional yang selama ini secara langsung berinteraksi dengan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Nurochmat (2005) pengakuan dan pengaturan terhadap masyarakat tradisional dan masyarakat hukum adat sering kali menjadi masalah terkait dengan kewenangan menilai ekstensi masyarakat tradisional atau masyarakat hukum adat.

(13)

(2003) dalam Nurochmat (2005) sebagian undang-undang yang berkaitan dengan kehutanan selama tahun 70-an dan 80-an merugikan hak-hak dan sumber kehidupan masyarakat tradisional atau masyarakat hukum adat, karena ekstrasi kayu secara komersil lebih dipentingkan dari pada pemanfaatan hutan oleh masyarakat lokal.

Anggapan yang rendah terhadap pengetahuan masyarakat hukum adat dalam megelola hutan tidaklah benar. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) (1999), menyatakan bahwa masyarakat adat mempunyai pengetahuan dan pengaturan mengenai keanekaragaman hayati yang mengagumkan. Pengetahuan ini mereka peroleh dari interaksi yang intensif dengan ekosistem alam dan pengetahuan tersebut mereka wariskan kepada generasi-generasi penerus.

Agroforestri merupakan suatu kebudayaan bertani yang sudah lama dipraktekan oleh masyarakat di Indonesia. Salah satunya adalah Agroforestri Parak di Koto Malintang Maninjau Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat. Menurut Okung Pak (1982) dalam de Foresta, dkk (2000) Agroforestri di Koto Malintang merupakan kebudayaan pertanian yang berkembang sejak zaman Belanda. Teknik tersebut berawal dari penanaman pohon pada lahan bekas tegakan hutan yang sebelumnya ditanami padi. Kemudian mengalami perkembangan menjadi kegiatan pengembangan kebun pohon campuran, secara keseluruhan jenis tanaman yang diusahakan merupakan jenis tanaman komersil yang tetap mempertahankan spesies-spesies asli yang ada di daerah tersebut.

(14)

telah ada sejak dahulu dimana sumber daya yang diperoleh dari tanah Parak pembagiannya dapat menyangkut pohon atau hasil lainnya dari Parak tergantung pada beberapa faktor seperti sifat pohon, pola produksi dan orang yang menanam. Peranan masyarakat sangat penting sekali, dimana setiap suku-suku diatur dalam lembaga adat yang merupakan tempat musyawarah dan wadah untuk menyelesaikan masalah adat termasuk juga penyimpangan-penyimpangan adat.

Terjaganya kelestarian dalam pengelolaan Agroforestri Parak yang dipraktekan oleh masyarakat Maninjau selama ini tidak terlepas dari bentuk peraturan dan sanksi yang telah di atur oleh adat mereka. Sejalan dengan pengelolaan Agroforestri dan peraturan adat tersebut penulis ingin mengetahui pengelolaan Agroforestri Parak tersebut berdasarkan aturan adat yang diterapkan oleh masyarakat adat, baik itu dari segi aspek kesukuan adat maupun dari proses aturan kelembagaan adat.

Perumusan Masalah

1. Agroforestri Parak sejak puluhan tahun telah diusahakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup terutama untuk pemenuhuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Namun keberadaan Agroforestri Parak yang telah berkembang dari tahun ketahun menghadapi ancaman pengkonversian ke perkebunan dengan adanya usaha untuk menanami jenis spesies yang memiliki nilai jual yang tinggi.

(15)

dan hukum adat tersebut perlu dikaji kembali apakah kelembagaan dan hukum adat tersebut masih berlaku ditengah-tengah kehidupan masyarakat atau tidak berlaku lagi.

Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pengelolaan Agroforestri Parak di Koto Malintang Maninjau termasuk penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasarnya ?

2. Bagaimana bentuk-bentuk kelembagaan adat yang terlibat dalam pengelolaan Agroforestri Parak ?

3. Bagaimana hukum adat dalam pengelolaan Agroforestri Parak ?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengelolaan Agroforestri Parak di Koto Malintang Maninjau termasuk penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasarannya. 2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kelembagaan yang terlibat dalam

pengelolaan Agroforestri Parak.

3. Untuk mengetahui hukum adat dalam pengelolaan Agroforestri Parak.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai acuan dalam pengelolaan Agroforestri yang berdasarkan pengetahuan dan kearifan lokal agar kelestarian hutan dapat terjaga.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan dan Kehutanan

Secara sederhana, ahli kehutanan mengartikan hutan sebagai suatu

komunitas biologi yang didominanasi oleh pohon-pohonan tanaman keras

(Arief,2001).

Sedangkan menurut Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan,

hutan diartikan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainya tidak dapat dipisahkan. Kumpulan

pohon-pohon yang dikategorikan sebagai hutan jika kelompok pohon-pohon

tersebut mempunyai tajuk-tajuk cukup yang cukup rapat (BKSDH, 2002).

Kehutanan adalah suatu kegiatan yang bersangkut paut dengan

pengelolaan ekosistem hutan dan pengurusanya, sehingga ekosistem tersebut

mampu memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Tujuan pembangunan

kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

terdiri atas, pengelolaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan ekologi yang sama

kuat atau seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang berfungsi ekologi, dan

pengelolaan hutan kebun kayu sebagai fungsi ekonomi. Saat sekarang telah

ditetapkan bahwa pembangunan dan perkebunan dititik beratkan pada

pemanfaatan sumber daya hutan dan kebun pada kepentingan ekonomi, ekologi,

(17)

Pengertian Agroforestri

Menurut International Centre for Research in Agroforestri (ICRAF)

(1999), Agroforestri adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya alam yang

dinamis secara ekologi dengan penanaman perpohonan di lahan pertanian atau

padang pengembalaan untuk memeperoleh berbagai produk yang berkelanjutan

sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi

penggunaan lahan. Selanjutanya Lundgren dan Rainteree (1982) dalam Hairiah, K., dkk (2000) mengajukan ringkasan banyak definisi Agroforestri dengan

rumusan sebagai berikut: Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem

dan teknologi-teknologi penggunaan lahan yang secara terencana dilaksanakan

pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu,

palem, bambu dll) dengan tanaman pertanian dan atau/hewan (ternak) dan/atau

ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga

terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

Dari defenisi tersebut dapat dikutip secara lengkap, bahwa Agroforestri

merupakan suatu istilah baru dari praktek-praktek pemanfaatan lahan tradisional

yang memilki unsur-unsur:

1. Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia

2. Penerapan teknologi

3. Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atau hewan

4. Waktu bisa bersaman bisa bergiliran

(18)

Jenis Agroforestri

Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestry dikenal dengan istilah

wanatani atau Agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di

lahan pertanian. Menurut de Foresta dan Michon (1997) dalam Hairiah, K, dkk (2000), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem

Agroforestri sederhana dan sistem Agroforestri kompleks.

1. Sistem Agroforestri Sederhana

Sistem Agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana

pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman

semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan

tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya

berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.

Salah satu bentuk Agroforestri Sederhana yang paling banyak

dikembangkan yaitu tumpangsari atau taungya yang banyak dijumpai di Jawa

melalui program perhutanan sosial dari PT Perhutani. Petani diberi ijin menanam

tanaman pangan di antara pohon-pohon jati muda dan hasilnya untuk petani,

sedangkan semua pohon jati tetap menjadi milik PT Perhutani. Bila pohon telah

dewasa, terjadi naungan dari pohon, sehingga tidak ada lagi pemaduan dengan

tanaman semusim. Jenis pohon yang ditanam adalah yang menghasilkan kayu

bahan bangunan (timber) saja, sehinggga akhirnya terjadinya perubahan pola

tanam dari sistem tumpangsari menjadi perkebunan jati monokultur.

2. Sistem Agroforestri Kompleks

Sistem Agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap

(19)

ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola

petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem

ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat

(liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Menurut ICRAF

(1996) dalam de Foresta (2000), Penciri utama dari sistem Agroforestri kompleks

ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan

ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu

sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforest.

Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistim Agroforestri

kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan ‘agroforest’,

yang biasanya disebut ‘hutan’ yang letaknya jauh dari tempat tinggal

(de Foresta, 2000).

Sejarah dan Perkembangan Agroforestri

Menurut Wiersum (1982; 1987) praktek Agroforestri, baik yang

tradisional maupun yang secara ilmiah dikembangkan saat ini dimulai dari sistem

berkebun (gardening) yang banyak di jumpai di daerah Asia Tropis. Praktek

berkebun semacam itu kemungkinan besar dimulai dari tanaman yang tumbuh

spontan dari biji-biji yang dibuang di lahan-lahan pertanian sekitar tempat tinggal

atau mempertahankan/memelihara pohon-pohon dan permudaan yang sudah ada.

Baru pada perkembangan selanjutnya dilakukan budidaya penanaman. Tradisi

pemeliharaan perpohonan dan kebun pada areal perladangan, perkarangan dan

(20)

nilai-nilainya yang dirasakan tinggi sejak manusia hidup dalam hutan. Sejak awal tahun

70-an ada pendapat akan pentingnya peran perpohonan dalam mengatasi berbagai

problema petani kecil dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, khususnya

kebutuhan bahan pangan. Tujuan peningkatan produksi pangan melalui program

revolusi hijau yang dlaksanakan pada waktu itu memang dapat dicapai. Akan

tetapi sebagian besar petani tidak punya cukup modal untuk ikut dalam program

tersebut. Selain itu status kepemilikan lahan sebagian petani masih belum pasti.

Berbagai kajian telah dikembangkan untuk melahirkan konsep-konsep baru dalam

pendekatan agroforestry. Sebagai pemanfaatan lahan lainnya agroforestry

dikembangkan untuk memberikan manfaat kepada manusia atau meningkatan

kesejahteraan manusia (Hairiah K.,dkk , 2000).

Klasifikasi Agroforestri

Klasifiaksi berdasarkan sistem produksinya dibagi menjadi :

1. Agroforestri berbasiskan hutan (Forest Based Agroforestry)

Merupakan agroforestri yang diawali dengan pembukaan sebagian areal

hutan dan/atau berlukar untuk aktifitas pertanian dan dikenal dengan sebutan

Agroforest

2.Agroforestri bebasiskan pada pertanian (Farm Based Agroforest)

Dianggap lebih lengakap dan teratur dengan agroforest produk tanaman

pertanian dan pertenakan. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung

bagi peningkatan produktifitas.

(21)

Agroforestri yang dikembangkan di kebun perkarangan rumah yang

disebut dengan Agroforestri perkarangan. Di berbagai daerah di Indonesia,

perkarangan biasanya ditanam pohon buah-buahan dengan tanaman pangan.

( Sardjono M.A.,dkk 2000).

Berbagai Macam Praktek Agroforestri di Indonesia.

1. Repong Di Pesisir Krui, Lampung.

Kelompok masyarakat di Pesisr Krui Lampung Barat telah berhasil

membangun puluhan ribu Agroforestri damar sebanyak 50.000 Ha dengan

pusatnya di sekitar kota Krui, dimana tutupan Agroforestri damar mendominasi

seluruh daerah perbukitan. Budidayanya terus meningkat sejak 1930. Sekitar 80%

getah damar di Krui pada tahun 1936 berasal dari budidaya. Agroforestri damar

yang di usahakan oleh masyarakat Krui ternyata selain dapat menopang

kelanjutan penghidupan petani juga terbukti mampu menjaga fungsi-fungsi

pelestarian lingkungan. Kebun damar di Pesisir Krui adalah contoh keberhasilan

sisitem yang dirancang dan dilaksanakan sendiri oleh penduduk setempat dalam

mengelola hutan secara lestari dan menguntungkan. Saat ini 80% dari resin damar

Indonesia dihasilkan dari agroforest di Pesisir Krui, yang bukan dari hutan alam.

Jadi dapat dikatakan bahwa agroforest damar berfungsi sebagai hutan, secara

biologi kebun-kebun itu merupakan hutan, yakni kesatuan tumbuhan dan binatang

yang kompleks dengan perpaduan proses-proses biologis yang dalam jangka

panjang dapat berkembang dengan baik.

2. Pelak di Jambi

Sistem pertanian tebas bakar di Kerinci telah berkembang menjadi tipe

(22)

perpohonan bergantian dengan tanaman musiman. Istilah ladang di Kerinci

disebut sebagai pelak yakni sistem Agroforestri kompleks dengan komponen

utama atau kulit manis, dipadukan berbagai spesies perpohonan asal hutan. Sistem

Agroforestri Pelak ditandai dengan keluwesan produksi, keberlanjutan ekologi

dan sosial serta cara-cara penguasaan sumber daya alam oleh masyarakat yang

dilakukan secara teratur.

3. Kebun Durian Campuran di Gunung Palung, Kalimantan Barat.

Perbedaan antara Agroforestri dengan kebun perkarangan telah cukup

banyak di lakukan, sedikitnya ada lima ciri dasar Agroforestri yang melekat pada

sistem kebun durian campuran di Desa Benawai Agung Kecamatan Sukadana,

Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat yaitu:

a. Dilihat dari prespektif ekonomi, sistem-sistem Agroforestri dibangun

terutama sebagai sumber pemasukan uang, ciri khas Agroforestri adalah untuk

menghasilkan produk yang bisa dipasarkan. Sebab itu sistem ini hanya

berkembang apabila pasar berkembang.

b. Dilihat dari prespektif sejarah penggunaan lahan, kebun durian berasal dari

perkarangan dan/ atau dari petak perladangan berputar dan diransang oleh

pasar.

c. Dilihat dari prespektif ekologi, sistem Agroforestri mencakup areal yang

relatif luas, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon besar atau sedang

dan keadaan ekologi lebih homogen.

d. Dilihat dari Prepektif penggunaan lahan Agroforestri tidak berdiri sendiri,

(23)

e. Dilihat dari prepektif sosial politik, sistem Agroforestri cendrung tidak

diperhatikan oleh pemerintah dalam pengambilan keputusan lain. Karena

ketimpangan pengetahuan pemerintah dengan pengetahuan lokal.

4. Tembawang di Kalimantan Barat

Distribusi penggunaan lahan yang di gunakan untuk Agroforestri adalah

20% termasuk penggunaan untuk ladang 4% dan tembawang 5%. Agroforestri

tembawang di kalimantan di bangun dengan menanam pohon asli dari hutan alam

kalimantan, kecuali karet di lahan bekas ladang padi. Perpohonan yang ditanamai

tumbuhan bersama tumbuhan lain. Campur tangan manusia umumnya terbatas

pada pemanenan hasil dan diawal musim berbuah yaitu penyiangan selektif

terhadap semak yang tidak bermanfaat untuk mendukung spesies spontan yang

bermanfaat seperti tanaman muda dan tanama tua.

Ciri Agroforestri tembawang ini yaitu:

a. Tembawang milik bersama, hak pemanfaatanya dimilki bersama-sama

penduduk satu desa atau lebih.

b. Tembawang waris tua berusia 3 sampai 6 generasi yang dimilki oleh

kelompok- kelompok seketurunan

c. Tembawang waris muda berusia 1 sampai 2 generasi dan hak pemanfaatanya

dimilki bersama-sama oleh keluarga besar

d. Tembawang pribadi, tembawang muda dimiliki secara perorangan

(de Foresta dkk, 2000)

5. Parak Di Maninjau

Lebih kurang 10.000 ha lahan sudah digunakan untuk Agroforestri Parak

(24)

berkembang sejak zaman belanda. Teknik tersebut berawal dari penanaman pohon

pada lahan bekas tegakan hutan yang sebelumnya ditanami padi. Kemudian teknik

tersebut mengalami perkembangan menjadi kegiatan pengembangan kebun pohon

campuran berupa tanamaan musiman dan tanaman tahunan, secara keseluruhan

jenis tanaman yang diusahakan merupakan jenis tanaman komersil yang tetap

mempertahankan spesies-spesies asli yang ada di daerah tersebut

(Okkung Pak, 1982 dalam de Foresta, dkk, 2000 ).

Konsep Parak yang telah diikembangakan ratusan tahun lamanya oleh

masyarakat merupakan salah satu bentuk nyata dari community based forest

management, suatu pengelolaan sumber daya hutan yang mengedepankan bentuk persepsi masyarakat. Parak merupakan peristilahan yang telah lama dikenal di

Minangkabau. istilah ini digunakan oleh masyarakat untuk menyebutkan suatu

satuan kawasan yang didalamnya berisikan berbagai jenis tanamaan dan karakter

vegetasi yang khas. Eksistensi parak di Minangkabau merupakan budaya yang

telah berakar bertahun-tahun. Pola bertani yang diterapkan oleh orang Minang

sejak dulu memang tidak hanya mengandalkan dari suatu komoditi saja. Banyak

komoditi yang diusahakan sehingga akan meminimalkan kerugian jika salah satu

komiditi mengalami gagal panen. Pola bertani seperti ini mengkombinasikan

antara tanaman muda, tanaman tahunan dan tanaman tua. Parak pada umumnya

tidak homogen baik dalam komposisi maupun strukturnya. Perbedaan kombinasi

antara tanaman dan antara komponen yang dibudidayakan dengan yang tumbuh

sendiri adalah hasil kriteria sejarah ekonomi. Namun komponen-komponen tadi

(25)

Kebijakan Nasional dan Hukum Adat

Masa transisi dari pemerintahan terpusat ke otonomi daerah memunculkan

berbagai ketidakpastian hukum yang mengakibatkan kesulitan dalam

mengimplementasikan berbagai kebijakan kehutanan secara formal. Ketidak

pastian hukum, konflik sosial yang melibatkan masyarakat sekitar hutan

perencanaan hutan yang tidak akurat, kekurangan koordinasi, serta praktek

korupsi, kolusi dan nepotisme yang marak dilingkungan kehutanan menyebabkan

pengelolaan hutan di Indonesia makin menjauh dari komitmen normatif yang

direncanakan sendiri (Bank Dunia 2001 dalam Nurochmat (2005).

Menurut Fisher (2000) dalam Nurochmat (2005), devolusi kehutanan

dapat berjalan dengan baik hanya jika pengelolaan di tingkat lokal memiliki

kapasitas yang memadai dalam pengelolaan hutan dan dengan kewenangan yang

dimilki dapat membuat keputusan melaksanakan kebijakan pengelolaan hutan

dengan baik. Ada hal yang naif jika berpikir bahwa masyarakat lokal yang

diberikan kesempatan mengelola sumber daya hutan hanya menggunakannya

untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, karena dalam prakteknya umumnya

mereka mengambil keuntungan dan juga memelihara sumber daya hutan.

Pengakuan dan pengaturan atas hak masyarakat tradisional dan masyarakat hukum

adat sering kali juga menjadi masalah terkait dengan kewenangan menilai

eksistensi masyarakat tardisional dan masyarakat hukum adat. Kesalahan dalam

mengambil kebijakan menyangkut hak masyarakat tradisional dan masyarakat

adat dapat menimbulkan masalah lain yang serius seperti konflik sosial dan

(26)

Pengertian Hukum Adat

Istilah hak ulayat di pakai di dalam UUPA Tahun 1960 adalah suatu istilah

yang berasal dari masyarakat hukum adat Minangkabau, tetapi diangkat keatas

secara nasional untuk mengacu kepada, atau mewakili hak-hak yang sejenis

dengan itu. Artinya hak-hak yang sejenis di berbagai masyarakat hukum adat itu

muatan isinya mungkin sedikit berbeda-beda tetapi isinya sama. Berbagai

penjelasan mengenai hukum adat dapat dilihat pada uraian berikut :

1. Makna hukum adat

Pada umunya hukum adat adalah aturan-aturan tak tertulis. Menurut pakar

hukum adat, Prof. Dr. Mr Soekanto,(1954:2) dalam Suhardjito, (1999),

mendefenisikan hukum adat adalah kompleks adat-adat yang tidak dikitabkan,

tidak dikodifisir, bersifat paksaan dan mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat

hukum. Secara sosiologis, hukum adat berbeda dari hukum positif (legal/formal)

bukan saja karena yang satu tak terkodifisir dan lain yang terkodifisir, tetapi juga

karena hukum positif itu lahir secara ditetapkan (enacted). Sedangkan hukum adat

timbul sendiri melalui porses panjang dalam masyarakat (crescive)

2. Norma Hukum Adat

Semua bentuk hukum yang berupa undang-undang, peraturan maupun

hukum adat, dan sebagainya dapat dipandang sebagai masuk kategori yang

disebut sebagainya norma, yaitu prinsip-prinsip pengatur yang menjadi pedoman

bagi manusia, bagaimana seharusnya manusia berkelakukan. Bentuk dan sifat

norma itu sendiri ada bermacam-macam, dan dapat di susun secara beraturan.

Bierstedt, (1970) dalam Suhardjito, (1999) menyederhanakan norma menjadi tiga

(27)

3. Kekuatan dan kelemahan

Kekuatan dan kelemahan hukum adat sejauh ini hanya mengetahui tentang

kriterium yaitu efektifitas, yaitu sejauh mana sesuatu norma dan aturan dapat

dipatuhi. Berbagai pandangan mengenai kekuatan dan kelemahan hukum adat

dapat dilihat :

Konflik antara hukum (legal) dan “mores” bukan saja mungkin terjadi

tetapi sudah sering terjadi. Dalam berbagai kasus “mores” lah yang sering keluar.

Artinya kekuatan suatu hukum itu tergantung pada mores yang memadai. Dalam

padangan sosiologi, hukum adat pada dasarnya lebih mengacu pada kepada mores

dari pada hukum.

Pada umumnya hukum itu kuat dalam masyarakat yang kecil, budaya yang

tertulis belum berkembang, dan pembagian pekerjaan belum rumit, masyarakat

lebih homogen, setiap warga saling dikenal antara yang satu dengan yang lain.

Dalam masyarakat yang lebih kompleks, hubungan sosial menjadi kompleks pula.

Bukan lagi hubungan pribadi, tetapi hubungan-hubungan itu lebih didasarkan

pada fungsi dari status, karena banyaknya berbagai kelompok sosial yang saling

tumpang tindih, yang masing-masing mempunyai “mores” nya sendiri-sendiri.

Karena itu diperlukan hukum legal yaitu hukum yang terbentuk dalam

masyarakat yang mempunyai organisasi politik, yaitu pemerintah. Jika diukur dari

efektifitasnya, hukum adat itu pada ummnya lebih kuat. Tetapi karena lingkupnya

kecil, maka justru disinilah letak kelemahanya, jika secara begitu saja diangkat

ketingkat nasional. Dalam kata lain perlu dimoderenisir tanpa menghilangkan

(28)

Kepemilikan Sumber Daya Hutan di Indonesia

Mengacu kepada Undang-Undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960 tentang

pengaturan tanah (termasuk hutan) pasal 20 dan UUPA 1967 pasal 21, ada dua

macam hak terhadap sumberdaya tanah di Indonesia yaitu hak milik dan hak

menguasai oleh negara. Hak milk merupakan hak yang dipegang oleh perorangan

atau individu, hanya badan usaha tertentu sebagai kekecualian yang ditetapkan

oleh pemerintahan dan dapat memperoleh hak milik. Hak-hak individu dibedakan

kedalam beberapa tipe yaitu:

1. Hak pemilikan, terutama menunjuk pada hak menanam atau menggunakan

sebidang tanah untuk tempat tinggal bagi masyarakat selama waktu tertentu

2. Hak garap yang secara teoritis habis sekali panen, tetapi dapat diperbaharui

setiap selesai panen, hak ini dapat dipegang oleh anggota masyarakat ataupun

pihak luar

3. Hak preferensi pemegang mempunyai hak untuk menanam di masa datang.

4. Hak pilihan eksklusif, seseorang berhak untuk membeli sebidang tanah

seharga yang ditawarkan pembeli lain yang prospektif.

5. Hak pemanfaatan yang dipegang oleh individu sebagai anggota kelompok

kerabat yang memegang pemilikan

Disebut juga dalam UUPA 1960 dan UUPA 1967 tanah milik tradisional

(tanah adat atau tanah hak ulayat dan hutan adat disebut sebagai bagian dari tanah

negara sedangkan dalam penjelasan umum UUPA 1967 Hutan negara itu

mencakup pula hutan-hutan yang baik berdasarkan peraturan perundangan

maupun hukum adat dikuasai oleh masyarakat hukum adat. Dengan demikian

(29)

masyarakat hukum adat karena sistem hukum yang berkembang saat ini di

Indonesia, hak-hak yang ada menjadi sangat terbatas dalam mengkoordinir

kepentingan masyarakat. Hak masyarakat adat yang seharusnya diakui, dihormati

dan dilindungi dan mendapat tempat selayaknya dalam sistem hukum nasional

saat ini begitu juga hukum dan institusi adat (Moniaga, 1998 dalam

(30)

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Koto Malintang Kecamatan Tanjung Raya

Maninjau, Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat yang dilaksanakan pada

bulan Januari sampai April 2007.

Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kajian deskriptif yang mengambarkan

hukum empiris atau sosiologis yang bersifat eksploratif, yaitu penelitian yang

memfokuskan studinya terhadap efektifitas penerapan hukum di tengah-tengah

masyarakat yang berhubungan dengan pengelolaan Agroforestri Parak di Koto

Malintang Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat.

Bahan dan Alat

Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Peta Daerah Koto Malintang dan dokumen lain yang berkaitan objek studi

penelitian

2. Kuisioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun data primer dari

responden serta sumber informasi lainya.

3. Laporan-laporan hasil penelitian (individu dan Lembaga) terdahulu dan

berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi

pengamatan langsung di lapangan.

4. Kamera untuk dokumentasi dan visualisasi objek penelitian guna kelengkapan

(31)

Populasi dan Sampel

Pengambilan sampel berdasarkan purpuse sampling (penarikan contoh

secara bertujuan) Hal ini bertujuan untuk memilih sampel yang dianggap layak

dan mampu menjawab permasalahan yang menjadi tujuan penelitian. Sampel

diambil dari pengurus lembaga adat, pemerintahan desa dan anggota masyarakat

adat.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga (KK) di Koto

Malintang yang merupakan masyarakat adat yang terlibat dalam kegiatan

Agroforestri Parak, dengan jumlah sebanyak 320 KK. Sampel yang diambil

adalah 15% dari total populasi yaitu sebanyak 48 KK. Menurut Arikunto (1996),

apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga

penelitian merupakan penelitian populasi, namun jika subjeknya besar dapat

diambil antara 10-15% atau lebih.

Teknik dan Tahapan Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan (daerah terpilih

sebagai lokasi kajian). Tahapan yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah

sebagai berikut:

1. Data primer, yang meliputi:

- Identitas responden

- Bentuk pemanfaatan hasil dari Agroforestri Parak

- Peraturan/kebijakan yang berhubungan dengan penerapan hukum adat dalam

(32)

Data diperoleh melalui :

a. Wawancara dan diskusi dengan masyarakat dan para pelaku (sumber kunci)

pihak pemangku adat yang berkaitan dengan kepentingan pembuatan

kebijakan.

b. Kuisioner yang dibagikan kepada seluruh sampel (responden)

c. Melakukan Observasi untuk mengetahui permasalahan dilapangan termasuk

informasi tentang pengelolaan agroforestri dan kebijakan mengenai hukum

adat.

2. Data sekunder

Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada di instansi

Pemerintahan Negeri, studi pustaka dan lembaga lain yang terkait dengan

pengelolaan Agroforestri Parak di Koto Malintang yang dapat berguna sebagai

informasi tambahan.

.

Analisis Data

Data yang dikumpulkan melalui kuisioner akan ditabulasikan dalam tabel

frekuensi yang berfungsi untuk mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung

jumlah kasus dalam kategori (Nazir, 1998). Keseluruhan data baik data primer

yang diperoleh melaui wawancara dan kuisioner maupun data sekunder,

selanjutnya diedit lagi (untuk menghilangkan keraguan data) dan ditabulasikan

sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan data

Hasil dari tabel frekuensi, dianalisis secara deskriptif dan dengan

(33)

Untuk lebih memudahkan tentang tujuan studi, sumber dan metode,

data kunci, dan hasil yang diharapkan disajikan dalam matriks metodologi

[image:33.595.111.560.174.748.2]

penelitian pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Bentuk Matriks Metodologi Penelitian.

No Tujuan penelitian Data kunci Sumber dan metode Hasil yang di

harapakan.

1 Mengetahui

pengelolaan Agroforestri Parak termasuk penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaranya.

Data kondisi umum

lokasi meliputi :

kondisi alam

- Tipe bentangan alam

- Iklim

- Geologi dan tanah

- Topografi

- Flora dan Fauna

Sosial budaya

Tata nilai, kebiasaan

adat, budaya

masyarakat,

pengetahuan lokal

(Tadjudin, 2000)

- Pustaka, data stastistik,

peta, wawancara,kuisioner

- Dinas tanaman pangan,

perkebunanan dan

kehutanan

- Kantor pemerintahan

daerah.

- Observasi lapangan

- Dokumentasi

- Pustaka, data stastistik,

peta,wawancara,kuisioner

- Dinas tanaman pangan,

perkebunanan dan

kehutanan

- Kantor pemerintahan

daerah.

- Observasi lapangan

- Dokumentasi

1. Adanya informasi

Sejarah Agroforestri

Parak

2.Adanya informasi

Kegiatan pengelolaan

Agroforestri Parak

meliputi:

- cara penanaman

- cara pemeliharaan

- cara pemanenan

- cara pemasaran

3. Adannya informasi

mengenai pengetahuan

lokal mengenai

pengelolaan sumber

daya alam (SDA),

khususnya

Agroforestri Parak

2 Mengetahui

bentuk-bentuk kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan Agroforestri Parak

Nama, unsur lembaga,

tugas unsur lembaga,

Peran serta,

peningakatan SDM,

modal, wewenang

unsur lembaga adat.

- Kantor Pemerintahan

daerah

- Pustaka,wawancara,

kuisioner

- Dinas tanaman pangan,

perkebunanan dan

kehutanan

- Observasi lapangan

- Dokumentasi

1. Adanya informasi

lembaga yang

berhubungan dengan

Agroforestri Parak

2. Adnya informasi

fungsi, peran serta

hubungan antar

(34)

3 Mengetahui

hukum adat

dalam

pengelolaan

Agroforestri

Parak.

Jenis hukum dan

bentuk sanksi hukum .

- Peraturan kebijakan

tertulis/tidak tertulis

- Pustaka,wawancara,

kuisioner

- Dinas tanaman pangan,

perkebunanan dan

kehutanan

- Kantor pemerintahan

daerah.

- Observasi lapangan

- Dokumentasi

1. Adanya informasi

hukum/aturan adat

kegiatan Agroforestri

Parak.

2. Adanya informasi

kebijakan pemerintah

mengenai Agroforestri

[image:34.595.115.561.86.279.2]
(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan Agroforestri Parak.

Sejarah Agroforestri Parak

Sejarah pengelolaan Agroforestri Parak dimulai pada masa sebelum

kedatangan Belanda, awalnya masyarakat tinggal di sekitar pinggir danau

Maninjau. Pada mulanya pembukaan hutan dijadikan lahan persawahan dan

permukiman, di pinggir danau. Namun setelah kedatangan Belanda daerah tesebut

dijadikan kebun, sehingga masyarakat pindah dan membuat permukiman ke

lereng-lereng bukit.

Menurut hasil penelitian WARSI (2001), bahwa masyarakat setempat

sejak tahun 1901 telah memulai mengusahakan lahan dengan menanam durian

untuk di komsumsi lokal dan pada tahun 1935 masyarakat mulai menanam kayu

manis.

Pengelolaan tanah dan pohon dimiliki secara bersama oleh suku,

kekerabatan seketurunan yang masih ada pertalian darah. Tanah dan sawah dibagi

diantara anak perempuan yang sudah kawin, tetapi untuk tanah Parak

pembagiannya hanya menyangkut pohon atau hasilnya tergantung pada beberapa

faktor seperti sifat pohon, pola produksi dan orang yang menanam.

Pengusahaan atas hasil pohon dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai

hak menanam pohon baru atau tanaman semusim dan menanam hasilnya untuk

dirinya sendiri (untuk pepohonan terutama kopi, kulit manis atau kayu). Tetapi

hasil pepohonan lain (buah-buahan dari pohon yang berusia panjang) dibagi di

(36)

sebidang tanah atau pohon harus dibuat bersama berdasarkan musyawarah Ninik

Mamak (kepala suku).

Sistem kepemilkan tanah ini merupakan pengaman dari pemecahan

fragmentasi lahan produktif secara berlebihan serta penumpukan pemilikan tanah

oleh orang kaya saja. Hal ini juga mengurangi kemungkinan perubahan mendadak

sistem petanian, karena tanah tidak dapat dijual atau diubah peruntukanya dan

pohon tidak dapat ditebang atas dasar keputusan perorangan.

Pengaturan komponen Parak dari lapisan atas sampai bawah tersusun

secara teratur. Penduduk yang menanam jenis komponen tanaman dalam Parak

disesuiakan dengan kelerengan lahan. Pola pembentukan komponen spesies dalam

Parak menurut Michon (1986) dalam de Foresta (2000) dapat dibagi menjadi dua

yaitu:

1. Kombinasi durian, kpesies kayu dengan kulit manis atau pala.

a. Dalam tipe kebun pertama ini, dua untaian struktur pepohonan produktif

yang dominan adalah untaian struktur kanopi yang berisi durian dan bayur

menempati strata atas (hingga ketinggian 40 m, penutupanya secara relatif

dihitung dari jumlah ukuran areal tajuk pohon setara dengan 90% dan

keseluruhan permukaan petak) dan kerapatan pohon sekitar 110 pohon

produktif per/ha. Tegakan kayu manis membentuk untaian lapisan kanopi

lebih bawah antara 5 dan 15 m. Tajuknya menutupi sampai 70 %

permukaan.

b. Lapisan terbawah (penutup tanah) ditumbuhi rerumputan dan pandan.

Pohon muda pengganti juga terdapat diantara lapisan-lapisan produktif

(37)

2. Kombinasi kopi, kulit manis dengan kayu-kayuan.

a. Tegakan kopi mengisi ruang dari tanah sampai ketinggian 5m dengan

kerapatan tegakan 1500 pohon /ha. Berbagai macam pohon ditanam secara

bersamaan terutama spesies kayu yang akan membentuk lapisan yang

berbeda setelah tua ketika sudah berumur 20-30 tahun. Bayur dan medang

akan membentuk lapisan kanopi teratas sedangkan surian akan membentuk

lapisan bawah 20-30 m.

b. Pada awal pembukaan kebun, pisang juga ditanam dan membentuk paduan

produktif lebih bawah dari 0-2 m.

c. Kopi seringkali dipadukan dengan kayu manis membentuk suatu lapisan

pada ketinggian 5-15 m dengan tingkat penutupan daun yang rendah.

Profil penyusun komponen Agroforestri Parak tersusun secara rapi dan

sederhana. Michon (1986) dalam de Foresta (2000) membuat profil Arsitektur

penyusun komponen Agroforestri Parak seperti Gambar 1 berikut.

[image:37.595.131.495.470.650.2]

Gambar 1. Profil Arsitektur Agroforestri Parak

Keterangan: Durian 1 Bayur 2, Musang 3, Surian 4, kapundung 5, Jambu bol 6, Pala 7, Kopi K, Kulit manis C, Pandan a, Bambu b

(38)

Kegiatan pengelolaan Agroforestri Parak di Koto Malintang mencakup

pada kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Adapun

kegiatan pengelolaan Agroforestri Parak tersebut lebih diterapkan oleh

masyarakat pada jenis-jenis spesies yang memiliki nilai komersil yang tinggi,

kegiatan tersebut antara lain:

Penanaman

Kegiatan penanaman Agroforestri Parak di mulai dengan pembukaaan

lahan yang dilakukan seluas kira-kira 1 ha yang membutuhkan tenaga kerja 3-4

orang. Peralatan yang digunakan masih sederhana seperti parang dan ruyung.

Biasanya untuk pembukaan lahan pertama jenis yang ditanami adalah coklat, kopi

dan kayu manis kemudian di selangi dengan tanaman cabe atau tanaman semusim

lainnya yang bisa tumbuh di dalam Parak. Kegiatan penanaman untuk beberapa

jenis spesies yang memiliki nilai komersil tinggi dalam Parak antara lain:

Durian (Durio zibetthinus)

Durian merupakan komponen yang paling dominan ditemui. Pohon durian

memiliki ketinggian 40 m, merupakan komponen Agroforestri Parak yang paling

utama. Michon (1986) menyatakan perkembangbiakan durian berasal dari biji

yang terbaik dari buah durian yang dikumpulkan oleh petani dan kemudian

disemaikan di tempat yang telah dibersihkan. Selain itu ada juga persemaian alami

dengan mengambil anakan yang tumbuh di bawah pohon induk. Penanaman

durian dilakukan dengan jarak yang sudah diatur dengan ukuran 10x12 tujuanya

untuk memberi rumpang agar petani bisa menanam jenis tanaman yang lain

(39)

Bayur (Pterospermum javanicum)

Pohon bayur merupakan pohon besar yang bisa mencapai ketinggian

35-40 m merupakan jenis kanopi yang penting di Parak. Pohon bayur terdapat di

hutan pantai dan hutan pegunungan rendah di Sumatera. Di Parak spesies ini

tumbuh berdampingan dengan durian. Tanaman ini dibiakan di persemaian kebun

dan dapat dipanen setelah berumur 15-17 tahun.

Surian (Toona sureni)

Bentuk biji surian yaitu bersayap, tanaman ini dibiakan dari persemaian

yang dikumpulkan dari tempat yang kosong di bawah pohon-pohon yang tua, hal

ini disebakan karena bijinya membutuhkan cahaya matahari yang cukup. Menurut

masyarakat setempat dahulunya pohon ini banyak dijumpai di kawasan hutan

lindung yang berdampingan dengan Parak. Setelah dikukuhkan pemerintah

menjadi kawasan lindung, masyarakat dibolehkan mengambil anakannya untuk

ditanam di Parak.

Kayu Manis (Cinnamomum burmani)

Pohon kayu manis merupakan salah satu spesies tumbuhan bawah yang

utama di Parak dan di tanam di antara pohon durian dan bayur dan spesies lain

yang rapat. Menurut Suharjito (2000) dalam Darusman (2001) menyatakan,

sebagian petani di Kabupaten Agam memperoleh semaian dengan

mengumpulkan anakan dari kebun dan dipelihara selama satu tahun, selain itu

pembibitannya berasal dari tunas yang tinggal setelah batang induk ditebang.

Menurut salah satu responden, biasanya tunas yang tinggal lebih bagus

pertumbuhannya dan hasil kulitnya dari pada batang utama yang dipanen yang

(40)

menerapkan jarak tanam 5x5 m, dan sebagian lagi 2x3m dan 2x2m. Jarak tanaman

yang bervariasi ini ditentukan oleh kebutuhan akan jenis spesies pendukung lain

yang ada di dalam Parak. Kegiatan penanaman dilakukan pada musim penghujan.

Kopi (Coffea canephora dan Coffea robusta)

Kopi dijumpai di bawah durian dan surian yang berkanopi jarang dan

berasal dari semaian yang diambil di Parak terlantar yang ada di atas lereng.

Dalam penanamannya selama bertahun-tahun pada awal pertumbuhannya, Kopi

muda ditanam berdampingan dengan pisang dan pepaya dan pada saat yang sama

juga tanaman surian dan durian ditanam di antara kopi, Hal ini sesuai dengan

pendapat Michon (1986) bahwa, kopi merupakan komponen dominan hingga

tahun 1940-an, di dalam Parak, saat budidayanya mulai ditinggalkan belakangan

kopi mulai ditanam kembali, setelah penurunan pada akhir tahun 30-an sampai

sekarang. Petani semakin terdorong memadukan kopi (tanaman komersial) dengan

tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan.

Coklat (Theobroma kakao)

Coklat merupakan salah satu spesies yang baru diusahakan oleh petani

sekitar awal tahun 1990-an. Coklat ditanam setelah pembukaan lahan baru,

kemudian diselangi di bawah tegakan durian. Di bawah tegakan coklat ditanam

cabe dan sayur-sayuran. Bibit coklat didatangkan dari luar Kabupaten, di beli oleh

petani coklat dari pasar-pasar yang ada di luar Kabupaten Agam seperti

(41)

Pemeilharaan

Durian (Durio zibetthinus)

Sebelum musim berbuah lapisan bawah permukaan pohon durian berupa

semak-semak dibersihkan terlebih dahulu yang berguna untuk memudahkan

waktu pengumpulan buah durian. Untuk menjaga panen durian, pemilik durian

menjaga durian pada waktu musim berbuah, karena pada masa berbuah binatang

liar seperti monyet, siamang sering memasuki Parak. Ciri khas panen buah durian

di Parak adalah tidak ada durian yang diambil dengan menggunakan monyet atau

peralatan lainya. Durian yang di panen adalah durian yang jatuh secara alami.

Untuk menjaga keseimbangan lahan pohon durian tidak boleh ditebang dan

dibiarkan mati secara alami. Michon (1986) menyatakan kematian alami pohon

didalam Parak bertujuan untuk menimbulkan ruang terbuka di lapisan bawah atau

pada kanopi, seperti rumpang yang terjadi pada hutan alam

Bayur (Pterospermum javanicum)

Pemeliharaan pertumbuhan bayur dilakukan pada saat berumur satu tahun

sampai dua tahun. Pohon Bayur sangat rentan terhadap ganguan. Pemeliharaan

mencakup kepada pembersihan gulma-gulma yang menggangu pertumbuhan

bayur. Petani memasang ajir disekeliling persemaian bayur untuk menjaga agar

tidak digangu oleh pertumbuhan tanaman lain dan juga untuk menjaga dari

ganguan fisik alam lainya seperti tumbangnya ranting-ranting pohon.

Surian (Toona sureni)

Pemeliharaan pertumbuhan surian hampir sama dengan bayur, tetapi

pohon ini rentan sekali terhadap serangan benalu-benalu dan juga mudah diserang

(42)

yang baru dibawah tegakan pohon dengan membersihkan rumput dan semak

disekitarnya

Kayu Manis (Cinnamomum burmani)

Aspek persemaian kayu manis sebagian besar dibudidayakan dalam

bentuk polikultur atau campuran dengan dengan berbagai jenis tanaman yang

sebagian monokultur. Selama dipersemaian, bibit kulit manis diusahakan tetap

berada dibawah naungan pohon durian, bayur dan jenis yang lain. Setiap

persemaian di buat ajir yang melingkari persemaian. Kegiatan penyiangan yang

dilakukan berupa pembersihan semak belukar, pembuangan atau pemindahan

tunas, pemangkasan ranting/cabang. Kegiatan pemeliharaan dilakukan minimal

dua kali setahun pada waktu tanaman berumur kurang dari tiga tahun. Pada

tanaman yang berumur lebih dari tiga tahun kegiatan pemeliharaan dilakukan satu

kali setahun.

Kopi (Coffea canephora dan Coffea robusta)

Pemeliharaan tanaman kopi dilakukan sampai kopi berbuah. Pemetikan

buah kopi yang sudah matang dilakukan secara berhati-hati yang berguna untuk

menjaga buah yang masih muda dari pembusukan. Pemangkasan kopi juga tidak

dilakukan karena bisa merusak buah-buah kopi yang masih muda. Pupuk yang

digunakan oleh petani umumnya dari pelapukan dan pembusukan kayu-kayu

durian.

Coklat (Theobroma kakao)

Pemeliharan coklat dilakukan dengan hati-hati, pembersihan semak

dibawah tegakan coklat merupakan kegiatan rutin yang dilakukan. Semak yang

(43)

pembakaran semak yang sudah ditumpukan tersebut berguna untuk mencegah

penyebaran penyakit pada buah yang masih muda. Pupuk yang digunakan

merupakan pembusukan dari batang kayu durian, bayur, surian dan yang lainya.

Pemanenan

Durian (Durio zibetthinus)

Pemanenan buah durian dilakukan pada bulan Juli dan Agustus dengan

masa produktif berbuah 1 hingga 2 bulan. Satu kali jatuh buah durian bisa

mencapai ratusan sekitar 200-300 buah. Untuk mengumpulkan durian yang sudah

jatuh petani membuat rumah-rumah kecil.

Bayur (Pterospermum javanicum)

Pohon Bayur digunakan masyarakat untuk dinding dan lantai rumah

karena kayunya memiliki warna merah. Dari wawancara yang dilakukan kepada

pemilik sawmil, pohon bayur yang berumur 35-30 tahun bisa menghasilkan 30-50

buah papan yang berukuran empat persegi panjang. Bayur menghasilkan kayu

yang berwarna merah yang cocok untuk lantai dinding rumah.

Surian (Toona sureni)

Kayu surian digunakan masyarakat untuk lantai dan dinding rumah. Kayu

surian dipanen sekitar umur 30 tahun. Sebatang pohon surian dengan diameter 30

cm dapat menghasilkan kira-kira 25 keping papan dengan ukuran 400x22 cm.

Kayu Manis (Cinnamomum burmani)

Pemanenan kayu manis dilakukan oleh masing-masing petani pada lahan

milik sendiri dan tidak dilakukan secara serentak karena menggangu struktur

(44)

keluarga, dalam satu hari petani dapat memanen 5-6 batang kulit manis. Setelah

ditebang kulit dikupasi dan dijemur oleh penduduk di halamah rumah atau diatas

pale-pale dapur sampai kering.

Kopi (Coffea canephora dan Coffea robusta)

Tingkat produktifitas kopi umunya rendah, rata-rata 120 kg biji kering/ha.

Puncak produktifitas jatuh pada bulan juli dan agustus, meskipun masa berbuah

kadang-kadang berbuah sepanjang tahun.

Coklat (Theobroma kakao)

Menurut keterangan petani setempat, sekarang ini harga coklat cukup

tinggi, kendala dalam pengusahakanya adalah sumber bibit sangat susah

didapatkan karena coklat merupakan jenis spesies baru yang diusahakan oleh

petani. Selain itu pemeliharaanya harus secara hati-hati dengan memperhatikan

kondisi lahan dan pertumbuhan coklat sendiri.

Pemasaran

Durian (Durio zibetthinus)

Petani menjual durian kepada pembeli yang langsung membeli ke Parak. Durian dijual dengan harga Rp3000-5000/ buah. Pembeli secara langsung sudah

menyiapkan alat angkut untuk membawa durian dan juga menyediakan tenaga

kerja sendiri. Buah durian selain dijual ada juga yang dikonsumsi sendiri. Pada

puncak musimnya konsumsi durian dapat melebihi komsumsi beras dan harganya

menjadi turun, sebagian masyarakat memanfaatkannya untuk dijadikan bahan

baku dodol atau diasamkan lewat proses peragian. Untuk melihat model

(45)
[image:45.595.129.462.108.205.2]

Gambar 2. Model Pemasaran Buah Durian.

Bayur (Pterospermum javanicum)

Penjualan pohon bayur dilakukan berdasarkan kesepakatan antara petani dengan pemilik sawmil dimana pembagiannya mencakup kepada proses

penebanggannya. Apabila pemilik sawmil yang melakukan pemanenan maka mendapatkan 60% dari produksi dan 40 % pemilik kayu begitu juga sebaliknya.

Volume produksi pohon bayur dalam 1ha mencapai 1m3/pohon dengan nilai jual

[image:45.595.127.507.484.592.2]

Rp 900.000/m3. Model pengelolaan kayu bayur di Parak selengkapnya pada

Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Model Pengolahan Kayu Bayur di Parak

Surian (Toona sureni)

Pemasaran kayu surian hampir sama dengan kayu bayur tetapi dari segi kualitas kayu surian memiliki kualitas tinggi. Dari segi harga kayu surian dijual

dengan harga yang tinggi. Volume produksi kayu surian dalam 1ha mencapai 2 Pedagang

Pengumpul di Pasar

Petani durian Konsumen

Komsumsi/ Industri Rumah Tangga

Petani bayur di Parak

Pemilik

sawmill

Pengeolahan kayu

Pembagian hasil

Penguraian produk kayu oleh pemilik

sawmil

(46)

m3/pohon yang dijual dengan harga Rp 1.500.000/m3. Model pengolahan kayu

surian sama dengan model pengolahan kayu bayur seperti yang terdapat pada

Gambar 2 diatas.

Kayu Manis (Cinnamomum burmani)

Petani kayu manis dapat memilih jalur pemasaran kulit kayu manis.

Menurut Suharjito (2000) dalam Darusman (2001) proses pemasaran kulit kayu

manis di Kabupaten Agam melalui beberapa tahap diantaranya jalur pertama,

seorang pedagang menjual ke pedagang pengumpul didesa. Jalur kedua, seorang

petani menjual ke pedagang pengumpul ditingkat kecamatan. Jalur ketiga, seorang

petani menjual ke pedagang pengumpul ditingkat kabupaten. Untuk melihat

model pemasaran kayu kulit manis selengkapnya pada Gambar 4 berikut :

[image:46.595.126.497.400.503.2]

Gambar 4. Model Pemasaran Kulit Kayu Manis

Pemasaran kulit kayu manis dalam satu kali panen bisa mencapai 10 kg

dan dijual dengan harga Rp 3500/kg. Sedangkan untuk kayunya satu kali

penebangan untuk satu batang pohon bisa mencapai 10 ikat dengan panjang 1 m

dan dijual dijual Rp 4000/ikat. Tetapi untuk saat ini petani lebih cendrung

mengusahakan kayunya dari pada kulitnya karena harga kulit kayu manis di

pasaran lebih rendah dari pada kayunya. Petani kulit

kayu manis

Pedagang Pengumpul

Desa

Pedagang Pengumpul Kecamatan

Pedagang Pengumpul

Kabupaten

(47)

Kopi (Coffea canephora dan Coffea robusta)

Rantai pemasaran kopi tidak terlalu rumit karena produktifitas panen kopi

tidak terlalu tinggi. Kerapatan tanaman kopi yang dijumpai dalam lahan petani

sedikit. Produktifitas panen kopi dalam 1 ha sekitar 10-60 kg yang dijual dengan

harga Rp 3.500/Kg. Penjualan kopi dilakukan secara sambilan yang diiringi

dengan penjualan panen tanaman lain. Setelah mengalami penurunan harga, petani

mengusahakan kopi dengan menggabungkannya dengan tanaman komersil lain.

Coklat (Theobroma kakao)

Coklat yang dijual merupakan coklat yang sudah dikeringkan.

Pengeringan dilakukan dengan menjemur di halaman rumah selain itu juga

dijemur di pale-pale dapur petani. Produktifitas panen coklat dalam satu tahun

untuk 1 ha lahan sekitar 10-30kg/ha .Harga coklat pada tingkat kabupaten dijual

sekitar Rp 8000/Kg. Tetapi apabila petani menjual langsung kepada pedagang

pengumpul harga berkisar antara Rp 7000-7500 /Kg. Pemasaran coklat kering

oleh petani dibagi menjadi dua bagian. Penjualan pertama, pedagang langsung

membeli ke petani di rumah kemudian mengumpulkannya di pasar. Kedua petani

langsung menjual ke pasar-pasar terdekat. Untuk sekarang petani lebih cendrung

langsung menjual coklat ke pasar di luar Kabupaten karena harga coklat di tingkat

Kabupaten dapat bersaing dari pada harga ditingkat Kecamatan. Untuk

(48)
[image:48.595.156.413.106.290.2]

Gambar 5. Model Pemasaran Coklat

Jenis Tanaman Pendukung Agroforestri Parak

Banyak jenis spesies pohon yang ada di dalam Parak, diantaranya sudah

mulai ditanami masyarakat seperti mahoni, jati, petai, meranti, pala, nangka yang

merupakan juga program dan bantuan dari Perantau dan dari Dinas Pertanian

Tanaman Pangan dan Kehutanan Kabupaten Agam. Selain itu juga dijumpai

tanaman musiman untuk kebutuhan sehari-hari seperti kelapa, pinang, pepaya,

jagung, terong, ubi jalar, tebu, ubi kayu, nenas, temulawak, markuisa, pisang dan

juga dapat dijumpai jenis-jenis bambu yang sudah hidup betahun-tahun.

Pengetahuan Lokal Masyarakat dalam Mengelola Parak

Pengetahuan mengenai pengelolaan Parak oleh masyarakat telah diperoleh

secara turun temurun. Sumber pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan Parak

dapat dilihat pada Tabel 6. Petani coklat

Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Pengumpul

Di Desa

Distribusi coklat lansung

oleh Petani

Penjualan Pada tingkat

(49)
[image:49.595.116.507.105.278.2]

Tabel 6. Sumber Pengetahuan Masyarakat dalam Mengelola Parak.

Sumber pengetahuan dalam Pengelolaan Parak

Jumlah Responden

Pesentase (%)

Dari pengalaman yang diperoleh dari seringnya ke Parak

Pengetahuan yang turun temurun

Penyuluhan dari pemerintah

Dari kebudayaan pemerintah Belanda

9 31 2 6 18,75 64,58 4,16 12,50

Jumlah 48 100,00

Kegiatan bertani di Koto Malintang mempunyai cara tersendiri dalam

mengelola lahannya. Marry, 1986 dalam de Foresta (2000) menyatakan bahwa petani di Koto Malintang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang

kebutuhan spesies yang hidup pada ketinggian sedang, bila ditanam dibawah 800

m dpl (Meter Di atas Permukaan Laut) tidak pernah langsung diletakan dibawah

sinar matahari tetapi ditanam di bawah kanopi lebat yang akan mempertahankan

temperatur dan kelembapan yang optimum. Surian yang merupakan spesies yang

menyukai rumpang dalam hutan, tidak dapat berkecambah di bawah naungan

kebun. Untuk mendapatkan semaian petani menyiapkan ruangan terbuka di sekitar

pohon surian dengan menjarangkan kanopi dan menyiang tanaman bawah,

sehingga biji yang dihasilkan oleh pohon tua dapat berkecambah dan dipindahkan

setelah berumur satu atau dua tahun pada saat bibit sudah bisa tumbuh di bawah

naungan.

Selain itu masyarakat punya pengetahuan khusus dalam mengolah tanah

seperti yang diungkapkan petani yang di jumpai dalam Parak. Dalam

(50)

memperbaiki kondisi lahan, seperti pendapat. Michon (1986) menyatakan,

beberapa spesies dalam Parak berfungsi dalam memperbaiki kondisi tanah seperti

dari jenis suku Urticaceae (perdu-perduan).

Masyarakat tidak menanam tanaman di daerah Rintiah (curam kelerengan

600) karena daerah tesebut merupakan daerah perbatasan antara hutan lindung dan

Parak. Untuk menjaganya masyarakat bergotong-royong menanaminya dengan

pohon-pohon. Hal tersebut sudah menjadi tradisi kebudayaan masyarakat yang

sejak dahulu dan berlangsung sampai sekarang.

Berbagai tanaman komoditi yang nilai ekonominya tinggi sudah ditanam

sejak bertahun-tahun. Begitu juga jenis tanaman yang digunakan untuk kebutuhan

sehari-hari. Penduduk umumnya jarang ke pasar untuk membeli kebutuhan

dapurnya, mereka umumnya mengambil di dalam Parak. Begitu juga berbagai

jenis tanaman obat banyak dijumpai di Parak seperti temulawak, daun kumis

kucing, pandan, buah pache dan lainnya.

Kelembagaan Yang Terdapat di Kanagarian Koto Malintang

Di Kanagarian Koto Malintang terdapat beberapa lembaga yang berperan

dalam pengaturan tatanan kehidupan masyarakat. Lembaga tersebut berupa

lembaga adat, lembaga swadaya dan lembaga pemerintahan.

Status dari kelembagaan ini sudah diatur oleh pemerintahan Nagari Koto

Malintang melalui Peraturan Nagari yang sudah disahkan oleh Pemerintahan

Kabupaten Agam. Adapun lembaga-lembaga yang ada dapat dilihat pada Tabel 7

(51)
[image:51.595.119.495.114.354.2]

Tabel 7. Bentuk Kelembagaan yang ada di Koto Malintang

Nama Lembaga Status lembaga

KAN (Kearapatan Adat Nagari)

BPRN (Badan Perwakilan Rakyat Nagari) MAMAS (Majelis Musyawarah Adat dan Syara) MUNA (Majelis Ulama Nagari)

LDS (Lembaga Didikan Subuh) PPN (Parik Paga Nagari) Bundo Kanduang

Pemerintahan Nagari

LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) LINMAS

PKK Nagari POSYANDU

WARSI (Warung Konservasi) Salingka Danau

PT. PLN .PLTA Maninjau

Adat Adat Adat Adat Adat Adat Adat Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah LSM LSM Pemerintah

Jumlah 15

Sumber : Monografi Nagari Koto Malintang tahun 2005

Berdasarkan Tabel 7 tersebut, di Koto Malintang terdapat 15 kelembagaan

yaitu 7 lembaga adat, 6 lembaga pemerintahan dan terdapat 2 lembaga swadaya

masyarakat. Lembaga adat merupakan lembaga yang paling banyak terdapat di

Kanagarian Koto Malintang, hal ini disebabkan karena sejak dahulu sebelum

pemerintahan Nagari dan Pemerintahan desa lembaga ini sudah ada dan mengatur

kehidupan sosial masyarakat. Lembaga ini lebih berperan dalam mengatur

masalah adat dan juga perubahan dalam Nagari. Selain itu lembaga ini menjadi

kebutuhan masyarakat dalam urusan-urusan adat seperti acara adat, pengambilan

keputusan mengenai aturan adat dan pembangunan Nagari serta mengatur tata

krama dan norma dalam Nagari Sehingga lembaga ini tidak bisa dipisahkan

dalam kehidupan masayarakat.

Lembaga pemerintahan yang ada di Kanagain Koto Malintang merupakan

lembaga yang sudah mengalami perombakan sejak ditukarnya pemerintahan Desa

(52)

membawa perubahan, dimana difungsikannya kembali lembaga Nagari yang

dulunya tidak berfungsi akibat pemerintahan Desa. Namun sejak kembalinya

pemerintahan desa ke pemerintahan nagari belum memberikan dampak yang

nyata terhadap perubahan-perubahan dalam masyarakat terutama masalah

kebutuhan ekonomi masyarakat.

LSM yang terdapat di Koto Malintang merupakan lembaga lingkungan

hidup seperti WARSI dan Salingka Danau, secara umum lembaga ini lebih

mengangkat masalah-masalah perubahan yang terjadi di sekitar Danau Maninjau.

Namun saat ini salah satu lembaga yaitu WARSI tidak aktif lagi. Menurut

beberapa responden pada tahun 2001 lembaga ini pernah aktif dan pernah

melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dan pengukuhan hutan, tetapi beberapa

tahun kedepan ini tidak pernah ada lagi. Selain itu ada juga LSM Salingka Danau

yang merupakan lembaga lingkungan yang memperhatikan kondisi Danau

Maninjau. Lembaga ini sampai sekarang masih aktif di Kecamatan Maninjau.

Kelembagaan Yang Terlibat dalam Pengelolaan Agroforestri Parak.

Kelembagaan Kerapatan Adat Nagari (KAN)

Lembaga KAN merupakan lembaga adat yang memiliki peran penting

dalam Agroforestri Parak. Kepengurusan lembaga KAN terdiri dari 2 jinih (unsur)

yaitu Ninik Mamak (Penghulu suku) dan Imam Khatib (Imam Mesjid) yang

proses pemilihannya merupakan wakil dari masing-masing suku yang ada.

(53)

unsur-unsur tersebut. Ninik Mamak bertanggungjawab terhadap masalah pembangunan

Nagari termasuk pembangunan Jorong (Dusun).

Wawancara yang dilakukan dengan 7 responden kunci diantaranya 4 orang

kepala dusun dan 3 orang tokoh adat, lembaga KAN berperan penting dalam

mengatur pengelolaan parak termasuk dalam proses pengambilan keputusan.

Sampai sekarang lembaga ini masih berfungsi. Dari kuisioner yang diberikan

keterangan jawaban responden hampir sama dengan keterangan jawaban dari

tokoh adat yang diwawancarai. Lebih jelasnya fungsi dan peran dari kembagaan

[image:53.595.114.519.354.470.2]

KAN dapat dapat dilihat pada Tabel 8. berikut.

Tabel 8. Fungsi (Peran) dari Kelembagaan KAN

Fungsi (Peran) dari Kelembagaan KAN

Jumlah Responden

Persentase (%) Pengelolaan Parak

Penjualan Hasil Parak

Pembuat aturan dan Perlidungan Parak

12

5

31

25,00

10,42

64,58

Jumlah 48 100,00

Lazimnya lembaga tradisional, struktur organisasi yang terdapat dalam

masyarakat cukup sederhana. Terdiri dari beberapa pejabat fungsional yang

bertanggungjawab terhadap suatu bidang tetentu. Pada lembaga Kerapatan Adat

Nagari Koto Malintang kepengurusan kelembagaan dipimpin seorang ketua yang

disebut Angku yang dipilih berdasarkan musyawarah dari suku-suku yang ada.

Sebanyak 64,58 % responden menyatakan bahwa lembaga KAN ini sangat

penting dalam pembuat aturan dan perlindungan Parak. Hal ini juga merupakan

kesepakatan masyarakat Desa Koto Malintang yang tidak lepas dari aturan adat

yang berguna untuk melindungi Parak dari perubahan-perubahan baik itu dari

(54)

Peranan lembaga Kerapatan Adat Nagari dalam pengelolaan Parak

didasarkan pada pembagian ulayat dalam Nagari. Hasil hutan atau Parak yang

berada diatas ulayat Penghulu Nagari merupakan sumber penghasilan bagi

pendapatan Nagari. Menurut Sayuti (2004), dalam pengaturan pendapatan Nagari

mengenai hasil dari hutan dapat dibagi menjadi :

1. Takuak Kayu, merupakan bea izin untuk membuka hutan dipungut 15% dari

hasil yang diambil.

2. Bungo Kayu, merupakan bea yang ditarik dari sejumlah kayu yang ditebang

untuk diperdagangkan, biasanya dipungut 10% dari jumlah yang diambil

sedangkan kayu untuk perumahan tidak dipungut biayanya.

Proses pemungutan langsung dari anggota KAN yang diberi komisi sekitar

10% dari hasil pungutannya. Yang mengangkat jabatan ini adalah Penghulu di

Nagari berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat melalui lembaga Kerapatan

Adat Nagari (KAN)

Lembaga Adat KAN dalam pengelolaan Agroforestri Parak mempunyai

wewenang dalam Pengambilan keputusan yang ditentukan berdasarkan

musyawarah dalam rapat empat jinih ( empat unsur). Rapat empat jinih ini

merupakan rapat yang dihadiri oleh empat unsur utama yaitu Ninik Mamak,

Cerdik Pandai, Alim Ulama, dan Angku Khatib. Yang dibicarakan dalam rapat ini

berupa masalah pembangunan jorong (Dusun) atau Nagari.

Setiap pengambilan keputusan sebelum sampai kepada tingkat Anku

sangat ditentukan oleh masing-masing penghulu suku. Penghulu suku sangat

bertanggung jawab kepada anak kemenakan yang satu kekerabatan. Pengambilan

(55)

ataupun pohon harus dimusyawarahkan bersama. Sistem waris atau jual beli tanah

atau pelimpahan hak atas tanah dalam lembaga KAN diatur dengan 2 cara:

1. Tanah Sako Randah (Pusaka Rendah / Hak milik), tanah yang masuk dalam

kategori ini adalah tanah milik keluarga inti (ayah,ibu,anak), warisan jual beli

dan pel

Gambar

Tabel 1. Bentuk Matriks Metodologi Penelitian.
Tabel 1. (Lanjutan)
Gambar 1. Profil Arsitektur Agroforestri Parak
Gambar 3 berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan keterangan saksi-saksi yang bersesuaian dan dihubungkan dengan keterangan terdakwa serta barang bukti,

e. Peserta didik bersama –sama dengan guru membuat kesimpulan tentang ciri-ciri negara berkembang dilihat dari sudut pandang, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan. 2. Sebagai

Melakukan inovasi pada produk yang dijual Menambah produk- produk yang baru dan terkini Dengan menambah produk baru dan melakukan pemasaran lewat online Dengan

VERIFIKASI DATA D3 - CALON DYS TAHUN 2016 GELOMBANG I PT Pengusul (PTU): KOPERTIS WILAYAH

f). Konseling konseling tentang pemanfaatan pekarangan g). Konseling tentang gizi seimbang.. Pengukuran berat badan balita gizi kurang untuk mengetahui tingkat perkembangan

Untuk mendukung kegiatan siswa dalam belajar terdapat perpustakaan, laboratorium komputer, laboratorium biologi, laboratorium bahasa, laboratorium fisika serta fasilitas lainnya

Syahadat ini merupakan syahadat tauhid yang menyatakan ikrar atau sumpah seorang hamba bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT yang

[r]