• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

G. Analisis Kuantitatif dengan KLT-Densitometri

4. Penetapan kandungan triterpen total dalam sampel secara KLT-

a. Pembuatan fase gerak. Dibuat campuran toluen – aseton – asam asetat

(90:10:0,07 v/v).

b. Pembuatan pelarut. Dibuat campuran metanol dan kloroform dengan

perbandingan 4:1.

d. Pembuatan larutan baku asam ursolat

1) Pembuatan larutan stok asam ursolat 1000 ppm

Sejumlah lebih kurang 10,0 mg baku asam ursolat ditimbang seksama

kemudian dilarutkan dalam pelarut hingga volume tepat 10,0 mL.

2) Pembuatan larutan baku asam ursolat

Sebanyak 0,500 mL; 1,000 mL; 1,500 mL; 2,000 mL; dan 2,500 mL;

larutan stok asam ursolat diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5

mL kemudian diencerkan dengan pelarut hingga tanda, sehingga diperoleh

konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm.

e. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum. Seri larutan baku

konsentrasi 100 ppm, 300 ppm, dan 500 ppm masing-masing ditotolkan dengan

volume penotolan 2 µL pada plat KLT dengan fase diam silika gel 60 F254 dan setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi

dengan fase gerak. Setelah mencapai jarak rambat 10 cm, plat dikeluarkan dari

bejana dan dikeringkan. Pengembangan dengan cara yang sama dilakukan

sebanyak 3 kali. Selanjutnya, bercak ditampakkan dengan menggunakan reagen

pendeteksi yang dilanjutkan dengan pemanasan dalam oven suhu 110oC selama 3

menit. Plat KLT discanning panjang gelombang serapan maksimumnya dengan

densitometer.

f. Pembuatan kurva baku, pengamatan nilai Retardation Factor (Rf) asam

ursolat, dan penentuan linearitas. Seri larutan baku konsentrasi 100 ppm, 200

ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm, diperlakukan seperti poin 4e. Plat KLT

dilakukan sebanyak 3 kali dan pilih persamaan kurva baku yang paling baik.

Selain itu dilihat pula nilai Rf dari masing-masing seri baku asam ursolat dan

linearitas metode (dilihat dari harga r (koefisien korelasi) hasil pengukuran seri

baku asam ursolat).

g. Penentuan recovery, resolusi, Coefficient of Variations (CV), dan range.

Seri larutan baku konsentrasi 100 ppm, 300 ppm, dan 500 ppm diberi perlakuan

seperti pada poin 4.e. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Selanjutnya kadar

terukur dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku. Berdasarkan data

ini dapat ditentukan:

1) Perhitungan recovery

% = kadar ter ukur

kadar sebenar nya× 100%

2) Perhitungan resolusi

Resolusi = 2 ( R −R ) w + w

3) Perhitungan CV

% CV = simpangan baku

har ga rata−rata× 100%

4) Penentuan range. Range merupakan interval konsentrasi analit yang

memenuhi persyaratan linearitas, akurasi, dan presisi.

h. Penentuan recovery dan Coefficient of Variations (CV) baku dalam

matriks sampel.

1) Preparasi larutan sampel (LS). Ekstrak kering dilarutkan dengan pelarut

hingga 10 mL. Kemudian 3,5 mL larutan tadi diambil dan dimasukkan ke

2) Pembuatan larutan sampel dengan adisi (LSAU). Sebanyak 3,5 mL larutan

sampel (LS) diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL. Larutan

tersebut ditambah dengan 0,5 mL larutan stok asam ursolat 1000 ppm dan

diencerkan dengan pelarut hingga tanda sehingga diperoleh kadar ± 375

ppm.

3) Pengembangan dan pengukuran. LS dan LSAU diberi perlakuan seperti pada

poin e.4. Setelah itu dihitung kadar baku asam ursolat dalam sampel. Kadar

baku asam ursolat dalam sampel adalah selisih kadar LSAU dengan kadar LS.

Selanjutnya dihitung recovery dan CVnya.

% recovery = ( + ) x 100%

i. Analisis kualitatif. Ekstrak kering dilarutkan menggunakan pelarut

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan pelarut hingga

tanda batas. Larutan ekstrak bersama baku asam ursolat (300 ppm), diperlakukan

seperti poin 4e. Setelah proses derivatisasi tersebut, bercak diamati di bawah

cahaya biasa. Analisis kualitatif juga dilakukan dengan cara menghitung Rf tiap

bercak dibandingkan dengan harga Rf baku asam ursolat serta membandingkan

pola spektra bercak yang memiliki Rf identik dengan baku dengan pola spektra

baku.

j. Analisis Kuantitatif. Ekstrak kering dilarutkan menggunakan pelarut

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan pelarut hingga

tanda batas. Larutan ekstrak diperlakukan seperti poin 4e. Plat KLT diukur AUC

5. Analisis hasil

Kadar triterpen total (% b/b) dalam sampel dari setiap kondisi dan setiap

replikasi yang didapat, kemudian dianalisis dengan menggunakan aplikasi desain

faktorial menggunakan software Ubuntu-10.04-DesFaktor-0.9® by Ubuntu R

OpenOffice.org (www.molmod.org). Pendekatan desain faktorial yang digunakan

untuk menghitung koefisien a, b, ab, sehingga didapatkan persamaan Y = b0 +

b1(XA) + (b2(XB) + b12(XA)(XB). Dari persamaan ini dapat dibuat suatu profil yang

menggambarkan profil kadar triterpen total (% b/b) dari hasil digesti herba rumput

mutiara dengan adanya perbedaan kondisi perlakuan antara suhu dan waktu

ekstraksi yang digunakan. Hasil profil yang diperoleh berdasarkan rumus

digunakan untuk menentukan kombinasi antara suhu dan waktu ekstraksi yang

menghasilkan kadar triterpen total (% b/b) yang paling optimum. Penentuan

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk mendapatkan kepastian kebenaran

tanaman yang diselidiki sesuai dengan yang dimaksud dalam penelitian.

Determinasi dilakukan oleh Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan mencocokkan ciri-ciri

tanaman dengan kunci determinasi yang ada dalam buku Flora of Java (Backer

and van Der Brink, 1965). Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Hedyotis corymbosa (L.) Lamk (Lampiran

1).

B. Pengumpulan Bahan dan Pembuatan Serbuk Simplisia 1. Pengumpulan bahan

Herba rumput mutiara yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari area

Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Juni - Agustus

2011. Tanaman ini belum dibudidayakan sehingga faktor umur tanaman tidak

dapat dikendalikan. Dalam penelitian ini, faktor yang dikendalikan adalah waktu

panen, lingkungan tempat tumbuh dan varietas tanaman.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif

di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat adalah pada

saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang

tangan pada pagi hari sebab pada waktu tersebut tanaman melakukan fotosintesis

dengan bantuan sinar matahari, sehingga kandungan zat aktif herba rumput

mutiara yang diperoleh diharapkan optimal. Herba yang dipilih ialah herba dengan

kondisi yang baik. Pemanenan dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2011 sebab

bulan-bulan tersebut merupakan penghujung musim hujan, dimana menurut Anam

(2008), ketersediaan air memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan rumput

mutiara serta meningkatkan jumlah kandungan asam ursolat pada tanaman ini.

Lingkungan tempat tumbuh yang berbeda dapat mengakibatkan perbedaan

kadar kandungan senyawa aktif. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi tinggi tempat,

keadaan tanah, dan cuaca (Depkes RI, 1986). Lingkungan tempat tumbuh

dikendalikan dengan cara hanya memanen rumput mutiara yang tumbuh di area

Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil panen dari beberapa

lokasi di area Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sepanjang bulan

Juni – Agustus 2011 dikumpulkan dan dihomogenkan untuk memperkecil

pengaruh lingkungan tempat tumbuh dan umur tanaman.

Rumput mutiara secara kasat mata cukup sulit untuk dibedakan dengan

tanaman lidah ular (Hedyotis diffusa (Willd.) Roxb) yang juga merupakan

tanaman dalam genus Hedyotis. Salah satu perbedaan antara kedua tanaman ini

ialah jumlah bunga per tangkai bunga. Rumput mutiara memiliki jumlah bunga

lebih dari satu pada tiap tangkai bunganya, sedangkan tanaman lidah ular hanya

memiliki satu bunga di setiap tangkai bunganya. Pada saat pemanenan, hal ini

sangat penting untuk diperhatikan sehingga tanaman yang diambil benar-benar

2. Sortasi basah

Tujuan sortasi basah ialah untuk memisahkan kotoran-kotoran atau

bahan-bahan asing lainnya dari bahan-bahan simplisia. Pada tahap sortasi basah ini, herba

rumput mutiara yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari tanah, akar, serta

ranting dan daun yang sudah rusak. Tanah merupakan pengotor dengan

kandungan mikroba yang tinggi, sehingga tanah perlu dihilangkan untuk

mengurangi jumlah mikroba awal (Depkes RI, 1986). Akar juga dihilangkan

untuk mengurangi jumlah tanah dan dengan demikian dapat mengurangi jumlah

mikroba awal.

3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih

menempel. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air

sumur, atau air PAM (Depkes RI, 1986). Dalam penelitian ini, pencucian herba

rumput mutiara dilakukan menggunakan air PAM yang dialirkan terus-menerus

agar kotoran yang sudah terlepas dari herba dapat terbawa air. Pencucian

dilakukan sedikit demi sedikit sehingga herba benar-benar bersih. Herba yang

sudah dicuci kemudian diangin-anginkan agar sisa air pencucian hilang.

4. Pengeringan

Herba rumput mutiara yang telah dicuci kemudian dikeringkan. Pengeringan

dapat mengurangi kadar air sehingga menghambat reaksi enzimatik. Adanya

reaksi enzimatik dapat menyebabkan peruraian kandungan aktif aktif yang

berakibat pada penurunan kualitas simplisia. Air yang masih tersisa juga dapat

proses pengeringan pertumbuhan kapang dan mikroba dapat dihambat dan

akibatnya simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam waktu yang

lebih lama.

Pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: suhu

pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas

permukaan bahan. Dalam penelitian ini, pengeringan dilakukan dengan

menggunakan lemari pengering sehingga faktor-faktor tersebut dapat dikontrol.

Menurut Depkes RI (1986), bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu

30-90oC, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60oC, oleh karena itu suhu

pengeringan yang digunakan ialah 60oC. Bila suhu pengeringan terlalu tinggi

dapat mengakibatkan rusak atau hilangnya kandungan zat aktif dalam simplisia,

terutama zat aktif yang tidak tahan panas dan yang mudah menguap. Pengeringan

dilakukan hingga herba benar-benar kering dimana herba yang kering akan dapat

dipatahkan dan gemerisik jika diremas. Pengeringan membutuhkan waktu ± 5 hari

untuk mendapatkan herba yang benar-benar kering.

Pengeringan dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan menggunakan

sinar matahari, namun hal ini tidak dilakukan sebab faktor suhu, kelembaban

udara, aliran udara, dan waktu pengeringan sulit untuk dikendalikan.

5. Sortasi kering

Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti

bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang

masih ada dan tertinggal pada herba kering sehingga diperoleh herba rumput

tertinggal dipisahkan kembali seperti akar maupun bagian simplisia lain yang

mungkin tercampur.

6. Pembuatan serbuk

Herba rumput mutiara yang telah kering diserbuk menggunakan blender.

Simplisia disiapkan dalam bentuk serbuk untuk memperbesar luas permukaan

kontak antara simplisia dengan larutan penyari, sehingga senyawa aktif yang

terambil semakin banyak. Serbuk diayak dengan ayakan no. mesh 12 dan 50

untuk memperkecil distribusi ukuran partikel. Pada umumnya ekstraksi akan

semakin baik bila luas permukaan simplisia yang bersentuhan dengan larutan

penyari semakin besar. Bila ukuran partikel terlalu besar, maka kontak dengan

cairan penyari tidak optimal, namun ukuran partikel yang terlalu kecil pun tidak

menjamin suatu proses ekstraksi akan semakin baik. Terdapat batas minimum

ukuran serbuk yang diperbolehkan sebab serbuk yang terlalu halus akan

menimbulkan masalah dalam proses ekstraksi. Serbuk yang terlalu halus dapat

membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil ekstraksi. Hasil ekstraksi

tidak murni lagi tetapi tercampur dengan partikel-partikel halus tadi. Penyerbukan

yang terlalu halus menyebabkan banyak dinding sel yang pecah, sehingga zat

yang tidak diinginkan pun ikut ke dalam hasil ekstraksi (Depkes RI, 1986).

Menurut Depkes RI (1977), kecuali dinyatakan lain, seluruh simplisia harus

dihaluskan menjadi serbuk dengan derajat halus 4/18. Derajat halus dinyatakan

dengan nomor pengayak, yang dinyatakan dengan dua nomor. Pengertian nomor

pengayak 4/18 (cm) ialah semua serbuk dapat melewati pengayak dengan nomor 4

ayakan, yang dinyatakan dengan nomor mesh, dilakukan melalui konversi angka

derajat halus yaitu mengalikan 4/18 dengan 2,54 (1 inchi). Hasil konversi

menunjukkan nomor mesh yang digunakan adalah 10 dan 45, namun karena

keterbatasan alat maka digunakan pengayak dengan nomor mesh 12 dan 50.

C. Defatisasi

Setelah diperoleh serbuk herba rumput mutiara dengan ukuran partikel

yang diinginkan, maka selanjutnya dilakukan proses defatisasi. Prinsip dari

defatisasi sebenarnya sama dengan proses ekstraksi, namun bila pada ekstraksi

yang diambil adalah larutan ekstraknya dan serbuk sisa ekstraksi dibuang, namun

pada defatisasi yang diambil adalah serbuk hasil defatisasi dan larutan defatnya

dibuang.

Defatisasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa non polar

yang terdapat pada simplisia, oleh karena itu pelarut yang digunakan adalah

pelarut yang dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar tersebut. Pelarut yang

digunakan untuk proses defatisasi adalah petroleum eter. Asam ursolat tidak larut

dalam petroleum eter (Budavari et al., 1989), oleh karena itu proses defatisasi ini

tidak akan menghilangkan kandungan asam ursolat dalam simplisia, namun akan

menghilangkan senyawa-senyawa non polar pada herba rumput mutiara, antara

lain: klorofil, stigmasterol, dan β-sitosterol (Wijayakesuma, 1992). Senyawa-senyawa non polar ini perlu untuk dihilangkan agar nantinya tidak mengganggu

perhitungan kadar triterpen total karena ekstraksi dengan cairan penyari (etanol

96%) juga dapat melarutkan senyawa-senyawa lipid (Depkes RI, 1986). Proses

oleanolat sebab asam oleanolat juga tidak larut dalam petroleum eter, sehingga

dalam penelitian ini yang akan ditetapkan adalah kadar triterpen total terhitung

sebagai kadar asam ursolat.

Pelarut lain yang dapat digunakan dalam proses defatisasi adalah heksan,

namun tidak digunakan heksan sebab kelarutan asam ursolat dalam heksan tidak

diketahui sedangkan kelarutan senyawa tersebut dalam petroleum eter telah

diketahui yaitu tidak larut, sehingga lebih dipilih petroleum eter sebagai larutan

defat.

Defatisasi dilakukan dengan metode maserasi karena cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana. Defatisasi dilakukan selama 1 jam pada suhu

kamar dengan perbandingan serbuk dan volume larutan penyari adalah 1:10.

Perbandingan ini digunakan sebab merupakan perbandingan standar yang

digunakan pada maserasi, dimana 10 bagian larutan penyari digunakan untuk 1

bagian serbuk. Petroleum eter bersifat mudah menguap sehingga digunakan suhu

kamar saat proses defatisasi untuk mencegah hilangnya petroleum eter.

Hasil defatisasi disaring dengan bantuan vaccum untuk mempercepat

proses penyaringan. Serbuk yang tersaring dikeringkan dengan menggunakan

oven pada suhu 60oC karena titik didih petroleum eter adalah 40o-60oC sehingga

dengan menggunakan suhu tersebut petroleum eter dapat seluruhnya menguap.

Serbuk perlu dikeringkan agar pada saat ditimbang untuk ekstraksi yang terukur

benar-benar massa dari serbuk herba rumput mutiara kering tanpa sisa larutan

ekstraksi dengan pelarut etanol 96% karena secara teori etanol juga dapat

mengekstraksi senyawa non polar (Depkes RI, 1986).

D. Digesti

Digesti merupakan salah satu metode ekstraksi yang dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari menggunakan pemanasan

lemah. Metode ini adalah hasil modifikasi metode maserasi dengan adanya

pengadukan dan pemanasan. Metode digesti dipilih sebab senyawa aktif yang

ingin diekstraksi dari herba rumput mutiara yaitu asam ursolat merupakan

kandungan utama dari herba ini. Jumlahnya yang banyak menyebabkan asam

ursolat pada rumput mutiara dapat diekstraksi secara digesti. Metode ini juga

memiliki beberapa keunggulan lain yaitu cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana.

Prinsip metode digesti sama seperti maserasi yaitu terekstraksinya senyawa

dari dalam simplisia karena adanya perbedaan konsentrasi senyawa di dalam dan

di luar sel. Pelarut akan masuk ke dalam sel-sel simplisia dan karena adanya

perbedaan konsentrasi tadi maka senyawa kimia akan tersari keluar dari dalam sel.

Pemanasan akan memberikan energi bagi cairan penyari untuk melarutkan

senyawa dari simplisia. Pada peningkatan suhu kekentalan pelarut akan berkurang

sehingga akan mengurangi lapisan batas. Selain itu, kelarutan zat akan meningkat

apabila suhu dinaikkan (Depkes, 1986). Menurut Masushita (1979) ekstraksi

dengan menggunakan pemanasan dapat dilakukan 1 sampai 2 jam atau lebih.

Digesti dilakukan terhadap 5 gram serbuk dengan volume cairan penyari

serbuk – volume larutan penyari 1:10 karena perbandingan tersebut merupakan

perbandingan standar pada proses maserasi. Cairan penyari yang digunakan

adalah etanol 96% sebab asam ursolat dapat larut dalam etanol. Menurut Budavari

et al. (1989) 1 bagian asam ursolat larut dalam 178 bagian etanol.

Proses digesti dilakukan dengan bantuan pengadukan secara otomatis

dengan stirrer. Pengadukan ini bertujuan untuk menjaga derajat perbedaan

konsentrasi yang sebesar-besarnya antara larutan di dalam dan di luar sel. Pada

keadaan diam akan terjadinya kesetimbangan perpindahan massa dari sel ke

dalam pelarut dan dari pelarut ke dalam sel. Keadaan ini dapat dihindari dengan

melakukan pengadukan atau dengan pemanasan (Stahl, 1985). Kecepatan

pengadukan yang digunakan adalah 250 rpm berdasarkan hasil optimasi.

Digesti dilakukan dengan variasi kondisi ekstraksi sebanyak 4 macam.

Faktor yang divariasi adalah suhu dan waktu ekstraksi dimana akan dilihat

pengaruhnya terhadap perolehan asam ursolat dengan analisis desain faktorial.

Setiap kondisi dilakukan 3 kali replikasi. Suhu yang digunakan untuk level rendah

adalah 30oC dan untuk level tinggi adalah 60oC. Proses maserasi biasanya

dilakukan pada suhu kamar namun suhu kamar relatif tidak tetap. Dalam

penelitian ini suhu ekstraksi merupakan faktor yang diteliti oleh karena itu suhu

kamar diatur sama pada suhu 30oC. Pengaturan suhu ini memerlukan pemanasan

lemah sehingga sudah termasuk dalam proses digesti. Suhu 60oC dipilih sebagai

suhu level tinggi berdasarkan hasil orientasi. Asam ursolat merupakan senyawa

yang tahan terhadap suhu tinggi (titik lebur asam ursolat 285o-288oC), namun

hasil ekstraksi dan kesulitan pada saat proses penyaringan karena hasil ekstraksi

berbentuk seperti bubur. Dinding sel tumbuhan terdiri dari selulosa. Serabut

selulosa pada simplisia segar dikelilingi oleh air, namun pada simplisia yang

dikeringkan lapisan air menguap sehingga terjadi pengerutan dan terbentuk

pori-pori. Pori-pori ini diisi oleh udara. Bila serbuk simplisia dibasahi dengan cairan

penyari, maka serabut selulosa tadi akan dikelilingi oleh cairan penyari sehingga

simplisia akan mengembang kembali. Mengembangnya sel ini akan makin besar

jika penyari yang digunakan mengandung gugusan –OH. Adanya peningkatan

suhu dapat memperbesar kemungkinan terjadinya interaksi antara selulosa dengan

gugusan –OH. Hal inilah yang menyebabkan hasil ekstraksi memiliki konsistensi

seperti bubur.

Waktu yang digunakan sebagai level rendah adalah 2 jam dan sebagai

level tinggi adalah 4 jam. Pemilihan waktu ini juga merupakan hasil optimasi.

Menurut Depkes RI (1986), penggunaan mesin pengaduk yang berputar

terus-menerus dapat mempersingkat waktu proses digesti menjadi 6 sampai 24 jam.

Orientasi waktu dilakukan pada waktu 1, 2, 4, 6, dan 8 jam dengan mengukur

rendemen ekstrak yang diperoleh. Terjadi peningkatan rendemen ekstrak sampai

waktu 4 jam namun tidak lagi terjadi peningkatan setelah waktu tersebut. Oleh

karena itu, waktu ini dipilih sebagai waktu level tinggi sedangkan waktu 2 jam

dipilih untuk melihat apakah asam ursolat sudah dapat terekstrak seluruhnya

dengan waktu setengah dari level tinggi. Bila dalam waktu 2 jam seluruh asam

ursolat sudah dapat tersari maka dalam aplikasinya nanti waktu ekstraksi dapat

Gambar 3. Grafik orientasi waktu ekstraksi

Sistem digesti menggunakan waterbath dan hotplate magnetic stirrer

untuk mempermudah pengontrolan suhu dan kecepatan pengadukan. Suhu

waterbath diatur 5oC lebih tinggi dari suhu percobaan sebab pada saat orientasi

diketahui bahwa terdapat selisih suhu air pada waterbath dengan suhu di dalam

Erlenmeyer yang berisi serbuk simplisia dan larutan penyari. Suhu di dalam

Erlenmeyer lebih rendah 5oC dari pada suhu air waterbath. Pemanasan tidak

dilakukan langsung di atas hotplate melainkan dengan menggunakan waterbath

sebab bila hanya dengan hotplate pemanasan yang diberikan tidak merata. Pada

sistem ini, Erlenmeyer juga ditutup dengan rapat dengan menggunakan plastik

untuk mencegah berkurangnya volume etanol untuk mengekstraksi. Selain dengan

cara tersebut, hilangnya cairan penyari juga dapat dicegah dengan penggunaan

kondensator. Dalam penelitian ini tidak digunakan kondensator karena dengan

kondensator masih dimungkinkan adanya uap cairan penyari yang hilang.

Orientasi yang dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan plastik dapat

mencegah hilangnya etanol karena penguapan.

Hasil proses digesti selanjutnya disaring dengan bantuan vaccum untuk

mendapatkan ekstrak etanol cair. Penggunaan vaccum dapat mempercepat proses

0.00 0.10 0.20 0.30 0 5 10 R e n d e m e n e k st ra k (g ) W aktu (Jam)

penyaringan karena vaccum akan menarik udara dalam ruang penampung cairan

sehingga tekanan dalam ruang penampung akan berkurang dan cairan akan

mengalir dengan mudah. Filtrat kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL

dan ditambah dengan cairan penyari hingga tanda batas sehingga volumenya sama

seperti volume cairan penyari awal. Hal ini perlu dilakukan untuk kepentingan

analisis kuantitatif kadar asam ursolat dalam herba rumput mutiara.

Gambar 4. Sistem digesti

E. Pengeringan Ekstrak Rumput Mutiara

Pengeringan ekstrak cair sebanyak 5 mL untuk setiap perlakuan dilakukan

menggunakan waterbath dengan bantuan kipas angin dan dilanjutkan dengan

menggunakan oven hingga bobot tetap. Suhu waterbath diatur pada 70oC. Suhu

tidak akan merusak ekstrak sebab tidak terdapat lagi serbuk simplisia yang akan

menjadi bubur. Asam ursolat sendiri merupakan senyawa yang tahan terhadap

suhu tinggi. Titik lebur senyawa ini adalah 285o-288oC (Budavari et al., 1989).

Kipas angin membantu mengurangi tekanan di permukaan cairan ekstrak sehingga

Gambar 5. Ekstrak kering

Dokumen terkait