• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

5. Penetapan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan

Penetapan komoditas unggulan dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisa dari setiap komoditas dikalikan persentase bobot setiap alat analisa yang digunakan. Untuk analisis preferensi masyarakat diberikan nilai 40%, analisis permintaan 30%, analisis LQ 20%, dan analisis tren luas panen 10%. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah persentase terkecil untuk ranking 1 hingga jumlah persentase terbesar untuk ranking terendah.

Analisis preferensi masyarakat diberikan persentase terbesar (40%) dengan asumsi dalam berusaha tani tidak ada satu pihak pun, baik dari instansi pemerintah maupun swasta yang bisa memaksa petani untuk mengusahakan komoditas tertentu yang akan dibudidayakan di lahan pertaniannya terkecuali atas kemauannya sendiri. Analisis permintaan diberikan persentase 30% karena dalam analisis ini menggambarkan aspek sosial dan ekonomi yang terlibat didalamnya, seperti pemenuhan kebutuhan pangan dan peluang pasar dari komoditas tanaman pangan.

Analisis LQ diberikan persentase 20% karena analisis ini memaparkan mengenai keunggulan komparatif dan pola penyebaran dari setiap komoditas di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur, yang secara tidak langsung hanya memberikan gambaran spasial mengenai wilayah-wilayah yang memiliki komoditas tanaman pangan tertentu sebagai sektor basis. Sedangkan analisis tren luas panen diberikan persentase terkecil 10% (setengah dari bobot analisis LQ) karena data luas panen telah dijadikan dasar perhitungan LQ.

Analisis Kelas Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan melalui evaluasi lahan setelah tiga komoditas unggulan tanaman pangan ditentukan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta untuk tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan tersebut.

Kriteria kualitas lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan kriteria Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2003) yang mencakup iklim, tanah, terrain (meliputi lereng dan topografi), batuan di permukaan dan di dalam tanah, singkapan batuan, hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman. Data untuk melakukan penilaian kelas kesesuaian lahan per satuan lahan ini berdasarkan data kimia fisik tanah yang didapat dari hasil survei tanah Bappeda pada tahun 2006.

Untuk mendapatkan posisi yang tepat dalam pewilayahan komoditas unggulan berdasarkan potensi serta persyaratan yang dibutuhkan untuk sektor pertanian, maka pembuatan peta kesesuaian lahan dibuat dengan overlay serta operasi-operasi Sistem Informasi Geografis (SIG) lainnya terhadap peta-peta tematik yang ada (peta topografi, peta curah hujan, peta digital wilayah administrasi kabupaten, peta bentuk lahan, peta lereng, peta tanah) dan

persyaratan tumbuh tanaman (land requirements). Kemudian arahan

pengembangan komoditas berdasarkan potensi fisik wilayah dilakukan dengan

overlay peta kesesuaian lahan dengan peta RTRW, peta penggunaan lahan terkini, dan peta jaringan jalan dan sungai.

34

Analisis Skalogram

Analisis skalogram digunakan untuk menentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. Asumsi yang digunakan adalah wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi yang dapat dijadikan pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan prioritas pengadaan sarana dan prasarana di setiap unit wilayah yang dianalisis. Indikator yang digunakan dalam analisis skalogram adalah jumlah penduduk, jumlah jenis, jumlah unit, serta kualitas fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing kecamatan.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis pusat pelayanan dengan metode skalogram adalah:

(1)setiap kecamatan disusun berurut berdasarkan peringkat jumlah penduduk; (2)setiap kecamatan disusun berurut berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang

dimiliki;

(3)fasilitas-fasilitas disusun berurut berdasarkan jumlah wilayah yang memiliki jenis fasilitas tersebut;

(4)peringkat jenis fasilitas disusun berurut berdasarkan jumlah total unit fasilitas; dan

(5)peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total fasilitas yang dimiliki baik dari jumlah jenis maupun jumlah unit fasilitas pada masing- masing wilayah tersebut.

Penyusunan skalogram berdasarkan jumlah jenis dan unit fasilitas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Format tabel analisis skalogram kabupaten X

No Unit kecamatan (j) Jenis sarana pelayanan (i) Jumlah

jenis Jumlah unit F1 F2 ... Fi ... Fm 1 W1 2 W2 3 W3 ... ... j Wj ... ... N Wn

Jumlah kecamatan yang

memiliki fasilitas a1 a2 ... ai ... am

Data yang digunakan berasal dari data Potensi Desa dan Lampung Timur Dalam Angka 2006 yang dikeluarkan BPS Kabupaten Lampung Timur. Adapun jenis fasilitas-fasilitas yang dijadikan dasar perhitungan:

(1)fasilitas peribadatan (jumlah masjid, gereja protestan, gereja katolik, pura, dan vihara);

(2)fasilitas pendidikan (jumlah SD, SMP, MI, MTs, Pondok Pesantren/PP, SMA, MD, MA, dan SMK);

(3)fasilitas kesehatan (jumlah pondok bersalin desa, puskesmas pembantu, puskesmas, poli/balai pengobatan, rumah bersalin, toko obat, rumah sakit, dan apotek);

(4)fasilitas perdagangan dan jasa (jumlah bank, heller gabah, industri pembuatan tempe/tahu, koperasi, ITTARA, industri chip singkong, industri pengeringan jagung/olahan, dan pabrik mie); dan

(5)fasilitas transportasi (jumlah angkutan desa).

Selanjutnya dilakukan standarisasi dengan nilai minimum dan nilai standar deviasinya. Hierarki diurut berdasarkan akumulasi nilai indeks sentralitas dari masing-masing kecamatan. Urutan teratas merupakan hierarki terbesar, dan seterusnya hingga urutan hierarki terkecil.

Nilai kisaran yang didapat dari hierarki ini adalah sebagai berikut: (1)hierarki I mempunyai nilai > {(2 x standar deviasi) + nilai rataan};

(2)hierarki II mempunyai nilai antara nilai rataan dengan {(2 x standar deviasi) + nilai rataan};

(3)hierarki III mempunyai nilai < nilai rataan.

Proses Hirarki Analitik (PHA)

Untuk mengetahui isu sentral sebagai prioritas kebijakan pewilayahan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, maka dilakukan analisis dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik/Analytical Hierarchy Process

(PHA). Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria responden adalah pihak-pihak yang terlibat langsung atau minimal pernah terlibat dalam perumusan kebijakan serta dianggap memahami tentang pertanian

36

tanaman pangan. Kriteria responden tersebut dimaksudkan agar jawaban yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi yang lebih realistis dalam perumusan kebijakan pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur.

Untuk mendapatkan skoring yang diperlukan, maka dilakukan penyebaran kuesioner dan wawancara dengan 11 responden dari berbagai unsur yakni Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Balai Penelitian, dan masyarakat tani. Tujuan utama yang ingin diperoleh dari metode PHA ini adalah menentukan pembobotan berdasarkan persepsi masyarakat dari kriteria yang ditetapkan mengenai komoditas unggulan yang dilakukan dalam penelitian ini.

Menurut Saaty (1980) langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis menggunakan metode PHA adalah:

1. mengidentifikasi/menetapkan masalah-masalah yang muncul; 2. menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai;

3. mengidentikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan;

4. menetapkan struktur hierarchy;

5. menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku/objek yang berkaitan dengan masalah, nilai masing-masing faktor; 6. membandingkan alternatif-alternatif (comparative judgement);

7. menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas (synthesis of priority); dan 8. menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical

consistency.

Data yang dianalisis diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner terhadap para responden terpilih. Penyebaran kuesioner dilakukan pada saat penelitian. Skor yang diberikan oleh setiap responden bersifat subyektif, artinya sesuai dengan persepsi masing-masing responden terhadap kebijakan pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan. Nilai skor yang diperloleh dari hasil kuesioner tersebut dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice 2000.

Gambar 4 Struktur proses hirarki analitik. Keterangan kriteria:

Peluang/kesempatan Pasar (PP) Peluang Investasi (PI)

Kontribusi terhadap Pendapatan Petani (KPP) Kontribusi terhadap PDRB (KPD)

Kesesuaian Lahan (KL)

Kemudahan dan Ketersediaan Teknologi untuk Budidaya (KTB) Kemudahan dan Ketersediaan Saprodi (KS)

Kelestarian Lingkungan (KLK) Penyerapan Tenaga Kerja (PTK)

Ketersediaan Fasilitas On Farm dan Off Farm (KF) Kebijakan Pemerintah Daerah (KPD)

Penguasaan Teknik Budidaya (PTB)

Budaya Masyarakat yang Berkaitan dengan Budidaya Tanaman (BM)

Analisis Multi-Criteria Evaluation (MCE)

Evaluasi kesesuaian fisik lahan selanjutnya dipadukan dengan analisis sosial ekonomi dengan metode Multi-Criteria Evaluation (MCE). MCE merupakan bagian dari alat pendukung keputusan (decision support) untuk evaluasi multi- kriteria. Dalam evaluasi multi-kriteria ini diusahakan untuk membuat kombinasi

Prioritas Komoditas Unggulan

SOSIAL TEKNIS

EKONOMI

PI KPP KPD PP

Urutan Prioritas Jenis

Komoditas III Komoditas II

Komoditas I

PTK KF KPD PTB BM

38

satu set kriteria sehingga dicapai dasar komposisi tunggal suatu keputusan berdasarkan tujuan tertentu.

Pada evaluasi multi-kriteria ini digunakan prosedur Weighted Linear Combination (WLC) yang menganalisis kriteria. Adapun tahapan dalam analisis MCE ini sebagai berikut:

1) penentuan aspek dan kriteria berdasarkan studi literatur dan wawancara

stakeholders yang terlibat dalam bidang pertanian. Aspek yang dijadikan analisis adalah teknik, ekonomi dan sosial dengan 13 kriteria seperti yang tercantum pada Gambar 4;

2) penyusunan kuisioner yang berkaitan dengan aspek dan kriteria yang telah ditetapkan untuk selanjutnya dilakukan wawancara responden terpilih sebanyak 11 orang untuk mendapatkan pembobotan setiap aspek dan kriteria;

3) menyusun hasil wawancara dalam bentuk matrik dengan menggunakan

software Expert Choice 2000 melalui proses trial dan error terhadap nilai bobot sehingga didapat nilai rasio konsistensi (RC) < 0.10;

4) menyusun peta arahan pengembangan setiap komoditas unggulan yang

pembobotannya didapat dari hasil PHA, dengan menggunakan GIS Analysis

pada perangkat lunak Idrisi Ver 3.2 berupa Multi-Objective Land Allocation

Gambar 5 Diagram alir tahapan penelitian.

Karakteristik sosial ekonomi : Data PODES 2005 Data PDRB Sub Sektor (2002-2006)

Data Luas Panen

Analisis Skalogram Hierarki Wilayah Analisis : - Location Quotient (LQ) - Tren Panen - Permintaan - Preferensi Masyarakat

Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan Karakteristik fisik :

Peta Topografi Peta Bentuk Lahan Peta Lereng Data Curah Hujan Peta Tanah

Overlay I

Peta Kesesuaian Lahan untuk komoditas unggulan

Peta Satuan Lahan (Land Units) Land requirements untuk komoditas unggulan hasil analisis Matching

Peta Penggunaan Lahan Peta RTRW

Peta Jaringan Jalan dan Sungai Peta Arahan Berdasarkan Kondisi Bio Fisik Sektor Basis Wilayah dan Komoditas Unggulan

Peta Pewilayahan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Timur Proses Hirarki Analitik Pembobotan Pemodelan MCE/MOLA Overlay II

Data kimia fisik tanah

Dokumen terkait