• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Pengembangan Ubi Kayu ... 96

Arahan Pengembangan Jagung ... 101

Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 104

Pengembangan Kelembagaan Permodalan ... ... 106

Pengembangan Kelembagaan Pemasaran ... 107

iii

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... ... 109

Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

LAMPIRAN ... ... 115

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tanpa minyak bumi

atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen) ... 4

2.

Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan... 17

3. Nilai RI ... 21

4. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ... 28

5. Format tabel analisis skalogram kabupaten X ... 34

6. Luas wilayah Kabupaten Lampung Timur menurut kecamatan ... 42

7. Nama gunung, tinggi dan letaknya di wilayah Kabupaten Lampung

Timur ... 43

8. Klasifikasi tanah di Kabupaten Lampung Timur ... 45

9. Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di

Kabupaten Lampung Timur tahun 2000-2005 (jiwa) ... 47

10. Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di setiap kecamatan

wilayah Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 (jiwa) ... 48

11. Perkembangan persentase penduduk usia kerja yang bekerja menurut

lapangan usaha utama di Kabupaten Lampung Timur tahun 2002-

2005 (persen) ... 49

12. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur menurut lapangan

usaha atas dasar harga berlaku tahun 2002-2006 (persen) ... 51

13. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Timur menurut

lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006

(persen) ... 52

14. Nilai PDRB Kabupaten Lampung Timur atas dasar harga konstan

2000 tahun 2002-2006 (juta rupiah) ... 53

15. Hasil analisis Location Quotient per sektor ... 54

16. Produksi dan produksi rata-rata komoditas tanaman pangan tahun

2000-2006... 56

17. Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas tanaman pangan

v

18. Ketersediaan dan konsumsi bahan pangan tahun 2006 ... 58

19. Hasil analisis Location Quotient per komoditas di setiap

kecamatan ... 60

20. Urutan peringkat pemilihan komoditas pertanian tanaman pangan .... 62

21. Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan padi sawah, jagung, dan ubi

kayu ... 66

22. Daftar kriteria (peubah) dalam setiap aspek ... 72

23. Rekapitulasi analisis usaha tani komoditas tanaman pangan di

Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ... 74

24. Hirarki pelayanan sosial dan ekonomi wilayah berdasarkan

analisis skalogram ... 81

25. Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur

tahun 2001-2011 ... ... 84

26. Kebutuhan luasan lahan per komoditas di Kabupaten Lampung

Timur tahun 2011 ... 89

27. Kebutuhan produksi, ketersediaan lahan dan target produktivitas

komoditas unggulan tanaman pangan ... ... 90

28. Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi padi sawah ... 94

29. Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi ubi kayu ... 98

30. Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi jagung ... 103

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Wilayah sebagai sistem produksi pertanian ... 12

2. Pendekatan dua tahap dan sejajar dalam evaluasi lahan ... 15

3. Model struktur PHA 2 level dengan N kriteria dan M alternatif ... 20

4. Struktur proses hirarki analitik ... 37

5. Diagram alir tahapan penelitian ... 39

6. Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur ... 29

7. Persentase nilai PDRB per sub sektor tahun 2002-2006 ... 55

8. Persentase preferensi masyarakat dalam pemilihan komoditas

unggulan tanaman pangan ... 61

9. Peta kesesuaian lahan padi sawah ... 67

10. Peta kesesuaian lahan jagung ... 69

11. Peta kesesuaian lahan ubi kayu ... 71

12. Skema hirarki penetapan urutan prioritas komoditas unggulan

pertanian tanaman pangan ... 73

13. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tahun 2006

berdasarkan sub sektor lapangan usaha ... 75

14. Hirarki penetapan urutan prioritas komoditas unggulan pertanian

tanaman pangan ... 79

15. Peta rencana tata ruang wilayah... 83

16. Peta penggunaan lahan ... 86

17. Alur penyusunan peta arahan pengembangan ... 87

18. Beragam produk akhir dari padi ... 94

19. Beragam produk akhir dari ubi kayu ... 98

20. Beragam produk akhir dari jagung ... 102

21. Peta arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan ... 108

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah irigasi

(Oryza sativa) ... 116

2. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas jagung (Zea mays) ... 117

3. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas ubi kayu (Manihot

esculenta)... 118

4. Peta satuan lahan Kabupaten Lampung Timur ... 119

5. Satuan lahan di Kabupaten Lampung Timur ... 120

6. Bentuk lahan di daerah Kabupaten Lampung Timur ... 123

7. Data curah hujan dan hari hujan pada beberapa stasiun pengamatan

di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ... 124

8. Data penggunaan lahan sawah di Kabupaten Lampung Timur tahun

2006 ... 125

9. Data penggunaan lahan bukan sawah di Kabupaten Lampung Timur

tahun 2006 ... 126

10. Banyaknya PPL dan kelompok tani menurut kecamatan di

Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ... 127

11. Hasil analisis skalogram ... 128

Latar Belakang

Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan Undang- undang Nomor 22 tahun 1999 (yang kemudian diperbarui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004) maka pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Secara tidak langsung sebagai akibat diberlakukannya undang-undang ini maka proses perencanaan pembangunan mengalami perubahan yang mendasar. Otonomi daerah membuat setiap rencana disusun oleh pemerintah daerah berdasarkan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing (karakteristik spasial) dan diserasikan dengan rencana dari daerah lain (interaksi spasial).

Sektor pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih menjadi kegiatan utama masyarakat dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 sebanyak 64.95% penduduk usia kerja memiliki mata pencaharian utama di sektor pertanian. Ini berarti keberhasilan pembangunan daerah antara lain akan sangat ditentukan oleh sektor pertanian.

Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini karena setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Perencanaan wilayah dalam rangka memanfaatkan sumberdaya lahan harus berdasarkan data dan informasi

2

mengenai karakteristik biofisik lahan yang meliputi iklim, tanah, dan topografi, disamping aspek lain yang mencakup sosial, budaya, dan kondisi ekonomi.

Keragaan sifat lahan merupakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar wilayah sehingga tetap menjamin peluang pasar.

Pendekatan pewilayahan komoditas pertanian akan dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju kepada penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang lebih produktif. Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam hal penggunaan lahan maka konversi tata guna lahan harus dilakukan dengan mengacu kepada rencana tata ruang baik di tingkat propinsi maupun kabupaten. Areal yang dipilih harus tercakup pada wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya pertanian sesuai dengan kriteria sektoral dengan mempertimbangkan kesesuaian dan daya dukung lahan.

Pewilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan memadukan aspek biofisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Hal ini akan menimbulkan permasalahan dalam menentukan alokasi wilayah yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. Untuk memudahkan pengambilan keputusan suatu masalah maka dapat digunakan sistem pendukung keputusan (Decision Support System) yang membantu pembuat keputusan untuk menghadapi masalah komplek dengan interaksi langsung terhadap data dan analisis model.

Salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan adalah MCE (Multi-Criteria Evaluation) yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Suatu keputusan merupakan pilihan terhadap beragam alternatif (seperti alternatif tindakan, alokasi lahan, dan sebagainya). Dasar dari keputusan yang akan diambil adalah kriteria. Dalam evaluasi multi kriteria, suatu usaha dibuat untuk mengkombinasikan satu set kriteria utuk mencapai dasar komposisi tunggal untuk suatu keputusan berdasarkan tujuan tertentu.

Kabupaten Lampung Timur pada awalnya merupakan bagian dari wilayah kerja Kabupaten Lampung Tengah. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil

guna penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, dan sebagai pengejawantahan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah Propinsi Lampung melakukan pemekaran Kabupaten Lampung Tengah. Hal ini termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur dan Kotamadya Metro.

Sejak awal berdirinya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Timur didominasi oleh sektor pertanian dan ini terlihat pada kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Kabupaten Lampung Timur. Sedangkan sub sektor pertanian tanaman bahan makanan menjadi penyumbang terbesar PDRB dari sektor pertanian. Berdasarkan nilai distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tahun 2002-2006, sektor pertanian menyumbang > 50% dari total PDRB Kabupaten Lampung Timur dan sub sektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi rata-rata 30.44% (Tabel 1). Hal ini menunjukkan besarnya peran sektor pertanian khususnya tanaman bahan makanan dalam memicu perkembangan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur.

Berdasarkan potensi yang dimiliki Kabupaten Lampung Timur tersebut, maka pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: (1) optimalisasi sumber daya lokal; (2) penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki oleh setiap komoditas di setiap kecamatan; dan (3) perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan.

Penentuan komoditas unggulan pertanian selama ini di Kabupaten Lampung Timur hanya berdasarkan potensi produksi dari komoditas tersebut dan belum secara spesifik dilakukan pemetaan wilayah-wilayah sentra produksi komoditas pertanian, khususnya tanaman pangan. Pewilayahan komoditas unggulan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk arahan penataan ruang wilayah berbasis komoditas dengan tetap mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur.

4

Tabel 1 Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tanpa minyak bumi atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen)

No Sektor/Sub Sektor Tahun

2002 2003 2004 2005 2006

1 Pertanian 56.37 57.31 56.72 56.53 55.31

a.Tanaman Bahan Makanan 28.52 29.82 31.92 31.52 30.40

b. Perkebunan 10.22 10.01 9.63 9.68 9.48 c. Peternakan 7.26 7.19 5.12 4.97 4.98 d. Kehutanan 0.31 0.49 0.52 0.57 0.56 e. Perikanan 10.06 9.79 9.52 9.79 9.89 2 Pertambangan 1.20 1.19 1.20 1.19 1.19 3 Industri Pengolahan 6.93 6.86 6.99 7.03 7.69

4 Listrik dan Air Bersih 0.23 0.22 0.21 0.20 0.20

5 Konstruksi 5.37 5.24 5.24 5.24 5.26

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 17.94 17.65 18.05 18.68 18.97

7 Transportasi dan Komunikasi 3.01 3.06 3.12 2.77 2.82

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 3.63 3.58 3.72 3.62 3.81

9 Jasa-jasa 5.33 4.89 4.76 4.73 4.74

PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2007

Pewilayahan diarahkan pada kawasan budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; dan kawasan perdesaan yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian.

Pengembangan wilayah yang berjalan selama ini cenderung didominasi program-program sektoral sehingga yang dihasilkan dari program tersebut sering kurang mencerminkan keinginan dari masyarakat setempat. Akhirnya dijumpai hasil pembangunan yang tidak termanfaatkan secara optimal.

Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam pengembangan wilayah harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu agar tujuan pengembangan wilayah baik dari sisi sosial ekonomis (peningkatan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat) antara lain melalui penentuan sentra-sentra produksi, penyediaan fasilitas sosial dan umum untuk kemudahan prasarana logistik, maupun ekologis (keseimbangan dan kelestarian lingkungan) dapat tercapai.

Perumusan Masalah

Pada tahun 2002 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat menyusun arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dalam bentuk atlas skala 1:1 000 000. Berdasarkan atlas tersebut, Kabupaten Lampung Timur memiliki komoditas pertanian unggulan yaitu padi sawah, padi gogo, palawija/hortikultura dataran rendah iklim basah, rambutan, kelapa/kakao, karet, dan sawit. Namun penetapan komoditas unggulan tersebut belum dilaksanakan dalam skala detil dan belum mempertimbangkan sisi kompetitif dan komparatif dari komoditas pertanian di setiap kecamatannya.

Komoditas pertanian yang dijadikan sebagai bahan dalam penelitian ini adalah tanaman pangan. Hal ini berkaitan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007 melalui Program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal. Untuk aspek ketersediaan pangan, operasional program pembangunan tanaman pangan pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha bidang tanaman pangan yang mampu menghasilkan produk, memiliki daya saing dan nilai tambah yang tinggi sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat.

Pembangunan tanaman pangan diprioritaskan pada komoditas unggulan. Ketahanan pangan merupakan salah satu komponen penting yang menjadi dasar ketahanan nasional. Ketika kebutuhan pokok terhadap pangan tidak tercukupi, maka dapat menjadi pemicu kerawanan/konflik sosial. Tetapi jika pangan dapat dikelola dengan baik, dapat menyebabkan perkembangan sektor pertanian yang lebih tangguh dan berdaya saing tinggi. Hal ini memunculkan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

(1) seberapa besar kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap PDRB dari sektor pertanian di Kabupaten Lampung Timur ?

6

(3) apakah memang benar komoditas unggulan yang telah ditetapkan memiliki tingkat kesesuaian lahan yang tepat untuk budidaya pertanian di setiap kecamatan ?

(4) apakah komoditas unggulan yang ditetapkan memiliki pangsa pasar (demand) yang luas ?

(5) bagaimana hirarki pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Lampung Timur ?

(6) apakah pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan telah

dilaksanakan secara komprehensif baik dari sisi potensi biofisik lahan maupun sisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat ?

Maka berdasarkan pertanyaan diatas, perlu kiranya dilakukan pendekatan kewilayahan dalam pembangunan daerah yang utuh dan terpadu, sehingga mampu mewujudkan efisiensi dan efektivitas fungsi perencanaan pembangunan daerah. Pemanfaatan potensi wilayah, sumber daya, dan aspirasi masyarakat seoptimal mungkin, merupakan modal utama dalam melaksanakan pembangunan daerah. Sehingga bila pemilihan lahan dan komoditas unggulan dilakukan dengan benar dan sesuai dengan tujuan, maka pusat pertumbuhan yang akan menjadi andalan daerah dapat diwujudkan.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka secara umum tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur dengan menggunakan pemodelan MCE. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

(1)mengevaluasi peran sub sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur;

(2)mengidentifikasi komoditas-komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur;

(3)menganalisis hirarki pusat-pusat pelayanan sosial dan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur; dan

(4)mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tanaman pangan unggulan di Kabupaten Lampung Timur.

Manfaat Penelitian

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk:

(1)masukan dalam pengambilan kebijakan bagi pemerintah daerah dalam menentukan pusat-pusat produksi komoditas pertanian tanaman pangan dan pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Lampung Timur; dan

(2)acuan dalam pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di

Kabupaten Lampung Timur yang dapat menciptakan program-program pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan potensi daerah.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini secara umum memberikan arahan mengenai wilayah-wilayah yang akan dijadikan sentra produksi komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Kemudian secara spesifik, dilakukan penghitungan mengenai kebutuhan luasan untuk setiap komoditas unggulan yang ditetapkan dan tingkat produktivitas yang diharapkan.

Adapun analisis yang dilakukan mengenai penentuan sektor basis, komoditas unggulan, hirarki wilayah, kelas kesesuaian lahan, prioritas komoditas unggulan, dan luasan arahan pengembangan. Sedangkan untuk aspek kebijakan dan kelembagaan dilakukan tinjauan untuk memberikan pengkayaan dalam kajian penelitian.

Hipotesis Penelitian

Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Lampung Timur. Namun dalam kenyataannya potensi lahan yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan sektor pertanian, diperlukan sistem perencanaan alokasi pemanfaatan dan pengolahan lahan yang terintegrasi antar semua stake holders terkait.

8

Evaluasi multi-kriteria (Multi-Criteria Evaluation/MCE) merupakan salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Suatu keputusan merupakan pilihan terhadap beragam alternatif (seperti alternatif tindakan, alokasi lahan, dan sebagainya). Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini:

1) sektor pertanian merupakan penggerak ekonomi utama di Kabupaten

Lampung Timur;

2) komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki pertimbangan

teknis maupun sosial ekonomi dan kelembagaan;

3) hirarki wilayah dapat disusun berdasarkan potensi sumber daya buatan yang dimiliki; dan

4) adanya korelasi antara potensi biofisik lahan dengan aspek sosial ekonomi sebagai arahan pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan.

Pembangunan dan Pengembangan Wilayah

Pembangunan merupakan proses alami untuk mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Proses alami tersebut harus diciptakan melalui intervensi pemerintah melalui serangkaian kebijaksanaan pembangunan yang akan mendorong terciptanya kondisi yang memungkinkan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Proses pembangunan yang memihak rakyat merupakan upaya sinergi dalam langkah pemberdayaan masyarakat. Peran pemerintah adalah sebagai katalisator dalam mewujudkan langkah pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses perubahan yang berjalan secara berkesinambungan untuk mewujudkan pencapaian tujuan (Sumodiningrat, 1999).

Secara historis kegagalan program-program pembangunan di dalam mencapai tujuannya bukanlah semata-mata kegagalan dalam pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Tetapi karena teori-teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami koreksi, sehingga selalu melahirkan pergeseran tentang nilai-nilai yang dianggap benar dan baik dalam proses pembangunan. Pembangunan wilayah bukan hanya fenomena dalam dimensi lokal dan regional namun merupakan bagian tak terpisahkan dari kepentingan skala nasional bahkan global (Rustiadi et al., 2006).

Paradigma baru pembangunan pada saat ini mengarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity), pertumbuhan (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability). Menurut Anwar dan Setiahadi (1996) dalam Rustiadi et al. (2006), pembangunan wilayah tersebut memerlukan pemahaman mengenai perencanaan pembangunan wilayah yang berdimensi ruang yang terkait aspek sosial ekonomi wilayah sehingga dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan wilayah itu sendiri memiliki tujuan yang saling terkait antara sisi sosial ekonomi dan ekologis. Dari sudut pandang sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya meningkatkan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, seperti menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan

10

pelayanan logistik. Secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan (Triutomo, 1999 dalam Al Kadri et al., 2001).

Menurut Sumodiningrat (1999) pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu pembangunan sektoral, pembangunan wilayah, dan pembangunan pemerintahan. Dari segi pembangunan sektoral, pembangunan daerah merupakan pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan atau pembangunan sektoral, seperti pertanian, industri, dan jasa yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral dilaksanakan di daerah sesuai dengan kondisi dan potensinya.

Dari segi pembangunan wilayah, meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dari segi pemerintahan, pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek yaitu bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif terbelakang, dan untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif.

Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al., 2006).

Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis pada sektor/komoditas unggulan ada beberapa kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain: mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke depan dan belakang (forward dan backward linkage) yang kuat,

mampu bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain, mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.

Perencanaan untuk pengalokasian lahan pertanian harus mempertimbangkan banyak faktor (biofisik, ekonomi, sosial) melalui banyak tahap aktivitas. Menurut Young (1998) dalam Baja (2002), aktivitas tersebut pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga tahap utama: (1) pemilihan opsi dari beberapa alternatif penggunaan lahan yang tersedia; (2) pembuatan rencana pokok (plan) alternatif terpilih; dan (3) pelaksanaan atau implementasi.

Menurut Rondinelli (1985) dalam sudut pandang wilayah sebagai suatu

sistem produksi pertanian, kebijakan-kebijakan dan program-program

pembangunan wilayah difokuskan pada memperbaiki output pertanian dan efisiensi usaha tani. Informasi yang dikumpulkan pada wilayah tersebut adalah yang berhubungan dengan faktor-faktor yang perlu dikelola untuk meningkatkan produktivitas hasil-hasil pertanian (Gambar 1).

Komisi Sosial Ekonomi Asia Pasifik (the Economic and Social Comission for Asia and the Pasific/ESCAP) mempertimbangkan usaha tani dan rumah tangga tani sebagai unit dasar dari aktivitas pertanian terhadap produktivitas pertanian wilayah. Karenanya informasi yang dikumpulkan adalah mengenai penggunaan lahan pertanian, tenaga kerja, modal, dan kondisi pengelolaan pertanian di wilayah tersebut serta komposisinya, kebutuhan subsisten, preferensi dan kebutuhan rumah tangga tani.

Usaha tani dan rumah tangga tani dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik (iklim, vegetasi, tanah, hama dan penyakit), karakteristik penduduk (jumlah, densitas, pertumbuhan, dan komposisi penduduk), faktor sosial budaya, tingkat pelayanan sosial ekonomi, harga dan kondisi perdagangan tingkat dunia, harga nasional dan dukungan kebijakan. Formulasi kebijakan dan implementasinya difokuskan pada mengkoordinasikan semua faktor yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi regional dan pendapatan masyarakat.

12

Gambar 1 Wilayah sebagai sistem produksi pertanian.

sumber: UNESCAP, Guidelines for Rural Center Planning (1979) dalam Rondinelli (1985)

Sektor Basis dan Non Basis

Setelah berlakunya otonomi daerah, setiap daerah memiliki independensi dalam menetapkan sektor atau komoditi yang akan menjadi prioritas pengembangan. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan ataupun kelemahan diwilayahnya menjadi penting. Sektor yang memiliki keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat menjadi push factor bagi sektor-sektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2005).

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan non basis.

Kebijakan pemerintah: - Subsidi - Harga - Pajak Pasar dunia: - Harga - Struktur kekuasaan

Dokumen terkait