• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan multi-kriteria untuk pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di kabupaten Lampung Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan multi-kriteria untuk pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di kabupaten Lampung Timur"

Copied!
288
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN MULTI-KRITERIA

UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS

KOMODITAS UNGGULAN

DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

DIAN RATNA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

Dian Ratna Sari

(3)

ABSTRACT

DIAN RATNA SARI. Multi-Criteria Modelling for Regional Development based on Primary Commodities in Lampung Timur Regency. Under the direction of

DWI PUTRO TEJO BASKOROand ISKANDAR LUBIS.

Agricultural sector has become a very dominant sector in Lampung Timur regency. It gives significant contribution to local economic growth. One of several approaches in order to develop agriculture is setting the primary commodities in each district. Primary commodities are set by integrating biophysics, socio-economics, and institutional aspects. Multi-Criteria Evaluation (MCE) is one of many decision support systems that can be used to evaluate multi-criteria for land allocation. The general objective of this research is to set priority directories for regional development based on agriculture in Lampung Timur regency using MCE, and the other objectives are: (1) to evaluate food crops sub sector role in Lampung Timur District; (2) to identify primary commodities in each district in Lampung Timur; (3) to analize socio-economics fasilities hierarchy; and (4) to evaluate land suitability for primary commodities. Results showed that paddy, cassava and maize are food crop primary commodities with each land availabities are 52 714 hectares, 56 441 hectares, and 65 138 hectares. Based on LQ result and its combination with land availability allocation, Raman Utara is the largest district for paddy field followed by Labuhan Maringgai and Pasir Sakti. For cassava, Sukadana is the main district, followed by Labuhan Ratu, and Marga Tiga. The largest potential for maize is Sekampung Udik, then Marga Sekampung and Waway Karya.

Keywords: food crops, MCE, land allocation, Lampung Timur

(4)

RINGKASAN

DIAN RATNA SARI. Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Dibawah

bimbingan DWI PUTRO TEJO BASKOROdan ISKANDAR LUBIS.

Sektor pertanian - dengan sub sektor tanaman bahan pangan sebagai sub sektor dominan - merupakan sektor basis di Kabupaten Lampung Timur yang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan potensi tersebut maka pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu optimalisasi sumberdaya lokal, penetapan komoditas unggulan di setiap kecamatan, dan perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan. Pewilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan memadukan aspek biofisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan adalah MCE (Multi-Criteria Evaluation) yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur dengan menggunakan pemodelan MCE. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengevaluasi peran sub sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur; 2) mengidentifikasi komoditas-komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur; 3) menganalisis hirarki pusat-pusat pelayanan sosial dan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur; dan 4) mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tanaman pangan unggulan di Kabupaten Lampung Timur.

Sub sektor pertanian tanaman pangan merupakan sub sektor yang paling dominan memberikan kontribusi terhadap PDRB dari sektor pertanian (rata-rata 30.44% tahun 2002-2006, berdasarkan PDRB harga konstan 2000). Penetapan komoditas unggulan dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisa dari setiap komoditas dikalikan bobot setiap alat analisa yang digunakan. Dalam hal ini, berdasarkan studi literatur dan wawancara responden yang dilakukan, analisis preferensi masyarakat diberikan persentase bobot terbesar sebesar 40%, diikuti analisis tren permintaan 30%, analisis LQ 20%, dan analisis tren luas panen 10%. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah terkecil dari perkalian urutan komoditas dan bobot. Berdasarkan hal tersebut, komoditas padi sawah, jagung dan ubi kayu adalah komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur.

(5)

Berkaitan dengan penggunaan sistem pengambilan keputusan multi-kriteria maka perlu dihitung secara tepat berapa areal yang tersedia dan berapa kebutuhan luasan untuk arahan pengembangan setiap komoditas. Untuk padi sawah, ubi kayu dan jagung, selain untuk kebutuhan swasembada pangan perlu juga dihitung kebutuhan untuk non pangan, seperti pakan ternak, tepung, biofuel/bioetanol, dan sebagainya. Selain itu perlu pula dicadangkan kebutuhan pangan pokok guna penanggulangan resiko bencana alam sebesar 10 persen.

Ketersediaan lahan berdasarkan perhitungan peta untuk padi sawah seluas seluas 52 714 hektar, ubi kayu 56 441 hektar dan jagung 65 138 hektar, sedangkan kebutuhan kecukupan lahan baik untuk kebutuhan pangan maupun lainnya untuk padi sawah seluas 52 713 hektar, ubi kayu 76 753 hektar, dan jagung 91 200 hektar. Arahan pengembangan komoditas unggulan berdasarkan hasil MOLA yang dipadukan dengan kecamatan yang memiliki komoditas basis didapatkan luasan lahan untuk pengembangan padi sawah 52 713 hektar yang tersebar di 12 kecamatan sentra produksi, ubi kayu 54 134 hektar (di 7 kecamatan), dan jagung 62 074 hektar (di 8 kecamatan).

Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra produksi dari padi sawah yaitu Batanghari, Sekampung, Melinting, Gunung Pelindung, Labuhan Maringgai, Pasir Sakti, Way Jepara, Braja Selebah, Pekalongan, Raman Utara, Purbolinggo, dan Way Bungur. Untuk ubi kayu sentra produksinya berada di Marga Tiga, Way Jepara, Labuhan Ratu, Sukadana, Bumi Agung, Batanghari Nuban, dan Raman Utara. Sedangkan Metro Kibang, Sekampung Udik, Jabung, Waway Karya, Marga Sekampung, Mataram Baru, Bandar Sribhawono, dan Gunung Pelindung merupakan kecamatan-kecamatan basis sentra produksi jagung.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK

PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS

UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

DIAN RATNA SARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kuasa dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun tema yang menjadi pilihan penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 adalah mengenai arahan pengembangan komoditas unggulan, dengan judul Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada komisi pembimbing yaitu Bapak Dr.Ir.Dwi Putro Tejo Baskoro,M.Sc dan Dr.Ir.Iskandar Lubis,MS atas segala bimbingan, arahan, pengkayaan wawasan, juga transfer ilmu selama ini. Kepada Dr.Ir.Ernan Rustiadi,M.Agr selaku ketua program studi ilmu perencanaan wilayah dan Ir.Didit Okta Pribadi,M.Si sebagai penguji luar komisi, terima kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini. Tak lupa terima kasih pula kepada pihak Pusbindiklatren BAPPENAS sebagai pemberi beasiswa sehingga studi ini terlaksana.

Penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur atas perkenannya dalam memberikan izin untuk tugas belajar kepada penulis dan khususnya kepada seluruh jajaran Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura atas segala bantuan dan kerjasamanya sejak awal hingga selesainya masa studi ini.

Kepada suamiku Ferry Suhendri, S.IP, anakku Zahra Salsabila (alm.) dan Salma Kamila, keluarga besar Almarhum Drs. Muhammad Nuri (Jakarta) dan Muhammad Husin (Sukadana), terima kasih atas segala kesabaran, doa, limpahan cinta dan kasih sayangnya.

Kepada Ibu Tuti, Yuli, dan Pak Suratman yang berada di manajemen program studi, Ibu Tini, serta seluruh mahasiswa PS-PWL 2006 yang tak dapat disebutkan satu persatu baik dari Kelas Khusus maupun reguler, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Bogor, Januari 2008

(9)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Januari 1974 sebagai putri keenam dari pasangan orang tua Drs. M. Nuri dan Sya’ani. Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Jakarta. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 68 Jakarta dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada tahun 1997.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 5

Tujuan Penelitian... 6

Manfaat Penelitian ... 7

Ruang Lingkup Penelitian ... 7

Hipotesis Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan dan Pengembangan Wilayah ... 9

Sektor Basis dan Non Basis ... 12

Evaluasi Sumberdaya Lahan ... 14

Komoditas Unggulan Daerah ... 17

Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian ... 18

Proses Hirarki Analitik (PHA/

Analytical Hierarchy Process

)... 19

Teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 22

Pemodelan

Multi-Criteria Evaluation

(MCE)... ... 23

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran ... 26

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

Pengumpulan Data ... 27

Jenis dan Sumber Data ... 27

Survei Lapang... 27

Metode Wawancara ... 27

Pengolahan dan Analisis Data... 28

Penyusunan Basis Data dan Penyiapan Data Digital ... 28

Penetapan Sektor Basis dan Komoditas Unggulan ... 29

Analisis Kelas Kesesuaian Lahan ... 33

Analisis Skalogram ... ... 34

Proses Hirarki Analitik (PHA) ... 35

(11)

PEMODELAN MULTI-KRITERIA

UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS

KOMODITAS UNGGULAN

DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

DIAN RATNA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

Dian Ratna Sari

(13)

ABSTRACT

DIAN RATNA SARI. Multi-Criteria Modelling for Regional Development based on Primary Commodities in Lampung Timur Regency. Under the direction of

DWI PUTRO TEJO BASKOROand ISKANDAR LUBIS.

Agricultural sector has become a very dominant sector in Lampung Timur regency. It gives significant contribution to local economic growth. One of several approaches in order to develop agriculture is setting the primary commodities in each district. Primary commodities are set by integrating biophysics, socio-economics, and institutional aspects. Multi-Criteria Evaluation (MCE) is one of many decision support systems that can be used to evaluate multi-criteria for land allocation. The general objective of this research is to set priority directories for regional development based on agriculture in Lampung Timur regency using MCE, and the other objectives are: (1) to evaluate food crops sub sector role in Lampung Timur District; (2) to identify primary commodities in each district in Lampung Timur; (3) to analize socio-economics fasilities hierarchy; and (4) to evaluate land suitability for primary commodities. Results showed that paddy, cassava and maize are food crop primary commodities with each land availabities are 52 714 hectares, 56 441 hectares, and 65 138 hectares. Based on LQ result and its combination with land availability allocation, Raman Utara is the largest district for paddy field followed by Labuhan Maringgai and Pasir Sakti. For cassava, Sukadana is the main district, followed by Labuhan Ratu, and Marga Tiga. The largest potential for maize is Sekampung Udik, then Marga Sekampung and Waway Karya.

Keywords: food crops, MCE, land allocation, Lampung Timur

(14)

RINGKASAN

DIAN RATNA SARI. Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Dibawah

bimbingan DWI PUTRO TEJO BASKOROdan ISKANDAR LUBIS.

Sektor pertanian - dengan sub sektor tanaman bahan pangan sebagai sub sektor dominan - merupakan sektor basis di Kabupaten Lampung Timur yang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan potensi tersebut maka pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu optimalisasi sumberdaya lokal, penetapan komoditas unggulan di setiap kecamatan, dan perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan. Pewilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan memadukan aspek biofisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan adalah MCE (Multi-Criteria Evaluation) yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur dengan menggunakan pemodelan MCE. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengevaluasi peran sub sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur; 2) mengidentifikasi komoditas-komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur; 3) menganalisis hirarki pusat-pusat pelayanan sosial dan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur; dan 4) mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tanaman pangan unggulan di Kabupaten Lampung Timur.

Sub sektor pertanian tanaman pangan merupakan sub sektor yang paling dominan memberikan kontribusi terhadap PDRB dari sektor pertanian (rata-rata 30.44% tahun 2002-2006, berdasarkan PDRB harga konstan 2000). Penetapan komoditas unggulan dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisa dari setiap komoditas dikalikan bobot setiap alat analisa yang digunakan. Dalam hal ini, berdasarkan studi literatur dan wawancara responden yang dilakukan, analisis preferensi masyarakat diberikan persentase bobot terbesar sebesar 40%, diikuti analisis tren permintaan 30%, analisis LQ 20%, dan analisis tren luas panen 10%. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah terkecil dari perkalian urutan komoditas dan bobot. Berdasarkan hal tersebut, komoditas padi sawah, jagung dan ubi kayu adalah komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur.

(15)

Berkaitan dengan penggunaan sistem pengambilan keputusan multi-kriteria maka perlu dihitung secara tepat berapa areal yang tersedia dan berapa kebutuhan luasan untuk arahan pengembangan setiap komoditas. Untuk padi sawah, ubi kayu dan jagung, selain untuk kebutuhan swasembada pangan perlu juga dihitung kebutuhan untuk non pangan, seperti pakan ternak, tepung, biofuel/bioetanol, dan sebagainya. Selain itu perlu pula dicadangkan kebutuhan pangan pokok guna penanggulangan resiko bencana alam sebesar 10 persen.

Ketersediaan lahan berdasarkan perhitungan peta untuk padi sawah seluas seluas 52 714 hektar, ubi kayu 56 441 hektar dan jagung 65 138 hektar, sedangkan kebutuhan kecukupan lahan baik untuk kebutuhan pangan maupun lainnya untuk padi sawah seluas 52 713 hektar, ubi kayu 76 753 hektar, dan jagung 91 200 hektar. Arahan pengembangan komoditas unggulan berdasarkan hasil MOLA yang dipadukan dengan kecamatan yang memiliki komoditas basis didapatkan luasan lahan untuk pengembangan padi sawah 52 713 hektar yang tersebar di 12 kecamatan sentra produksi, ubi kayu 54 134 hektar (di 7 kecamatan), dan jagung 62 074 hektar (di 8 kecamatan).

Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra produksi dari padi sawah yaitu Batanghari, Sekampung, Melinting, Gunung Pelindung, Labuhan Maringgai, Pasir Sakti, Way Jepara, Braja Selebah, Pekalongan, Raman Utara, Purbolinggo, dan Way Bungur. Untuk ubi kayu sentra produksinya berada di Marga Tiga, Way Jepara, Labuhan Ratu, Sukadana, Bumi Agung, Batanghari Nuban, dan Raman Utara. Sedangkan Metro Kibang, Sekampung Udik, Jabung, Waway Karya, Marga Sekampung, Mataram Baru, Bandar Sribhawono, dan Gunung Pelindung merupakan kecamatan-kecamatan basis sentra produksi jagung.

(16)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(17)

PEMODELAN MULTI-KRITERIA UNTUK

PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS

UNGGULAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

DIAN RATNA SARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kuasa dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun tema yang menjadi pilihan penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 adalah mengenai arahan pengembangan komoditas unggulan, dengan judul Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Timur.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada komisi pembimbing yaitu Bapak Dr.Ir.Dwi Putro Tejo Baskoro,M.Sc dan Dr.Ir.Iskandar Lubis,MS atas segala bimbingan, arahan, pengkayaan wawasan, juga transfer ilmu selama ini. Kepada Dr.Ir.Ernan Rustiadi,M.Agr selaku ketua program studi ilmu perencanaan wilayah dan Ir.Didit Okta Pribadi,M.Si sebagai penguji luar komisi, terima kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini. Tak lupa terima kasih pula kepada pihak Pusbindiklatren BAPPENAS sebagai pemberi beasiswa sehingga studi ini terlaksana.

Penghargaan penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur atas perkenannya dalam memberikan izin untuk tugas belajar kepada penulis dan khususnya kepada seluruh jajaran Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura atas segala bantuan dan kerjasamanya sejak awal hingga selesainya masa studi ini.

Kepada suamiku Ferry Suhendri, S.IP, anakku Zahra Salsabila (alm.) dan Salma Kamila, keluarga besar Almarhum Drs. Muhammad Nuri (Jakarta) dan Muhammad Husin (Sukadana), terima kasih atas segala kesabaran, doa, limpahan cinta dan kasih sayangnya.

Kepada Ibu Tuti, Yuli, dan Pak Suratman yang berada di manajemen program studi, Ibu Tini, serta seluruh mahasiswa PS-PWL 2006 yang tak dapat disebutkan satu persatu baik dari Kelas Khusus maupun reguler, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Bogor, Januari 2008

(19)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Januari 1974 sebagai putri keenam dari pasangan orang tua Drs. M. Nuri dan Sya’ani. Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Jakarta. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 68 Jakarta dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada tahun 1997.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 5

Tujuan Penelitian... 6

Manfaat Penelitian ... 7

Ruang Lingkup Penelitian ... 7

Hipotesis Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan dan Pengembangan Wilayah ... 9

Sektor Basis dan Non Basis ... 12

Evaluasi Sumberdaya Lahan ... 14

Komoditas Unggulan Daerah ... 17

Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian ... 18

Proses Hirarki Analitik (PHA/

Analytical Hierarchy Process

)... 19

Teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 22

Pemodelan

Multi-Criteria Evaluation

(MCE)... ... 23

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran ... 26

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

Pengumpulan Data ... 27

Jenis dan Sumber Data ... 27

Survei Lapang... 27

Metode Wawancara ... 27

Pengolahan dan Analisis Data... 28

Penyusunan Basis Data dan Penyiapan Data Digital ... 28

Penetapan Sektor Basis dan Komoditas Unggulan ... 29

Analisis Kelas Kesesuaian Lahan ... 33

Analisis Skalogram ... ... 34

Proses Hirarki Analitik (PHA) ... 35

(21)

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Letak Geografi dan Wilayah Administrasi ... 40

Kondisi Geofisik Lahan... ... 43

Bentuk Lahan dan Relief... 42

Klasifikasi Tanah... 45

Kondisi Iklim... 47

Kondisi Demografi... 47

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Ekonomi... 50

Pertumbuhan Ekonomi... 50

Sektor Basis di Kabupaten Lampung Timur ... 52

Peran Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Pangan ... 54

Analisis Komoditas Unggulan ... 57

Analisis Tren Luas Panen ... 57

Analisis Permintaan ... 58

Analisis

Location Quotient

... 59

Analisis Preferensi Masyarakat ... 59

Penetapan Komoditas Unggulan ... 62

Analisis Kesesuaian Lahan ... 64

Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah ... 65

Kesesuaian Lahan untuk Jagung ... 68

Kesesuaian Lahan untuk Ubi Kayu ... 70

Proses Hirarki Analitik (PHA

/Analytical Hierarchy Process

) ... 72

Aspek Ekonomi ... ... 73

Aspek Teknis ... 75

Aspek Sosial ... ... 77

Analisis Skalogram ... 79

Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Tanaman Pangan ... 81

Rencana Pemanfaatan Ruang... ... 82

Penggunaan Lahan Terkini (

Existing Land Use

) ... 83

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan ... 85

Rancangan Strategis Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian

Tanaman Pangan... 91

Arahan Pengembangan Padi Sawah ... 93

Arahan Pengembangan Ubi Kayu ... 96

Arahan Pengembangan Jagung ... 101

Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 104

Pengembangan Kelembagaan Permodalan ... ... 106

(22)

iii

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... ... 109

Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

LAMPIRAN ... ... 115

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tanpa minyak bumi

atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen) ... 4

2.

Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan... 17

3. Nilai RI ... 21

4. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ... 28

5. Format tabel analisis skalogram kabupaten X ... 34

6. Luas wilayah Kabupaten Lampung Timur menurut kecamatan ... 42

7. Nama gunung, tinggi dan letaknya di wilayah Kabupaten Lampung

Timur ... 43

8. Klasifikasi tanah di Kabupaten Lampung Timur ... 45

9. Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di

Kabupaten Lampung Timur tahun 2000-2005 (jiwa) ... 47

10. Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di setiap kecamatan

wilayah Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 (jiwa) ... 48

11. Perkembangan persentase penduduk usia kerja yang bekerja menurut

lapangan usaha utama di Kabupaten Lampung Timur tahun 2002-

2005 (persen) ... 49

12. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur menurut lapangan

usaha atas dasar harga berlaku tahun 2002-2006 (persen) ... 51

13. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Timur menurut

lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006

(persen) ... 52

14. Nilai PDRB Kabupaten Lampung Timur atas dasar harga konstan

2000 tahun 2002-2006 (juta rupiah) ... 53

15. Hasil analisis

Location Quotient

per sektor ... 54

16. Produksi dan produksi rata-rata komoditas tanaman pangan tahun

2000-2006... 56

17. Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas tanaman pangan

(24)

v

18. Ketersediaan dan konsumsi bahan pangan tahun 2006 ... 58

19. Hasil analisis

Location Quotient

per komoditas di setiap

kecamatan ... 60

20. Urutan peringkat pemilihan komoditas pertanian tanaman pangan .... 62

21. Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan padi sawah, jagung, dan ubi

kayu ... 66

22. Daftar kriteria (peubah) dalam setiap aspek ... 72

23. Rekapitulasi analisis usaha tani komoditas tanaman pangan di

Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ... 74

24. Hirarki pelayanan sosial dan ekonomi wilayah berdasarkan

analisis skalogram ... 81

25. Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur

tahun 2001-2011 ... ... 84

26. Kebutuhan luasan lahan per komoditas di Kabupaten Lampung

Timur tahun 2011 ... 89

27. Kebutuhan produksi, ketersediaan lahan dan target produktivitas

komoditas unggulan tanaman pangan ... ... 90

28. Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi padi sawah ... 94

29. Kecamatan yang diarahkan sebagai sentra produksi ubi kayu ... 98

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Wilayah sebagai sistem produksi pertanian ... 12

2. Pendekatan dua tahap dan sejajar dalam evaluasi lahan ... 15

3. Model struktur PHA 2 level dengan N kriteria dan M alternatif ... 20

4. Struktur proses hirarki analitik ... 37

5. Diagram alir tahapan penelitian ... 39

6. Peta administrasi Kabupaten Lampung Timur ... 29

7. Persentase nilai PDRB per sub sektor tahun 2002-2006 ... 55

8. Persentase preferensi masyarakat dalam pemilihan komoditas

unggulan tanaman pangan ... 61

9. Peta kesesuaian lahan padi sawah ... 67

10. Peta kesesuaian lahan jagung ... 69

11. Peta kesesuaian lahan ubi kayu ... 71

12. Skema hirarki penetapan urutan prioritas komoditas unggulan

pertanian tanaman pangan ... 73

13. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tahun 2006

berdasarkan sub sektor lapangan usaha ... 75

14. Hirarki penetapan urutan prioritas komoditas unggulan pertanian

tanaman pangan ... 79

15. Peta rencana tata ruang wilayah... 83

16. Peta penggunaan lahan ... 86

17. Alur penyusunan peta arahan pengembangan ... 87

18. Beragam produk akhir dari padi ... 94

19. Beragam produk akhir dari ubi kayu ... 98

20. Beragam produk akhir dari jagung ... 102

(26)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas padi sawah irigasi

(

Oryza sativa)

... 116

2. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas jagung (

Zea mays

) ... 117

3. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas ubi kayu (

Manihot

esculenta

)... 118

4. Peta satuan lahan Kabupaten Lampung Timur ... 119

5. Satuan lahan di Kabupaten Lampung Timur ... 120

6. Bentuk lahan di daerah Kabupaten Lampung Timur ... 123

7. Data curah hujan dan hari hujan pada beberapa stasiun pengamatan

di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ... 124

8. Data penggunaan lahan sawah di Kabupaten Lampung Timur tahun

2006 ... 125

9. Data penggunaan lahan bukan sawah di Kabupaten Lampung Timur

tahun 2006 ... 126

10. Banyaknya PPL dan kelompok tani menurut kecamatan di

Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ... 127

(27)

Latar Belakang

Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 (yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang-undang Nomor 32 tahun 2004) maka pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Secara tidak langsung sebagai akibat diberlakukannya undang-undang ini maka proses perencanaan pembangunan mengalami perubahan yang mendasar. Otonomi daerah membuat setiap rencana disusun oleh pemerintah daerah berdasarkan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing (karakteristik spasial) dan diserasikan dengan rencana dari daerah lain (interaksi spasial).

Sektor pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih menjadi kegiatan utama masyarakat dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 sebanyak 64.95% penduduk usia kerja memiliki mata pencaharian utama di sektor pertanian. Ini berarti keberhasilan pembangunan daerah antara lain akan sangat ditentukan oleh sektor pertanian.

(28)

2

mengenai karakteristik biofisik lahan yang meliputi iklim, tanah, dan topografi, disamping aspek lain yang mencakup sosial, budaya, dan kondisi ekonomi.

Keragaan sifat lahan merupakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan pewilayahan akan dapat mengatasi terjadinya persaingan jenis dan produksi komoditas antar wilayah sehingga tetap menjamin peluang pasar.

Pendekatan pewilayahan komoditas pertanian akan dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju kepada penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang lebih produktif. Untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam hal penggunaan lahan maka konversi tata guna lahan harus dilakukan dengan mengacu kepada rencana tata ruang baik di tingkat propinsi maupun kabupaten. Areal yang dipilih harus tercakup pada wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya pertanian sesuai dengan kriteria sektoral dengan mempertimbangkan kesesuaian dan daya dukung lahan.

Pewilayahan komoditas unggulan ditetapkan dengan memadukan aspek biofisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Hal ini akan menimbulkan permasalahan dalam menentukan alokasi wilayah yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. Untuk memudahkan pengambilan keputusan suatu masalah maka dapat digunakan sistem pendukung keputusan (Decision Support System) yang membantu pembuat keputusan untuk menghadapi masalah komplek dengan interaksi langsung terhadap data dan analisis model.

Salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan adalah MCE (Multi-Criteria Evaluation) yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Suatu keputusan merupakan pilihan terhadap beragam alternatif (seperti alternatif tindakan, alokasi lahan, dan sebagainya). Dasar dari keputusan yang akan diambil adalah kriteria. Dalam evaluasi multi kriteria, suatu usaha dibuat untuk mengkombinasikan satu set kriteria utuk mencapai dasar komposisi tunggal untuk suatu keputusan berdasarkan tujuan tertentu.

(29)

guna penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, dan sebagai pengejawantahan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah Propinsi Lampung melakukan pemekaran Kabupaten Lampung Tengah. Hal ini termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur dan Kotamadya Metro.

Sejak awal berdirinya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Timur didominasi oleh sektor pertanian dan ini terlihat pada kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Kabupaten Lampung Timur. Sedangkan sub sektor pertanian tanaman bahan makanan menjadi penyumbang terbesar PDRB dari sektor pertanian. Berdasarkan nilai distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tahun 2002-2006, sektor pertanian menyumbang > 50% dari total PDRB Kabupaten Lampung Timur dan sub sektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi rata-rata 30.44% (Tabel 1). Hal ini menunjukkan besarnya peran sektor pertanian khususnya tanaman bahan makanan dalam memicu perkembangan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur.

Berdasarkan potensi yang dimiliki Kabupaten Lampung Timur tersebut, maka pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: (1) optimalisasi sumber daya lokal; (2) penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki oleh setiap komoditas di setiap kecamatan; dan (3) perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan.

Penentuan komoditas unggulan pertanian selama ini di Kabupaten Lampung Timur hanya berdasarkan potensi produksi dari komoditas tersebut dan belum secara spesifik dilakukan pemetaan wilayah-wilayah sentra produksi komoditas pertanian, khususnya tanaman pangan. Pewilayahan komoditas unggulan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk arahan penataan ruang wilayah berbasis komoditas dengan tetap mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur.

(30)
[image:30.612.136.507.134.370.2]

4

Tabel 1 Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur tanpa minyak bumi atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen)

No Sektor/Sub Sektor Tahun

2002 2003 2004 2005 2006

1 Pertanian 56.37 57.31 56.72 56.53 55.31

a.Tanaman Bahan Makanan 28.52 29.82 31.92 31.52 30.40

b. Perkebunan 10.22 10.01 9.63 9.68 9.48

c. Peternakan 7.26 7.19 5.12 4.97 4.98

d. Kehutanan 0.31 0.49 0.52 0.57 0.56

e. Perikanan 10.06 9.79 9.52 9.79 9.89

2 Pertambangan 1.20 1.19 1.20 1.19 1.19

3 Industri Pengolahan 6.93 6.86 6.99 7.03 7.69

4 Listrik dan Air Bersih 0.23 0.22 0.21 0.20 0.20

5 Konstruksi 5.37 5.24 5.24 5.24 5.26

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 17.94 17.65 18.05 18.68 18.97

7 Transportasi dan Komunikasi 3.01 3.06 3.12 2.77 2.82

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 3.63 3.58 3.72 3.62 3.81

9 Jasa-jasa 5.33 4.89 4.76 4.73 4.74

PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2007

Pewilayahan diarahkan pada kawasan budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; dan kawasan perdesaan yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian.

Pengembangan wilayah yang berjalan selama ini cenderung didominasi program-program sektoral sehingga yang dihasilkan dari program tersebut sering kurang mencerminkan keinginan dari masyarakat setempat. Akhirnya dijumpai hasil pembangunan yang tidak termanfaatkan secara optimal.

(31)

Perumusan Masalah

Pada tahun 2002 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat menyusun arahan pewilayahan komoditas pertanian unggulan nasional dalam bentuk atlas skala 1:1 000 000. Berdasarkan atlas tersebut, Kabupaten Lampung Timur memiliki komoditas pertanian unggulan yaitu padi sawah, padi gogo, palawija/hortikultura dataran rendah iklim basah, rambutan, kelapa/kakao, karet, dan sawit. Namun penetapan komoditas unggulan tersebut belum dilaksanakan dalam skala detil dan belum mempertimbangkan sisi kompetitif dan komparatif dari komoditas pertanian di setiap kecamatannya.

Komoditas pertanian yang dijadikan sebagai bahan dalam penelitian ini adalah tanaman pangan. Hal ini berkaitan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007 melalui Program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal. Untuk aspek ketersediaan pangan, operasional program pembangunan tanaman pangan pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha bidang tanaman pangan yang mampu menghasilkan produk, memiliki daya saing dan nilai tambah yang tinggi sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat.

Pembangunan tanaman pangan diprioritaskan pada komoditas unggulan. Ketahanan pangan merupakan salah satu komponen penting yang menjadi dasar ketahanan nasional. Ketika kebutuhan pokok terhadap pangan tidak tercukupi, maka dapat menjadi pemicu kerawanan/konflik sosial. Tetapi jika pangan dapat dikelola dengan baik, dapat menyebabkan perkembangan sektor pertanian yang lebih tangguh dan berdaya saing tinggi. Hal ini memunculkan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

(1) seberapa besar kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap PDRB dari sektor pertanian di Kabupaten Lampung Timur ?

(32)

6

(3) apakah memang benar komoditas unggulan yang telah ditetapkan memiliki tingkat kesesuaian lahan yang tepat untuk budidaya pertanian di setiap kecamatan ?

(4) apakah komoditas unggulan yang ditetapkan memiliki pangsa pasar (demand) yang luas ?

(5) bagaimana hirarki pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Lampung Timur ?

(6) apakah pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan telah

dilaksanakan secara komprehensif baik dari sisi potensi biofisik lahan maupun sisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat ?

Maka berdasarkan pertanyaan diatas, perlu kiranya dilakukan pendekatan kewilayahan dalam pembangunan daerah yang utuh dan terpadu, sehingga mampu mewujudkan efisiensi dan efektivitas fungsi perencanaan pembangunan daerah. Pemanfaatan potensi wilayah, sumber daya, dan aspirasi masyarakat seoptimal mungkin, merupakan modal utama dalam melaksanakan pembangunan daerah. Sehingga bila pemilihan lahan dan komoditas unggulan dilakukan dengan benar dan sesuai dengan tujuan, maka pusat pertumbuhan yang akan menjadi andalan daerah dapat diwujudkan.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka secara umum tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur dengan menggunakan pemodelan MCE. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

(1)mengevaluasi peran sub sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur;

(2)mengidentifikasi komoditas-komoditas unggulan pertanian tanaman pangan di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur;

(33)

(4)mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tanaman pangan unggulan di Kabupaten Lampung Timur.

Manfaat Penelitian

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk:

(1)masukan dalam pengambilan kebijakan bagi pemerintah daerah dalam menentukan pusat-pusat produksi komoditas pertanian tanaman pangan dan pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Lampung Timur; dan

(2)acuan dalam pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan di

Kabupaten Lampung Timur yang dapat menciptakan program-program pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan potensi daerah.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini secara umum memberikan arahan mengenai wilayah-wilayah yang akan dijadikan sentra produksi komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Kemudian secara spesifik, dilakukan penghitungan mengenai kebutuhan luasan untuk setiap komoditas unggulan yang ditetapkan dan tingkat produktivitas yang diharapkan.

Adapun analisis yang dilakukan mengenai penentuan sektor basis, komoditas unggulan, hirarki wilayah, kelas kesesuaian lahan, prioritas komoditas unggulan, dan luasan arahan pengembangan. Sedangkan untuk aspek kebijakan dan kelembagaan dilakukan tinjauan untuk memberikan pengkayaan dalam kajian penelitian.

Hipotesis Penelitian

(34)

8

Evaluasi multi-kriteria (Multi-Criteria Evaluation/MCE) merupakan salah satu pemodelan dengan sistem pendukung keputusan yang dapat digunakan pada evaluasi terhadap banyak kriteria. Suatu keputusan merupakan pilihan terhadap beragam alternatif (seperti alternatif tindakan, alokasi lahan, dan sebagainya). Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini:

1) sektor pertanian merupakan penggerak ekonomi utama di Kabupaten

Lampung Timur;

2) komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki pertimbangan

teknis maupun sosial ekonomi dan kelembagaan;

3) hirarki wilayah dapat disusun berdasarkan potensi sumber daya buatan yang dimiliki; dan

(35)

Pembangunan dan Pengembangan Wilayah

Pembangunan merupakan proses alami untuk mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Proses alami tersebut harus diciptakan melalui intervensi pemerintah melalui serangkaian kebijaksanaan pembangunan yang akan mendorong terciptanya kondisi yang memungkinkan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Proses pembangunan yang memihak rakyat merupakan upaya sinergi dalam langkah pemberdayaan masyarakat. Peran pemerintah adalah sebagai katalisator dalam mewujudkan langkah pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pembangunan harus dipandang sebagai suatu rangkaian proses perubahan yang berjalan secara berkesinambungan untuk mewujudkan pencapaian tujuan (Sumodiningrat, 1999).

Secara historis kegagalan program-program pembangunan di dalam mencapai tujuannya bukanlah semata-mata kegagalan dalam pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Tetapi karena teori-teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami koreksi, sehingga selalu melahirkan pergeseran tentang nilai-nilai yang dianggap benar dan baik dalam proses pembangunan. Pembangunan wilayah bukan hanya fenomena dalam dimensi lokal dan regional namun merupakan bagian tak terpisahkan dari kepentingan skala nasional bahkan global (Rustiadi et al., 2006).

(36)

10

pelayanan logistik. Secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan (Triutomo, 1999 dalam Al Kadri et al., 2001).

Menurut Sumodiningrat (1999) pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu pembangunan sektoral, pembangunan wilayah, dan pembangunan pemerintahan. Dari segi pembangunan sektoral, pembangunan daerah merupakan pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan atau pembangunan sektoral, seperti pertanian, industri, dan jasa yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral dilaksanakan di daerah sesuai dengan kondisi dan potensinya.

Dari segi pembangunan wilayah, meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dari segi pemerintahan, pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek yaitu bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif terbelakang, dan untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif.

Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga setiap program pembangunan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al., 2006).

(37)

mampu bersaing (competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain, mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.

Perencanaan untuk pengalokasian lahan pertanian harus mempertimbangkan banyak faktor (biofisik, ekonomi, sosial) melalui banyak tahap aktivitas. Menurut Young (1998) dalam Baja (2002), aktivitas tersebut pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga tahap utama: (1) pemilihan opsi dari beberapa alternatif penggunaan lahan yang tersedia; (2) pembuatan rencana pokok (plan) alternatif terpilih; dan (3) pelaksanaan atau implementasi.

Menurut Rondinelli (1985) dalam sudut pandang wilayah sebagai suatu

sistem produksi pertanian, kebijakan-kebijakan dan program-program

pembangunan wilayah difokuskan pada memperbaiki output pertanian dan efisiensi usaha tani. Informasi yang dikumpulkan pada wilayah tersebut adalah yang berhubungan dengan faktor-faktor yang perlu dikelola untuk meningkatkan produktivitas hasil-hasil pertanian (Gambar 1).

Komisi Sosial Ekonomi Asia Pasifik (the Economic and Social Comission for Asia and the Pasific/ESCAP) mempertimbangkan usaha tani dan rumah tangga tani sebagai unit dasar dari aktivitas pertanian terhadap produktivitas pertanian wilayah. Karenanya informasi yang dikumpulkan adalah mengenai penggunaan lahan pertanian, tenaga kerja, modal, dan kondisi pengelolaan pertanian di wilayah tersebut serta komposisinya, kebutuhan subsisten, preferensi dan kebutuhan rumah tangga tani.

(38)
[image:38.612.142.508.104.408.2]

12

Gambar 1 Wilayah sebagai sistem produksi pertanian.

sumber: UNESCAP, Guidelines for Rural Center Planning (1979) dalam Rondinelli (1985)

Sektor Basis dan Non Basis

Setelah berlakunya otonomi daerah, setiap daerah memiliki independensi dalam menetapkan sektor atau komoditi yang akan menjadi prioritas pengembangan. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan ataupun kelemahan diwilayahnya menjadi penting. Sektor yang memiliki keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat menjadi push factor bagi sektor-sektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2005).

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan non basis.

Kebijakan pemerintah: - Subsidi

- Harga - Pajak Pasar dunia: - Harga

- Struktur kekuasaan

Pelayanan sosial ekonomi: - Penelitian lanjutan - Pemasaran - Infrastruktur - Kredit - Pendidikan - Kesehatan - Ketersediaan air Sistem Pertanian:

USAHA TANI - Lahan - Tenaga kerja - Modal - Manajemen RUMAHTANGGA TANI: - Komposisi - Keb.subsisten - Preferensi individu - Keb. masa depan Kependudukan:

- Kepadatan - Pertumbuhan - Komposisi

Lingkungan budaya sosial: - Nilai-nilai

- Sikap - Struktur sosial - Kepemilikan lahan Lingkungan fisik:

(39)

Teori ini menyatakan bahwa sektor basis membangun dan memacu penguatan dan pertumbuhan ekonomi lokal, sehingga diidentifikasi sebagai mesin ekonomi lokal.

Menurut Rustiadi et al. (2006), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar didaerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang.

Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah akan sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi diwilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah yang berbeda-beda.

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan non basis dapat digunakan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja homogen serta masing-masing industri menghasilkan produk/jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran yang digunakan dalam penghitungan LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia.

Analisis LQ juga memberikan gambaran sektor atau kegiatan ekonomi apa yang terkonsentrasi dan yang tersebar. Tarigan (2005) menyatakan bahwa LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor-sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut.

(40)

14

dapat dibandingkan secara relatif dalam wilayah yang lebih luas. Dalam konteks strategi pengembangan wilayah perlu digunakan potensi yang positif sebagai kekuatan daerah tersebut.

Evaluasi Sumber Daya Lahan

Evaluasi sumber daya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 2004).

Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Kegunaan terperinci dari evaluasi lahan sangat beragam ditinjau dari konteks fisik, ekonomi, sosial dan dari segi intensitas skala dari studi itu sendiri serta tujuannya.

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, jagung, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi, peta geologi, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan.

Berdasarkan FAO (1976) evaluasi lahan dapat dilakukan menurut dua strategi (Gambar 2):

(41)

2) pendekatan sejajar (parallel approach). Analisis hubungan antara lahan dan penggunaan lahan berjalan secara bersama-sama dengan analisis-analisis ekonomi dan sosial.

[image:41.612.143.507.284.514.2]

Ciri dari proses evaluasi lahan adalah tahapan di mana persyaratan yang dibutuhkan suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kualitas lahan. Sedangkan fungsi dari evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana perbandingan serta alternatif pilihan penggunaan yang diharapkan berhasil (FAO, 1976).

Gambar 2 Pendekatan dua tahap dan sejajar dalam evaluasi lahan.

Kualitas lahan merupakan sifat-sifat atribut yang komplek dari suatu lahan. Sedangkan tipe penggunaan lahan adalah jenis penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, input yang diperlukan dan output yang diharapkan secara spesifik. Persyaratan penggunaan lahan yang meliputi persyaratan tanaman, persyaratan pengelolaan, dan persyaratan konservasi diperlukan masing-masing komoditas mempunyai kisaran batas minimum, optimum, dan maksimum (FAO, 1976). Persyaratan tersebut dijadikan

TAHAP KEDUA TAHAP PERTAMA

Konsultasi Awal

Klasifikasi Lahan Kualitatif

Survei Dasar Survei Dasar

PENDEKATAN DUA TAHAP

PENDEKATAN SEJAJAR

Klasifikasi Lahan Kualitatif dan

Kuantitatif

Klasifikasi Lahan Kuantitatif Analisis Sosial dan

Ekonomi

Analisis Sosial dan Ekonomi

(42)

16

dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan.

Adapun parameter yang dinilai dalam evaluasi lahan adalah kualitas lahan yang dicerminkan oleh karakteristik lahan yang nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Tabel 2). Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak dipakai adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976).

Berdasarkan sistem klasifikasi ini, tingkat kesesuaian suatu lahan ditunjukkan melalui empat kategori yang merupakan tingkatan yang bersifat menurun yaitu:

(1) Ordo: menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo dibagi menjadi dua yaitu ordo S (sesuai) dan N (tidak sesuai);

(2) Kelas: menunjukkan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marjinal/bersyarat). Sedangkan untuk ordo yang tidak sesuai ada dua kelas yaitu N1 (tidak sesuai saat ini) dan N2 (tidak sesuai);

(3) Sub Kelas: menunjukkan jenis faktor penghambat pada masing-masing kelas. Pada satu sub kelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor penghambat dan jika ini terjadi maka faktor penghambat yang paling dominan dituliskan paling depan; dan

(4) Unit: menunjukkan kesesuaian lahan dalam tingkat unit yang merupakan pembagian lebih lanjut dari subkelas berdasarkan atas besarnya faktor penghambat.

(43)
[image:43.612.153.491.120.505.2]

Tabel 2 Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan

No Kualitas Lahan Karakteristik Lahan

A Persyaratan Tumbuh Tanaman/Ekologi

1 Regim radiasi Panjang/lama penyinaran

2 Regim suhu Suhu rata-rata tahunan

Suhu rata-rata bulanan

Suhu rata-rata max./min. bulanan

3 Kelembaban udara Kelembaban nisbi

4 Ketersediaan air Curah hujan tahunan

Curah hujan bulanan

Bulan kering (Curah hujan < 60 mm)

5 Media perakaran Drainase

Tekstur

Kedalaman efektif

Gambut (kedalaman, kematangan, kadar abu)

6 Retensi hara KTK

pH C-Organik

7 Ketersediaan hara N total

P2O5 tersedia

8 Bahaya banjir Periode

Frekuensi

9 Kegaraman Daya hantar listrik (DHL)

10 Toksisitas Kejenuhan Al

Bahan sulfidik

B Persyaratan Pengelolaan

11 Kemudahan pengelolaan Tekstur tanah/bahan kasar

Kelas kemudahan pengelolaan

12 Potensi mekanisasi Kemiringan lahan

Batuan di permukaan

Singkapan batuan

C Persyaratan Erosi

13 Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi

Indek bahaya erosi

Sumber: Puslitbangtanak, 2003

Komoditas Unggulan Daerah

(44)

18

Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam Hendayana (2003) langkah

menuju efisiensi pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan

mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan sosial ekonomi (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, adat istiadat, dan infrastruktur) petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional.

Pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mengacu kriteria komoditas unggulan nasional; (2) memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten; (3) mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain/ekspor; (4) memiliki pasar

yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi; (5) memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; dan

(6) dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten.

Setiap daerah mempunyai karakteristik wilayah, penduduk, dan sumber daya yang berbeda-beda. Hal ini membuat potensi masing-masing daerah akan menjadi berbeda pula dan akan mempengaruhi arah kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas-komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain adalah komoditas yang secara efisien diusahakan dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian

(45)

(multiple land utilization types) maupun individual (compound utilization types) mampu berproduksi optimal (Djaenudin et al., 2002).

Dilihat dari aspek ekonomi komoditas yang dihasilkan harus mempunyai peluang pasar, baik sebagai komoditas domestik maupun ekspor. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling sesuai sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.

Pada umumnya setiap tanaman dan/atau kelompok tanaman mempunyai persyaratan tumbuh yang spesifik untuk dapat berproduksi secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa suatu wilayah kemungkinan hanya memiliki kesesuaian untuk komoditas tertentu tetapi tidak untuk yang lain. Sehingga apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi maka tidak selalu setiap jenis komoditas dapat diusahakan di setiap wilayah.

Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah), topografi (elevasi, lereng), dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan komoditas pertanian. Penyusunan tata ruang pertanian melalui pendekatan pewilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung lahan akan dapat menjamin produktivitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.

Proses Hirarki Analitik (PHA/Analytical Hierarchy Process)

Di dalam pengambilan suatu keputusan, banyak sekali kriteria yang harus diperhitungkan baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Banyak diantara kriteria-kriteria tersebut dapat bersifat conflicting (saling bertentangan) pada suatu alternatif sehingga dalam pengambilan keputusan dengan melibatkan kriteria ganda (multi-criteria decision making) yang dihasilkan adalah solusi kompromi (compromised solution) terhadap semua kriteria yang diperhitungkan.

(46)

20

dekomposisi dan sintetis dengan penyajian struktur kriteria secara hierarkis. Model Struktur PHA 2 Level dengan N kriteria dan M alternatif disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Model struktur PHA 2 level dengan N kriteria dan M alternatif.

Untuk memperoleh bobot dari tiap-tiap kriteria, PHA menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala 1 sampai 9 dimana: 1 = sama penting (equal importance); 3 = sedikit lebih penting (moderate more importance); 5 = cukup lebih penting (essential, strong more importance); 7 = jauh lebih penting (demonstrated importance); 9 = mutlak lebih penting (absolutely more importance); 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara yang memberikan kompromi (grey area).

Kuesioner perbandingan berpasangan diberikan dalam bentuk sebagai berikut :

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

C1 X C2

Artinya: kriteria C1 jauh lebih penting daripada C2. Jika terdapat n kriteria maka akan terdapat (n(n-1))/2 perbandingan berpasangan.

Di dalam analisa multi kriteria ganda diperhitungkan juga kriteria kualitatif yang memungkinkan terjadinya ketidakkonsistenan (inconsistency) dalam penilaian perbandingan kriteria-kriteria atau alternatif-alternatif. Salah satu cara pengukuran konsistensi diusulkan oleh Saaty melalui indeks konsistensi (Consistency Index/CI) yang didefinisikan sebagai:

Go

C C C

Cn

C11 C12 Cn

…... .

………… …

A A Am

Level 0

Level 1

Level 2

(47)

1 max

− − =

n

n

CI λ

dengan n menyatakan jumlah kriteria/alternatif yang dibandingkan dan λmax adalah nilai eigen (eigen value) yang terbesar dari matriks perbandingan berpasangan orde n. Jika CI bernilai 0 maka berarti keputusan penilaian tersebut bersifat perfectly consistent dimana λmax sama dengan jumlah kriteria yang diperbandingkan yaitu n. Semakin tinggi nilai CI semakin tinggi pula tingkat ketidakkonsistenan dari keputusan perbandingan yang telah dilakukan.

Rasio konsistensi (CR/Consistency Ratio) dirumuskan sebagai perbandingan antara Consistency Index (CI) dan Random Index (RI) dengan rumus sebagai berikut:

RI

CI

CR =

Tabel nilai-nilai RI untuk beberapa nilai n diberikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Nilai RI

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RI 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

Nilai CR yang lebih besar dari 0,1 perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap penilaian responden (Saaty, 1980).

Proses hirarki analitik merupakan salah satu metode analisis yang banyak digunakan dalam pengambilan keputusan. Baja (2002) dalam makalahnya yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Analytic Hierarchy Process

dalam Studi Alokasi dan Optimasi Penggunaan Lahan Pertanian memberikan dua macam pendekatan analisis dengan PHA. Yang pertama adalah penentuan proporsi optimal lahan untuk tiga jenis komoditas yaitu jagung, kedelai, dan buah-buahan, dan yang kedua adalah penentuan peringkat bidang lahan untuk satu jenis penggunaan lahan. Pada pendekatan ini data diproses dengan menggunakan pendekatan integrasi lepas (loose coupling integration), dimana basis data dibangun dan dikelola dalam sistem informasi geografi (SIG), kemudian analisis kriteria gandanya dilakukan dalam sistem perangkat lunak PHA (Expert Choice

(48)

22

Metode analisis yang dipaparkan menunjukkan bahwa PHA dapat digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan secara komprehensif, yang mempertimbangkan aspek biofisik (seperti kelas kesesuaian lahan, tingkat erosi, dan lain), ekonomi (biaya produksi, peluang pasar, sarana prasarana, dan lain-lain), dan sosial (preferensi masyarakat untuk komoditi tertentu, kemauan berpartisipasi, dan sebagainya). PHA dapat menganalisis secara simultan parameter-parameter yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian keluaran hasil pemodelan, survei, pendugaan, atau analisis dengan GIS dapat sekaligus dipadukan dengan parameter lain dalam suatu sistem/lingkup analisis yang sama.

Teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu cara baru yang berkembang saat ini dalam menyajikan dan melakukan analisis data spasial dengan komputer. Selain mempercepat proses analisis, SIG juga bisa membuat model yang dengan manual sulit dilakukan (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Konsep dasar SIG merupakan suatu sistem yang terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data yang selanjutnya dapat menggunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek spasial. Elemen dasar SIG yang beroperasi pada sistem yang terpadu tersebut meliputi hardware, software, pemasukan data, serta sumberdaya manusia yang bertanggung jawab terhadap masalah desain, implementasi, dan penggunaan dari SIG. Keluaran yang dihasilkan dari keempat elemen tersebut berupa informasi keruangan yang jelas dalam bentuk peta, grafik, tabel ataupun laporan ilmiah.

(49)

penginderaan jauh; (5) mendukung analisis statistik spasial pada distribusi ekologi; dan (6) menyediakan input data/parameter untuk permodelan ekosistem.

Aronoff (1993) menguraikan SIG atas beberapa sub sistem yang saling terkait yaitu: (1) data input, yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data ke dalam format yang digunakan oleh SIG; (2) data output, sebagai sub sistem yang menampi

Gambar

Tabel 1  Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur  tanpa minyak bumi atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen)
Gambar 1 Wilayah sebagai sistem produksi pertanian.
Gambar 2 Pendekatan dua tahap dan sejajar dalam evaluasi lahan.
Tabel 2  Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penggunaan obat yang digunakan, populasi, besar sampel dan instrumen yang digunakan yang memungkinkan hasil yang berbeda4. Maka

Konsep konservasi air di daerah irigasi Gerinis Komplek diharapkan dapat mempertahankan daerah yang sudah ada dengan memperbaiki kondisi-kondisi yang dapat mengakibatkan

Proses pembelajaran yang diterapkan di Qaryah Thayyibah sejalan dengan konsep Paulo Freire mengenai pendidikan yang membebaskan. Perubahan yang muncul pada warga belajar

A forrás adatok xls formátumban letölthetők: http://www.bpdata.eu/mpt/2014hut05_13.. táblázat: Segélyezés és munkaerőpiaci programok Év Munkanélkü- li ellátott a Szociális

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengetahui kandungan timbal (Pb) pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan sekitar

Dari beberapa metode di atas, pada penelitian tindakan kelas ini penulis menggunakan metode manuskrip yaitu siswa berpidato dengan menggunakan naskah yang sudah

Penelitian relevan yang pernah dilakukan, misalnya penelitian Suharyati (2005) yang membuktikan bahwa pendekatan multisensori dalam pembelajaran bahasa dapat

karena kesombongan menuju kebinasaan; pandai menghargai orang lain, orang lain untuk dijadikan teman dalam tolong-menolong, jangan berselisih karena perselisihan menimbulkan