• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

6 Perdagangan, hotel dan restoran

465 257 483 014 513 819 556 042 587 597 a. Perdagangan 440 111 456 762 486 357 527 250 557 469 b. Hotel 313 324 347 435 472 c. Restoran 24 833 25 928 27 115 28 357 29 656 7 Pengangkutan dan komunikasi 77 991 83 643 88 946 82 405 87 233 a. Pengangkutan 53 397 54 057 55 641 58 603 60 056 b. Komunikasi 24 595 29 586 33 304 23 802 27 177 8 Keuangan, persewaan, dan

jasa perusahaan

94 057 97 997 105 580 108 783 118 023

a. Bank 1 820 2 165 5 114 4 599 10 817 b. Lembaga Keuangan Bukan 1 728 1 778 1 811 1 778 1 978 c. Persewaan Bangunan 89 516 93 947 97 479 101 145 104 948 d. Jasa Perusahaan 993 107 1 176 1 262 280

9 Jasa-jasa 138 277 133 944 135 454 140 916 146 750

a. Pemerintahan 121 834 116 806 117 884 122 824 127 994 b. Jasa Swasta 16 443 17 138 17 570 18 092 18 756 - Jasa Sosial Kemasyarakatan 6 886 7 176 7 395 7 699 8 026 - Jasa Hiburan dan 300 314 318 322 333 - Jasa Perorangan dan

Rumahtangga

9 258 9 648 9 857 10 071 10 397 PDRB dengan migas 3 350 345 3 569 338 3 541 542 3 537 941 3 590 962 PDRB tanpa migas 2 592 741 2 736 487 2 846 530 2 977 831 3 096 828

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2007.

Sektor basis di Kabupaten Lampung Timur dilihat dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dengan wilayah agregat Propinsi Lampung. Suatu sektor/lapangan usaha ditetapkan sebagai sektor basis apabila sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1. Berdasarkan hasil analisis nilai LQ pada Tabel 15 terlihat

54 bahwa sektor yang rata-rata menjadi basis dalam kurun waktu lima tahun terakhir adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian.

Tabel 15 Hasil analisis Location Quotient per sektor

Sektor/Lapangan Usaha Tahun Rata- rata 2002 2003 2004 2005 2006

Pertanian 1.0205 1.0441 1.0781 1.1178 1.1158 1.0752

Pertambangan dan Penggalian 5.7170 5.7353 5.6877 5.5224 5.3621 5.6049

Industri 0.3972 0.3961 0.4248 0.4467 0.5028 0.4335

Listrik, Gas dan Air Bersih 0.4625 0.4852 0.4728 0.4756 0.4982 0.4789

Bangunan 0.7899 0.7754 0.8293 0.8776 0.9160 0.8376

Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.8672 0.8586 0.9359 1.0007 1.0402 0.9405

Pengangkutan dan Komunikasi 0.5204 0.5111 0.5199 0.4557 0.4643 0.4943

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 0.7360 0.5409 0.4893 0.4910 0.4934 0.5501

Jasa-Jasa 0.4818 0.4548 0.4796 0.5075 0.5356 0.4919

*) Data diolah dari PDRB Kabupaten Lampung Timur 2002-2006 menurut harga konstan 2000. Berdasarkan analisis sektor basis, dapat diketahui bahwa selama ini perekonomian Kabupaten Lampung Timur masih bertumpu pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Jika dikaitkan dengan kesinambungan pembangunan dan otonomi daerah yang berdasarkan pada kemandirian lokal, maka sektor pertanian dapat memberi kontribusi yang sangat bermakna terhadap kemampuan suatu daerah, termasuk masyarakat dan kelembagaan, terutama untuk memperbesar kemampuan pembiayaan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Darmawansyah, 2003).

Menurut Rustiadi et al. (2006) arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan, dan konsumsi. Pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Hal ini berarti kegiatan industri basis memegang peranan sebagai penggerak utama (prime mover role) dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah.

Peran Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Pangan

Secara khusus, sub sektor pertanian tanaman bahan pangan merupakan sub sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB dari sektor

pertanian. Berdasarkan data PDRB per sub sektor tahun 2002-2006 (Tabel 14) terlihat bahwa sub sektor tanaman bahan pangan memiliki kontribusi terbesar. Jika dihitung rata-rata persentase nilai PDRB (atas harga konstan 2000) per sub sektor tahun 2002-2006, sub sektor tanaman bahan makanan (pangan) menyumbang 30.44% diikuti perkebunan (9.80%), dan peternakan (5.90%). Gambar 7 memperlihatkan kontribusi dari setiap sub sektor pertanian.

Gambar 7 Persentase nilai PDRB per sub sektor tahun 2002-2006.

Sejak awal berdirinya Kabupaten Lampung Timur, sektor pertanian telah menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Timur, pada tahun 2006 lahan sawah yang dimiliki Kabupaten Lampung Timur seluas 55 496 hektar dan lahan bukan sawah 197 455 hektar (Lampiran 8 dan 9). Sektor pertanian sebagai salah satu sektor prioritas pembangunan di Kabupaten Lampung Timur menjadi garda depan dari pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini diharapkan dapat semakin memicu masyarakat tani dalam meningkatkan sumber daya yang dimiliki dalam berusahatani, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia sebagai pelaku utama pembangunan pertanian.

Dillon (2004) dalam Taufiqurrahman (2006) mengungkapkan bahwa peran sektor pertanian yang merupakan dasar bagi kelangsungan pembangunan

56 ekonomi berkelanjutan diharapkan mampu memberikan pemecahan permasalahan bagi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian mempunyai empat fungsi yang sangat fundamental bagi suatu bangsa, yaitu: (1) mencukupi pangan dalam negeri; (2) penyediaan lapangan kerja dan usaha; (3) penyediaan bahan baku industri; dan (4) sebagai penghasil devisa negara.

Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peran besar dalam upaya peningkatan pendapa tan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat selain dari kontribusinya yang tinggi terhadap PDRB kabupaten, juga dari potensi lahan pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk dijadikan usahatani tanaman pangan. Lahan yang tersedia belum diolah secara efisien dan intensif sehingga produktivitas lahan jauh di bawah produktivitas potensial.

Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu lumbung pangan Propinsi Lampung. Berdasarkan data distribusi produksi padi menurut kabupaten tahun 2005 (BPS Propinsi Lampung, 2006) Kabupaten Lampung Timur menyumbang 16.58% dan menjadi salah satu kabupaten sentra produksi padi setelah Kabupaten Lampung Tengah (21.48%) dan Kabupaten Lampung Selatan (18.29%). Tabel 16 memperlihatkan data produksi dan produksi rata-rata komoditas tanaman pangan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2000-2006.

Tabel 16 Produksi dan produksi rata-rata komoditas tanaman pangan tahun 2000- 2006 Komoditas Produksi (ton) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata Padi Sawah 306 944 295 262 325 523 289 681 329 927 331 564 340 083 316 998 Padi Ladang 17 247 25 494 15 169 18 896 19 911 16 802 17 445 18 709 Total Padi 324 191 320 756 340 692 333 808 349 838 348 366 357 528 339 311 Jagung 338 877 336 541 323 407 375 881 393 676 426 464 349 652 363 500 Kedelai 2 276 1 709 485 486 504 373 389 889 Kacang Tanah 2 131 1 252 1 035 1 961 876 1 532 1 087 1 411 Kacang Hijau 1 009 800 846 904 561 750 483 765 Ubi Kayu 380 697 443 778 378 401 625 292 705 921 693 250 798 456 575 114 Ubi Jalar 4 564 5 456 5 134 4 701 5 145 6 157 4 097 5 036

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lampung Timur, 2007.

Revitalisasi pertanian yang saat ini digalakkan oleh Departemen Pertanian menitikberatkan pada program ketahanan pangan untuk menjamin adanya

ketersediaan pangan yang cukup dan serta meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Peran sub sektor pertanian tanaman pangan menjadi sangat penting karena pangan merupakan salah satu hak dasar rakyat (basic entitlement).

Analisis Komoditas Unggulan

Pengembangan komoditas unggulan daerah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat. Penetapan komoditas unggulan daerah dengan metode yang sesuai sangat diperlukan agar pemanfaatan sumber daya pertanian lebih efektif dan efisien karena terfokus pada pengembangan komoditas unggulan tersebut.

Untuk menentukan komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan menggunakan beberapa alat analisis yaitu analisis tren luas panen tahun 2000 - 2006, analisis permintaan, analisis preferensi masyarakat, dan analisis Location Quotient (LQ). Dari setiap alat analisa, dibuat skala prioritas pemilihan komoditas tanaman pangan yang terdiri dari padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar. Komoditas yang akan ditetapkan sebagai komoditas unggulan kabupaten adalah tiga komoditas teratas.

Analisis Tren Luas Panen

Analisis tren luas panen dilakukan berdasarkan data luas panen tanaman pangan tahun 2000 – 2006 yang kemudian dihitung nilai rataan luas panen tahun 2000-2006 (Tabel 17). Terlihat bahwa komoditas yang memiliki luas panen yang dominan selama tujuh tahun adalah jagung (113 104 hektar), padi sawah (71 215 hektar), dan ubi kayu (37 078 hektar). Hal ini menunjukkan secara tidak langsung ketiga komoditas itulah yang unggul dari sisi penawaran dan menjadi pilihan utama masyarakat dalam berusaha tani.

Berdasarkan angka luas panen rata-rata pada Tabel 17 maka urutan peringkat komoditas adalah: (1) jagung; (2) padi sawah; (3) ubi kayu; (4) padi ladang; (5) kacang tanah; (6) kacang hijau; (7) kedelai dan (8) ubi jalar.

58 Tabel 17 Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas tanaman pangan tahun

2000-2006

Komoditas

Luas panen (ha)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rata- rata Padi Sawah 71 417 68 160 73 932 64 551 73 348 72 531 74 565 71 215 Padi Ladang 6 274 9 249 5 510 6 576 5 988 5 857 6 149 6 515 Total Padi 77 691 77 409 79 442 71 127 79 336 78 388 80 714 77 730 Jagung 115 751 112 924 105 016 113 813 120 993 123 665 99 566 113 104 Kedelai 2 450 1 589 478 488 495 336 358 885 Kacang Tanah 2 065 1 074 920 1 694 801 1 443 950 1 278 Kacang Hijau 1 124 906 960 1 020 635 850 544 863 Ubi Kayu 34 006 39 095 32 353 37 622 39 068 36 150 41 253 37 078 Ubi Jalar 473 563 530 480 524 636 416 517

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lampung Timur, 2007.

Analisis Permintaan

Analisis permintaan dilakukan berdasarkan data ketersediaan dan konsumsi bahan pangan Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 (Tabel 18). Berdasarkan data tersebut komoditas yang memiliki surplus ketersediaan adalah ubi kayu (589 377.53 ton), jagung (296 035.69 ton), padi sawah (195 103.40 ton) dan ubi jalar (829.93 ton). Sedangkan kedelai, kacang tanah dan kacang hijau ketersediaannya masih kurang. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas yang memiliki surplus ketersediaan telah mampu memenuhi kebutuhan pangan kabupaten dan dapat diekspor keluar kabupaten.

Tabel 18 Ketersediaan dan konsumsi bahan pangan tahun 2006

Komoditas Produksi Benih/Pakan/ Tercecer Keter- sediaan Jumlah Penduduk Konsumsi per kapita Total Konsumsi Surplus/ minus ketersediaan (Ton) (%) (Ton) (Ton) (jiwa)

(Kg/Kap/ Th) (Ton) Padi Sawah 340 083 10 34 008.30 306 074.70 919 017 120.75 110 971.30 195 103.40 Padi Ladang 17 445 10 1 744.50 15 700.50 919 017 120.75 110 971.30 -95 270.80 Jagung 349 652 11 38 461.72 311 190.28 919 017 16.49 15 154.59 296 035.69 Kedelai 389 5 19.45 369.55 919 017 7 6 433.12 -6 063.57 Kacang Tanah 1 087 5 54.35 1032.65 919 017 4 3 676.07 -2 643.42 Kacang Hijau 483 7 33.81 449.19 919 017 1 919.02 -469.83 Ubi Kayu 798 456 15 119 768.40 678 687.60 919 017 97.18 89 310.07 589 377.53 Ubi Jalar 4 097 12 491.64 3 605.36 919 017 3.02 2 775.43 829.93

Berdasarkan data pada Tabel 18, maka urutan peringkat komoditasnya: (1) ubi kayu; (2) jagung; (3) padi sawah; (4) ubi jalar; (5) kacang hijau; (6) kacang tanah; (7) kedelai; dan (8) padi ladang.

Sebagai perbandingan, bila dilihat kebutuhan konsumsi dalam skala nasional, kebutuhan bahan pangan pokok sampai saat ini masih didominasi oleh padi sebagai makanan utama penduduk Indonesia. Pada tahun 2003 permintaan terhadap beras sebanyak 35.01 juta ton, jagung 9.65 juta ton, dan kedelai 1.56 juta ton (Swastika dkk, 2000 dan Ilham dkk, 2001 dalam Syahbudin, 2005).

Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis LQ dilakukan untuk melihat komoditas pertanian tanaman pangan yang menjadi komoditas basis di Kabupaten Lampung Timur. Data yang digunakan untuk perhitungan nilai LQ adalah data luas panen per kecamatan tahun 2006 dengan wilayah agregat kabupaten. Analisis LQ suatu komoditas menunjukkan kemampuan kabupaten untuk memenuhi kebutuhan daerahnya, dan juga untuk memenuhi kebutuhan daerah lain karena surplus produksi. Atau sebaliknya daerah tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri sehingga memerlukan suplai dari daerah lain (Bachrein, 2003).

Berdasarkan hasil analisis LQ yang dicantumkan pada Tabel 19 terlihat bahwa semua komoditas tanaman pangan menjadi komoditas basis di kecamatan dengan sebaran kecamatan yang beragam. Secara berurutan peringkat komoditas berdasarkan sebaran nilai LQ > 1 di setiap kecamatan sebagai berikut: (1) padi sawah (di 12 kecamatan); (2) kacang tanah (di 11 kecamatan); (3) kacang hijau (di 10 kecamatan); (4) jagung dan ubi jalar (masing-masing di 8 kecamatan); (5) ubi kayu (di 8 kecamatan); (6) padi ladang (6 kecamatan); dan (7) kedelai (di 3 kecamatan).

Analisis Preferensi Masyarakat

Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu lumbung pangan Propinsi Lampung. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura tahun 2006, Kabupaten Lampung Timur memiliki potensi

60 penggunaan lahan sawah seluas 55 496 hektar dan lahan bukan sawah 197 455 hektar. Sementara sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar di Kabupaten Lampung Timur yakni 64.95% pada akhir tahun 2006 dari jumlah penduduk usia produktif.

Tabel 19 Hasil analisis Location Quotient per komoditas di setiap kecamatan

Kecamatan

Nilai LQ per Komoditas Padi

Sawah

Padi

Ladang Jagung Kedelai Ubi Kayu Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Jalar Metro Kibang 0.0797 0.9731 1.9614 0.3241 0.1285 1.6179 2.6212 0.5981 Batanghari 2.3482 0.1605 0.3609 0.1137 0.1821 0.0498 1.4182 1.3119 Sekampung 1.8401 0.5321 0.6888 0.0000 0.2458 1.1215 0.0000 0.3309 Marga Tiga 0.5518 3.7225 1.1278 0.0000 1.1419 0.6559 0.2804 0.7678 Sekampung Udik 0.4217 0.8725 1.6832 0.7146 0.2736 1.3212 0.2141 0.4030 Jabung 0.9939 0.0279 1.3305 0.2324 0.2690 0.2181 0.2238 0.1226 Pasir Sakti 2.8177 0.0000 0.0390 0.0000 0.1188 1.9282 0.6140 1.8214 Waway Karya 0.6802 0.9032 1.3916 0.4593 0.5474 1.0223 1.9089 0.9182 Marga Sekampung 0.1247 0.0896 2.0521 0.8287 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Labuhan Maringgai 2.4061 0.0333 0.0784 0.0000 0.8894 0.3031 1.7728 1.2774 Mataram Baru 0.4497 0.0244 1.7995 0.0000 0.0595 0.1245 0.1369 0.2998 Bandar Sribhawono 0.4487 0.6431 1.5413 7.0569 0.5479 2.0600 1.5516 1.8934 Melinting 1.5596 0.1470 0.9063 0.7532 0.2680 0.3298 1.1422 0.0000 Gunung Pelindung 1.0377 0.0000 1.3666 0.0000 0.0652 0.3368 0.7776 0.4732 Way Jepara 1.6317 1.2995 0.4895 0.0000 1.0528 2.0286 0.8475 4.2136 Braja Selebah 2.2272 0.0000 0.4762 0.0000 0.0816 2.3671 1.2491 1.1401 Labuhan Ratu 0.5238 1.5136 0.4831 0.1626 3.2440 3.3824 3.5620 8.0278 Sukadana 0.3840 2.6250 0.4183 0.0000 3.7546 0.0915 0.1409 0.0000 Bumi Agung 0.3277 0.8973 0.8479 0.7472 2.8988 0.5453 0.1119 0.6128 Batanghari Nuban 0.8378 3.6989 0.3681 0.4260 2.7410 0.5037 0.8613 0.0000 Pekalongan 1.5534 1.5544 0.8100 5.0368 0.1857 1.8977 3.9472 1.1889 Raman Utara 1.9534 0.6974 0.1318 8.0900 1.3751 4.3841 3.8328 0.2956 Purbolinggo 2.1411 0.0148 0.3844 0.1235 0.5588 0.5410 0.4996 2.8499 Way Bungur 2.3499 0.1673 0.0108 0.0000 1.2264 0.0610 0.0000 0.0000 Jumlah Kecamatan

yang memiliki nilai LQ > 1

12 6 9 3 8 11 10 9

*) Data diolah dari Lampung Timur dalam Angka publikasi BPS, 2006.

Analisis preferensi masyarakat dilakukan untuk melihat urutan komoditas yang dipilih masyarakat dan dalam penelitian ini dijadikan sebagai salah satu dasar pemilihan tiga komoditas utama yang akan dijadikan unggulan. Wawancara yang dilakukan terhadap 45 orang responden yang tersebar di beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi tanaman pangan, terdiri dari petani dan penyuluh pertanian setempat. Berdasarkan wawancara tersebut didapatkan tiga komoditas utama yang dipilih masyarakat adalah: (1) padi sawah (dipilih oleh 62.22% responden); (2) jagung (26.67%); dan (3) ubi kayu (11.11%) (Gambar 8).

Alasan utama pemilihan padi sawah sebagai pilihan utama masyarakat dalam berusaha tani adalah untuk pemenuhan kebutuhan pangan, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun sebagai mata pencarian utama. Selain itu, sistem irigasi pada lahan-lahan sawah di Kabupaten Lampung Timur juga mendukung masyarakat tani untuk tidak mengalihfungsikan lahan sawahnya ke pertanaman non pangan.

Gambar 8 Persentase preferensi masyarakat dalam pemilihan komoditas unggulan tanaman pangan.

Berdasarkan informasi yang didapat dari responden, pada umumnya dalam berusaha tani padi sawah jika kondisi air normal hampir tidak pernah mengalami kerugian. Sehingga bila di lahan-lahan sawah ketersediaan air sesuai untuk pertanaman padi, maka komoditas tersebut akan menjadi pilihan utama untuk dibudidayakan. Tetapi bila kondisi air tidak memadai, maka palawija yang menjadi pilihan kedua antara jagung dan ubi kayu.

Untuk pemilihan antara jagung dan ubi kayu sesuai dengan pola budidaya setempat atau dengan mempertimbangkan harga dan peluang pasar. Tren bahan bakar nabati (BBN) saat ini yang memanfaatkan jagung dan ubi kayu sebagai bahan baku pembuatan etanol sebagai pengganti bensin telah menstimulasi semakin membaiknya harga-harga produk pertanian. Budidaya tanaman pangan yang sempat melemah pada tahun terakhir kini terbangkitkan kembali.

62

Penetapan Komoditas Unggulan

Berdasarkan beberapa hasil analisa diatas maka ditetapkanlah suatu cara untuk menentukan komoditas mana yang akan dijadikan unggulan yaitu dengan mengambil nilai urutan prioritas yang telah dilakukan pembobotan. Komoditas unggulan yang ditetapkan untuk menjadi komoditas unggulan kabupaten adalah tiga komoditas yang memiliki peringkat teratas (Tabel 20).

Penetapan tiga komoditas teratas dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisa dari setiap komoditas dikalikan persentase bobot setiap alat analisa yang digunakan. Dalam hal ini, berdasarkan studi literatur dan wawancara responden yang dilakukan, analisis preferensi masyarakat diberikan persentase bobot terbesar yaitu 40%, diikuti analisis permintaan 30%, analisis LQ 20%, dan analisis tren luas panen 10%. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah terkecil dari perkalian urutan komoditas dan persentase bobot.

Tabel 20 Urutan peringkat pemilihan komoditas pertanian tanaman pangan

Komoditas Analisis Tren Luas Panen Analisis Permintaan Analisis Preferensi Masyarakat Analisis LQ Jumlah Urutan peringkatb) --- (persen)a) --- Padi Sawah 0.56 2.50 1.54 0.63 5.22 1 Padi Ladang 1.11 6.67 6.15 3.75 17.68 7 Jagung 0.28 1.67 3.08 2.50 7.52 2 Kedelai 1.94 5.83 6.15 4.38 18.31 8 Ubi Kayu 0.83 0.83 4.62 3.13 9.41 3 Ubi Jalar 2.22 3.33 6.15 2.50 14.21 6 Kacang Tanah 1.39 5.00 6.15 1.25 13.79 4 Kacang Hijau 1.67 4.17 6.15 1.88 13.86 5 Jumlah 10.00 30.00 40.00 20.00 100.00 Keterangan:

a) Share nilai untuk setiap komoditas berdasarkan hasil perkalian urutan prioritas setiap komoditas/jumlah urutan dengan nilai persentase setiap alat analisa.

b) Urutan peringkat 1 sampai 8 berdasarkan persentase terkecil hingga terbesar.

Analisis preferensi masyarakat diberikan persentase terbesar (40%) karena dalam berusaha tani masyarakat/individu yang menetapkan pilihan komoditas apa yang akan dibudidayakan di lahan pertaniannya. Tidak ada satu pihak pun, baik dari instansi pemerintah maupun swasta yang bisa memaksa petani untuk mengusahakan komoditas tertentu terkecuali atas kemauannya sendiri.

Analisis permintaan diberikan persentase 30% karena dalam analisis ini menggambarkan aspek sosial dan ekonomi yang terlibat didalamnya, seperti pemenuhan kebutuhan pangan dan peluang pasar dari komoditas tanaman pangan. Dalam berusaha tani, selain mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan petani juga menelaah permintaan pasar akan suatu komoditas tertentu yang memiliki nilai jual tinggi dan bersaing. Petani akan membudidayakan tanaman yang akan meningkatkan pendapatannya.

Analisis LQ diberikan persentase 20% karena analisis ini memaparkan mengenai keunggulan komparatif dan pola penyebaran dari setiap komoditas di setiap kecamatan di Kabupaten Lampung Timur, yang secara tidak langsung hanya memberikan gambaran spasial mengenai wilayah-wilayah yang memiliki komoditas tanaman pangan tertentu sebagai sektor basis.

Sedangkan analisis tren luas panen diberikan persentase terkecil 10% (setengah dari bobot analisis LQ) karena data luas panen telah dijadikan dasar perhitungan LQ. Analisis tren luas panen dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai kecenderungan luasan lahan tanaman pangan yang dapat dipanen dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.

Penetapan komoditas unggulan khususnya tanaman pangan dilakukan untuk menjaga kesinambungan suplai sehingga komoditas tersebut dapat terjaga produksinya dan meningkat kualitasnya. Berkaitan dengan hal tersebut maka akan ditentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi daerah sentra pengembangan komoditas unggulan tersebut. Selain untuk menjaga ketahanan pangan daerah, penetapan komoditas unggulan tanaman pangan diharapkan dapat menjaring investasi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah khususnya dan perekonomian masyarakat pada umumnya.

Hasil dari beberapa alat analisa (Tabel 20) menunjukkan komoditas padi sawah, jagung dan ubi kayu adalah komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan Kabupaten Lampung Timur. Selanjutnya ketiga komoditas terpilih akan dianalisa lebih lanjut untuk melihat urutan prioritas komoditas dan arah pengembangannya di wilayah Kabupaten Lampung Timur.

64

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk komoditas padi sawah, jagung, dan ubi kayu. Analisis dilakukan berdasarkan peta satuan lahan dengan menggunakan pendekatan analisis bentang lahan yang telah dipetakan oleh Bappeda Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006.

Kelas kesesuaian lahan untuk komoditi tanaman pertanian terpilih padi sawah, jagung, dan ubi kayu ditentukan oleh karakteristik lahan, meliputi : temperatur (t), ketersediaan air (wa), ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), retensi hara (nr), toksisitas (xc), sodisitas (xn), bahaya sulfidik (xs), bahaya banjir (fh), dan bahaya erosi (eh). Kriteria penilaian kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas terpilih (Lampiran 1, 2 dan 3) mengacu kepada dokumen yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian (Djaenudin et al., 2003).

Menurut konsep dasar kerangka evaluasi lahan (FAO, 1976) sesuai dengan tujuannya kesesuaian lahan dibedakan atas kesesuaian lahan secara fisik (kualitatif) dan kesesuaian lahan secara ekonomik (kuantitatif). Dalam penelitian ini evaluasi kesesuaian lahan hanya secara fisik (kualitatif). Sistem kesesuaian lahan yang digunakan, dibedakan menjadi kelas sesuai (S) dan kelas tidak sesuai (N). Kelas S masih dibedakan menjadi tiga kelas. Keempat kelas kesesuaian lahan tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. kelas S1 - lahan sangat sesuai (highly suitable) lahan tidak mempunyai faktor pembatas berarti yang mempengaruhi pengelolaan tanah/tanamannya;

2. kelas S2 - lahan cukup sesuai (moderately suitable) lahan mempunyai pembatas ringan yang dapat mempengaruhi pengelolaan tanah/tanaman dan masukan biaya ringan;

3. kelas S3 - lahan sesuai marjinal (marginally suitable) lahan mempunyai pembatas agak berat yang dapat mempengaruhi pengelolaan tanah/tanaman dan masukan biaya sedang sampai tinggi;

4. kelas N - lahan tidak sesuai (not suitable) lahan mempunyai pembatas berat perbaikannya memerlukan biaya yang sangat besar tetapi tidak akan sesuai dengan produksi yang dihasilkan.

Kelas kesesuaian lahan dibedakan dalam subkelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas yang paling dominan/berat. Subkelas kesesuaian lahan ditulis dengan simbol kelas ditambah huruf kecil yang menyatakan faktor pembatas tersebut.

Evaluasi kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas unggulan dilakukan terhadap setiap satuan lahan yang disusun berdasarkan urutan komponen-komponen: satuan bentuk lahan dan tingkat torehan, ketinggian tempat dari permukaan laut, relief dan lereng, bahan induk tanah, dan penggunaan lahan. Berdasarkan Peta Satuan Lahan (Bappeda Kabupaten Lampung Timur, 2006) di Kabupaten Lampung Timur terdapat 27 satuan lahan, seperti disajikan pada Lampiran 5. Hasil klasifikasi kesesuaian lahan untuk padi sawah, jagung, dan ubi kayu pada satuan lahan tersebut dicantumkan pada Tabel 21.

Kesesuaian Lahan untuk Padi Sawah

Hasil penilaian untuk tanaman padi sawah dengan berasumsi pada tingkat pengelolaan sedang, artinya segala masukan yang masih mungkin diberikan dan secara ekonomis masih menguntungkan di lakukan, misalnya pembuatan teras dan pemupukan, terdapat lahan seluas 55 072 hektar (20.05%) cukup sesuai (kelas S2) dengan faktor pembatas media perakaran/retensi hara/lereng. Lahan seluas 99 666 hektar (36.28%) sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas retensi hara, sedangkan lahan seluas 119 944 hektar (43.67%) tidak sesuai (kelas N) dengan faktor pembatas lereng, toksisitas/pirit dangkal, dan kondisi media perakaran (tekstur tanah pasir). Secara spasial subkelas kesesuaian padi sawah tersebut dicantumkan pada Gambar 9.

Untuk melihat apakah terdapat penggunaan lahan sawah pada lahan dengan kelas kesesuaian N, maka dilakukan overlay peta kesesuaian lahan dengan peta penggunaan lahan. Hasil dari overlay tersebut menunjukkan bahwa masyarakat masih mengusahakan sawah di lahan yang tidak sesuai (seluas 16 904 hektar). Hal ini mengindikasikan para pelaku usahatani kurang memperhatikan kondisi biofisik lahannya, dan lebih mengedepankan sisi ekonomi lahan untuk saat ini daripada kelestarian lingkungan dalam berusaha tani.

66

Komoditas Kesesuaian Lahan Satuan Lahan Luas

Kelas Sub Kelas Faktor pembatas (Ha)

Padi Sawah S2 S2eh/rc bahaya erosi/

media perakaran 17, 20, 21, 22 24 384 S2nr/rc retensi hara/ media perakaran 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 12, 19 30 688 Jumlah S2 55 072 S3 S3nr retensi hara 13, 14, 15, 16, 18 99 666 Jumlah S3 99 666 N Nxs bahaya sulfidik 6, 7, 11 3 500 Nrc media perakaran 10 844

Neh bahaya erosi 23, 24, 25 115 600

Jumlah N 119 944

Jagung S1 - - 17, 19 4 220

Jumlah S1 4 220

S2 S2eh/wa bahaya erosi/

ketersediaan air

23 1 832

S2rc media perakaran 21, 22 10 930

Jumlah S2 12 762

S3 S3eh/wa bahaya erosi/

ketersediaan air

25 41 889

S3nr retensi hara 18 5 817

S3nr/wa retensi hara/

ketersediaan air 13, 14, 15, 16 80 933 S3oa ketersediaan oksigen 3, 4, 5, 8, 9 91 251 S3oa/wa ketersediaan oksigen/ ketersediaan air 1, 2, 12 14 732

S3wa ketersediaan air 24 18 733

Jumlah S3 253 355 N Nrc media perakaran 10 844 Nxs bahaya sulfidik 6, 7, 11 3 500 Jumlah N 4 344 Ubi Kayu S1 - - 19 3 835 Jumlah S1 3 835

S2 S2eh/rc bahaya erosi/

media perakaran

23, 24 19 758

S2rc media perakaran 17, 20 24 349

Jumlah S2 44 710

S3 S3eh bahaya erosi 25 21 393

S3nr retensi hara 13, 14, 15, 16, 18 99 666 S3oa ketersediaan oksigen 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 12 91 251 Jumlah S3 212 310 N Nrc media perakaran 21, 22 10 Nxs bahaya sulfidik 6, 7, 11 3 500 Jumlah N 14 430

*)Berdasarkan kriteria Puslitbangtanak (2003), dengan S1 = sangat sesuai, S2 = cukup sesuai, S3 = sesuai marjinal, dan N = tidak sesuai.

68 Berdasarkan hal tersebut, penyuluh pertanian sebagai agen transfer teknologi kepada petani perlu berperan lebih aktif dalam melakukan pembinaan ke kelompok tani. Sehingga kesadaran untuk berbudidaya tanaman dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan dapat ditingkatkan.

Kesesuaian Lahan untuk Jagung

Berdasarkan hasil penilaian untuk tanaman jagung terdapat lahan dengan kelas S1 (sesuai) seluas 4 220 hektar (1.54%). Untuk kelas S2 (cukup sesuai) dengan faktor pembatas ketersediaan air/lereng/media perakaran terdapat lahan seluas 12 762 hektar (4.65%). Lahan seluas 253 355 hektar (92.24%) kelas S3 (sesuai marginal) dengan faktor pembatas ketersediaan air/ketersediaan oksigen/ retensi hara/lereng, sedangkan lahan seluas 4 344 hektar (1.58%) kelas N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas media perakaran/ toksisitas. Untuk jagung sub kelas kesesuaian lahan tersebut secara spasial disajikan pada Gambar 10.

Sedangkan untuk melihat apakah jagung telah diusahakan pada lahan-lahan yang sesuai, atau bahkan pada lahan yang tidak sesuai, maka dilakukan overlay

peta kesesuaian lahan dengan peta penggunaan lahan. Hasil dari overlay

menunjukkan terdapat beberapa penggunaan lahan untuk jagung di lahan-lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan N, yaitu tegalan seluas 2 083 hektar dan kebun campuran 506 hektar.

Lahan-lahan yang diusahakan petani dalam budidaya jagung sebagian besar (96.08%) memiliki kelas kesesuaian lahan sesuai marjinal (S3). Berdasarkan

overlay peta kesesuaian lahan dengan peta penggunaan lahan, terdapat lahan seluas 116 329 hektar (terdiri dari 25 970 hektar kebun campuran dan 90 359 hektar tegalan) yang diusahakan untuk budidaya jagung memiliki kelas kesesuaian lahan S3. Kondisi tersebut di atas menunjukkan walaupun secara biofisik lahan tersebut sudah memiliki tingkat kesuburan yang rendah, tetapi masyarakat masih mau memberikan input lebih sehingga produksi yang diharapkan dapat tercapai. Akibatnya meningkatkan biaya produksi dan dapat mengurangi keuntungan sehingga perlu adanya introduksi penggunaan pupuk ataupun benih yang dapat memberikan output optimal.

70

Kesesuaian Lahan untuk Ubi Kayu

Untuk tanaman ubi kayu terdapat lahan seluas 3 835 hektar (1.40%) sesuai (kelas S1). Untuk kelas S2 (cukup sesuai) dengan faktor pembatas media perakaran/lereng terdapat lahan seluas 44 107 hektar (16.06%). Lahan seluas 212 310 hektar (77.29%) sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas ketersediaan oksigen/retensi hara/lereng, sedangkan lahan seluas 14 430 hektar (5.25%) tidak sesuai (kelas N) dengan faktor pembatas media perakaran/toksisitas. Untuk ubi kayu sub kelas kesesuaian lahan tersebut secara spasial disajikan pada Gambar 11.

Seperti halnya jagung, ubi kayu merupakan tanaman palawija yang

Dokumen terkait