• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Penelitian

II.2 Uraian Teoritis

II.2.3 Teori Penetrasi Sosial

Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory – SPT) dari Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973) merupakan salah satu karya penting dalam perjalanan panjang penelitian di bidang perkembangan hubungan. Diskusi awal mengenai Teori Penetrasi Sosial dimulai pada tahun 1960-an dan 1970-an. Era dimana membuka diri dan berbicara terus terang dianggap sebagai strategi membangun hubungan yang berarti. Melalui studi yang ekstensif dalam suatu area mengenai ikatan sosial pada berbagai macam tipe pasangan, Altman & Taylor mengkon-septualisasikan Teori Penetrasi Sosial untuk memahami kedekatan hubungan antara dua orang. Walaupun teori ini berakar pada sebuah generasi dimana berbicara secara bebas adalah sebuah hal yang dianggap penting, banyak bagian dari teori ini yang masih relevan dengan masa kini karena kita hidup di dalam masyarakat dimana keterbukaan tetap merupakan karakteristik yang dianggap penting dari seseorang. Hubungan antarpribadi merupakan hal yang hidup dan dinamis. Hubungan ini selalu berkembang (DeVito, 2011 : 250). Untuk mengetahui bagaimana suatu hubungan antarpribadi berkembang atau sebaliknya rusak, dapat dilakukan dengan mempelajari sebuah teori komunikasi yang disebut

19 Universitas Sumatera Utara Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory – SPT) dari Irwin Altman & Dalmas Taylor (1973). SPT merupakan sebuah teori yang menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, yaitu sebuah proses yang Altman & Taylor identifikasi sebagai penetrasi sosial.

SPT sudah diterima secara luas melalui oleh sejumlah ilmuan dalam disiplin ilmu komunikasi. Sebagian alasan dari daya tarik teori ini adalah pendekatannya yang langsung pada perkembangan hubungan.

West & Turner (2009 : 197-199) menyebutkan bahwa SPT dibangun di atas sejumlah asumsi berikut:

1. Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim

Hubungan komunikasi antara orang dimulai pada tahapan superfisial dan bergerak pada sebuah kontinum menuju tahapan yang lebih intim. Walaupun tidak semua hubungan terletak pada titik ekstrem, tidak intim maupun intim. Bahkan banyak dari hubungan kini terletak pada sutu titik di antara dua kutub tersebut. Sering kali, kita mungkin menginginkan kedekatan hubungan yang moderat. Contohnya, kita mungkin ingin agar hubungan dengan rekan kerja kita cukup jauh sehingga kita tidak perlu mengetahui apa yang terjadi di rumahnya setiap malam atau berapa banyak uang yang ia miliki di bank. Akan tetapi, kita perlu untuk mengetahui cukup infor-masi personal untuk menilai apakah ia mampu menyelesaikan tanggung jawab-nya dalam sebuah proyek tim.

2. Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi

Secara khusus para teoretikus penetrasi sosial berpendapat bahwa hubungan-hubungan berkembang secara sistematis dan dapat diprediksi. Beberapa orang mungkin memiliki kesulitan untuk menerima klaim ini. Hubungan seperti proses komunikasi bersifat dinamis dan terus berubah, tetapi bahkan sebuah hubungan yang dinamis mengikuti standar dan pola perkembangan yang dapat diterima. Meskipun kita mungkin tidak mengetahui secara pasti mengenai arah dari sebuah hubungan atau dapat menduga secara pasti masa depannya, proses penetrasi sosial cukup teratur dan dapat diduga. Tentu saja, sejumlah peristiwa dan variabel lain (waktu, kepri-badian dan sebagainya) mempengaruhi cara perkembangan hubungan

20 Universitas Sumatera Utara dan apa yang kita prediksikan dalam proses tersebut. Sebagaimana disimpulkan oleh Altman & Taylor (1973), “orang tampaknya memiliki mekanisme penyesuaian yang sensitif yang membuat mereka mampu untuk memprogram se-cara hati-hati hubungan interpersonal mereka”.

3. Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan

disolusi. Mulanya, kedua hal ini mungkin terdengar aneh. Sejauh ini kita telah memba-has titik temu dari sebuah hubungan. Akan tetapi hubungan dapat menjadi berantakan, atau menarik diri (depenetrate) dan kemunduran ini dapat menyebabkan terjadinya disolusi hubungan. Berbicara mengenai penarikan diri dan disolusi, Altman & Taylor menyatakan kemiripan proses ini dengan sebuah film yang diputar mundur. Sebagaimana komunikasi memungkinkan sebuah hubungan untuk bergerak maju menuju tahap keintiman, komunikasi dapat menggerakkan hubungan untuk mundur menuju tahap ketidak-intiman. Jika komunikasi penuh dengan konflik, contohnya, dan konflik ini terus berlanjut menjadi desktruktif dan tidak bisa diselesaikan, hubungan itu mungkin akan mengambil langkah mundur dan menjadi lebih jauh. Para teoretikus penetrasi sosial berpikir bahwa penarikan diri, seperti proses penetrasi, seringkali sistematis. Jika sebuah hubungan mengalami depenetrasi, hal ini tidak berarti bahwa hubungan tersebut akan secara otomatis hilang atau berakhir. Sering kali, suatu

hubungan akan mengalami transgresi (transgression), atau pelanggaran

aturan, pelaksanaan, dan harapan dalam berhubungan. Transgresi ini mungkin tampak tidak dapat terselesaikan dan sering kali memang demikian.

4. Self-disclosure (pengungkapan diri) adalah inti dari perkembangan

hubungan. Self-disclosure secara umum didefinisi-kan sebagai suatu proses pembukaan informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain yang memiliki tujuan. Biasanya, informasi yang ada di dalam self-disclosure adalah informasi yang signifikan.

Menurut Altman & Taylor (1973), hubungan yang tidak intim bergerak menuju hubungan yang intim karena adanya keterbukaan diri. Proses ini

21 Universitas Sumatera Utara memungkinkan orang untuk saling mengenal dalam sebuah hubungan. Self-disclosure membantu membentuk hubungan masa kini dan masa depan antara dua orang, dan “membuat diri terbuka terbuka terhadap orang lain memberikan kepuasan yang intrinsik”. Altman & Taylor (1973) percaya bahwa hubungan orang sangat bervariasi dalam penetrasi sosial mereka. Dari suami-istri, antara supervisor-karyawan, pasangan main golf, dokter-pasien, hingga para teoritikus menyimpulkan bahwa hubungan “melibatkan tingkatan berbeda dari perubahan keintiman atau tingkat penetrasi sosial”. Mereka juga menyatakan bahwa hubungan mengikuti suatu trayek (trajector), atau jalan setapak menuju kedekatan. Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa hubungan bersifat teratur dan dapat diduga dalam perkembangannya. Karena hubungan adalah sesuatu yang penting dan “sudah ada di dalam hati kemanusiaan kita” (Rogers dan Escudero, 2004 : 3), para teoritikus SPT berusaha untuk menguraikan kompleksitas dan prekditabilitas yang terus menerus dari suatu hubungan.

Tahapan Proses Penetrasi Sosial

Tahapan-tahapan dari proses penetrasi adalah sebagai berikut:

1. Tahap Orientasi (Orientation Stage): Membuka Sedikit Demi Sedikit. Tahap

paling awal dari interaksi, disebut sebagai tahap orientasi (orientation stage), yang terjadi pada tingkat publik; hanya sedikit mengenai diri kita yang terbuka untuk orang lain. Komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal). Para individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi bersifat sangat umum saja.

Pada tahap ini, hanya sebagian kecil dari diri kita yang terungkap kepada orang lain. Ucapan atau komentar yang disampaikan orang biasanya bersifat basa-basi yang hanya menunjukkan informasi permukaan atau apa saja yang tampak secara kasat mata pada diri individu. Pada tahap ini juga, orang biasanya bertindak menurut cara-cara yang diterima secara sosial dan bersikap hati-hati agar tidak mengganggu harapan masyarakat. Singkatnya, orang berusaha untuk tersenyum dan bertingkah laku sopan.

Menurut Taylor dan Altman (1987) dalam Morissan (2010 : 191), orang memiliki kecenderungan untuk enggan memberikan evaluasi atau

22 Universitas Sumatera Utara memberikan kritik selama tahap orientasi karena akan dinilai sebagai tidak pantas dan akan mengganggu hubungan di masa depan. Kalaupun ada evaluasi atau kritik maka hal itu akan dilakukan dengan cara halus. Kedua belah pihak secara aktif berusaha menghindarkan diri untuk tidak terlibat dalam konflik sehingga mereka mendapat peluang untuk saling menjajagi pada waktu yang akan datang. Jika pada tahap ini mereka yang terlibat merasa cukup mendapatkan imbalan dari interaksi awal mereka akan melanjutkan ke tahap berikutnya.

2. Tahap Pertukaran Penjajakan Afektif (Exploratory Affective Exchange

Stage): Munculnya Diri. Tahap pertukaran penjajakan afektif (exploratory affective exchange stage) merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seseorang individu mulai muncul. Apa yang tadinya pribadi mulai menjadi publik. Jika pada tahap orientasi, orang bersikap hati-hati dalam menyampaikan informasi mengenai diri mereka maka pada tahap ini orang melakukan ekspansi atau perluasan terhadap wilayah publik diri mereka.

Tahap ini terjadi ketika orang mulai memunculkan kepribadian mereka kepada orang lain. Apa yang sebelumnya merupakan wilayah pribadi, sekarang menjadi wilayah publik. Orang mulai menggunakan pilihan kata-kata atau ungkapan yang bersifat lebih personal. Komunikasi juga berlangsung sedikit lebih spontan karena individu merasa lebih santai dengan lawan bicaranya, mereka juga tidak terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu yang akan mereka sesali kemudian. Perilaku berupa sentuhan dan ekspresi emosi (misalnya perubahan raut wajah) juga meningkat pada tahap ini. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut ataukah tidak. Dalam hal ini, Taylor & Altman (dalam Morissan, 2010 : 192) mengatakan bahwa banyak hubungan yang tidak berlanjut setelah tahapan ini.

3. Pertukaran Afektif (Exploratory Exchange Stage): Komitmen dan

Kenyamanan. Tahap pertukaran afektif (affective exchange stage) termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” di mana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering

23 Universitas Sumatera Utara kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Tahap ini ditandai munculnya hubungan persahabatan yang dekat atau hubungan antara individu yang lebih intim. Pada tahap ini juga muncul perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki, kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Sehingga komitmen yang lebih besar dan perasaan yang lebih nyaman terhadap pihak lainnya juga menjadi ciri tahap ini. Selain itu, pesan nonverbal yang disampaikan akan lebih mudah dipahami. Misalnya, sebuah senyuman memiliki arti “saya mengerti”, anggukan kepala diartikan “saya setuju” dan seterusnya. Kata-kata, ungkapan atau perilaku yang bersifat lebih personal bahkan unik lebih banyak digunakan di tahap ini.

Namun demikian, tahapan ini juga ditandai dengan adanya perilaku saling kritik, perbedaan pendapat dan bahkan permusuhan antar individu, tetapi semua itu menurut Altman & taylor, belum berpotensi mampu mengancam kelangsungan hubungan yang sudah terbina. Pada tahap ini, tidak ada hambatan untuk saling mendekatkan diri, namun demikian, banyak orang masih berupaya untuk melindungi diri mereka agar tidak merasa terlalu lemah atau rapuh dengan tidak mengungkapkan informasi diri yang terlalu sensitif.

4. Pertukaran Stabil (Stable Exchange Stage): Kejujuran Total dan Keintiman. Tahap pertukaran stabil (stable exchange stage) berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yang mengakibatkan munculnya spontani-tas & keunikan hubungan yang tinggi. Tidak banyak hubungan antar-individu yang mencapai tahapan ini. Individu menunjukkan perilaku yang sangat intim sekaligus sinkron yang berarti perilaku masing-masing individu sering kali berulang, dan perilaku yang berulang itu dapat diantisipasi atau diperkirakan oleh pihak lain secara cukup akurat. Para pendukung SPT percaya kesalahan interpretasi makna komunikasi jarang terjadi pada tahap ini. Hal ini disebabkan masing-masing pihak telah cukup berpengalaman dalam melakukan klarifikasi satu sama lain terhadap berbagai keraguan pada makna yang disampaikan. Pada tahap

24 Universitas Sumatera Utara ini individu telah membangun sistem komunikasi personal mereka yang menurut Altman & Taylor akan menghasilkan komunikasi yang efisien. Artinya, pada tahap ini, makna dapat ditafsirkan secara jelas dan tanpa keraguan.

Menurut Mark Knapp Anita Vangelisti dalam Morissan (2010 : 188), keterbukaan untuk mengungkapan infomrasi yang bersifat intim harus didasarkan atas kepercayaan. Menurut mereka, jika kita menginginkan resiprositas dalam hal keterbukaan maka kita harus mencoba untuk memperoleh kepercayaan dari orang lain dan sebaliknya kita juga harus percaya dengan orang lain.

Dokumen terkait