• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.3 Pengalaman dengan Subjek 1 Kasus

Subjek berinisial Ro, saat ini berumur 22 tahun dengan tinggi badan 165 cm, dengan berat 50 kg. Ro adalah anak ke 3 dari 3 orang bersaudara yang lahir di Koa Kisaran. Saat menikah, A berumur 20 tahun sedangkan suaminya berumur 24 tahun. Subjek adalah suku Batak, beragama Kristen dengan jumlah anak saat ini 2 orang, satu laki-laki dan satu orang perempuan. Tampilan subjek dengan rambut pendek sebahu, menggunakan kaca mata minus 5. Ro berpakaian rapi jika berangkat kerja karena tuntutan pekerjaan sebagai pegawai swasta di kantor milik pamannya yang bergerak di bidang jasa pengangkutan. Tapi jika sudah di rumah, Ro tampil tidak rapi, rambut acak-acakan, pakai pakaian sesukanya. Menurut Ro, sebenarnya suami Ro tipikal pendiam (tidak suka berbicara). Suaminya anak pertama dari 3 (tiga) bersaudara, yang dibesarkan di Kota Tarutung. Pertama kali bertemu, subjek tampak ragu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Peneliti tetap menjalin kedekatan dengan subjek sehingga timbul kepercayaan subjek untuk menceritakan masalah yang dihadapinya kepada peneliti.

Pada pertemuan pertama, peneliti memperkenalkan diri pada Ro dan menjelaskan maksud penelitian. Awalnya Ro agak ragu, tetapi dengan bantuan teman peneliti, yang merupakan tetangga Ro, akhirnya Ro bersedia menjadi informan dalam penelitian ini, karena Ro merasa, W, sudah tahu sebagian hidupnya karena suaminya sering teriak-teriak tengah malam yang sering membangunkan tetangga. Ro mengatakan bahwa dirinya sebenarnya takut menceritakan masalah rumah tangga

kepada orang lain, dia tidak ingin orang lain mengetahui kehidupannya, tetapi dirinya sudah tidak tahan memendamnya sendiri terus terusan sehingga ingin sekali dia menceritakan masalah ini pada orang lain yang dapat memahaminya.

Ro menceritakan bahwa KDRT yang dialaminya pada kehamilan anaknya yang kedua, usia kehamilan 6 bulan ke 7 bulan. Kejadiannya waktu itu, dirinya sedang menidurkan anaknya yang pertama di kamar, sementara suaminya baru pulang, dengan suara keras dan mengetuk pintu keras-keras, suaminya berteriak minta dibukakan pintunya. Ro tidak menjawabnya karena merasa sangat mengantuk, tetapi karena suaminya terus-terusan teriak dan malu sama tetangga, dirinya juga ketakutan suaminya sangat marah. Dan benar saja, dengan susah payah Ro turun dari tempat tidur dan membuka pintu, dilihatnya mata suaminya merah, mulutnya bau minuman, tanpa basa basi suaminya mendorong Ro dan menampar mukanya sambil berkata “lama kali kau buka pintunya monyet...gak kau tengok aku capek manggil- manggil kau, dasar anjing”. Ro mengatakan hatinya sangat sakit dan perih, menurutnya suaminya sudah keterlaluan sekali dengan mengeluarkan kata-kata kasar, karena belum pernah dirinya dihina dengan menyebut nama-nama binatang oleh orangtuanya, tapi suaminya gampang saja menyebutnya dengan nama-nama binatang seperti monyet, anjing, babi. Peneliti melihat Ro menitikkan air mata, menangis sesenggukan. Peneliti mengelus punggung Ro, agar dirinya kuat dan bersabar.

Saat peneliti menanyakan kepada Ro mengapa tidak melawan, Ro mengatakan akan hancurlah dirinya jika melawan suaminya karena badan suaminya besar. Pernah dirinya habis dipukul, timbul biru-biru (memar) di bekas pukulannya.

Dadanya pun sering sesak setelah dipukul. Peneliti menunjukkan empati dengan menenangkan Ro agar lebih bersabar dan lebih kuat dan terharu mengapa suaminya begitu tega pada dirinya.

Dua hari berikutnya, sesuai dengan janji yang telah kami sepakati, peneliti bertemu kembali dengan Ro, dan menanyakan kesiapannya untuk melakukan wawancara. Setelah Ro menyatakan siap, peneliti menanyakan bagaimana kisah perkenalan Ro dengan suaminya tersebut sampai dengan menikah. Ro menjelaskan bahwa dirinya dijodohkan sama paribannya. Dirinya tidak terlalu tahu latar belakang suaminya tersebut karena suaminya orang Tarutung, sementara dia tinggal di Kisaran. Ketika ada pertemuan keluarga, dirinya dijodohkan dan Ro menurutinya karena menurutnya saat pertama kali bertemu, suaminya itu dilihatnya sebagai orang yang baik.

Ro mengatakan bahwa suaminya berpendidikan SMA. Dulu pada saat berkenalan sampai dengan awal pernikahan, suaminya tidak kejam, tetapi sekarang suaminya temperamental, ada masalah sedikit marah, memukul, jika ada perkataan yang tidak cocok dengan dia, Ro dimakinya. Kata-kata binatang mudah saja terlontar dari mulut suaminya jika marah. Pernah juga punggung Ro dipukul hingga dirinya jatuh tersungkur, serta pernah diancam akan dibunuh.

Suami Ro mulai berubah sejak hamil kedua, Ro mengatakan tidak mengerti sebabnya, karena dirinya karena urusan pekerjaan pergi ke luar kota Kisaran. Kadang dalam satu minggu ada beberapa kali ke Medan, karena perintah dari atasannya, sehingga dirinya dan suami sangat jarang berkomunikasi. Suaminya jadi sangat

kurang perhatiannya pada Ro. Karena urusan kerja yang padat, hari-hari Ro dilewati dengan kelelahan sampai di rumah kadang cepat tidur. Tapi jika sudah bertemu dengan suaminya mereka seringkali berantem, main pukul, menurut Ro, suaminya sangat kasar padanya.

Ketika peneliti menanyakan apakah suaminya tidak pernah meminta maaf, Ro menjawab dengan pesimis. Suaminya seringkali mengatakan bahwa yang salah salah adalah Ro jadi dirinya tidak bersalah sehingga tidak perlu meminta maaf. Suaminya sering mengatakan bahwa perempuan harus menuruti apa yang dikatakan suami. Tanggapan keluarga Ro dan mertuanya hampir sama, mereka justru menyalahkan Ro, karena menurut mereka, Ro kurang perhatian pada suaminya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, dikatakan mereka, Ro adalah istri yang tidak mengerti suami. Hal tersebut menyebabkan Ro menjadi stres, karena ada anggapan Ro tidak peduli dengan suami dan anaknya.

Pada saat hamil, suami Ro juga tidak memberikan perhatian yang selayaknya. Suaminya tidak pernah memegang atau mengelus-elus perut Ro. Demikian juga ketika Ro melakukan pemeriksaan atau kunjungan ANC, suaminya tidak mau disuruh mengantar, bahkan seringkali suaminya menelepon adik perempuannya yang disuruh untuk mengantar Ro pergi ke bidan, padahal suaminya di rumah hanya tidur dan menonton TV. Dulu pernah dirinya meminta tolong agar diantarnya suaminya ke bidan tapi langsung membentuk dengan mengatakan “monyet kau, gak tau kau aku baru tidur. Pigi sendiri kau bodat”. Daripada terus terjadi pertengkaran, dirinya lebih

sering memilih pergi sendiri tanpa meminta antar suaminya karena menurutnya dirinya masih kuat dan mampu.

Masalah perekonomian keluarga, Ro mengatakan bahwa suaminya tidak jelas kerjanya. Setelah di-PHK dari perusahaannya dulu yang bangkrut, suaminya kadang kerja kadang tidak. Keluarga keluarga, Ro yang menanggung, karena dirinya bekerja di tempat saudaranya, karena orangnya baik kadang Ro dapat tambahan gaji kalau pergi ke Medan atau keluar kota lain. Dirinya harus pandai-pandai berhemat dalam pengeluaran keluarga. Dirinya juga usaha jualan “Tupperware” yang ditawarkan pada teman-teman kerjanya atau tetangga. Menurutnya sekarang barang-barang mahal, sehingga harus pandai menyimpan uang.

Ro mengatakan bahwa dirinya cukup sering mengalami kekerasan sampai dirinya tidak ingat lagi. Apalagi kalau suaminya habis mabuk-mabukan, atau kalah bermain judi, Ro seringkali dimaki-maki, dipukul, dijambak. Hatinya merasa sakit sekali. Dirinya hanya pasrah karena sebagai seorang perempuan tidak dapat berbuat banyak ketika dipukuli suaminya, tenaganya kalah jauh dari suaminya. Sempat beberapa kali Ro kabur dari rumah dan kembali ke rumah orangtuanya, tetapi suaminya menyusul dengan meminta maaf dan berjanji pada keluarga tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Tapi hal tersebut hanya berlaku 1-2 minggu, setelah itu diulangi lagi perbuatannya.

Dalam masalah hubungan suami istri, suaminya juga sering kali memaksa. Pada saat Ro tidak ingin melakukan hubungan badan, suaminya meminta padahal Ro saat itu sedang capek atau karena perut yang terus membesar. Jadi, dirinya melakukan

dengan terpaksa. Menurutnya, dalam hubungan suami istri pun mereka sudah tidak harmonis lagi. Ro sebenarnya sudah malas untuk berhubungan intim dengan suaminya karena suaminya melakukannya tanpa cinta, hanya nafsu semata dengan perilaku yang kasar. Ro mengatakan bahwa sekarang gairahnya perlahan menghilang, mengalami penurunan. Sebelum melakukan hubungan seks, suaminya mempunyai kebiasaan melihat film porno di hape, dan kadang menuntut pada Ro untuk melakukan sesuai apa yang dilihatnya di film tersebut. Menurut Ro, kalau masih wajar-wajar saja dirinya tidak keberatan, tapi jika sudah berlebihan seperti yang diikat saat melakukan hubungan badan dirinya tidak mau. Tetapi jika dirinya menolak atau tidak mau, suaminya semakin marah dan dipaksanya Ro untuk melayani, kalau Ro tetap menolak maka dia ditunjangnya, dan didorong ke tempat tidur terus dengan kesetanan suaminya menyetubuhi Ro, seperti pemerkosaan.

Sebenarnya Ro menaruh curiga pada suaminya kalau suaminya tersebut melakukan hubungan seks dengan PSK, tetapi dirinya kurang tahu pergaulan suaminya di luar rumah. Seringkali Ro ketakutan jika dirinya tertular penyakit kelamin dari suaminya, karena belakangan ini Ro mengalami keputihan. Menstruasi Ro juga menjadi tidak teratur, kadang datangnya cepat belum sampai sebulan, kadang terlambat lebih dari satu bulan. Demikian juga dengan volume darah haid yang keluar, kadang banyak, kadang sedikit.

Kebiasaan yang sering dilakukan Ro setelah dipukuli suaminya, yaitu menangis di kamar, dirinya merasa orang yang tidak berguna, malas berdandan kalau di rumah. Menurutnya, dirinya bertahan dalam pernikahan tersebut karena anaknya.

Anaknya yang menjadi penguat dirinya mempertahankan pernikahan tersebut, selain itu malu pada keluarganya karena suaminya adalah perjodohan keluarga.

Saat peneliti menanyakan pada Ro mengapa tidak melaporkan suaminya ke polisi, Ro mengatakan tidak mau ribut-ribut, malu pada keluarganya, pada tetangganya. Ro mengatakan dirinya mau suaminya itu sadar. Jika dirinya melapor ke polisi maka akan terbuka masalah keluarganya pada orang lain, sehingga dirinya lebih memilih diam dan berdoa pada Tuhan semoga suaminya kembali seperti dahulu kala.

Ro mengatakan, dampak pemukulan suami pada kehamilannya yaitu pada saat dirinya ditendang pada bagian perut, perutnya mengalami kontraksi, sempat juga terjadi perdarahan, tetapi dirinya terus meminta bidan untuk memeriksanya dan dengan obat yang diberikan oleh bidan, kandungannya tidak mengalami keguguran. Karena KDRT itu, Ro lari lagi ke tempat orangtuanya, tetapi seminggu kemudian suaminya datang meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi, akhirnya dirinya pulang kembali ke rumahnya.

Ketika peneliti menanyakan siapa yang menemaninya saat melahirkan, Ro mengatakan bahwa yang menemani adalah ibunya dan saudaranya yang lain. Cara Ro merawat bayi yaitu dirawat sendiri karena Ro mendapat cuti melahirkan. Menurut Ro, suaminya tidak ada perhatian pada bayinya, sehingga yang memberi makan bayi, mencuci popok dirinya sendiri. Pada saat awal melahirkan, dirinya dibantu adiknya membereskan pekerjaan rumah seperti mencuci, memasak, dan lain-lain. Tetapi

setelah adiknya pergi kuliah ke Jawa, mau tidak mau dirinya yang mengerjakan pekerjaan rumah tersebut.

Perasaan Ro pada bayinya yaitu sangat sayang. Karena menurutnya anak itu adalah anaknya, darah dagingnya. Kadang memang timbul rasa benci jika melihat dia dan teringat bapaknya, tetapi jika ingat bahwa bayi itu darah dagingnya, tidak mempunyai salah, tidak berdosa, maka dirinya sangat menyayangi bayi tersebut. Interaksi yang terjadi antara Ro dan bayinya kurang hangat. Jika bayinya menangis, Ro menyuruhnya diam dengan mengelus-elus dan menggendongnya, tetapi kalau bayi tersebut tidak diam juga, Ro kadang mencubitnya. Ro mengatakan sangat kesal, karena hal tersebut mengingatkan dia pada suaminya. Kadang Ro memarahi anaknya dengan mengatakan bahwa anaknya tersebut sama saja dengan bapaknya membuat dirinya kesal. Tapi jika dipikir-pikir, dirinya merasa kasihan dengan anaknya, karena anaknya tidak tahu apa-apa. Kadang terlintas dalam pikirannya bahwa rasanya lebih baik dirinya berpisah dengan suaminya, karena suaminya itu bukan paribannya maka sudah ditinggalkan suaminya tersebut.

Jika bayinya terjatuh atau menangis, Ro cepat memberikan pertolongan dengan menggendongnya. Dalam pemberian ASI, Ro hanya memberikan seminggu saja, karena dia berpikir bahwa dirinya nanti akan bekerja, sehingga tidak dapat memberikan ASI terus menerus pada bayinya, jadi bayinya sejak satu minggu sudah diberi susu kotak. Saat bekerja, anaknya dititipkan pada neneknya dan setelah pulang kerja anak tersebut baru diambil oleh Ro.

Berkaitan dengan kebutuhan bayi maka yang membelikannya adalah Ro sendiri. Suaminya tidak memiliki pekerjaan yang tetap, sehingga penghasilannya juga tdak tetap, kalaupun ada pekerjaan hasilnya tidak nampak karena lebih banyak uangnya digunakan suaminya tersebut untuk bermain judi dan berfoya-foya dengan teman-temannya di warung tuak.

Jika bayi mengalami demam atau sakit, Ro membawanya ke bidan atau ke dokter. Suaminya tidak peduli dengan anaknya, yang diketahuinya bahwa anaknya tersebut sehat terus. Suaminya tersebut seringkali bangunnya siang hari, sore sampai malam pergi entah kemana, pulangnya besok paginya. Makanya Ro menjadi stres dan depresi jika terus memikirkan suaminya tersebut. Ro tidak berharap banyak dengan pernikahannya tersebut, yang diinginkannya bahwa suaminya tersebut bisa berubah seperti pada awal-awal pernikahan mereka.

4.3.2. Kasus 2

Subjek kedua adalah Ds, merupakan anak ke 2 dari 4 orang bersaudara yang lahir di Tanjung Balai dan sekarang menetap di Kota Kisaran. Saat ini, Ds, bekerja sebagai Honorer di Kantor Kelurahan. Ds bertubuh kurus memiliki tinggi 158 cm dengan berat badan 47 kg. Pertama kali bertemu, Ds mengenakan celana rok dengan tampilan rambut sebahu, wajah tanpa riasan dengan tampilan yang kurang rapi. Terdapat beberapa rambut putih (uban) di kepalanya yang tampak seperti disembunyikannya dengan menggunakan topi. Pada dahi Ds, terlihat kerut-kerutan seperti banyak berfikir, dan cenderung pendiam. Ds membina keluarga dengan

suaminya, So, sejak 2 tahun lalu, dan saat ini telah dikaruniai seorang anak perempuan. Ds, adalah teman dari Ro (subjek 1).

Awalnya sulit membuka pembicaraan tentang kekerasan yang dilakukan oleh suami Ds, karena Ds tertutup. Dengan kesabaran dan bantuan dari Ro (subjek 1) akhirnya Ds lebih terbuka dan mau menceritakan sedikit demi sedikit pengalaman hidupnya dengan suaminya tersebut. Ds menyatakan keheranannya kenapa suaminya tersebut sekarang berubah menjadi kasar dan mudah marah.

Kejadiannya bermula ketika suatu hari Ds membicarakan masalah rumah tangga yaitu Ds meminta uang belanja pada suaminya. Suami Ds adalah seorang sales di sebuah toko di Kisaran. Karena uang yang diberikan suaminya kemarin habis untuk belanja, hari itu Ds meminta kembali pada suaminya, tetapi suaminya menjawab “yang kau pikirnya aku gudang duit, semalam sudah kukasih kok minta lagi ini?”. Padahal uang yang diberikan telah habis untuk membeli kebutuhan sehari- hari dan susu bayi. Dengan emosi, suaminya langsung menampar pipi kirinya 2 kali sambil membentak “Kemana kau buat duit itu hah... dasar perempuan jalang....kau pikir gampang cari duit. Ini duit...ini duit kau rasakan hah” bukannya dikasih uang, pipi kanannya ditampar lagi, setelah itu Ds dijambak hingga terjatuh. Ds menjerit dan berlari meminta tolong, Ds merasakan tidak saja sakit tubuhnya terlebih lagi sakit hatinya.

Pada saat kejadian tersebut, Ds sedang hamil 5 bulan dan terus saja terjadi. Setelah kejadian tersebut suaminya mengusir Ds pergi dari rumah, sedang kondisi Ds mengalami memar pada pipi kiri dan kanan, mulut mengeluarkan darah segar. Pada

saat kejadian tersebut, karena emosinya tidak disengaja suaminya menekan perut Ds. Ds merasakan sakit yang luar biasa. Karena ketakutan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada kandungannya, Ds pun memeriksa kandungannya ke bidan, syukurlah menurut bidan tidak terjadi hal-hal yang membahayakan janinnya. Ds takut kalau terjadi keguguran pada kehamilan 5 bulan tersebut.

Dalam hubungan seksual, suami Ds juga seringkali memaksa, padahal kadang kondisi Ds kurang sehat. Di sisi lain sebagai seorang istri harus memenuhi kewajibannya melayani suami. Seringkali pada tengah malam suami Ds meminta berhubungan intim, sedangkan Ds sangat capek dan mengantuk. Selain itu, suaminya juga melakukan hubungan intim secara kasar, sehingga Ds tidak merasakan kenikmatan dalam melakukan hubungan seks melainkan hanya rasa sakit.

Berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi, Ds mengatakan bahwa sebelum hamil dulu menstruasinya lancar, tetapi setelah melahirkan menstruasi menjadi tidak teratur, lebih sering datang terlambat. Kebiasaan suami Ds dalam melakukan hubungan seks yaitu dengan menonton video porno terlebih dahulu. Jika diingatkan oleh Ds jangan terlalu sering menonton video porno, suaminya malah marah dan membentak Ds dengan mengatakan “Kenapa rupanya? Angek kau, dari pada aku kemana-mana lebih baik aku nonton itu ngerti kau... kau pun kalau disuruh ngelayani banyak kali alasan... dasar perempuan gak guna!!!”.

Setelah menceritakan hal itu, Ds tiba-tiba ingin cepat pulang karena takut suaminya mencarinya. Ds berjanji dan bersedia akan menceritakan kisahnya tentang

perilaku suaminya dan interaksi dirinya dengan bayinya pada peneliti dengan memberi nomor telepon genggam dan 2 hari kemudian bertemu kembali.

Pada tanggal 15 April 2014, peneliti bertemu kembali dengan Ds di Kafe Mawar Kisaran. Setelah menyampaikan salam, peneliti menanyakan kesediaan Ds untuk berbagi kisahnya dan awal pertemuannya dengan suaminya tersebut. Menurut Ds, suaminya tersebut adalah kakak kelasnya di SMA 1 Kisaran. Mereka berpacaran ± 3 tahun. Setelah tamat sekolah, Ds bekerja sebagai honorer di kelurahan. Setelah itu, Ds menikah dengan suaminya karena sudah dianggap sama-sama cocok.

Menurut Ds, suaminya mulai berubah setelah kehamilan anaknya yang pertama. Suaminya mulai acuh tak acuh. Bukannya bertambah sayang dengan dirinya dan janin yang di kandungnya tetapi sikapnya malah berubah menjadi kasar. Jika Ds menanyakan mengapa dirinya seringkali pulang malam, jawaban ketus dan kasar yang diterima dari suaminya tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya bekerja, bukan melonte (berhubungan seks dengan PSK). Seringkali mereka tidak bertegur sapa walaupun tinggal dalam satu rumah. Kata-kata kasar seringkali diterima Ds dari suaminya jika dia meminta uang dan kadang tidak dikasih, atau jika dikasih tetapi sedikit tidak cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dengan seenaknya suaminya mengatakan “diamlah kau fukimak, sibuk kali kau sama kerjaku, yang penting kan kau kukasih uang belanja”. Betapa Ds merasakan sakit hati yang teramat sangat.

Pada saat melakukan pemeriksaan kehamilan, suaminya juga seringkali tidak mau mengantar, hanya kadang-kadang saja mau mengantarnya. Tetapi jika tidak mau,

hanya kemarahan yang diterima Ds dengan menyuruh Ds pergi sendiri, karena rumah bidan dekat. Berbeda sekali dengan masa pacaran dahulu yang begitu menunjukkan rasa kasih sayang, tetapi sekarang acuh tak acuh.

Ds tidak tahu mengapa suaminya menjadi berubah seperti itu, tetapi dirinya mencurigai ada perempuan lain, mungkin saja suaminya tersebut selingkuh tetapi dirinya tidak mau menuduh karena belum ada bukti. Pernah ada tetangganya yang menyampaikan pernah melihat suaminya berboncengan dengan perempuan muda. Ds pernah menanyakan hal tersebut langsung pada suaminya, tetapi setiap kali ditanya, suaminya malah marah-marah dan membentuk-bentak dan mengatakan “kau pikir aku kerja ini melonte ya....gak kau tengok aku capek tiap hari pigi kerja” setelah itu dia meninju muka dan meludahi Ds. Dampaknya muka Ds menjadi lebam-lebam, sehingga kalau keluar rumah mesti menutupi wajahnya dengan menggunakan bedak yang tebal agar orang lain tidak mengetahuinya.

Ds pernah melaporkan perbuatan suaminya tersebut pada keluarganya, dan didamaikan, diberi nasehat, tapi suaminya tetap seperti itu, baik sebentar setelah itu kasar lagi. Ds tidak melaporkan suaminya ke polisi karena malu, jika terbongkar bahwa rumah tangganya berantakan. Ds mengatakan biarlah dirinya sendiri yang merasakan hal tersebut. Biasanya setelah mendapat perlakuan kasar dari suaminya, Ds menangis di kamar, pasrah, menyesali mengapa dulu menikah dengan suaminya tersebut. Tetapi jika sudah tidak tahan, Ds lari ke rumah orang tuanya, karena menurutnya tempat orang tua adalah yang paling aman. Biasanya setelah 3 hari atau 4 hari suaminya baru menjemput dan berjanji tidak akan berbuat lagi tetapi hal tersebut

selalu berulang terjadi. Ds merasa lama-lama dirinya bisa depresi dan stres, dan pernah juga Ds ingin bunuh diri karena tidak sanggup lagi, tetapi jika mengingat bahwa dirinya sedang mengandung maka timbul rasa tidak tega, berarti dirinya akan membunuh 2 nyawa.

Selain menyiksa fisik, suami Ds sekarang ini lebih banyak menyiksa dengan kata-kata kasar, mungkin agar orang lain tidak tahu karena kalau siksaan fisik dapat dilihat orang lain, tetapi siksaan psikologis orang lain tidak tahu. Tetapi menurut Ds, siksaan psikologis dengan kata-kata kasar lebih menyakitkan. Suami Ds menyiksa psikologis Ds dengan mencaci, memaki, menghina, dan menuduh tanpa bukti. Ds dituduh berselingkuh, dan diancam kalau sampai melaporkan perbuatannya pada orang tua atau mertuanya.

Saat peneliti menanyakan mengapa dirinya tidak membalas perlakuan kasar suaminya, Ds mengatakan biar Tuhan yang membalasnya. Ds tetap berharap

Dokumen terkait