• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

Matriks 1. Pengalaman Informan Terhadap Ketidakadilan gender

Pengalaman informan terhadap burden atau beban kerja No Nama informan Mengalami

burden ya/tidak

Beban kerja yang dialami

1. M.Beru Barus Ya - pergi ke ladang untuk

mengurus cokelat - mengurus pekerjaan

rumah tangga, memasak, membersihkan rumah. - Mengurus anak-anak 2. K.Beru.Ginting Ya - pergi ke ladang cokelat

- mengurus rumah tangga - mengurus anak-anak - mengurus suami yang

semasa hidup sering sakit-sakitan

-

- mengurus anak-anak - mengurus pekerjaan

rumah tangga

4. Ru.Beru Tarigan Ya - pergi ke ladang

- mengurus rumah tangga

5. M Beru.Tarigan Ya - pergi ke ladang

- mengurus pekerjaan rumah tangga

6. M.Beru Keliat Ya - pergi ke ladang

- mengurus pekerjaan rumah tangga 7. P.Beru Barus Tidak - Ibu pergi ke ladang

- Anak yang perempuan mengerjakan pekerjaan rumah

8. Rk.Beru Barus Tidak Bersama suami mengerjakan pekerjaan berladang, dan suami juga membantu pekerjaan rumah.

9. D.I Beru Sitepu Ya - pergi ke ladang - mengurus pekerjaan

rumah tangga

10. Rk.Beru Tarigan Tidak - sewaktu masih hidup, bersama suami pergi ke ladang.

- setelah suami meninggal, ibu pergi ke ladang,anak gadisnya yang

mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Dari hasil penelitian di Desa Penen ini juga menunjukkan bahwa sebagian informan mengalami beban ganda. Hal ini terjadi di dalam rumah tangga mereka, baik itu ketika suami mereka masih hidup, maupun ketika mereka sudah menjadi janda. Mereka harus mengerjakan

pekerjaan domestik dan juga harus mencari nafkah untuk keluarga dengan cara bertani. Pengalaman tersebut pernah dialami oleh sebahagian informan di Desa Penen Biru-biru, yang dituturkannya sebagai berikut. Dituturkan oleh informan M.Beru Barus :

(…”sewaktu masih hidup,suamiku lebih sering duduk di kedai kopi dari pagi sampai sore. Sedangkan aku harus pergi ke ladang lagi, masak lagi, urus rumah sama anak-anak juga. Tapi pernah juga di Bantu suami ke ladang atau masak kalau hatinya lagi senang…”)

Beban ganda dalam rumah tangga juga dialami oleh informan K.Beru Ginting :

(…”beban ganda dalam rumah tangga haus saya alami, hal tersebut dikarenakan suami saya yang tidak sanggup lagi bekerja karena sakit-sakitan. Saya lah jadinya yang bekerja mengurus rumah, suami dan anak-anak, saya juga yang pergi ke ladang…”)

Hal serupa dialami oleh R.Beru Tarigan, beban kerja yang dialaminya dikarenakan informan tinggal seorang diri di Desa Penen. Sedangkan anak perempuannya melanjutkan sekolah di Palembang.

(…”saya ini tinggal sendiri, suami saya tidak ada lagi, anak saya tidak tinggal bersama saya. Jadi saya sendirilah yang harus berusaha mencari uang untuk makan, kemudian mengerjakan pekerjaan rumah juga saya kerjakan…”)

Oleh informan Ru.Beru Tarigan, dan M.Beru Keliat, beban kerja juga dialaminya semenjak beliau menjadi janda, sehingga semua pekerjaan rumah dan pergi ke ladang harus dijalaninya.

Jawaban yang berbeda diberikan oleh informan M.Beru Tarigan. Ia tidak merasakan beban kerja karena ia tinggal bersama anaknya yang sudah menikah. Meskipun pekerjaan ke ladang dan domestik sering ia kerjakan, tetapi ia dibantu oleh anak-anaknya.

Oleh R.Beru Barus, juga tidak merasakan beban ganda ;

(…”karena sewaktu suami masih hidup saya dan suami pergi ke ladang bersama, dan mengurus rumah tangga juga bersama-sama. Sejak suami saya meninggal, anak-anak lah yang membantu saya untuk mengerjakan pekerjaan tersebut…”)

(…”semua pekerjaan dibantu oleh anak-anak. Dan sewaktu suami masih hidup, juga sama-sama mengerjakan pekerjaan rumah tangga…”)

Matriks 11.

Pengalaman informan terhadap ketidakadilan gender No Nama

informan

marginalisasi Subordinasi Stereotype KDRT Beban ganda 1. M.Beru Barus - Ya - Ya Ya 2. K.Beru.Gtg - Ya - - Ya 3. R.Beru Trg Ya Ya - - Ya 4. Ru.Beru Trg - Ya - - Ya 5. M Beru.Trg - Ya - Ya Ya 6. M.Beru Keliat - Ya - - Ya 7. P.Beru Barus - Ya - - - 8. Rk.Beru Brs - Ya - - - 9. D.I Beru Stp - Ya - - Ya 10. Rk.Beru Trg - Ya - Ya - Ket :

4.2.5. Patriarki Dalam Budaya Masyarakat Karo

Di dalam bahasa umum, patriarki memiliki arti dominasi laki-laki; kata “patriarki” secara harafiah memiliki arti kekuasaan ayah atau “patriarch” (kepala keluarga), dan sejak semula digunakan untuk menggambarkan satu jenis yang spesifik dari “keluarga yang didominasi oleh laki-laki”, keluarga besar dari si patriarch, termasuk di dalamnya perempuan, laki-laki yang lebih muda, anak-anak, budak, dan pembantu rumah tangga, semuanya berada di bawah kekuasaan laki-laki yang dominan ini. Sekarang istilah itu lebih sering digunakan secara lebih umum untuk menunjuk kepada dominasi laki-laki, kepada relasi kekuasaan, dimana laki-laki mendominasi perempuan, dan mencirikan sebuah sistem dimana perempuan terus disubordinasikan dengan berbagai cara. (Kamla Basin 2001:26)

Patriarki tidaklah sama disetiap tempat. Sifat dasarnya bisa dan memang berbeda pada kelas yang berbeda dalam masyarakat yang sama; dalam masyarakat yang berbeda dan pada periode sejarah yang berbeda setiap sistem sosial atau periode sejarah memunculkan variasinya sendiri mengenai bagaimana patriarki bekerja dan bagaimana praktek-praktek sosial dan kebudayaan itu berbeda. Walaupun demikian, prinsip

umumnya tetap sama, yaitu bahwa laki-laki mengendalikan sebagian besar sumber- sumber penghasilan dan institusi-institusi sosial, ekonomi dan politik.

(Kamla Basin 2001:27)

Patriarki dalam budaya Karo ditunjukkan dengan pemberian merga dari suami, kepada keturunan, baik itu kepada anak perempuan maupun kepada anak laki-laki. Dalam keluarga masyarakat Karo, tidak ada anak laki-laki berarti tidak ada yang akan meneruskan merga dari keluarga tersebut. Anak perempuan yang ada dalam keluarga tersebut kelak akan memberi keturunan untuk meneruskan merga dari keluarga suaminya.

Hal tersebut diatas merupakan salah satu alasan, mengapa dikatakan sebuah keluarga yang meskipun sudah mempunyai anak perempuan, tetapi dikatakan belum lengkap dikarenakan belum mempunyai anak laki-laki. Ada juga alasan lain, yaitu agar ayah di dalam keluarga mempunyai ahli waris untuk harta yang diperoleh secara turun temurun, yaitu anak laki-lakinya sendiri. Tidak ada anak laki-laki, berarti harta warisan turun temurun tersebut akan berpindah kepada keluarga suami, yang terdekat, yang mempunyai anak laki-laki.

Anak laki-laki juga merupakan perwakilan dari keluarga, di dalam acara adat, apabila kelak ayah dalam keluarga tersebut sudah meninggal. Anak laki-laki sendiri, merupakan sebuah kebanggaan dalam keluarga. Harapan diberikan lebih besar kepada anak laki-laki daripada kepada anak perempuan. Hal tersebut secara terus-menerus tersosialisasi dalam keluarga budaya Karo. Seorang Ibu di dalam keluarga Karo, ada yang membedakan anak laki-laki dan perempuan dengan memberikan anak laki-laki kebebasan yang lebih dari perempuan, contohnya dalam memberikan anak laki-laki kekuasaan untuk memutuskan apakah saudara perempuannya berhak mendapatkan warisan atau tidak.

Sebagian lagi tidak membedakan anak laki-laki dengan anak perempuannya dengan memutuskan untuk membagi rata warisan yang ada kepada seluruh anak laki-laki maupun anak perempuannya.

Anak laki-laki ditinjau dari masalah warisan, akan mendapatkan warisan yang lebih banyak daripada anak perempuan. adat mendukung hal tersebut, tetapi keluarga itu sendiri mempunyai wewenang atau pilihan sendiri untuk mengikuti aturan tersebut atau tidak. Dalam rapat keluarga, anak laki-laki juga punya wewenang untuk memutuskan, apakah saudara perempuannya akan mendapatkan warisan atau tidak. Alasan mengapa anak perempuan mendapat warisan lebih sedikit atau tidak mendapat warisan sama sekali, tidak lain karena anak perempuan tersebut akan mendapatkan warisan juga dari suaminya.

Sebuah analisis terhadap institusi-institusi utama dalam masyarakat, institusi keluarga, agama, hukum, politik, pendidikan dan ekonomi, media dan sistem pengetahuan dengan cukup jelas menunjukkan bahwa mereka semua memiliki sifat-sifat patriakal, dan merupakan pilar-pilar dari sebuah struktural patriakal. Sistem yang kuat dan mengakar membuat patriaki seakan-akan tak terkalahkan; hal itu juga membuat patriarki seolah-olah alamiah.

Dominasi kekuasaan seperti ini dapat terjadi antar kelompok berdasarkan perbedaan jenis kelamin, agama, ras, atau kelas ekonomi. Ada tiga asumsi penting yang mendasari ideologi ini.

1. Kesepakatan-kesepakatan sosial yang sesungguhnya hanya menguntungkan kepentingan kelompok yang dominan cenderung dianggap mewakili kepentingan semua orang.

2. Ideologi hegemonis seperti ini merupakan bagian dari pemikiran sehari- hari, cenderung diterima apa adanya (taken for granted) sebagai sesuatu yang memang demikianlah adanya.

3. Dengan mengabaikan kontradiksi yang sangat nyata antara kepentingan kelompok yang dominan dengan kelompok subordinat, ideologi seperti ini dianggap sebagai penjamin kohesi dan kerjasama sosial sebab jika tidak demikian, yang terjadi justru sebuah konflik ((Pyke,1996) Darwin Muhadjir 2001;24)

Di bawah patriarki, berbagai jenis kekerasan dapat digunakan untuk mengendalikan dan menundukkan perempuan, serta kekerasan yang seperti itu bahkan dapat dianggap sah. (Kamla Bhasin 2001:29)

Hal serupa terjadi pada janda Karo di Desa Penen, meskipun hanya sebagian kecil yang mengaku mengalami kekerasan dalam rumah tangga, yang dialami secara fisik dan non fisik. Kekerasan dalam rumah tangga sendiri oleh para janda Karo di Desa Penen, dianggap merupakan hal yang lumrah dalam berumahtangga.

Patriarki dalam masyarakat Karo, tentunya juga akan melahirkan hal yang baru dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Marginalisasi dan subordinasi yang kuat dalam budaya Karo, diterima dengan persepsi yang dianggap merupakan suatu kewajaran. Marginalisasi terhadap pendidikan yang dialami perempuan Karo di Desa Penen, dengan alasan bahwa setiap perempuan pasti akan ke dapur. Marginalisasi ekonomi terhadap perempuan dari segi warisan, dialami para Janda Karo dengan alsan, anak perempuan akan mendapat warisan dari suaminya. Subordinasi yang terjadi, akibat adanya dominasi kaum laki-laki, dan penghargaan yang diberikan lebih besar kepada anak laki-laki

ditunjukkan dengan fenomena pengambilan keputusan, di dalam musyawarah adat, di dalam keluarga, yang hanya akan diambil oleh kaum laki-laki.

Sebagai contoh, di dalam musyawarah adat-istiadat, yang menjadi protokol (si maba runggu)7 hanyalah kaum laki-laki dan sudah berkeluarga. Laki-laki sebagai pemimpin runggu tentunya tidak terlepas dari adanya stereotype, dimana perempuan dianggap sebagai kaum yang lemah, kurang terdidik, emosional, kurang terampil dalam memimpin, dan hanya berdedikasi di dalam rumah tangga. Dalam acara adat itu juga, yang duduk ditengah, berkumpul hanyalah kaum laki-laki. Sementara kaum perempuan duduk di bagian belakang. Ketika keputusan sudah diambil, protokol akan bertanya kepada seluruh hadirin untuk pernyataan setuju, yang akan dijawab setuju oleh seluruh hadirinnya.

Patriarki dalam masyarakat Karo juga berarti bahwa seluruh harta warisan dari suami akan diserahkan kepada keluarga suami, apabila dalam keluarga tersebut tidak mempunyai keturunan. Patriarki dalam masyarakat Karo juga berarti bahwa, jika suami meninggal, keluarga yang ditinggalkan akan tetap menjadi tanggung jawab dari keluarga suami. Dalam artian belum bercerai, jikalau si istri ingin untuk menikah lagi, harus membuat pernyataan secara lisan kepada keluarga suami, atau permisi, dan anak-anaknya akan diserahkan kepada keluarga suami.

BAB V PENUTUP

1.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : - Persepsi dan pengalaman wanita Karo yang ditinggal mati suami, dalam

pembagian warisan menurut adat istiadat Karo di Desa Penen Biru-biru, dapat dilihat bahwa ikatan adat istiadat dalam pembagian warisan tersebut masih sangat kuat. Pembagian warisan sendiri mengalami perubahan ketika adanya pengaruh dari pendidikan dan pengaruh agama.

- Persepsi janda di Desa Penen terhadap hak waris menggambarkan bahwa meskipun janda Karo setuju jikalau anak perempuan mendapatkan warisan, namun sistem kekeluargaan yang patrilineal membuat laki-laki tetap dominan dalam hal hak waris dan masalah pembahagiannya.

- sebagian besar dari informan mendapatkan warisan dari suaminya, yang Pengalaman janda Karo dalam hal pembagian warisan, menunjukkan bahwa sebagian besar dari informan mendapatkan warisan dari suaminya, yang diperoleh melalui hasil rapat keluarga. Setelah menjadi janda, masih tetap menjadi tanggung jawab dari keluarga mendiang suami, karena dalam adapt istiadat Karo, ditinggal mati suami bukan berarti bercerai.

- Sebagian besar dari informan menyatakan tidak pernah mendengar kata gender.

- Pengalaman informan jika dianalisa secara gender, menunjukkan bahwa : - 10% dari informan, mengalami marginalisasi dari pembagian hak

warisnya sebagai janda. Dan sebagian besar informan berpendidikan hanya tamatan SR dan sebagian kecil tamatan SMP dan SMA. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa informan juga mengalami marginalisasi dari sege pendidikan.

- 100% dari informan mengalami subordinasi, dimana subordinasi tersebut lahir dari sistem kekerabatan yang dipegang oleh budaya Karo, patrilineal.

- 80% dari informan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Baik hal tersebut dilakukan dengan perilaku serangan fisik seperti pemukulan, dan serangan non fisik, yaitu dengan kata-kata kasar. - 70% dari informan mengalami burden, ada yang mengalami sejak

menikah, ada juga yang mengalami setelah ia menjadi janda, yaitu dengan mengerjakan pekerjaan domestik yaitu pekerjaan dalam rumah tangga, kemudian mengerjakan pekerjaan lain yaitu berladang atau bertani.

- Seluruh informan tidak mengalami perubahan dalam hubungan sosialnya dengan masyarakat,yang tetap mempunyai hubungan yang baik, meskipun informan sudah tidak mempunyai suami lagi.hal ini disebabkan karena janda yang menjadi informan tidak mempunyai stereotype yang buruk dari masyarakat.

- persepsi tokoh masyarakat terhadap wanita yang ditinggal mati suami, berpendapat bahwa :

- Seharusnya janda Karo mendapatkan keadilan dari suaminya dalam hal hak waris janda, yaitu dengan mendapat warisan dari suaminya, yang disetujui oleh keluarga suaminya tersebut. Karena jika dari keluarga suami tidak setuju harta dari suami jatuh ke tangan istri, maka janda tersebut tidak akan mendapatkan warisan, kecuali harta gono-gini.

- Masyarakat atau warga sekitar juga wajib untuk menolong janda yang membutuhkan bantuan atau pertolongan apabila keluarganya mengalami kesusahan.

- Mengenai pembagian warisan terhadap anak perempuan, tidak semua informan biaa setuju, seperti Bpk.J.W Tarigan yang berpendapat bahwa, anak perempuan tidak mutlak mendapatkan warisan karena jikalau anak perempuan menikah, ia juga akan mendapatkan warisan dari suaminya.

1.2Saran

- Sosialisasi gender sangatlah dibutuhkan di Desa Penen Biru-biru, agar semakin banyak kaum perempuan yang memahami keberadaaan dirinya dan ketimpangan yang terjadi akibat adanya bias gender, dan agar perempuan juga mampu memahami akan pentingnya pendidikan

- Pemberdayaan perempuan juga sangat dibutuhkan di Desa Penen Kecamatan Biru-biru, dengan tujuan untuk meningkatkaan kesejahteraan perempuan itu sendiri, sehingga mampu juga meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA

Anasse Malo & Sri Trianingsih MA. Metode Penelitian Masyarakat, Pusat Antar Universitas Ilmu Ilmu Sosial Universitas Indonesia

A.Nunuk P.Murniati Getar Gender (Perempuan Dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluarga), Indonesiatera, Magelang 2004.

Bangun, Teridah. Adat, dan upacara perkawinan Masyarakat Batak Karo, Kesain Blanc, Jakarta, 1986.

Bhasin Kamla, Memahami Gender, Teplok Press, Jakarta, Desember 2001.

Darwin Muhadjir Tukiran, Menggugat Budaya Patriarki, Pusat Penelitian Kependudukan UGM, Yogyakarta, 2001.

Daulay Harmona, Perempuan Dalam Kemelut Gender, USU Press, Medan 2007.

DR.Fakih Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2004.

Etnovisi, Jurnal Antropologi Sosial Budaya Edisi 01,tahun I,Juni 2005 ISSN: 0216- 843x

Etnovisi, Jurnal Antropologi Sosial Budaya, Vol 01, No.2, Oktober 2005 ISSN : 0216-843x

Fakih Mansour, Gender dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2002. Fakih Mansour, Runtuhnya Teori Pembagunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta 2002.

Gandhi Mahatma, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2002.

Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, , PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1955. Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Immanuel, Imanta, Kedudukan perempuan Batak Karo dalam memperoleh harta warisan setelah penetapan keputusan MA No.179/K/Sip 1961, Skripsi, Unpublised Sarjana FISIP Universitas Sumatera Utara, Medan, 1999.

Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol II No.3, Maret 2003 ISSN 1412-6451. Limbong Yulianus,Ssn, Orat Tutur Karo, Ulih Saber, Medan 1995.

Marhijanto,Bambang,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer, Penerbit Bintang Timur Surabaya, 1995.

Moleong,Lexy J.Dr, metode Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung,1994.

Ollenburger C.Jane dan Helen A.Mooro, Sosiologi wanita, Rineka cipta, 1996, Jakarta..

Putro,Beruahma, Sejarah Karo dari Zaman ke zaman, Penerbit Ulih Saber, Medan. Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi, edisi kedua, Universitas Indonesia,

Jakarta, 2000.

Tobing.L.Roida, Pergeseran Kedudukan Wanita dalam Pemberian Harta Warisan, Skripsi Unpublised, Universitas Sumatera Utara Medan,1996.

William, J. Goode, Sosiologi Keluarga, Bumiaksara, Jakarta, 1981. WWW.TanahKaro.com diakses tanggal 20 mei 2007, pukul 21.04 Wib.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin.2000. Sosiologi Suatu Pengenalan Awal. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Chaer, Abdul. !994. Linguistik secara Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

________.2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rieneka Cipta.

Cohen Abner,1985.Pengantar Kepermasalahan Etnisi ras,dalam abstraksi tulisan konflik dan persesuaian antar etnis,Pelly(ed).Jakarta.

Depdikbud.1984 buku bimbingan dan konseling,direktorat pendidikan dan kebudayaan Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta : Bina Aksara Koenjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta,

Mansyurdin,1994. Sosiologi Suatu pengenalan Awal.Kelompok. Studi Hukum dan Masyarakat. Fakultas Hukum USU.

Maleong,Lexy.2002. Metode penelitian kualitatif.Bandung:PT Remaja

Mar’rat .1981.Sikap Manusia Pembela serta pengukurannya. Bandung;Ghalie Indonesia Muljana, Slamet. 1955. Asal Bangsa Dan Bahasa Nusantara. Jakarta : Arikha Media

Cipta.

Nasution, 1982. Metode Research. Jemmars, Bandung

Naim, Mochtar. 1984. Merantau Pola Migrasi Suku MinangKabau. Jakarta : UGM Press. Sibarani, Robert. 2004. Antropologilinguistik. Medan : Poda.

Slametmuljana.1995.Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara.Jakarta. Arikha media Cipta. Suharso.1997.Migrasi dan Urbanisasi. dalam Bunga Rampai Masalah Kependudukan.

Suhardi (ed). Jakarta Mutiara.

Soekanto Soerjono, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Soekanto, Soerjono, 1999. Kamus Sosiologi. Jakarta : Rajawali Pers.

Internet;

Walton, Ernest 2007.sejarah batak. http:// parapat O, tripod.com/sejaraah.html

Purba, Mansen.2005. Perdiha-dihaon Pakon Partuturon.

http;// Mansen Purba.com/2005?10/ Paediha-dihaon-partuturan html.

Sihombing, Elbert. 2005, nilai budaya habatakon http://01.blogspot.com// batak toba.html.

http/www.karoweb.co.id/page 131

Lumbangaol, jonathan, Hotman. 2008. Dalihan Natolu dan Budaya kerja http/www.kabar indonesia.com.berita.php?pil=12 dan anz 2008426113743

Nama : Siska Ferianita. Sembiring Nim : 020901051

Judul : Persepsi dan pengalaman wanita Karo yang ditinggal mati suami terhadap harta warisan

( Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen kec.Biru-biru )

Daftar interview guide untuk :

A. Informan kunci

Wanita Karo yang ditinggal mati suami I. Profil informan: Nama : Umur : Tempat/tanggal lahir : Tempat tinggal : Pekerjaan : Agama : Pendidikan terakhir : Status :

1. Sudah berapa lamakah usia pernikahan Ibu?

__________________________________________________________________ 2. Sudah berapa lamakah Ibu menjanda?

__________________________________________________________________ 3. Ibu menikah, sebagai istri yang ke berapa?

__________________________________________________________________ 4. Berapa jumlah anak laki-laki dan perempuan Ibu?

5. Apakah anak Ibu sudah ada yang menikah?

__________________________________________________________________ 6. Bagaimanakah perlakuan keluarga mendiang suami terhadap Ibu dan anak-anak?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 7. Bagaimanakah cara Ibu untuk bertahan hidup sehari-hari?

__________________________________________________________________ 8. Apakah Ibu berencana untuk menikah lagi?

__________________________________________________________________

II. Persepsi janda terhadap warisan dan kondisinya

1. Apakah yang Ibu ketahui tentang hak waris janda secara adat Karo?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 2. Apa pendapat Ibu terhadap hal tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 3. Menurut pandangan Ibu bagaimanakah seharusnya seorang janda diperlakukan di

dalam adat Karo?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 4. Apakah Ibu sudah mendapat warisan dari mendiang suami?

__________________________________________________________________ 5. Dalam bentuk apa sajakah itu (rumah, barang perhiasan, tanah, uang, dsbgnya)?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________

6. Bagaimanakah proses pembagian warisannya?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 7. Siapa saja yang ikut bertanggung jawab terhadap pembagian warisan tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 8. Bagaimana peran rakut si telu dalam pembagian harta tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 9. Siapa saja yang menjadi hak waris dari warisan tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 10. Apakah Ibu setuju dengan pembagian warisan yang Ibu terima, apa alasannya?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 11.Apakah Ibu setuju jikalau janda dan anak perempuan mendapatkan warisan?

Bagaimana pendapat Ibu?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 12.Apakah Ibu merasa diperhatikan oleh keluarga mendiang suami?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________

13.Berapa jumlah bagian pada anak perempuan yang adil menurut anda dalam

pembagian harta warisan? __________________________________________________________________

14.Apakah anda tahu Mahkamah Agung No. 100 K/Sip/1967, tanggal 14 juni 1968

tentang janda dinyatakan sebagai ahli waris? __________________________________________________________________

__________________________________________________________________ 15.Apakah ada perubahan dalam pembagian harta warisan?

__________________________________________________________________ 16.Bagaimana perubahan dalam pembagian warisan tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 17.Mengapa terjadi pergeseran atau perubahan dalam pembagian warisan?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 18.Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadi perubahan pembagian tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 19.Apa-apa saja yang berubah dalam pembagian harta warisan?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 20.Dengan adanya perubahan dalam pembagian warisan ini, apakah tidak

berpengaruh pada sistem persudaraan dan sistem adat-budaya Karo? Bagaimana? __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________

III. Issue gender dalam warisan menurut persepsi wanita Karo

1. Apakah Ibu pernah mendengar kata gender, atau isu gender? __________________________________________________________________ 2. Apakah Ibu pernah mengalami marginalisasi (kemiskinan ekonomi akibat

gender)?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 3. Apakah stereotype (pelabelan) masyarakat Karo kepada seorang janda?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 4. Apakah seorang janda dalam masyarakat Karo, mengalami subordinasi di dalam

adatnya? Coba jelaskan fenomena yang ada. __________________________________________________________________

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 5. Adakah seorang janda dalam masyarakat Karo tersebut mengalami kekerasan

dalam rumahtangga, yang dilakukan oleh orang terdekat, baik itu dari keluarga

mendiang suami? __________________________________________________________________

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 6. Adakah seorang janda dalam masyarakat Karo tersebut mengalami beban ganda

(burden)?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________

Nama : Siska Ferianita. Sembiring Nim : 020901051

Judul : Persepsi dan pengalaman wanita Karo yang ditinggal mati suami terhadap harta warisan

Dokumen terkait