• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Narasumber menggunakan alat perga Montessori

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Penelitian (selama dan setelah implementasi alat peraga Montessori)

4.2.1 Pengalaman Narasumber menggunakan alat perga Montessori

4.2 Hasil Penelitian (selama dan setelah implementasi alat peraga Montessori)

4.2.1 Pengalaman Narasumber menggunakan alat perga Montessori 4.2.1.1 Perasaan

Peneliti melakukan observasi pada saat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Pada poin ini akan dipaparkan mengenai perasaan narasumber selama dan setelah menggunakan alat peraga. Pengamatan dimulai sejak permulaan kelas dimulai. Pada hari itu, siswa-siswa nampak antusias dalam mengikuti pembelajaran karena sudah diberitahukan sebelumnya bahwa mereka akan belajar menggunakan alat peraga. Raut muka keceriaan nampak pada siswa.

Pada saat observasi pertama, kedua dan ketiga, peneliti menemukan bahwa ketiga subjek langsung memegang alat peraga yang diberikan. Terutama pada saat guru mengenalkan untuk pertama kalinya alat peraga yang akan digunakan. Pada saat itu, guru belum mengizinkan mereka memegang alat peraga. Guru hanya mengizinkan siswa memperhatikan alat peraga terlebih dahulu, tetapi YG terlihat langsung memegang alat peraga yang dibagikan (WK,S1,S2,S3/O1/B73-74). Hal serupa juga terjadi pada KV, KV terlihat memegang alat peraga ketika diberi alat peraga oleh guru (WK,S1,S2,S3/O1/B77-78).

YG menanyakan tentang alat peraga akan digunakan oleh setiap siswa atau tidak. Setelah tahu kalau akan menggunakan sendiri-sendiri, dia langsung telihat senang.

“Nanti satu-satu ya bu ?”, kata YG (WK,S1,S2,S3/O1/B29). Kemudian peneliti menjawab, “iya”.

Jawaban yang peneliti berikan seperti membuatnya senang, karena YG langsung berkata:

“yes…!” (WK,S1,S2,S3/O1/B33)

Ketika siswa diberi kesempatan untuk membuka alat peraga, ketiga siswa ini terlihat senang dan ingin cepat-cepat menggunakan alat peraga tersebut. Mereka langsung mengambil apa yang ada di dalam kotak alat peraga, terutama SY yang terlihat sangat antusias. SY langsung mengambil alat peraga (WK,S1,S2,S3/O1/B111-113).

50

Gambar 4.4 ketiga narasumber ketika pertama kali menggunakan alat peraga

Selama peneliti melakukan observasi, peneliti melihat ketiga siswa antusias dalam kegiatan pembelajaran (WK,S1,S2,S3/O1/B195). Setelah selesai mengerjakan soal LKS, YG bertanya pada peneliti mengenai keinginannya untuk membuat bentuk-bentuk lain di luar soal LKS yang diberikan (WK,S1,S2,S3/O1/B231). YG memanfaatkan waktu yang masih tersisa dengan bermain, memainkan alat peraga (WK,S1,S2,S3/O1/B233-237). SY juga bermain dengan menggunakan alat peraga (WK,S1,S2,S3/O1/B333-334). KV pun memanfaatkan alat peraga untuk bermain (WK,S1,S2,S3/O1/B360-361).

Sama seperti pada observasi kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Montessori, hari kedua ditemukan bahwa siswa ingin menggunakan lagi alat peraga Montessori. Hal tersebut terlihat ketika SY dan YG yang memegang LKS yang kemudian memegang kotak alat peraga yang ada di depannya. KV yang satu kelompok dengan SY dan YG terlihat langsung memegang alat peraga dan melihat LKS (WK,S1,S2,S3/O2/106-110).

SY bersama dengan KV dan satu temannya mengundi untuk bergantian memberikan pertanyaan dengan melihat kartu soal yang dipegang oleh masing-masing anak (WK,S1,S2,S3/O3/B114-117). Setelah selesai bermain tebak-tebakan, SY mengambil boneka dan meletakkannya pada papan hitam di atas meja kemudian menusuk-nusukkan jarum pada boneka tersebut (WK,S1,S2,S3/O3/B131-134). Hal tersebut terjadi pada saat peneliti melakukan observasi kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Montessori yang ke tiga.

Setelah melakukan observasi, peneliti melakukan wawancara dengan guru. Peneliti menanyakan bentuk dari alat peraga yang dibuat, IW merasa tertarik. IW

51 juga merasa tertarik dengan cara kerja dari alat tersebut. Beliau menjelaskan pengetahuan awal setelah melihat alat peraga. Pada awalnya tidak tahu apa-apa dan kemudian dijelaskan bagaimana cara penggunaannya, IW merasa tertarik dan bisa memudahkan beliau dalam mengajarkan materi (WK/W2/B115-123).

Mengenai intensitas penggunaan alat peraga, IW mengatakan bahwa seharusnya pembelajaran dengan menggunakan alat peraga tidak dilakukan setiap hari, karena hal tersebut akan membuat anak-anak bosan (WK/W2/B131-132). Saran IW ini tentunya menjadi masukan bagi peneliti untuk melakukan perbaikan atas alat peraga yang dibuat.

Alat peraga yang digunakan ini, menurut IW dapat digunakan untuk pembelajaran dari kelas 1 sampai dengan kelas 6, karena setiap tingkatan kelas membahas materi bangun datar (WK/W2/B140-144). Sedangkan ukurannya menurut IW sudah cukup, tetapi lebih baik jika diperkecil. Saran ini diberikan IW karena ada kemungkinan akan menduplikasi alat peraga (WK/W2/B149-152). Saran lain yang diberikan IW mengenai alat peraga yang dibuat adalah bagian stik yang digunakan untuk membuat sudut. Saran yang diberikan itu berupa penggantian warna stik ke warna yang lebih cerah agar memudahkan siswa menggunakan alat peraga (WK/W2/B162-168).

Gambar 4.5 Semua narasumber menggunakan alat peraga

SY merupakan subjek pertama dari ketiga siswa. Ketika ditanya mengenai pengalaman menggunakan alat peraga,

“ya seneng aja sih…tapi kadang-kadang lama-lama bosen. Sebenere pertama-tama seneng, tapi lama-lama bosen” (S1/W2/B6-8).

Pengalaman yang membosankan menurut siswa ini ternyata ada hal positif yang diperoleh SY setelah menggunakan alat peraga. Hal positif yang dimaksud adalah bahwa dia menjadi lebih tahu mengenai apa yang dipelajari (S1/W2/B26).

52 SY mengungkapkan alasan bagaimana cara dia memahami materi yang diajarkan, yaitu dengan membuat bentuk-bentuk sudut, dimana ada sudut siku-siku, sudut lancip, dan sudut tumpul (S1/W2/B36-38). Hal tersebut terlihat dari kegiatan yang dilakukan SY saat kegiatan pembelajaran berlangsung, seperti pada gambar berikut.

Gambar 4.6 Narasumber menggunakan alat peraga

SY merasa masih ada yang belum dipahami, yaitu ketika SY menentukan bagian titik sudut dan kaki sudut (S1/W2/B49-50). Kendala yang dihadapi adalah ketika terbalik-balik mana yang merupakan titik sudut dan mana yang merupakan kaki sudut (S1/W2/B58).

Ketika ditanya mengenai perbandingan pemahaman, lebih mudah ketika menggunakan alat peraga atau tidak menggunakan alat peraga, SY hanya menjawab biasa saja, tidak ada yang luar biasa dari penggunaan alat peraga (S1/W2/B65). SY menyukai menggunakan alat peraga, tetapi dengan tidak menggunakan alat peraga yang sama dan dalam jangka waktu yang berdekatan, karena akan membuatnya bosan (S1/W2/B80-84). Mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru, SY tidak bisa menjawab semuanya, karena ada soal yang susah dan belum dimengerti olehnya (S1/W2/B144-145). Sedangkan pada saat mengerjakan soal LKS, jika ada yang tidak ia mengerti, dia akan mencaritahu jawabannya dengan bertanya pada gurunya (S1/W1/B166).

Pada saat pertama kali melihat alat peraga, SY merasa bingung. SY bingung karena menurut dia ada perbedaan antara gambar yang diberikan peneliti dengan alat peraga yang sesungguhnya (S1/W2/B187-190). Pengalaman yang telah dirasakan oleh SY selama menggunakan alat peraga, SY hanya mengatakan,

53 “ya…biasa saja…yang penting kan uda ada pengalaman bisa belajar pake alat peraga” (S1/W2/B212-213).

SY merasa senang hanya pada awal menggunakan alat peraga (S1/W2/B217-218). Salah satu hal yang membuat SY tidak menyukai alat peraga adalah ketika dia mulai bosan (S1/W2/B233). Mengenai bentuk alat peraga, SY menganggap alat peraga memiliki berbagai bentuk (S1/W2/B241-243). Ada kendala yang dialami SY pada saat pertama kali melihat, SY merasa bingung dan tidak tahu bagaimana cara menggunakan alat peraga (S1/W2/B249-252). Setelah berulang kali menggunakan alat peraga, SY merasa malas, bahkan dia hanya melihat teman-temannya bermain alat peraga (S1/W2/B265-267). SY mau menggunakan alat peraga di luar jam pelajaran alasannya adalah untuk bermain sambil belajar (S1/W2/B292-293). Penggunaan alat peraga ini membuat SY mendapatkan hasil yang maksimal, tetapi hal ini tidak membuatnya berbangga hati. SY tetap akan belajar terus dan mencari tahu materi-materi lain (S1/W2/B412-415).

Subjek kedua yang diwawancara adalah YG. YG merasa senang setelah belajar dengan menggunakan alat peraga (S2/W2/B4). YG merasa bisa terbantu, walaupun tidak semuanya (S2/W2/B52). YG menjelaskan cara dia dapat terbantu ketika belajar dengan menggunakan alat peraga. YG terus mencoba ketika dia merasa kurang paham (S2/W2/B59). Apabila YG benar-benar tidak paham, dan dia ingin bertanya pada gurunya, tetapi YG mengalami kendala, dimana dia merasa malu. Berdasarkan pengalaman, siswa kelas IIIA ini akan menyoraki teman-teman yang bertanya. Hal inilah yang menjadi kendala (S2/W2/B67).

Pada awalnya, YG merasa penasaran dengan alat peraga yang digunakan (S2/W2/B161). Kemudian, dia mencoba menggunakannya dan terlihat tertarik menggunakannya untuk menjawab soal-soal yang ada. YG merasa terbantu dengan adanya alat peraga. YG bisa menjawab soal-soal yang ada (S2/W2/B258).

Pengalaman lain dirasakan oleh KV. KV merasa senang belajar dengan menggunakan alat peraga, seperti yang diungkapkannya pada saat wawancara kedua.

“seneng..” (S3/W2/B6)

54 KV merasa terbantu dengan adanya alat peraga berbasis Montessori. KV terbantu karena terdapat segitiga yang digunakan untuk menentukan jenis sudut yang dibuatnya (S3/W2/B23-25). Alat peraga membuatnya senang karena bisa digunakan untuk bermain (S3/W2/B109). KV juga tertarik dengan warna alat peraga yang ada. Hasil belajar yang diperoleh pun cukup memuaskan, yaitu 95. Hasil belajar yang diperolehnya itu tidak membuatnya berhenti untuk belajar. KV ingin menggunakan alat peraga di luar jam pelajaran, alasannya adalah agar dia bisa lebih memahami materi yang diajarkan (S3/W2/B183).

Guru merasa senang WK/W2/B5 dan terbantu ketika mengajarkan materi jenis dan besar sudut untuk siswanya (WK/W2/B5-8). Guru merasakan adanya perubahan yang terjadi selama dan setelah menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Beliau merasa terbantu karena tidak perlu menjelaskan materi tersebut terlalu lama, karena biasanya membutuhkan waktu sampai hampir satu bulan (WK/W2/B13-19).

4.2.1.2 Kendala

Setiap alat peraga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelemahan dalam alat peraga ini dilihat dari kendala yang dihadapi narasumber. Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh alat peraga, yaitu menarik, auto education, auto correction, bergradasi, dan kontekstual, terlihat beberapa kendala yang dialami subjek.

Kendala yang dihadapi ketiga siswa adalah ada kebingungan saat mereka menggunakan alat peraga untuk pertama kalinya. Kebingungan yang dimaksud adalah cara menggunakan alat peraga, seperti yang dialami oleh ketiga siswa. SY bertanya pada peneliti mengenai cara menggunakan alat peraga,

“ini di semua titiknya ya bu ?” (WK,S1,S2,S3/O1/B122). “bu, yang ini buat apa ?” (WK,S1,S2,S3/O1/B216).

Saat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga sudah dimulai, KV terlihat maju ke depan, ke arah guru, dan bertanya pada guru. Setelah selesai berntanya, KV kembali ke tempat duduknya dan mencoba mengerjakan kembali, namun merasa ada yang salah dan maju ke depan lagi, bertanya pada gurunya lagi (WK,S1,S2,S3/O1/B266-271).

55 Kendala yang dihadapi oleh YG lebih banyak, karena YG masih sering bertanya-tanya mengenai cara menggunakan alat peraga. YG melihat temannya yang sedang mengerjakan LKS dengan menggunakan alat peraga (WK,S1,S2,S3/O1/B128). YG terlihat bingung harus mengerjakan LKS (WK,S1,S2,S3/O1/B134). YG masih tetap bertanya-tanya bagaimana cara mengerjakan LKS,

“kaya gini ya bu ?” (WK,S1,S2,S3/O1/B141)

YG merasa bingung menggunakan stik yang ada. Ukuran stik yang berbeda-beda membuatnya bingung harus menggunakan stik yang mana (WK,S1,S2,S3/O1/B159-160).

Kendala lain yang dihadapi ketiga siswa adalah ketika mereka sudah mulai bosan menggunakan alat peraga, terutama pada pertemuan terakhir. Hal ini terjadi pada SY dan KV. Pada awal kegiatan pembelajaran, SY dan KV terlihat tidak memperhatikan karena sedang berbincang-bincang (WK,S1,S2,S3/O3/B25-27). Setelah mereka berdua berbincang-bincang, SY terlihat menyandarkan badannya ke kursi dengan durasi kurang lebih lima menit. SY kembali duduk tegak, namun beberapa saat kemudian, SY menyangga kepala dengan tangan kirinya (WK,S1,S2,S3/O3/B42-46).

Menurut mereka, penggunaan alat peraga yang rutin dan dengan alat peraga yang sama, akan membuat mereka cepat bosan. Bahkan ada salah satu subjek yang hanya diam dan melihat temannya bermain dengan alat peraga yang ada ketika sudah menyelesaikan tugasnya (S1/W2/B265-267). Kendala lainnya adalah ketika siswa merasa kesulitan mengerjakan soal LKS, siswa langsung memanggil gurunya tanpa mencoba mencaritahu sendiri dengan menggunakan alat peraga yang ada (WK/W2/B232-234). Pengendali kesalahan atau auto correction yang terdapat dalam alat peraga tidak selalu muncul karena siswa langsung bertanya pada gurunya, tanpa mencari tahu sendiri jawaban dari soal-soal yang diberikan.

Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, IW menemukan siswa yang merasa bingung dan hanya bergantung pada salah satu teman dalam kelompok. Ketika teman yang bisa membantu kelompok itu ternyata tidak masuk, kelompok tersebut tidak bisa mengerjakan apa-apa. Anak yang pasif menjadi lebih pasif

56 (WK/W2/B69-71). Pada saat itu, IW langsung meninggalkan kelompok itu dan beralih ke kelompok lain, karena menurut beliau, anak-anak dalam kelompok tersebut memang kurang secara akademik (WK/W2/B81-83). Salah satu karakteristik yang dimiliki alat peraga, yaitu auto education tidak terlihat dalam kendala yang dihadapi.

4.2.1.3 Manfaat

Alat peraga yang dibuat, selain terdapat kelemahan, pasti ada kelebihan atau manfaat yang diperoleh. Adapun manfaat yang diperoleh setelah menggunakan alat peraga yang disesuaikan dengan karakteristik alat peraga. Manfaat tersebut dilihat dari hasil observasi selama menggunakan alat peraga Montessori dan juga wawancara setelah menggunakan alat peraga Montessori.

Pada pertemuan pertama, YG menanyakan alat peraga yang digunakan, “ini bikin sendiri ya bu ?” (WK,S1,S2,S3/O1/B88).

KV terlihat antusias mengerjakan LKS dengan menggunakan alat peraga (WK,S1,S2,S3/O1/B182-183). Selesai mengerjakan LKS, YG ingin membuat bentuk-bentuk dengan menggunakan alat peraga (WK,S1,S2,S3/O1/233-237). Pada pertemuan berikutnya, ketiga siswa mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan guru mengenai sudut (WK,S1,S2,S3/O2/B44-B46). Termasuk SY yang ketika ditanya oleh gurunya, SY mampu menjawabnya.

“SY, mengapa ini disebut sudut siku-siku ?”, tanya guru (WK,SI,S2,S3/O2/B74).

“karena sudutnya 90o”, jawab SY (WK,S1,S2,S3/O2/B76).

Hari terakhir menggunakan alat peraga, SY bersama dengan KV dan satu teman kelompoknya melakukan undian untuk bergantian memberikan pertanyaan dengan melihat kartu soal yang dipegang oleh masing-masing anak (WK,S1,S2,S3/O3/B114-117).

Setelah melakukan observasi kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Montessori, peneliti melakukan wawancara kembali dengan para narasumber. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru dan siswa setelah menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Guru merasakan adanya perubahan yang terjadi selama dan setelah menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Beliau merasa terbantu karena tidak perlu menjelaskan materi

57 tersebut terlalu lama, karena biasanya membutuhkan waktu sampai hampir satu bulan (WK/W2/B13-19). Sedangkan pendapat guru mengenai alat peraga yang digunakan selama kegiatan pembelajaran, guru merasa alat tersebut aman digunakan anak usia kelas III (WK/W2/B25-28) karena alat peraga terbuat dari kayu dan ringan jika dibawa.

Alat yang digunakan membuat anak tertarik untuk belajar, bahkan sampai menanyakan dimana membeli alat peraga seperti yang digunakan selama penelitian (WK/W2/B27-33). Adanya alat peraga tersebut membuat guru menjadi tertarik untuk menduplikasi dengan menggunakan bahan-bahan yang terjangkau (WK/W2/B34-38).

Gambar 4.7 Alat Peraga

Berdasarkan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga, guru menemukan bahwa siswa dapat belajar secara mandiri dan mengenal konsep matematika yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga (WK/W2/B42-50). Siswa menjadi lebih cepat memahami materi yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga (WK/W2/B50-54).

Manfaat yang diperoleh guru adalah alat peraga tersebut cukup membantu beliau dalam mengajar, karena waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama untuk menjelaskan materi (WK/W2/B13-19). Manfaat yang diperoleh siswa, siswa menjadi lebih tahu materi yang diajarkan karena siswa mengalaminya secara langsung. Siswa menjadi lebih cepat paham.

Transfer pengetahuan dari alat peraga itu membuahkan hasil, dimana sebagian besar siswa memperoleh prestasi belajar yang memuaskan. IW merasa terkejut ketika ada salah satu siswa yang memang dari awal tidak pernah mendapat hasil belajar yang bagus, tiba-tiba anak tersebut mendapat hasil belajar yang memuaskan (WK/W2/B84-86). Siswa yang biasanya memperoleh nilai yang

58 secara kognitif kurang untuk mata pelajaran matematika, pada saat menggunakan alat peraga berbasis Montessori, siswa tersebut justru memperoleh hasil belajar tertinggi di kelas (WK/W2/B93-104).

Dokumen terkait