PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA
UNTUK JENIS DAN BESAR SUDUT BERBASIS METODE
MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh: Maria Prasetyaningrum
101134091
PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA
UNTUK JENIS DAN BESAR SUDUT BERBASIS METODE
MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh: Maria Prasetyaningrum
101134091
PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan Rahmat dan karunia-Nya
kepada saya.
2. Kedua orangtua tercinta, Robertus Dadi Catur dan Rita Maria yang telah
setia memberi bimbingan, doa dan dukungan sampai saat ini.
3. Kakak saya, Theodorus Gumilar yang telah mendukung saya selama ini.
4. Semua saudara yang telah banyak membantu dan mendukung saya selama
ini.
5. Sahabat dan teman-teman yang mendukung dan selalu memberikan doa
selama ini.
v HALAMAN MOTTO
Aku hendak bersyukur kepada TUHAN karena
viii ABSTRAK
Prasetyaningrum, Maria. (2014). Persepsi Guru dan Siswa terhadap Alat Peraga untuk Jenis dan Besar Sudut berbasis Metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
Kata Kunci: alat peraga Montessori, jenis dan besar sudut, Matematika.
Upaya pengembangan alat peraga dan implementasi alat peraga telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian-penelitian tersebut belum mengungkap persepsi atas penggunaan alat peraga. Persepsi yang diungkapkan akan mempengaruhi seseorang dalam menggunakan alat peraga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap persepsi guru dan siswa terhadap penggunaan alat peraga matematika yang berupa geometric stick box untuk siswa kelas IIIA SD semester genap. Penemuan persepsi didasarkan atas empat karakteristik alat peraga Montessori, yaitu menarik, bergradasi, auto-education, auto-correction, dan satu tambahan dari peneliti, yaitu kontekstual.
Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif fenomenologi. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan persepsi guru dan siswa kelas III atas penggunaan alat peraga geometric stick box. Narasumber penelitian ini adalah guru matematika dan tiga siswa kelas IIIA SD Kanisius Sengkan Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara persepsi guru dan siswa sebelum dan setelah menggunakan alat peraga Montessori. Pada awalnya, guru kurang tertarik dan merasa bahwa alat peraga Montessori mahal, tetapi bisa membantu siswa memahami materi yang diajarkan, sedangkan siswa menganggap bahwa alat peraga hanya untuk bermain. Persepsi tersebut berubah, guru menjadi tertarik menggunakan alat peraga. Guru merasa terbantu, karena menyingkat waktu untuk mengajarkan materi. Pemikiran siswa pun berubah, siswa mampu belajar secara mandiri, siswa menganggap bahwa alat peraga dapat digunakan untuk bermain sambil belajar.
ix
ABSTRACT
Prasetyaningrum, Maria. (2014). The Teacher’s and Students’ Perception on Didactic Materials to Learn Types and Angles Based on Montessori Method. Thesis. Yogyakarta: Department of Elementary School Teacher Education, Sanata Dharma University.
Key Words: Montessori didactic material, type and angle, mathematic.
A lot of efforts in developing and implementing didactic materials have been done. However, those researches have not yet revealed the perception of the use of those didactic materials. On the other hand, the revealed perception will influence someone in using the didactic materials.
This research is aimed to reveal teacher’s and students’ perception towards the use of Mathematic didactic materials in the form of geometric stick box for grade IIIA students in elementary school in the even semester. The finding of the perception is based on four elements of didactic materials of Montessori, which are interesting, having gradation, auto-education, auto-correction, and, one addition from the writer, contextual.
This research is conducted using qualitative paradigm with phenomenology
method. This method is used to describe the teachers’ and third grade students’
perception toward the use of geometric stick box. The interviewee of this research are a mathematic teacher and three third graders from Kanisius Sengkan Yogyakarta Elementary School, batch of 2013/2014. Data collection is conducted through interview, observation, and documentation.
The result of this research shows that there is a difference in the teacher’s
and students’ perception before and after using the Montessori didactic materials.
Before using the materials, the teacher was not interested enough and thought that they are costly but felt that they can help the students understand the content, whereas the students thought that the materials were only there to play for. The perception changes; the teacher becomes interested to use the didactic materials. The teacher feels that he or she is helped because the didactic materials are able
to minimise the time allocation for teaching a content. The students’ thoughts
change as well; they can learn independently and feel that the didactic materials can be used for playing as well as for learning.
Some advices for the next researchers are: to use more interviewee and to plan the better time and strategy in doing the interview. These are to be done to gain more information more accurately.
x KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan karunia yang telah diberikan sehingga mampu menyelesaikan skripsi
ini. Skripsi dengan judul “Persepsi guru dan siswa terhadap alat peraga untuk jenis dan besar sudut berbasis metode Montessori” disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
untuk menikmati perjuangan mengerjakan skripsi.
2. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Ketua Program
Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma,
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih atas kesempatan
yang telah diberikan selama proses studi yang telah membantu dan
memberikan bimbingan, saran, serta kesabaran selama penulisan skripsi
ini.
4. E. Catur Rismiati, S. Pd., M.A., Ed. D. selaku Wakaprodi PGSD.
5. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan dorongan, bimbingan, kesabaran, serta saran yang banyak
sekali membantu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.
6. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku dosen Penguji Skripsi.
7. M. Sri Wartini, selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Sengkan yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di SD
Kanisius Sengkan Yogyakarta.
8. Irene Widiastuti, S.Pd., selaku guru mitra SD peneliti yang telah banyak
membantu peneliti sehingga penelitian dapat berjalan lancar.
9. Siswa kelas IIIA SD Kanisius Sengkan Yogyakarta, terutama untuk SY,
YG, dan KV yang telah bekerjasama dan bersedia menjadi narasumber
xi 10.Sekretariat PGSD yang telah banyak membantu dari proses perijinan
penelitian sampai skripsi ini selesai.
11.Orang Tua tercinta Robertus Dadi Catur dan Rita Maria yang sudah
mendidik anakmu sampai saat ini. Terima kasih atas segala yang telah
diberikan, doa dan bantuan material yang selalu diberikan secara tulus.
12.Kakak terkasih, Theodorus Gumilar P atas semangat dan doanya.
13.Teman-teman payung kualitatif yang selalu bekerjasama dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segala masukan yang
diberikan.
14.Teman satu kelas dari awal masuk kuliah sampai semester 8 (Ima, Rangga,
Windy, Nissa, Sinta) yang sudah bersedia meminjamkan handycam dan
tripodnya untuk melakukan penelitian, serta membantu selama penelitian.
15.Teman-teman kos yang telah memberikan semangat dan dukungan selama
kuliah sampai pada penulisan skripsi ini. Terima kasih atas
kebersamaannya selama ini.
16.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
segalanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis akan merasa sangat senang dan
terbantu apabila ada yang dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan skripsi yang telah dibuat ini.
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Definisi Operasional ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
2.1 Kajian Pustaka ... 6
2.1.1 Teori-teori yang Mendukung ... 6
2.1.1.1 Persepsi ... 6
1) Pengertian Persepsi ... 6
2) Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Montessori .. 7
2.1.1.2 Alat Peraga ... 9
1) Pengertian Alat Peraga... 9
2) Alat Peraga Montessori ... 9
3) Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ... 10
2.1.1.3 Matematika ... 11
1) Pengertian Matematika ... 11
xiii
3) Materi Jenis dan Besar Sudut... 12
2.1.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 13
2.1.2.1 Penelitian yang Berkaitan dengan Persepsi ... 13
2.1.2.2 Penelitian yang Berkaitan dengan Sudut ... 13
2.1.2.3 Penelitian yang Berkaitan dengan Alat Peraga Matematika ... 14
2.1.2.4 Penelitian yang Berkaitan dengan Alat Peraga Montessori ... 15
2.2 Kerangka Berpikir ... 17
BAB III METODE PENELITIAN... 19
3.1 Jenis Penelitian ... 19
3.2 Setting Penelitian ... 19
3.2.2 Waktu Penelitian ... 20
3.2.3 Narasumber ... 20
3.2.4 Objek Penelitian ... 21
3.3 Desain Penelitian ... 21
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 23
3.5 Instrumen Penelitian... 25
3.6 Kredibilitas dan Tranferabilitas... 37
3.6.1 Kredibilitas ... 37
3.6.2 Transferabilitas ... 38
3.7 Teknik Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
4.1 Deskripsi tentang Narasumber Penelitian ... 42
4.1.1 Latar Belakang Narasumber ... 42
4.1.1.1 Guru ... 42
4.1.1.2 Siswa ... 43
4.1.2 Pandangan subjek mengenai alat peraga ... 44
4.1.3 Kefamiliaran Alat Peraga ... 45
4.1.4 Pengalaman Menggunakan Alat Peraga sebelum Pengimplementasian Alat Peraga Montessori ... 45
4.1.4.1 Guru ... 45
4.1.1.2 Siswa ... 47
4.2 Hasil Penelitian (selama dan setelah implementasi alat peraga Montessori) .. 49
4.2.1 Pengalaman Narasumber menggunakan alat perga Montessori... 49
4.2.1.1 Perasaan... 49
4.2.1.2 Kendala ... 54
xiv
4.3 Pembahasan ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
5.1 Kesimpulan ... 63
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 64
5.3 Saran ... 64
DAFTAR REFERENSI ... 65
xv DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Perilaku ... 8
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Perilaku Modifikasi ... 8
Gambar 2.3 Literature Map Hasil Penelitian yang Relevan ... 18
Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 21
Gambar 3.2 Desain Penelitian dengan Modifikasi ... 22
Gambar 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 23
Gambar 3.4 Teknik Pengumpulan Data Modifikasi ... 23
Gambar 4.1 Wawancara dengan Guru sebelum Pemberian Alat Peraga ... 43
Gambar 4.2 Wawancara dengan Siswa sebelum Pemberian Alat Peraga ... 44
Gambar 4.3 Peneliti Memberikan Gambar Alat Peraga pada Guru ... 47
Gambar 4.4 Narasumber Ketika Pertama Kali Menggunakan Alat Peraga ... 50
Gambar 4.4 Semua Narasumber Menggunakan Alat Peraga ... 51
Gambar 4.6 Narasumber Menggunakan Alat Peraga ... 52
xvi DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Panduan Observasi sebelum Pemberian Alat Peraga ... 28
Tabel 3.2 Pedoman Observasi Guru... 28
Tabel 3.3 Pedoman Observasi Siswa ... 28
Tabel 3.4 Panduan Wawancara sebelum Guru dan Siswa Diperkenalkan
Alat Peraga Montessori ... 30
Tabel 3.5 Panduan Wawancara untuk Guru ... 32
Tabel 3.6 Panduan Wawancara untuk Siswa ... 35
xvii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 3.1 Kisi-kisi Observasi Guru ... 69
Lampiran 3.2 Kisi-kisi Observasi Siswa ... 70
Lampiran 3.3 Perencanaan Wawancara ... 72
Lampiran 3.4 Kisi-kisi Wawancara untuk Guru ... 73
Lampiran 3.5 Kisi-kisi Wawancara untuk Siswa ... 74
Lampiran 3.6 Perencanaan Observasi ... 75
Lampiran 4.1 Observasi Sosio-kultural ... 76
Lampiran 4.2 Observasi I Cara Guru Mengajar ... 77
Lampiran 4.3 Observasi II sebelum Pemberian Alat Peraga ... 78
Lampiran 4.4 Transkrip Observasi I Penggunaan Alat Peraga ... 79
Lampiran 4.5 Transkrip Observasi II Penggunaan Alat Peraga ... 88
Lampiran 4.6 Transkrip Observasi III Penggunaan Alat Peraga ... 95
Lampiran 4.7 Verbatim Wawancara 1 dan 2 Guru ... 99
Lampiran 4.8 Verbatim Wawancara 1 dan 2 Siswa 1 ... 110
Lampiran 4.9 Verbatim Wawancara 1 dan 2 Siswa 2 ... 124
Lampiran 4.10 Verbatim Wawancara 1 dan 2 Siswa 3 ... 135
Lampiran 5.1 Surat Izin Penelitian ... 147
Lampiran 5.2 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian... 148
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab I ini akan dijelaskan latar belakang dari penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Peneliti
akan menjelaskan secara rinci setiap sub bab yang akan dibahas.
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan adalah
bagaimana seorang pendidik mampu merancang kegiatan pembelajaran dengan
baik. Perencanaan kegiatan pembelajaran yang baik, sebaiknya memperhatikan
tahapan perkembangan siswa. Siswa sekolah dasar masih dalam tahapan
operasional konkret (Piaget dalam Uno, 2012: 131), dalam tahapan ini siswa perlu
belajar menggunakan media nyata, yang dapat memudahkan mereka untuk
memahami apa yang diajarkan. Suparno (2001: 70) mengatakan bahwa tahap
berpikir konkret ditandai dengan adanya segala hal yang kelihatan nyata atau
konkret. Siswa yang berada dalam tahapan operasional konkret masih menerapkan
logika berpikir pada barang-barang yang bersifat nyata atau konkret, belum
menerapkan logika berpikir yang bersifat abstrak.
Salah satu mata pelajaran yang dapat menggunakan media pembelajaran yang
konkret adalah Matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang bersifat hitungan, dan seringkali dianggap sulit bagi siswa. Pembelajaran
yang dilakukan dengan hafalan atau mengingat, akan mudah dilupakan oleh siswa
(Heruman, 2012: 2). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dan observasi pada
tiga siswa. Peneliti melakukan wawancara dan observasi ini untuk mengetahui
kondisi awal subjek penelitian. Hasil wawancara terhadap tiga siswa kelas III SD
adalah bahwa siswa mengatakan menyukai matematika, tetapi terkadang sulit
memahami materi yang diajarkan oleh guru karena harus menghitung dan
menghafal. Hasil observasi kegiatan pembelajaran matematika adalah guru tidak
menggunakan alat bantu untuk mengajarkan materi, seperti alat peraga. Hasil
2 media atau alat yang dapat mempermudah pemahaman mereka. Media
pembelajaran yang dimaksud adalah alat peraga.
Upaya untuk mengembangkan alat peraga, terutama alat peraga untuk mata
pelajaran matematika telah banyak dilakukan. Penelitian pengembangan yang
dilakukan beberapa peneliti menghasilkan produk alat peraga yang memiliki
tujuan untuk membantu kegiatan pembelajaran. Seperti yang dilakukan oleh
Wijayanti (2013) yang menghasilkan alat peraga penjumlahan dan pengurangan
untuk kelas I. Penelitian yang sama mengenai pengembangan alat peraga
dilakukan oleh Rukmi (2013) yang menghasilkan produk alat peraga perkalian
berbasis Montessori. Putri (2013) juga melakukan penelitian yang sama dengan
Wijayanti dan Rukmi. Putri mengembangkan alat peraga untuk keterampilan
geometri kelas III.
Adanya penelitian pengembangan alat peraga tersebut, diharapkan guru
memulai untuk menggunakan alat peraga dengan memilih alat peraga yang tepat
untuk membantu mengajarkan materi pembelajaran. Pemilihan alat peraga untuk
pembelajaran berperan penting karena adanya kebermaknaan dalam
pembelajaran, terutama pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pemilihan alat
peraga yang tepat, akan membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
Alat peraga yang dibuat tentunya memerlukan adanya evaluasi dari berbagai
pihak. Evaluasi perlu dilakukan agar alat peraga terus berkembang dan semakin
bermanfaat bagi siswa. Hasil penelitian selama ini menunjukkan bahwa
pengembangan alat peraga yang dievaluasi belum secara mendalam, karena belum
mengungkap persepsi, padahal dalam melakukan evaluasi, persepsi sangatlah
penting.
Menurut salah satu teori, yaitu teori Fazio untuk proses
perilaku (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994). Proses
dari-sikap-ke-perilaku berlangsung seperti berikut ini. Kejadian tertentu mengaktifkan suatu
sikap. Pada saat diaktifkan, sikap tersebut akan mempengaruhi persepsi kita
terhadap objek sikap. Pada saat yang sama, pengetahuan kita mengenai apa yang
sesuai untuk situasi tertentu juga akan aktif. Bersama-sama, sikap dan informasi
3 membentuk definisi terhadap kejadian tersebut. Definisi atau persepsi ini
kemudian mempengaruhi perilaku kita.
Selama ini, penelitian mengenai persepsi terhadap penggunaan alat peraga
banyak dilakukan secara kuantitatif, belum digali lebih jelas mengenai bagaimana
persepsi seseorang dapat terbentuk dari apa yang mempengaruhi persepsinya.
Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumarita (2009), menghasilkan
persepsi secara kuantitatif. Hasil penelitian yang dilakukan adalah terdapat
perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang menggunakan metode
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dan pembelajaran yang bersifat
konvensional pada masing-masing tingkat aktivitas belajar dan perbedaan antara
masing-masing tingkat aktivitas belajar konsisten pada setiap metode
pembelajaran. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa persepsi sangat
dibutuhkan untuk menggali informasi-informasi mengenai alat peraga yang
digunakan. Informasi yang diperoleh sangat penting untuk mengembangkan alat
peraga yang dibuat dan transfer pengetahuan yang dilakukan akan bermakna.
Penelitian ini akan mengungkap persepsi. Persepsi yang diungkap adalah
mengenai pengalaman, perasaan, kendala yang dihadapi, dan manfaat yang
diperoleh atas alat peraga yang dibuat melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan adalah bagaimana siswa menggunakan alat peraga
tersebut dan bagaimana cara siswa mengetahui materi yang diajarkan, yaitu jenis
dan besar sudut. Alat peraga yang digunakan adalah geometric stick box untuk
digunakan pada materi jenis dan besar sudut. Alat peraga yang dibuat diharapkan
akan membuat siswa terlibat aktif, karena siswa menggunakannya sendiri, dan
guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Penelitian ini dibatasi pada persepsi guru dan siswa terhadap penggunaan
alat peraga berbasis metode Montessori untuk jenis dan besar sudut di SD
Kanisius Sengkan Yogyakarta pada semester genap tahun ajaran 2013/2014.
Persepsi akan diungkap melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.
Narasumber dalam penelitian ini adalah guru kelas IIIA yang juga guru mata
4 berbagai jenis dan besar sudut”. Adanya temuan persepsi selama penelitian dapat menambah wawasan baru mengenai alat peraga berbasis Montessori yang berupa
geometric stick box yang dapat digunakan juga sebagai bahan evaluasi apabila
akan mengembangkan alat peraga geometric stick box.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana persepsi guru terhadap alat peraga untuk jenis dan besar sudut
berbasis metode Montessori di kelas IIIA SD Kanisius Sengkan
Yogyakarta ?
1.2.2 Bagaimana persepsi siswa terhadap alat peraga untuk jenis dan besar sudut
berbasis metode Montessori di kelas IIIA SD Kanisius Sengkan
Yogyakarta ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru terhadap alat
peraga untuk jenis dan besar sudut berbasis metode Montessori di kelas
IIIA SD Kanisius Sengkan Yogyakarta.
1.3.2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru terhadap alat
peraga untuk jenis dan besar sudut berbasis metode Montessori di kelas
IIIA SD Kanisius Sengkan Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoretis
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai penggunaan alat
peraga Matematika berbasis Montessori. Terutama pada pembelajaran
jenis dan besar sudut dalam pembelajaran di kelas dengan menggunakan
geometric stick box yang dapat membantu siswa memperoleh kegiatan
pembelajaran yang bermakna.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman yang sangat berharga ketika melakukan
penelitian, dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan alat peraga yang
5 1.4.2.2Bagi guru
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam menggunakan alat peraga
geometric stick box untuk membantu siswa dalam belajar Matematika di
Sekolah Dasar.
1.5Definisi Operasional
1.5.1 Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang memberikan penilaian
terhadap informasi yang diperoleh melalui alat indera yang dimilikinya
yang kemudian diungkapkan dengan kata-kata.
1.5.2 Alat peraga berbasis Montessori adalah salah satu media pembelajaran
yang dirancang secara khusus untuk membuat anak belajar secara mandiri.
1.5.3 Materi jenis dan besar sudut adalah salah satu materi yang harus dipelajari
siswa, terutama siswa kelas 3.
1.5.4 Alat peraga geometric stick box adalah alat peraga untuk mengajarkan
materi jenis dan besar sudut yang berupa stik dengan berbagai ukuran dan
warna yang dapat membantu siswa untuk belajar secara mandiri dan
6 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan membahas mengenai kajian pustaka,
penelitian-penelitian yang relevan, kerangka berpikir. Kajian pustaka membahas mengenai
teori-teori yang relevan. Penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian yang
pernah ada sebelumnya. Selanjutnya dirumuskan dalam kerangka berpikir.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Persepsi
1) Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang ada dalam diri
individu. Persepsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 675) diartikan
sebagai tanggapan atau penerimaan secara langsung dari sesuatu hal. Rakhmat
(2007: 51) berpendapat bahwa persepsi merupakan pengamatan tentang objek,
peristiwa atau hubungan yang didapat dengan membuat kesimpulan dari
informasi-informasi yang ada dan menafsirkan pesan. Berbeda dengan yang
disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Rakhmat, Sarwono (2009:
86) menjelaskan bahwa persepsi merupakan rangsangan yang dari dunia luar yang
ditangkap oleh alat indera yang kemudian masuk ke dalam otak, dan di dalam
otak terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujudlah sebuah pemahaman.
Leavitt (dalam Desmita, 2006: 107-108) memisahkan pengertian persepsi
dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, persepsi merupakan cara
seseorang untuk melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, persepsi merupakan
proses seseorang untuk memandang sesuatu atau mengartikan sesuatu berdasarkan
apa yang diketahuinya. Persepsi merupakan sebuah proses yang terikat dan ada
dalam individu terhadap apa yang diterimanya (Mozkowitz dan Orgel dalam
Walgito, 2010: 100). Persepsi akan membuat individu menyadari adanya keadaan
yang sebenarnya yang ada di sekitarnya dan keadaan diri sendiri (Davidoff dalam
Walgito, 2010: 100).
Ungkapan persepsi yang dilakukan oleh seseorang dapat berupa kata-kata
7 Setiap individu memiliki persepsi yang berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena
adanya perbedaan pengetahuan (Suharnan, 2005: 24). Karena itu, jelas kiranya
bahwa yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk rangsangan, objek
atau pengalaman seseorang (stimuli), tetapi karakteristik orang yang memberi
respon terhadap stimuli tersebut. Beberapa pendapat mengenai persepsi tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi adalah proses yang yang terjadi pada
individu dalam menerima apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan melalui alat
indera terhadap diri sendiri dan lingkungan disekitarnya.
2) Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Montessori
Alat indera merupakan alat untuk menghubungkan individu dengan dunia
luarnya. Davidoff (dalam Walgito, 2010: 100) menerangkan adanya proses
penginderaan tersebut akan menjadi sesuatu yang berarti setelah diolah dan
diorganisasikan. Kemampuan siswa menerima apa yang dilihat, dirasakan, dan
dilakukan ada keterkaitannya dengan persepsi. Kegiatan dimana dilakukan
transfer pengetahuan akan memengaruhi kognitif siswa, terutama siswa sekolah
dasar. Siswa sekolah dasar dimana kemampuan proses berpikir untuk
mengoperasikan hal-hal yang berkaitan dengan logika masih terikat dengan objek
yang bersifat konkret (Heruman, 2012: 1). Salah satu aktivitas dari aspek kognitif
yang paling penting adalah persepsi. Persepsi yang ada dapat dipengaruhi juga
oleh suatu sikap terhadap objek dan disebabkan oleh suatu kejadian yang dapat
mempengaruhi perilakunya (Suharnan, 2005: 51).
Menurut salah satu teori, yaitu teori Fazio untuk proses
perilaku (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994). Proses
dari-sikap-ke-perilaku berlangsung seperti berikut ini. Kejadian tertentu mengaktifkan suatu
sikap. Pada saat diaktifkan, sikap tersebut akan mempengaruhi persepsi kita
terhadap objek sikap. Pada saat yang sama, pengetahuan kita mengenai apa yang
sesuai untuk situasi tertentu juga akan aktif. Bersama-sama, sikap dan informasi
yang tersimpan mengenai apa yang sesuai atau yang diharapkan itu kemudian
membentuk definisi terhadap kejadian tersebut. Definisi atau persepsi ini
kemudian mempengaruhi perilaku kita. Berikut ini adalah bagan persepsi yang
8
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Perilaku
Proses terjadinya persepsi ke perilaku ini peneliti modifikasi seperti
berikut ini :
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Perilaku yang dimodifikasi
Pada kegiatan belajar mengajar, siswa mempunyai persepsi terhadap
pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan guru juga mempunyai persepsi
terhadap keefektifan dari metode yang digunakannya. Pembelajaran matematika
yang dilakukan dengan menggunakan alat peraga berbasis Montessori relatif baru
baik bagi siswa maupun bagi guru. Siswa diharapkan secara aktif menggunakan
objek yang konkret dalam menyelesaikan permasalahan matematikanya. Jika guru
dan siswa memiliki persepsi yang positif mengenai alat peraga, maka intensi guru
Kepribadian
Kognisi
Afeksi
Sikap
Persepsi
Objek
Pengalaman Pengetahuan
Keyakinan Proses belajar
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
Evaluasi
Senang/tak senang
Bertindak
Pengalaman
Persepsi
Sikap
Tindakan
kepercayaan
perilaku
9 dan siswa dalam memanfaatkan alat peraga tersebut semakin besar. Di sinilah
letak persepsi itu mulai berperan dalam proses transfer pengetahuan dengan
menggunakan alat peraga yang baru dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
2.1.1.2 Alat Peraga
1) Pengertian Alat Peraga
Salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak adalah
penggunaan alat peraga. Alat peraga yang digunakan harus bersifat konkret agar
anak mudah memahami materi pembelajaran yang pernah diterimanya. Alat
peraga diharapkan dapat mempermudah pemahaman anak terhadap matematika.
Sudjana (dalam jurnal Aziz, Yulianti, Handayani, 2006: 95) menjelaskan
mengenai alat peraga yaitu alat yang digunakan untuk membantu guru dalam
proses belajar mengajar agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien.
Sementara itu, Nasution (dalam Tesis Kusumarita, 2009: 19), alat peraga adalah
alat yang digunakan oleh pendidik untuk membantu menerangkan suatu materi
kepada peserta didik sesuai dengan bahan pengajaran yang digunakan. Pengertian
alat peraga dari dua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa alat peraga
adalah alat bantu yang dapat digunakan oleh pendidik untuk mengajarkan materi
yang sesuai dengan apa yang akan diajarkan. Alat peraga untuk kelas rendah di
Sekolah Dasar biasanya menggunakan alat peraga yang bersifat konkret, yang
disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak yang masih dalam tahap
operasional konkret (Piaget dalam Uno, 2012: 131).
2) Alat Peraga Montessori
Alat peraga Montessori dirancang secara mendetail agar anak dapat
menggunakannya sendiri tanpa bantuan orang dewasa. Alat peraga Montessori
dirancang untuk mengembangkan kreatifitas anak dan memiliki pengendali
kesalahan agar anak dapat memperbaiki kesalahan mereka sendiri. Penggunaan
alat peraga Montessori diharapkan mampu mengembangkan pikiran matematika
anak agar mampu memahami perintah yang diberikan, urutan, abstraksi, dan
memiliki kemampuan untuk menempatkan bersama-sama tentang apa yang
diketahui sampai anak mampu menemukan hal baru secara mandiri (Lilard, 1997:
10 3) Ciri-ciri Alat Peraga Montessori
Montessori menggunakan alat peraganya dengan menggunakan metode
eksperimental berdasarkan hasil observasi dan modifikasi di sekolah yang
didirikannya yaitu di Casa dei Bambini. Montessori membuat alat peraga dengan
modifikasi bentuk dan warna yang berbeda-beda untuk satu alat peraga yang sama
(bergradasi). Montessori terus mengujicobakan dan mengembangkan alat peraga
yang dibuatnya. Alat peraga Montessori dibuat dengan warna-warna yang cerah,
mudah dimanipulasi, dan berbahan dasar kayu yang ringan dan memiliki daya
tahan yang baik. Ciri-ciri dari alat peraga Montessori adalah sebagai berikut
(Montessori, 2002: 169-175) :
a. Menarik
Pembelajaran yang dilakukan anak-anak adalah untuk mengembangkan bakat
dan potensi yang ada. Alat peraga yang menarik akan membuat anak tertarik
dan berminat untuk belajar. Anak ingin mencoba sendiri alat peraga yang ada.
Alat peraga yang diciptakan oleh Montessori memiliki warna-warna yang
cerah, berbahan kayu, dan bentuknya menarik. Alat peraga tersebut
digunakan oleh Montessori untuk pembelajaran sensorial yang berfungsi
untuk mengaktifkan seluruh indera manusia.
b. Bergradasi
Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran Montessori menggunakan
alat indera. Alat peraga tersebut terdapat gradasi, yaitu gradasi warna, bentuk,
dan usia anak untuk membentuk konsep belajar anak.
c. Auto-correction
Alat peraga dalam metode Montessori memiliki pengendali kesalahan pada
alat peraga itu sendiri. Pengendali kesalahan tersebut dimaksudkan sebagai
penunjuk adanya kesalahan agar anak dapat mengetahui sendiri aktivitas yang
dilakukannya itu apakah benar atau salah tanpa adanya pemberitahuan oleh
orang lain.
d. Auto-education
Montessori menciptakan alat peraga yang sesuai dengan perkembangan anak.
11 oleh anak sesuai dengan keinginannya. Alat peraga juga dapat membuat anak
belajar secara mandiri.
e. Kontekstual
Dari keempat ciri alat peraga yang disebutkan oleh Montessori di atas, akan
ditambahkan satu ciri lagi oleh peneliti, yaitu kontesktual. Alat peraga yang
bersifat kontekstual ini berarti alat peraga yang dapat ditemukan atau dekat
dengan kehidupan (Komalasari, 2011: 7). Berdasarkan sejarahnya,
Montessori mulai mengembangkan sistem pembelajarannya dengan alat
peraga yang diciptakannya. Montessori menggunakan alat peraga yang
dimodifikasi dan digunakan untuk anak-anak miskin dengan material yang
ada di lingkungan sekitar. Pemanfaatan bahan-bahan yang sesuai dengan
konteks yang ada di daerah, dimana sekolah Montessori didirikan akan
menekan biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan alat peraga. Sehingga alat
peraga Montessori tidak lagi dinilai sebagai alat peraga yang mahal dan
berkelas. Alat peraga ini dapat digunakan oleh anak-anak yang kurang
beruntung.
2.1.1.3 Matematika
1) Pengertian Matematika
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan dalam
satuan pendidikan, termasuk di dalamnya adalah pada tingkat sekolah dasar.
Ruseffendi (dalam Heruman, 2012: 1) mengatakan bahwa matematika merupakan
bahasa simbol. Sedangkan Soedjadi (dalam Heruman, 2012: 1), berpendapat
bahwa matematika merupakan suatu objek yang memiliki tujuan yang abstrak,
bertumpu pada kesepakatan dan memiliki pola pikir yang deduktif. Matematika
merupakan suatu bidang ilmu yang menjadi alat pikir, alat berkomunikasi, alat
untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika,
analisis dan konstruksi, generalis dan individualitas, dan memiliki cabang-cabang
antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis.
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa matematika adalah suatu bidang
ilmu yang berhubungan dengan bilangan yang digunakan untuk memecahkan
masalah matematis. Matematika pada dasarnya memiliki konsep, yaitu dari
12 intelektual anak oleh Piaget (dalam Uno, 2012: 131) dibagi menjadi empat
periode berpikir. Keempat perode berpikir tersebut adalah (1) periode sensori
motor (usia 0 sampai 2 tahun), (2) periode praoperasional (usia 3 sampai 7 tahun),
(3) periode operasional konkret (usia 7 sampai 11 tahun), dan (4) periode operasi
formal (usia 11 sampai dewasa).
2) Tujuan Matematika
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan untuk (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran dalam pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4)
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan suatu masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI, 2006: 30).
3) Materi Jenis dan Besar Sudut
Ruang lingkup matematika adalah geometri dan pengukuran (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI, 2006: 32). Peneliti ingin meneliti salah satu
ruang lingkup tersebut, yaitu geometri. Dimana salah satu pembahasan geometri
pada mata pelajaran matematika kelas 3 SD pada semester 2 adalah jenis dan
besar sudut, dengan standar kompetensi yang ke empat, yaitu memahami unsur
dan sifat bangun datar sederhana. Sedangkan untuk kompetensi dasar yang
diambil adalah mengidentifikasi berbagai jenis dan besar sudut.
Terdapat penjelasan-penjelasan mengenai sudut, diantaranya adalah dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia; Tim Bina Matematika; dan Amin & Sani. Sudut
merupakan perpotongan dari dua garis di sekitar titik potongnya (Kamus Besar
13 menyebutkan bahwa sudut merupakan daerah yang dibatasi oleh perpotongan dua
garis lurus. Lebih lanjut, Amin dan Sani (2004: 43) mengatakan pendapatnya
mengenai sudut, yaitu hasil dari perpotongan dua garis lurus. Ketiga pendapat
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sudut merupakan perpotongan dua garis
lurus yang memiliki titik ujung yang sama.
2.1.2 Hasil Penelitian yang Relevan
2.1.2.1Penelitian yang Berkaitan dengan Persepsi
Penelitian yang berkaitan dengan persepsi dilakukan oleh Setianingsih
(2013) mengenai deskripsi persepsi siswa terhadap pendampingan orang tua
dalam belajar di rumah. Hasil penelitian yang telah dilakukan terdiri dari 5
kategori pendampingan orang tua yaitu kategori sangat optimal, kategori optimal,
kategori cukup optimal, kategori kurang optimal, kategori tidak optimal. Menurut
persepsi siswa, tingkat pendampingan orang tua dalam belajar di rumah masuk
pada kategori optimal. Adanya pendampingan orang tua dalam belajar siswa di
rumah akan membantu kesulitan siswa, sehingga siswa mampu mengatasi
kesulitan yang dihadapi. Ada salah satu orang tua yang tidak membantu siswa
dalam mengatur jadwal belajarnya sehingga masuk dalam kategori rendah.
Terlihat pada siswa yang memiliki persepsi bahwa orang tua dalam mendampingi
siswa kurang optimal. Hasil penelitian tersebut, diharapkan membuat orang tua
semakin sadar dan mengoptimalkan pendampingan siswa dalam belajar di rumah.
2.1.2.2Penelitian yang Berkaitan dengan Sudut
Penelitian yang berkaitan dengan sudut dalam pembelajaran Matematika
SD antara lain Riyanto (2010); Rahayu, Budiyono, Kurniawati (2013).
Riyanto meneliti tentang peningkatan keaktifan dan kemampuan siswa
dalam mengidentifikasi jenis dan besar sudut melalui metode student teams
achievement division (STAD) pada peserta didik kelas 3 SD. Hasil penelitian
terhadap penggunaan metode Student Teams Achievement Division (STAD)
mampu meningkatkan keaktifan peserta didik. Data yang diperoleh pada siklus I
dan siklus II menunjukkan peningkatan keaktifan peserta didik saat pembelajaran.
Selain itu, hasil belajar peserta didik pada materi mengidentifikasi jenis dan besar
14 Teams-Achievement Divisions (STAD) secara terus menerus pada siklus pertama
dan kedua terjadi peningkatan. Ada peningkatan presentase peserta didik pada
setiap siklus. Kondisi awal yang hanya 47,3% (9 peserta didik tuntas dari 19
peserta didik) meningkat menjadi 63,2% (12 peserta didik tuntas dari 19 peserta
didik), kemudian pada siklus II meningkat lagi menjadi 78,9% (15 peserta didik
tuntas dari 19 peserta didik). Berdasarkan data yang diperoleh dari setiap siklus,
dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi peningkatan keaktifan peserta didik kelas
III SD N Wonorejo tahun ajaran 2009/2010 saat pembelajaran mengidentifikasi
jenis dan besar sudut menggunakan metode Student Teams-Achievement Divisions
(STAD).
Rahayu, N.S., Budiyono, Kurniawati, I., (2013) meneliti tentang
eksperimentasi pembelajaran matematika dengan model problem solving pada sub
materi besar sudut-sudut, keliling dan luas segitiga ditinjau dari aktivitas belajar
matematika siswa kelas VII semester II. Hasil yang diperoleh yaitu siswa yang
memiliki aktivitas belajar matematika yang tinggi memiliki prestasi belajar
matematika yang lebih baik daripada siswa yang aktivitas belajar matematikanya
sedang dan rendah. Pada pembelajaran yang menggunakan model problem
solving, siswa yang memiliki aktivitas belajar matematika yang tinggi memiliki
prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki
aktivitas belajar matematika yang sedang dan rendah. Sedangkan pada
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional, siswa yang
memiliki aktivitas belajar matematika yang tinggi memiliki prestasi belajar
matematika lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki aktivitas belajar
matematika yang sedang, siswa yang memiliki aktivitas belajar matematika yang
tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang memiliki aktivitas belajar matematika yang rendah. Kesimpulan dari
penjelasan tersebut adalah bahwa model pembelajaran Problem Solving sama
baiknya dengan model pembelajaran konvensional pada materi besar sudut-sudut,
keliling dan luas segitiga.
2.1.2.3Penelitian yang Berkaitan dengan Alat Peraga Matematika
Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan alat peraga matematika
15 pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga pada pokok bahasan
bangun ruang sisi lengkung ditinjau dari aktivitas belajar siswa kelas IX SMP.
Hasil penelitian diperoleh dari hipotesis pertama, kedua, dan ketiga. Hipotesis
pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa prestasi belajar matematika siswa
yang menggunakan alat peraga lebih baik daripada siswa yang menggunakan
metode pembelajaran konvensional. Pada hipotesis yang kedua mengatakan
bahwa prestasi belajar matematika pada siswa yang memiliki aktivitas belajar
tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki aktivitas belajar sedang dan
rendah. Terdapat faktor aktivitas belajar siswa yang terdiri dari tiga kelompok,
maka untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika berdasarkan faktor
aktivitas belajar siswa dilakukan uji komparasi ganda. Sedangkan pada hipotesis
yang ketiga dalam penelitian ini mengatakan bahwa terdapat interaksi metode
pembelajaran matematika dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar
matematika. Nilai uji yang diperoleh adalah Fab=1,232 yang lebih kecil dari nilai
F0,05; 2; 227=3,00 (H0ab tidak ditolak). Hal ini berarti tidak ada interaksi metode
pembelajaran matematika dengan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar
matematika. Penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan prestasi
belajar matematika antara siswa yang menggunakan metode pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga dan konvensional konsisten pada masing-masing tingkat
aktivitas belajar dan perbedaan antara masing-masing tingkat aktivitas belajar
konsisten pada setiap metode pembelajaran.
2.1.2.4Penelitian yang Berkaitan dengan Alat Peraga Montessori
Penelitian yang terkait dengan alat peraga Montessori adalah yang
dilakukan oleh Putri (2013). Putri (2013) mengembangkan alat peraga ala
Montessori untuk keterampilan geometri matematika kelas III. Penggunaan alat
peraga Montessori pada kelas III menghasilkan kesan menarik pada siswa, karena
siswa menjadi mudah memahami materi yang diajarkan, siswa juga senang ketika
dapat menentukan sendiri warna yang sesuai dengan keinginannya untuk
digunakan dalam kegiatan pembelajaran, siswa juga merasa senang ketika dapat
memberikan contoh dengan benar mengenai penggunaan alat peraga yang
digunakan kepada temannya. Wali kelas III juga mengomentari penggunaan alat
16 pembelajaran dengan menggunakan papan pasir bangun datar. Kemampuan alat
peraga yang dikembangkan mampu membuat prestasi anak dalam memahami
materi meningkat. Validasi yang dilakukan oleh pakar pembelajaran matematika,
pakar alat peraga matematika, guru kelas III A SDN Tamanan I, dan 6 siswa kelas
III A SDN Tamanan I menghasilkan sebuah penilaian yaitu alat peraga papan
pasir bangun datar telah memenuhi kriteria kelayakan yang sangat baik digunakan
sebagai alat peraga dalam kegiatan pembelajaran bangun datar matematika.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di atas hanya berakhir pada
persepsi secara kuantitatif, belum ada deskripsi lebih lanjut mengenai persepsi
tersebut. Peneliti belum menemukan penelitian yang membahas mengenai
persepsi terhadap penggunaan alat peraga berbasis Montessori pada materi jenis
dan besar sudut di Sekolah Dasar. Peneliti ingin memberikan pengetahuan baru
mengenai penggunaan alat peraga sudut berdasarkan penelitian yang dilakukan.
Apabila penggunaan alat peraga geometric stick box mendapatkan apresiasi dari
berbagai pihak, maka alat peraga geometric stick box dapat dikembangkan lagi
untuk penelitian selanjutnya. Penelitian yang terdahulu menjadi dasar adanya
17
Gambar 2.3 Literature Map Hasil Penelitian yang Relevan
2.2 Kerangka Berpikir
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran adalah
media pembelajaran atau alat bantu mengajar. Alat bantu mengajar yang
dimaksud adalah alat peraga. Alat peraga untuk siswa sekolah dasar masih bersifat
konkret, karena tahapan berpikir anak masih dalam tahapan operasional konkret
(Piaget dalam Suparno, 2001: 70). Maka dari itu, diperlukan sebuah alat yang
mampu mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir konkret. Upaya yang
dilakukan untuk pengembangan sebuah alat, perlu adanya evaluasi mengenai
kebermanfaatannya dan berbagai hal yang berkaitan dengan alat yang mungkin
berpengaruh terhadap intensitas penggunaan alat itu di kemudian hari. Salah satu
yang dapat mempengaruhi intensitas penggunaan alat peraga adalah persepsi.
Dian (2013)
persepsi siswa terhadap pendampingan orang tua dalam belajar di rumah
Riyanto (2010)
-jenis dan besar sudut melalui metode student teams
achievement division (STAD)
Rahayu, N.S., Budiyono, dan Kurniawati, I. (2013).
-problem solving pada sub materi besar sudut-sudut,
keliling dan luas segitiga, aktivitas belajar matematika siswa kelas VII
Kusumarita (2009)
alat peraga bangun ruang sisi lengkung ditinjau dari aktivitas belajar siswa
Putri (2013)
alat peraga ala Montessori, ketrampilan geometri matematika kelas III
Materi jenis dan besar sudut
Alat Peraga Matematika berbasis Montessori Alat Peraga Matematika
Persepsi Judul Penelitian
18 Persepsi merupakan pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan yang
didapat dengan membuat kesimpulan dari informasi-informasi yang ada dan
menafsirkan pesan, Rakhmat (2007: 51). Persepsi yang diungkapkan oleh guru
dan siswa adalah persepsi mengenai alat peraga untuk mata pelajaran matematika.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang bersifat hitungan dan
hafalan yang sering dianggap sulit oleh siswa. Diperlukan alat peraga untuk
membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru. Alat peraga
diperlukan agar siswa dapat belajar secara mandiri. Karena itu, dikembangkanlah
berbagai alat peraga. Alat peraga yang dibuat perlu dievaluasi dengan melihat
persepsi dari berbagai pihak agar semakin berkembang dan bermanfaat bagi anak.
Alasan tersebut membuat peneliti melakukan penelitian mengenai persepsi
guru dan siswa atas penggunaan alat peraga. Persepsi yang didapat dipengaruhi
oleh sikap terhadap objek yang kemudian kejadian tersebut akan mengaktifkan
sikap (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994). Persepsi akan
mempengaruhi intensi seseorang dalam menggunakan suatu produk, dalam hal ini
adalah alat peraga. Pengalaman guru dan siswa dalam menggunakan alat peraga
akan membentuk sebuah persepsi terhadap alat peraga tersebut. Jika guru dan
siswa memiliki persepsi yang positif, maka intensi guru dan siswa dalam
menggunakan alat peraga semakin besar. Begitu pun sebaliknya, jika guru dan
siswa memiliki persepsi negatif mengenai alat peraga, maka intensi guru dan
19 BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian. Pembahasan metode penelitian yaitu jenis penelitian, setting penelitian,
desain penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, kredibilitas dan
transferabilitas, serta teknik analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
suatu fenomena atau kejadian mengenai apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya adalah perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan dengan cara
menuangkan apa yang terjadi dalam bentuk kata-kata (Moleong, 2011: 6).
Berbeda dengan Moleong, Creswell (2012: 4) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif merupakan metode-metode yang digunakan untuk mengeksplorasi dan
memahami sebuah permasalahan yang oleh sejumlah orang atau sekelompok
orang dianggap berasal dari permasalahan sosial. Kedua definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki tujuan
untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai permasalahan sosial.
Metode penelitian kualitatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
fenomenologi dengan menggunakan data-data dari hasil observasi, wawancara
dan dokumentasi. Fenomenologi adalah metode yang berusaha mengungkap dan
mempelajari serta memahami suatu fenomena dengan konteks yang unik dan khas
yang dialami individu (Herdiansyah, 2012: 66). Penjelasan tersebut dapat dilihat
bahwa suatu fenomena, dalam hal ini alat peraga yang relatif baru bagi guru dan
siswa akan mempengaruhi dan memberikan pengalaman yang mengesankan
(Herdiansyah, 2012: 67).
3.2Setting Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sebuah sekolah yang digunakan untuk penelitian
20 kaliurang km 7,8. Pemilihan sekolah ini didasarkan pada penggunaan alat peraga
yang sangat jarang, terutama alat peraga Montessori. Alasan ini yang
menyebabkan peneliti memilih sekolah ini untuk dijadikan tempat penelitian.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari sampai
April 2014. Waktu penelitian mengacu pada kalender sekolah, karena penelitian
ini akan dilaksanakan selama tiga pertemuan dari proses belajar mengajar yang
efektif di kelas.
3.2.3 Narasumber
Narasumber dalam penelitian ini adalah guru kelas IIIA yang sekaligus
merupakan guru matematika dan tiga siswa kelas IIIA, tiga siswa kelas IIIA.
Proses pemilihan narasumber siswa dilakukan dengan menemui guru kelas yang
juga berperan sebagai guru matematika. Peneliti menanyakan pada guru siswa
yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini. Kriteria yang diambil berdasarkan
karakteristik narasumber yang mampu bekerjasama dengan peneliti, mampu
berkomunikasi secara lancar, dan mendapatkan izin dari orangtua melalui
perantara guru. Mampu bekerjasma dengan peneliti maksudnya adalah
narasumber siswa yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.
Mampu berkomunikasi secara lancar maksudnya adalah narasumber dapat
mengutarakan apa saja yang dirasakan sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan. Pada tahap selanjutnya, peneliti menemui responden yang disarankan
oleh guru. Narasumber yang memenuhi kriteria adalah SY, YG, dan KV.
Narasumber A merupakan wali kelas IIIA, yaitu IW. IW mengajar di SD Kanisius
Sengkan sejak tahun 2011. IW mengajarkan 5 mata pelajaran pokok SD ditambah
dengan mata pelajaran Bahasa Jawa. IW merupakan guru muda yang baru lulus
menjadi sarjana pendidikan. Narasumber B adalah SY. SY, menurut gurunya
termasuk dalam siswa yang mudah bergaul dengan siswa lainnya. SY mudah
diajak berkomunikasi. Dia pandai mengutarakan apa saja yang terjadi.
Narasumber C adalah YG. YG merupakan putri dari salah satu karyawan SD
Kanisius Sengkan. YG merupakan siswa yang pandai berbicara dan mudah dekat
21 termasuk salah satu siswa yang mudah diajak berkomunikasi. KV mudah
mengutarakan apa saja yang dialaminya.
3.2.4 Objek Penelitian
Objek Penelitian ini adalah persepsi guru dan siswa kelas IIIA SD Kanisius
Sengkan terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode
Montessori.
3.3 Desain Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti melakukan langkah-langkah penelitian untuk
sampai pada hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan.
Langkah-langkah penelitian seperti yang dijelaskan oleh Patton (1990) (dalam
McMillan, 2001: 400) adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian tersebut dimodifikasi sesuai dengan langkah-langkah
yang peneliti lakukan seperti pada gambar berikut ini:
Pengecekan keabsahan data Mempertajam
fokus dan
perumusan masalah penelitian Tahap perencanaan
Simpulan hasil peneltian, rekomendasi, dalil-dalil Analisis
Studi awal
Pelaksanaan (observasi interview, dokumen)
Temuan
MODEL HIPOTETIK PERSONALIS
ASI NILAI
22
Gambar 3.2 Desain Penelitian dengan Modifikasi.
Desain penelitian tersebut dijelaskan sebagai berikut :
3.3.1 Melakukan Observasi awal. Observasi awal dilakukan untuk mengetahui
kondisi awal sebelum pemberian alat peraga.
3.3.2 Menyusun kerangka penelitian. Kerangka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui dasar pemikiran peneliti, alur pemikiran peneliti, alasan
peneliti melakukan penelitian dan desain penelitian yang digunakan untuk
pengumpulan data.
3.3.3 Menyusun fokus penelitian yang digali dari narasumber, agar peneliti
memiliki pedoman ketika pengambilan data.
3.3.4 Melakukan pengambilan data. Setelah menemukan subjek penelitian yang
sesuai dengan prosedur pengambilan data, peneliti melakukan wawancara
dan pengamatan atau observasi dengan subjek penelitian secara
berkelanjutan.
3.3.5 Melakukan pencatatan terhadap hasil yang diperoleh dari pengambilan
data.
3.3.6 Setelah melakukan pencatatan, peneliti mengolah semua data hasil
wawancara dan pengamatan dari subjek penelitian. Hal ini dilakukan agar
peneliti dan pihak lain lebih mudah memeriksa ketepatan dari
langkah-langkah yang telah diambil dan memungkinkan data tersusun dengan rapi,
sistematis dan lengkap.
Observasi Awal
Analisis
Pelaksanaan penelitian (observasi wawancara, dokumentasi)
Temuan (Persepsi)
Tahap perencanaan
Mempertajam
fokus dan
perumusan masalah penelitian
23 3.3.7 Melakukan analisis data yang telah diperoleh dan mendapatkan sebuah
temuan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Berbeda dengan penelitian kuantitatif, dalam penelitian kualitatif, peneliti
atau dengan bantuan orang lain merupakan instrumen utama dalam penelitian
(Moleong, 2011: 9). Peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui
observasi, wawancara, atau dokumentasi dengan para partisipan (Creswell, 2012:
261). Sugiyono (2011: 309) mengatakan pendapatnya mengenai pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif yang melibatkan 4 teknik, seperti pada gambar
berikut ini:
Gambar 3.3 Teknik Pengumpulan Data
Berkaitan dengan beberapa hal di atas, peneliti memodifikasi bagan teknik
pengumpulan data sesuai dengan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
wawancara, observasi (pengamatan), dan dokumentasi sebagai alat utama dalam
pengumpulan data seperti pada bagan berikut ini:
Gambar 3.4 Teknik Pengumpulan Data Modifikasi Teknik
Pengumpulan Data Wawancara
Dokumentasi Observasi
Teknik
Pengumpulan data
Observasi
Wawancara
Dokumentasi
24 3.4.1 Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan melakukan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan berlandaskan pada tujuan
penyelidikan (Hadi dalam Rahayu dan Ardani, 2004:63). Panduan wawancara
dibuat agar lebih terfokus pada permasalahan yang ada dan menghindari adanya
kemungkinan-kemungkinan yang tidak dikehendaki. Pertanyaan wawancara
sebelum pemberian alat peraga yang dibuat adalah mengenai pengalaman selama
kegiatan pembelajaran, terutama mata pelajaran matematika, sedangkan
pertanyaan wawancara setelah penggunaan alat peraga yang dibuat adalah
mengenai perasaan dan persepsi alat peraga Montessori pada mata pelajaran
Matematika dengan materi jenis dan besar sudut.
3.4.2 Observasi
Observasi dijelaskan oleh Creswell (2012: 134) merupakan metode yang
paling dasar dari ilmu sosial karena dalam cara-cara tertentu, peneliti selalu
terlibat dalam proses mengamati. Patton dalam (Creswell, 2012: 135) menegaskan
observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian,
terutama penelitian dengan pendekatan kualitatif. Panduan observasi dibuat agar
lebih fokus terhadap hal-hal yang akan diamati. Peneliti melakukan kegiatan
observasi sebelum pemberian alat peraga sebanyak tiga kali, yaitu satu kali
observasi sosio kultural dan dua kali observasi kegiatan pembelajaran. Kemudian,
peneliti melakukan kegiatan observasi untuk pemberian alat peraga sebanyak tiga
kali.
Wawancara dan observasi dilakukan pada wali kelas IIIA dan siswa kelas
IIIA. Wawancara dilakukan dengan menuliskan secara langsung jawaban
informan dan dibantu dengan rekaman handphone agar jawaban narasumber yang
terlewati oleh peneliti dapat ditinjau kembali. Observasi dilakukan selama
kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran matematika berlangsung. Peneliti
secara langsung mencatat hal-hal penting dari para subjek dan dibantu dengan satu
teman serta rekaman kamera foto dan handycam. Penentuan narasumber
berdasarkan kriteria tertentu dengan melakukan wawancara sebelum penelitian
25 ini mengambil dari kelas eksperimen yang menggunakan alat peraga yang
berjumlah tiga siswa.
Untuk menentukan narasumber penelitian, peneliti melakukan beberapa
hal, yaitu :
a.Mencari tiga orang siswa kelas IIIA SD Kanisius Sengkan dengan kriteria
tertentu dan wali kelas IIIA SD Kanisius Sengkan. Kriteria yang dimaksud
adalah dimana siswa pandai berbicara dan dapat bekerjasama dengan peneliti.
b.Menghubungi langsung para calon narasumber penelitian yang akan dimintai
waktunya untuk wawancara.
c.Mengadakan janji waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
3.4.3 Dokumentasi
Pengumpulan data selain dengan menggunakan wawancara dan observasi,
ditambah dengan dokumentasi. Dokumentasi merupakan sebuah catatan yang
terjadi pada masa lalu. Dokumen dapat berbentuk lisan, tulisan, gambar, atau
karya dari seseorang. Dokumen dalam penelitian ini berupa foto selama kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Montessori. Tujuan dari
penggunaan dokumentasi ini adalah untuk melengkapi data karena akan
digunakan untuk triangulasi sumber data.
3.5 Instrumen Penelitian
Sugiyono (2011: 305) menyebutkan dua hal utama yang mempengaruhi
kualitas hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas
pengumpulan data. Berbeda dengan penelitian kuantitatif, dalam penelitian
kualitatif yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi”. Validasi ini perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang
selanjutnya terjun ke lapangan. Moleong (2011: 168) mengatakan bahwa peneliti
merupakan perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan
pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Peneliti sebagai instrumen utama
26 Penelitian ini dibutuhkan pengalaman langsung dengan para siswa dan
juga para pendidik. Sebelum penelitian, peneliti telah memiliki banyak
pengalaman untuk terjun langsung ke lapangan sejak tahun 2011. Peneliti telah
dibiasakan untuk melakukan praktik lapangan, dimana pada awal tahun 2011,
peneliti menjadi Pembina Pramuka. Pada tahun yang sama sampai pada
pertengahan tahun 2012, peneliti melakukan bimbingan belajar di SD. Pertama,
peneliti melakukan bimbingan belajar untuk kelas atas, kemudian peneliti
melakukan bimbingan belajar untuk kelas bawah. Setelah program bimbingan
belajar selesai, peneliti melanjutkan terjun ke lapangan untuk magang dengan
guru selama satu semester. Semester berikutnya, peneliti melakukan magang
kepala sekolah. Tugas peneliti selama magang dengan guru dan kepala sekolah
adalah membantu dan mempelajari tugas-tugas guru dan kepala sekolah.
Kemudian, pada tahun 2014, peneliti melakukan praktik lapangan, yang biasa
disebut dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL) selama tiga bulan.
Selain melakukan beberapa kegiatan tersebut, peneliti juga mengikuti
workshop pengembangan alat peraga Montessori selama dua minggu pada tahun
2012. Selama workshop, peneliti juga membuat sebuah alat peraga secara
berkelompok. Pada tahun 2013, peneliti mengikuti seminar mengenai alat peraga
Montessori selama satu hari. Melalui kegiatan workshop ini, peneliti mengetahui
bagaimana menggunakan alat-alat peraga Montessori dan kegiatan pembelajaran
yang dilakukan dalam kelas Montessori. Selain kegiatan-kegaiatan yang telah
disebutkan, peneliti juga melakukan latihan wawancara dan observasi. Peneliti
melakukan latihan observasi dengan menggunakan video.
Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan tersebut memberikan banyak
sumbangan bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini. Peneliti menjadi familiar
dengan narasumber penelitian yang terdiri dari guru dan siswa. Peneliti terbiasa
mendengarkan bahasa yang digunakan oleh siswa. Hal ini memudahkan peneliti
melakukan wawancara. Peneliti mulai merencanakan kegiatan yang dilakukan
selama penelitian. Peneliti mulai mencari tempat untuk penelitian. Peneliti
menetapkan SD Kanisius Sengkan Yogyakarta sebagai setting penelitian. Pada
awal berada di SD Kanisius Sengkan, peneliti melakukan observasi lingkungan
27 melakukan observasi sekolah, peneliti melakukan observasi kegiatan
pembelajaran sebanyak dua kali. Pada tahap selanjutnya, peneliti mulai
melakukan wawancara sebelum pemberian alat peraga untuk mengetahui
kebiasaan dan pengalaman guru dan siswa selama melakukan kegiatan
pembelajaran matematika.
Sebelum melakukan wawancara dan observasi, peneliti mempersiapkan
hal-hal yang diperlukan, yaitu :
a. Lembar panduan wawancara dan observasi
Panduan wawancara berisi poin-poin penting yang akan ditanyakan kepada
narasumber dalam penelitian ini, yaitu guru dan siswa. Panduan observasi
dibuat peneliti berdasarkan teori mengenai alat peraga Montessori. Alat
peraga montessori memiliki karakteristik yaitu menarik, bergradasi, auto
education, auto correction (Montessori, 2002: 169-175), dan satu tambahan
dari peneliti yaitu kontekstual (Komalasari, 2011: 7). Selanjutnya, peneliti
melihat langsung kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
b. Alat untuk merekam atau handycam dengan durasi yang berbeda-beda. Setiap
wawancara, peneliti menyediakan kamera dan handphone untuk merekam.
Peneliti juga menyediakan kamera digital dan handycam untuk
mendokumentasikan kegiatan pembelajaran di kelas.
c. Kertas atau alat tulis yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang
akan ditanyakan pada narasumber penelitian untuk menggali informasi lebih
dalam dan juga hal-hal penting yang terjadi selama melakukan observasi
kegiatan pembelajaran.
Kemudian, peneliti melakukan observasi dengan pemberian alat peraga
berbasis Montessori selama tiga pertemuan. Selesai melakukan kegiatan
observasi, peneliti melakukan wawancara kembali dengan para subjek penelitian
untuk mengetahui perasaan dan persepsi mereka selama pemberian alat peraga.
Observasi sebelum penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui
kondisi awal siswa sebelum mendapat tindakan dalam penggunaan alat peraga
Matematika berbasis Montessori yang disusun dalam panduan observasi seperti