Aditya, M (2015): Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Penggunaan Alat Peraga Papan Pin Perkalian Berbasis MontessoriSkripsi. Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.Aditya
Pengembangan suatu produk perlu mempertimbangkan umpan balik dari pengguna produk tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan erat dengan produk alat peraga berbasis Montessori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru maupun siswa sebelum dan setelah menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori. Persepsi dari pengguna alat peraga sangat penting bagi pengembangan alat peraga yang akan diproduksi selanjutnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini adalah satu guru dan tiga siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi. Alat penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik pengkodean, analisis tematik, serta interpretasi data secara lengkap sehingga dapat memunculkan gambaran topik yang dipelajari.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa baik guru maupun siswa memiliki persepsi positif dalam penggunaan alat peraga berbasis Montessori. Persepsi positif guru adalah guru memiliki anggapan bahwa alat peraga Montessori sangat membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa. Guru juga senang melihat siswanya aktif dalam belajar. Persepsi positif yang muncul pada siswa yaitu siswa merasa terbantu dalam belajar dengan menggunakan alat peraga, siswa juga merasa senang belajar dengan alat peraga. Guru dan siswa merasa ingin menggunakan alat peraga Montessori kembali. Namun keinginan guru dan siswa dalam menggunkan alat peraga sangat sulit untuk dilakukan kembali karena guru merasa tidak mampu dan banyak kendala dalam membuat alat peraga Montessori.
▸ Baca selengkapnya: laporan karya inovatif guru pembuatan alat peraga
(2)Aditya, M (2015): Perceptions of Teachers and Students Against the use of Visual Aid of Multiplication Pin Boards Montessori Based Thesis. Yogyakarta. Study Program of Elementary School Teacher University of Sanata Dharma.Aditya
Development of a product needs to consider feedback from users of the product. This research was closely linked to the Montessori-based products teaching aids. This study aimed to determine the perceptions of teachers and students before and after using the Montessori-based math teaching aids. Perception of the teaching aids user are very important for the development of teaching aids that will be produced later.
This study was a qualitative study using phenomenological method. Subjects in this study were a teacher and three students. Collecting data in this study using interviews and observation. Research tools in this study was the researcher himself. The collected data were then analyzed using coding techniques, thematic analysis, and complete interpretation of the data so as to bring up an overview of topics studied.
These results indicate that both teachers and students have a positive perception in the use of Montessori-based teaching aids. The positive perception of teachers is that the teacher find that Montessori-based teaching aids is very helpful in delivering the material to the students. Teachers also pleased to see students actively learning. Positive perceptions that arise in students is that students find it helpful in learning by using teaching aids, the students also had the pleasure of studying with the teaching aids. Teachers and students feel like to use Montessori-based teaching aids. But the desire of teachers and students in using the teaching aids is very difficult to reperform because teachers feel inadequate and many obstacles in creating the Montessori-based teaching aids.
PERSEPSI GURU DAN SISWA
ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN PIN PERKALIAN BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Muhtar Aditya NIM: 101134044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Allah SWT yang telah melimpahkan banyak karuniaNya kepada saya telah memberikan perlindungan, kesehatan, dan kemudahan bagi saya.
Bapak Ibuku tercinta, Sipyani dan Mujiyatmi yang telah memberikan banyak doa, kasih sayang, serta dukungan yang luar biasa kepada saya.
Kakakku Retno Nur Utami dan Segenap Keluarga Besar saya yang senantiasa memberikan doa dan dukungan kepada saya.
Teman-teman seperjuangan PGSD kelas C
2010.
MOTTO
“Saya tidak pernah takut menjadi KECIL, Karena segala sesuatu
yang BESAR dimulai dari yang KECIL”
(Muhtar Aditya)
“Yakinlah ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran
(yang kau jalani) yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa
pedihnya rasa sakit”
(imam Ali Bin Abi Thalib AS)
“Yang penting bukan apakah kita MENANG atau KALAH, Tuhan
tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga kalah pun bukan
dosa, yang penting adalahapakah seseorang BERJUANG atau TAK
BERJUANG”
ABSTRAK
Aditya, M (2015): Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Penggunaan Alat Peraga
Papan Pin Perkalian Berbasis MontessoriSkripsi. Yogyakarta. Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.Aditya
Pengembangan suatu produk perlu mempertimbangkan umpan balik dari pengguna produk tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan erat dengan produk alat peraga berbasis Montessori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru maupun siswa sebelum dan setelah menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori. Persepsi dari pengguna alat peraga sangat penting bagi pengembangan alat peraga yang akan diproduksi selanjutnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini adalah satu guru dan tiga siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi. Alat penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik pengkodean, analisis tematik, serta interpretasi data secara lengkap sehingga dapat memunculkan gambaran topik yang dipelajari.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa baik guru maupun siswa memiliki persepsi positif dalam penggunaan alat peraga berbasis Montessori. Persepsi positif guru adalah guru memiliki anggapan bahwa alat peraga Montessori sangat membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa. Guru juga senang melihat siswanya aktif dalam belajar. Persepsi positif yang muncul pada siswa yaitu siswa merasa terbantu dalam belajar dengan menggunakan alat peraga, siswa juga merasa senang belajar dengan alat peraga. Guru dan siswa merasa ingin menggunakan alat peraga Montessori kembali. Namun keinginan guru dan siswa dalam menggunkan alat peraga sangat sulit untuk dilakukan kembali karena guru merasa tidak mampu dan banyak kendala dalam membuat alat peraga Montessori.
ABSTRACT
Aditya, M (2015): Perceptions of Teachers and Students Against the use of Visual
Aid of Multiplication Pin Boards Montessori Based Thesis. Yogyakarta. Study Program of Elementary School Teacher University of Sanata Dharma.Aditya
Development of a product needs to consider feedback from users of the product. This research was closely linked to the Montessori-based products teaching aids. This study aimed to determine the perceptions of teachers and students before and after using the Montessori-based math teaching aids. Perception of the teaching aids user are very important for the development of teaching aids that will be produced later.
This study was a qualitative study using phenomenological method. Subjects in this study were a teacher and three students. Collecting data in this study using interviews and observation. Research tools in this study was the researcher himself. The collected data were then analyzed using coding techniques, thematic analysis, and complete interpretation of the data so as to bring up an overview of topics studied.
These results indicate that both teachers and students have a positive perception in the use of Montessori-based teaching aids. The positive perception of teachers is that the teacher find that Montessori-based teaching aids is very helpful in delivering the material to the students. Teachers also pleased to see students actively learning. Positive perceptions that arise in students is that students find it helpful in learning by using teaching aids, the students also had the pleasure of studying with the teaching aids. Teachers and students feel like to use Montessori-based teaching aids. But the desire of teachers and students in using the teaching aids is very difficult to reperform because teachers feel inadequate and many obstacles in creating the Montessori-based teaching aids.
PRAKATA
Alhamdulillah, saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik hidayah serta inayah-Nya sehingga skripsi ini
dapat penulis selesaikan dengan judul “Persepsi Guru dan Siswa Terhadap Alat Peraga Papan Pin Perkalian Berbasis Montessori”
Dalam kesempatan ini penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
telah membantu dan berperan aktif dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis
sampaikan terimakasih yang mendalam kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar serta sebagai dosen pembimbing 1 saya
ucapkan terima kasih atas bimbingan, kesabaran, dan pencerahan yang
diberikan selama proses penyusunan skripsi.
3. Christyanti Apriastuti, S.Si., M.Pd.selaku wakaprodi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
4. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan selama menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
5. Walidi, S.Pd selaku kepala sekolah SDN Keceme 1 yang telah memberikan
ijin untuk melakukan penelitian.
7. Tiga siswa Kelas IIB SDN Keceme 1 tahun ajaran 2013/2014 yang telah
mendukung pelaksanaan penelitian.
8. Seluruh dosen PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberi ilmu
selama menempuh kuliah di PGSD.
9. Sekretariat PGSD, yang selalu memberikan informasi dan keramahan dalam
segala urusan adminitrasi sehingga penulis selalu diberikan kelancaran.
10.Orangtuaku Sipyani dan Mujiyatmi, yang selalu mendoakannku, memberi
motivasi, serta materil demi kelancaran dan terselesainnya skripsi yang
penulis susun.
11.Mbah Sudiarjo (Alm), mbah Sumirah, mbah Suparto (Alm) dan Mbah Marsih
yang selalu menjadi motivasi untuku.
12.Kakakku Retno Nur Utami dan segenap keluarga besar yang selalu
mendukung, mendoakan, serta memberi semangat yang tiada henti.
13.Teman Seperjuangan di Yogyakarta: Ibnu Alimudin, Ibnu Afton Aziz, Prafika
Chandra, Panggih Marfianto, Rifki Fauzi, Pandu Fatoni, Gilang Hari
Ramadhan, Dani Aris, Eldika, Sarif, Jalu, Lulu, Khanifudin yang banyak
memberi motivasi dan semangat.
14.Teman-teman “PAROCKAN SQUAD” yang selalu memberi banyak motivasi dan semangat.
15.Teman Seperjuangan Payung: Maria, Sinta, Tya, Pani, Uci, Meta, dan Heni
yang bekerjasama, memberi dukungan, dan masukan selama menyelesaikan
16.Teman PGSD 2010 kelas C yang selalu memberikan keceriaan, tawa, dan
kekompakan selama perkuliahan yang membuat perjalanan selama kuliah
menjadi sangat berkesan.
17.Perempuan yang sedang dalam pelukan Wahyu Ajiningtyas yang selalu
memberikan semangat, keceriaan, do’a, dan selalu bersedia menjadi sandaran ketika saya merasa berat dalam mengerjakan skripsi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tentu saja
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PESEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN... . 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... . 10
2.1 Kajian Pustaka ... 10
2.1.1 Teori yang Mendukung ... 10
2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget ... 10
2.1.2Metode Montessori ... 13
2.1.3Alat Peraga ... 16
2.1.3.1 Pengertian Alat Peraga Matematika ... 16
2.1.3.2 Pengertian Alat Peraga Montessori ... 17
2.1.3.3 Karakteristik Alat Peraga Montessori ... 18
2.1.3.4 Alat Peraga Papan Pin Perkalian ... 22
2.1.4Persepsi ... 24
2.1.4.1 Pengertian Persepsi ... 24
2.1.4.2 Persepsi Terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori ... 27
2.1.5Matematika ... 30
2.1.6Hasil Penelitian yang Relevan ... 31
2.1.6.1 Alat Peraga Matematika ... 31
2.1.6.2 Persepsi Atas Penggunaan Alat Peraga ... 32
2.1.6.3 Pembelajaran Menggunakan Metode Montessori ... 34
2.1.6.4 Skema ... 38
2.2Kerangka Berfikir ... 38
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
3.1Jenis Penelitian ... 42
3.2Setting Penelitian ... 43
3.2.1 Tempat Penelitian ... 43
3.2.2 Waktu Penelitian ... 43
3.2.3 NaraSumber ... 44
3.2.4 Objek Penelitian ... 46
3.3Desain Penelitian ... 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.4.1 Wawancara ... 53
3.4.2 Observasi ... 55
3.4.3 Dokumentasi ... 57
3.5Instrumen Penelitian ... 58
3.6 Kredibilitas dan Trasferabilitas ... 61
3.6.1 Uji Kredibilitas ... 62
3.6.2 Uji Transferabilitas ... 64
3.7 Teknik Analisis Data ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68
4.1Pelaksaan Penelitian ... 68
4.2 Hasil Peneltian ... 68
4.2.1 Penelitan Sebelum Menggunakan Alat Peraga ... 69
4.2.1.1 Deskripsi Lokasi Narasumber ... 69
4.2.1.2 Latar Belakang Narasumber ... 70
4.2.1.3 Deskripsi Sosiokultur ... 71
4.2.1.4 Pandangan Narasumber Terhadap Alat Peraga ... 73
4.2.1.5 Kefamiliaran Narasumber Terhadap Alat Peraga ... 75
4.2.1.6 Pengalaman Narasumber Terhadap Alat Peraga ... 76
4.2.2 Penelitian Setelah Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 77
4.2.2.1 Perasaan Narasumber Setelah menggunakan Alat Peraga Berbasisi Montessori ... 78
4.2.2.2 Kendala Narasumber Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori... 83
4.2.2.3 Manfaat Alat Peraga Montessori ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 95
5.1Kesimpulan ... 95
5.2Keterbatasan Penelitian ... 96
5.3Saran ... 97
DAFTAR REFERENSI ... 98
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Perencanaan Observasi ... 49
Tabel 3.2 Perencanaan Wawancara ... 50
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Observasi ... 68
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Papan Pin Perkalian ... 23
Gambar 2.2 Gambar bagan persepsi ... 29
Gambar 2.4 Literature map hasil penelitian yang relevan ... 38
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian menurut Patton ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 3.1 Pedoman observasi Sosio Cultur ... 101
Lampiran 3.2 Pedoman Observasi Kegiatan Belajar Mengajar... 102
Lampiran 3.3 Pedoman Observasi Guru Ketika Menggunakan Alat Peraga 103 Lampiran 3.4 Pedoman Observasi Siswa menggunakan Alat Peraga ... 104
Lampiran 3.5 Pedoman sebelum penggunaan alat peraga Montessori ... 105
Lampiran 3.6 Pedoman wawancara siswa sebelum menggunakan Alat peraga Montessori ... 106
Lampiran 3.7 Pedoman setelah penggunaan alat peraga Montessori ... 107
Lampiran 3.8 Pedoman wawancara siswa setelah penggunaan Alat peragaMontessori ... 110
Lampiran 4.1 Transkip sosio kultural ... 112
Lampiran 4.2 Transkip Observasi Kegiatan Belajar Mengajar ... 116
Lampiran 4.3 Transkip kegiatan belajar mengajar menggunakan alat peraga pertama ... 119
Lampiran 4.4 Transkip kegiatan belajar mengajar menggunakan alat peraga kedua... 125
Lampiran 4.5 Verbatime wawancara guru sebelum menggunkan alat peraga Montesso... 130
Lampiran 4.6 Verbartime wawancara siswa sebelum menggunakan alat peraga ... 133
Lampiran 4.7 Verbartime wawancara guru setelah menggunakan alat peraga ... 136
Lampiran 4.8 Verbatime wawancara siswa setelah menggunkanalat peraga Montessori ... 139
Lampiran 4.9 Verbatime wawancara siswa setelah menggunkan alat peraga Montessori ... 141
Lampiran 4.10 Verbatime wawancara siswa setelah menggunkanalat peraga Montessori ... 144
Lampiran 4.11 Album pembelajaran perkalian ... 146
Lampiran 4.12 Dokumen Wawancara dan Observasi ... 148
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan di Indonesia saat ini
sudah semakin maju, terlihat dari keseriusan pemerintah yang terus
membenahi pola pendidikan di Indonesia. Pembenahan atau perbaikan
tersebut sudah nampak mulai dari melengkapi sarana prasarana pendidikan,
perbaikan kualitas tenaga pendidik atau guru yang lebih berkompeten, serta
penyempurnaan kurikulum lama dengan mengeluarkan kurikulum yang baru
yaitu kurikulum 2013 yang menekankan pada ketrampilan kecakapan hidup
pada siswa agar kelak dapat sebagai bekal siswa dalam menyesuaikan diri dan
bermoral agar siswa dapat menata diri dalam masa mendatang. Pembelajaran
dirumuskan dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20 yang berbunyi
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pengertian
pembelajaran di atas dapat diketahui bahwa dalam proses pembelajaran bukan
hanya mengandalkan peran dari pendidik tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
sumber belajar. Dalam pembelajaran di sekolah dasar (SD) sumber belajar
sangatlah dibutuhkan untuk membantu berlangsungnya proses belajar.
Sumber belajar menurut (Mulyasa, 2004: 48) adalah sebagai segala sesuatu
yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam memperoleh
sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan dalam proses
dapat berupa benda atau alat peraga yang lebih nyata untuk membantu
pemahaman siswa dalam menerima pelajaran dari pendidik atau guru.
Alat peraga memiliki peranan sangat vital dalam membantu proses
belajar mengajar khususnya pada level siswa Sekolah Dasar (SD). Menurut
Sudjana (2002: 99), alat peraga penting sebagai alat bantu untuk menciptakan
proses belajar mengajar yang efektif. Siswa SD masih berada dalam tahapan
operasional konkret, menurut Piaget dalam tahap ini anak lebih senang
mempelajari sesuatu secara konkret yaitu menggunakan benda-benda yang riil
atau nyata serta berpikir berdasarkan logika atau aturan logis tertentu
(Santrock, 2007: 48-57). Dalam tahapan operasional konkret anak sudah
mampu melakukan kecakapan berkomunikasi dengan baik kepada orang lain
maupun teman sebayanya. Anak dalam tahapan ini juga sudah lebih senang
untuk melakukan aktivitas motorik. Berdasarkan hal tersebut, sangat
diperlukan pembelajaran yang variatif dan bersifat menarik bagi siswa dengan
disertai penggunaan benda-benda yang lebih nyata dalam memberikan
pelajaran agar siswa lebih tertarik dan mudah memahami apa yang
disampaikan oleh guru. Benda yang lebih nyata dapat berupa alat peraga yang
dapat digunakan siswa secara lain agar siswa mendapatkan pengalaman dan
memahami apa yang sedang diajarkan oleh guru secara mandiri, pemahaman
yang timbul dengan sendirinya pada anak akan lebih lama diingat dan
tersimpan pada otak karena berkesan bagi mereka.
Berbagai pendapat diperoleh dari wawancara dengan beberapa guru
Seperti halnya wawancara yang dilakukan pada tanggal 7 januari 2014 dengan
Guru kelas V SD Caturtunggal 3 Sleman, beliau mengatakan masih banyak
kesulitan untuk mengajarkan atau menanamkan berbagai konsep matematika
kepada siswa-siswinya. Masih banyak siswa yang sulit untuk belajar dan
memahami matematika, beliau juga mengatakan bahwa siswa-siswinya sering
mengeluh ketika sedang mengerjakan tugas yang sedikit memiliki tingkat
kesulitan pada pelajaran matematika. Sebenarnya beliau sudah sering
menggunakan metode pengajaran yang bervariasi, seperti ceramah,
tanya-jawab, diskusi, dan lain-lain. Meskipun demikian siswa tetap terkesan kurang
dapat memahami apa yang diberikan kepada mereka, beliau juga pernah
sesekali menggunakan alat peraga matematika yang ada disekolah, tetapi alat
peraga tersebut kurang lengkap dan hanya beberapa saja bahkan hanya untuk
pegangan guru saja. Jadi, anak tidak bisa belajar dengan menggunakan alat
peraga secara langsung. Beliau juga sangat ingin mengajak siswanya untuk
belajar matematika menggunakan alat peraga. Disamping dapat membantu
guru, alat peraga juga dapat menarik perhatian siswa-siswinya dalam belajar
katanya.
Wawancara juga dilakukan dengan guru kelas II SD Negeri Keceme 1,
beliau bercerita panjang lebar tentang pengalamannya mengajarkan
matematika kepada siswa-siswinya. Beliau menyampaikan bahwa
mengajarkan matematika pada siswa itu gampang-gampang mudah.
Mengajarkan matematika pada anak itu harus ekstra sabar karena matematika
menggunakan benda-benda seadanya untuk dijadikan contoh atau
perumpamaan agar siswa sedikit lebih mengerti, contohnya dengan
menggunakan jari untuk memahami perkalian dan pembagian. Beliau
menggunakan benda seadanya sebagai alat peraga karena di SD Negeri
keceme 1 tidak memiliki banyak alat peraga. Jadi ketika beliau ingin mengajar
dengan menggunakan alat peraga sangatlah sulit. Beliau berkeinginan untuk
memiliki alat peraga matematika untuk membantu dalam menjelaskan
konsep-konsep matematika. Beliau sudah sangat senior dan tua, maka dari itu
beliau sudah sulit untuk membuat alat peraga matematika yang dibutuhkan.
Hasil wawancara dengan guru SD, dapat disimpulkan bahwa alat
peraga sangat dibutuhkan dalam membantu proses belajar mengajar yang
dilakukan di dalam kelas. Khusus untuk mata pelajaran matematika, alat
peraga sangat penting nilainya karena dapat membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep matematika yang sedikit lebih rumit dibandingkan
dengan mata pelajaran lainnya. Alat peraga juga berperan penting dalam
memberikan pengalaman kepada siswa, dengan demikian siswa dapat
menemukan pengetahuannya secara pribadi. Pengetahuan yang dibentuk
secara mandiri oleh anak akan bersifat lebih mudah diingat dan lebih
permanen di dalam otak siswa. Jadi, guru tidak hanya menggunakan metode
konvensional dalam memberikan materi pada siswa. Alat peraga dapat
membantu guru dalam menyampaikan materi, dan siswapun mendapatkan
proses pembelajaran yang lebih variatif. Dengan proses belajar yang lebih
Sehubungan dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru di
atas dan pentingnya pengadaan alat peraga dalam proses belajar mengajar,
saat ini sudah banyak penelitian yang mengembangkan berbagai macam alat
peraga. Penelitian tersebut umumnya menggunakan metode penelitian
research and development (R&D) dengan hasil akhir sebuah produk alat
peraga yang bertujuan untuk membantu siswa dalam belajar. Seperti halnya
penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) yang menghasilkan produk alat
peraga untuk membantu keterampilan berhitung siswa SD berbasis
Montessori. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi sangatlah
memuaskan dengan mendapatkan skor 4,65% dengan kategori sangat baik.
Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Rukmi (2012) dengan hasil akhir
sebuah produk alat peraga perkalian berbasis Montessori. Hasil dari penelitian
tersebut yakni terjadi peningkatan nilai posttest sebesar 88,44%. Penelitian
yang dilakukan oleh Pratiwi dan Rukmi menunjukan bahwa alat peraga sangat
berpengaruh besar dalam membantu anak untuk memahami pelajaran
khusunya pelajaran matematika. Sayangnya penelitian dari pengembangan
tersebut masih terbatas pada prestasi belajar siswa dengan hasil yang dapat
dilihat dari melakukan penelitian kuantitati. Penelitian lebih lanjut yang lebih
ingin mengungkap proses kognitif dan psikologi anak dan guru masih jarang
diakukan. Padahal sangatlah penting untuk tindak lanjut dari penelitian
pengembangan alat peraga agar alat dapat disempurnakan lagi.
Tindak lanjut dari penelitian pengembangan alat peraga seharusnya
dijalani oleh siswa. Alangkah lebih baiknya jika tindak lanjut dari
pengembangan alat peraga itu juga dapat berupa deskripsi tentang perasaan,
respons, tanggapan, ataupun pemikiran dari pihak yang menggunakan alat
tersebut. di samping dapat mengetahui apa yang orang lain rasakan ketika
menggunakan alat tersebut, tidak lanjut semacam itu juga akan membawa
pengaruh besar dalam pengembangan alat yang dihasilkan menjadi lebih baik.
Penelitian dengan metode research and development (R&D) di atas
merupakan contoh penelitian yang mengembangkan alat peraga berbasis
Montessori. Alat peraga Montessori memiliki karakteristik tersendiri
(Montessori, 2002: 167-184) yaitu : (1) menarik, (2) bergradasi, (3)
auto-education, dan (4) auto-correction. Karakteristik tersebut menjadi pokok
utama yang ditanamkan pada setiap alat peraga Montessori. Dengan
karakteristik yang dimuat dalam alat peraga Montessori diharapkan dapat
membantu siswa dalam belajar dan dapat menarik minat siswa untuk
menggunakan alat peraga tersebut.
Untuk membantu perkembangan alat peraga yang dibuat, seharusnya
dilakukan penelitian yang membantu mengupas lebih dalam tentang
tanggapan, persepsi, dan perasaan pengguna alat peraga yang telah dibuat.
Maka dari itu penelitian dengan metode kualitatiflah yang dapat membantu
menemukan data dari tanggapan, persepsi dan perasaan pengguna alat peraga.
Sugiyono (2003: 14) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian
yang memperoleh data yang berbentuk kata, skema, dan gambar. Sangat
yang dialami oleh narasumber penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan sebagainya secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2009: 6).
Metode kualitatif disebut juga metode interpretatife karena data hasil
penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan
di lapangan (Sugiyono, 2012: 7). Pada penelitian ini, peneliti bermaksud
melakukan penelitian kualitatif untuk mengetahui persepsi guru dan siswa
dalam menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Penelitian ini
merupakan serangkaian proses dari penelitian yang telah menghasilkan
produk alat peraga matematika berbasis Montessori berbentuk papan pin
perkalian untuk materi perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas II
(dua) SD. Penelitian ini juga sebagai wujud tindak lanjut dari
penelitian-penelitian sebelumnya yang telah mengujicobakan alat peraga melalui
penelitian kuantitatif eksperimen untuk mengukur prestasi belajar siswa
menggunakan papan pin perkalian tersebut. Penelitian kualitatif ini bertujuan
untuk mengetahui persepsi guru dan siswa setelah menggunakan alat peraga
papan pin perkalian.
Penelitian kali ini bermaksud untuk mengungkap pengalaman guru
dan siswa setelah menggunakan alat peraga berbasis Montessori dalam materi
perkalian untuk kelas II SD Negeri Keceme 1 untuk mengetahui kesan,
manfaat, kendala, dan persepsi dalam menggunakan alat peraga Montessori.
dan didasari dengan karakteristik khusus yang ditanamkan pada alat peraga.
Dari penelitian ini, peneliti berharap mendapatkan data hasil eksplorasi
mengenai persepsi dari narasumber terhadap alat untuk mengetahui seberapa
besar minat dalam menggunakan alat dan sebagai masukan untuk
pengembangan alat peraga berbasis Mntessori.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana persepsi guru atas penggunaan alat peraga papan pin
perkalian berbasis metode Montessori di kelas II SD Negeri Keceme 1
Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014?
1.2.2 Bagaimana persepsi siswa atas penggunaan alat peraga papan pin
perkalian berbasis metode Montessori di kelas II SD Negeri Keceme 1
Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui persepsi guru atas penggunaan alat peraga papan pin
perkalian berbasis metode Montessori di kelas II SD Negeri Keceme 1
Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.
1.3.1 Mengetahui persepsi guru atas penggunaan alat peraga papan pin
perkalian berbasis metode Montessori di kelas II SD Negeri Keceme 1
Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman dan wawasan mengetahui
Montessori. Hasil penelitian ini dapat berguna bagi penelitian
selanjutnya yang akan mengembangkan alat peraga berbasis Montessori.
1.4.2 Bagi guru, dapat sebagai referensi dan pertimbangan tentang penelitian
kualitatif
1.4..3 Bagi perpustakaan, laporan penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu (2.1) kajian pustaka, (2.2) penelitian yang relevan, (2.3) kerangka
berfikir.
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka membahas teori yang mendukung serta penelitian yang
relevan.
2.1.1 Teori yang mendukung
Dalam bagian ini membahas beberapa topik yang berkitan dengan
penelitian yang akan dipakai, yaitu teori perkembangan anak menurut Piaget,
metode Montessori, alat peraga, alat peraga Montessori, persepsi, dan
Matematika.
2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget
Teori belajar memiliki peranan sangat penting dalam menjelaskan
pemlajaran pada anak, dengan menggunakan teori belajar yang baik maka
dapat diketahui hal-hal apa saja yang harus diterapkan dalam proses mengajar
kepada anak. Dengan demikian maka anak akan merasa nyaman dalam
belajar. Banyak ahli yang telah merumuskan teori belajar maupun
teori-teori perkembangan anak, salah satunya yaitu Jean Piaget. Kebanyakan ahli
merumuskan teori bahwa anak akan memperoleh hasil belajar yang baik
ketika ia belajar dengan pengalamannya sendiri. Begitu pula dengan teori Jean
membangun pemahaman melalui dunia, otak akan berkembang membangun
skema (schema) asimilasi dan akomodasi. Piaget (dalam Komalasari, 2010:
19) mengatakan seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya
akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang ia
rasakan dan ketahui dengan apa yang ia lihat sebagai pengalaman dan
persoalan. Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang). Proses Asimiliasi (assimilation)
merupakan proses penggabungan informasi baru kedalam pengetahuan
mereka yang sudah ada. Akomodasi (accomodation) terjadi ketika individu
menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Proses belajar akan berjalan dengan baik ketika mengikuti
tahapan-tahapan perkembangan sesuai dengan usianya. Desmita (2009: 101)
mengatakan bahwa Piaget meyakin bahwa pemikiran seorang anak
berkembang sejak bayi hingga dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu
pada saat tumbuh dari bayi sampai menginjak usia dewasa mengalami empat
tingkat perkembangan kognitif, yaitu :
1. Tahapan Sensorimotor (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak membangun suatu pemahaman tentang dunia
melalui pengoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan
fisik. Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan
2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai mempresentasikan dunia dengan
kata-kata dari berbagai gambar. Kata dan gambar ini menunjukan adanya
peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi
indrawi dan tindakan fisik. Pada tahap ini juga dimulainya kemampuan
berbahasa anak dan pengungkapan.
3. Tahapan Operasional Konkret (7-11 tahun)
Ditahap anak dapat berfikir secara logis melalui
peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda kedalam
bentuk-bentuk yang berbeda. Anak menggunakan penalaran logis untuk
memecahkan masalah yang konkret.
4. Operasional Formal (11-15 tahun)
Ditahap ini anak akan berfikir dengan cara yang lebih abstrak,
logis dan lebih idealistik. Anak sudah mampu menarik kesimpulan,
menafsirkan, dan mengembangkan hipotesis.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Piaget, maka dapat
disimpulkan anak usia SD masuk dalam tahapan Operasional Konkret
dikarenakan anak usia SD rata-rata masih berusia 7sampai 12 tahun. Dengan
demikian, anak usia SD akan lebih mudah memahami informasi melalui
benda-benda yang lebih konkret atau dengan alat peraga yang lebih nyata.
Oleh karena itu, penggunaan alat peraga dalam proses belajar di SD sangatlah
membantu siswa dalam mempelajari pelajaran di sekolah termasuk
merupakan mata pelajaran pokok dalam lingkup SD. Selain itu untuk belajar
matematika bagi siswa SD sangatlah dibutuhkan alat peraga untuk membantu
mereka memahami konsep-konsep matematika yang diajarkan oleh guru.
Proses belajar mengajar menggunakan alat peraga juga dapat memberikan
pengalaman kepada siswa dan siswa dapat menemukan kosep matematika
yang mereka cari secara mandiri. Alat peraga juga membuat proses belajar
mengajar lebih menyenangkan dan menarik bagi siswa, maka siswa akan lebih
antusisas dalam mengikuti kegiatan belajar didalam kelas.
2.1.2 Metode Montessori
Metode montessori merupakan salah satu metode pembelajaran yang
diterapkan untuk anak-anak usia sekolah dasar yang sudah lama berkembang
di Italia dan kini mulai menyebar ke Indonesia. Nama metode Montessori
diambil dari nama pencetusnya metode tersebut yaitu Maria Montessori.
Montessori merupakan salah satu tokoh besar pendidikan dan sangat
berpengaruh dalam dunia pendidikan. Montessori lahir di Chiaravalle,
provinsi Ancona, Italia pada tanggal 31 Agustus 1870 dan wafat pada tanggal
6 Mei 1952 (Magini, 2013: 103). Metode Montessori muncul dan mulai
berkembang melalui sebuah sekolah yang dikelola oleh Montessori, yaitu
Casai De Bambini atau Children’s House. Sekolah tersebut sebagai sarana
belajar bagi anak-anak yang kurang beruntung dalam bidang finansial.
Melalui Casai De Bambini inilah Montessori banyak mengamati perilaku
anak dan menuangkan hasil pengamatannya ke dalam alat peraga yang
Montessori metode Seguin merupakan metode yang menggunakan otot,
sistem syaraf, dan panca indera (Montessori, 2002: 28-24).
Setelah lama mengamati peserta didiknya, Montessori mulai
mendapatkan banyak hal tentang pendidikan pada anak. Montessori
menyatakan dua pendapat dalam bidang pendidikan. Pertama yaitu, bahwa
anak tidak hanya mendapat dan menerima pengetahuan eksak tetapi dengan
metode Montessori ini anak diajarkan untuk mendapatkan pengetahuan
dengan melalui dirinya sendiri secara bebas sehingga pengetahuan yang
diperoleh tidak dipaksakan dan anak dapat bergerak bebas. Kemudian yang
kedua yaitu, pada kondisi anak dapat memperoleh atau tidak memperoleh
pengetahuan pendidik tidak boleh memberikan hadiah atau hukuman. Hal
tersebut disebabkan karena akan membelenggu jiwa anak dan anak tidak dapat
bergerak bebas atau tidak merdeka (Montessori, 2002:4).
Pada dasarnya ada 5 prinsip dasar dalam metode Montessori yaitu
menghormati anak, pikiran penyerap, periode sensitif, swadidik, dan
menyiapkan dengan lingkungan (Bradley, 2013: 7-9). Guru yang
menunjukkan rasa hormat kepada siswanya akan membuat siswanya belajar
akan hal tersebut, baik untuk diri mereka sendiri maupun untuk orang lain.
Dengan demikian akan terbentuk pribadi siswa yang baik karena mereka
diajari dengan tindakan-tindakan yang baik. Konsep pikiran penyerap adalah
setiap anak menyerap langsung ke psikisnya segala yang mereka pelajari
sehingga akan lebih cepat dalam belajar. Montessori mengungkapkan hanya
melainkan membutuhkan guru, pengalaman dan lingkungan. Lingkungan
dapat membantu siswa untuk belajar, bahkan dari lingkungan lah siswa lebih
banyak belajar. Periode sensitif adalah tahap perkembangan anak dimana anak
akan lebih mudah belajar suatu keterampilan khusus.
Montessori adalah tokoh pendidikan yang menekankan ketika anak
bermain, ia akan mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang terjadi di
lingkungannya (Sudono, 2002: 2). Dengan hal tersebut anak bermain namun
disisi lain mereka tidak sadar bahwa mereka sedang melakukan sesuatu
pembelajaran. Metode ini sangat menekankan pembelajaran yang dilakukan
oleh anak secara mandiri dengan sedikit mungkin bantuan dari orang dewasa
(Montessori, 2002: 3). Berdasarkan hal tersebut, maka dari itu penerapan
metode Montessori dalam pembelajaran selalu berkaitan dengan alat peraga.
Alat peraga merupakan salah satu sarana bagi anak untuk bermain sambil
belajar. Ciri dari metode Montessori juga salah satunya adalah penggunaan
alat peraga dalam pembelajaran. Montessori merancang dan membuat sendiri
alat peraga sesuai dengan hasil pengamatannya dan mengacu pada alat yang
dibuat oleh Itard dan Seguin (Magini, 2013: 46-50). Alat peraga Montessori di
rancang sesuai dengan kebutuhan anak baik secara kognitif maupun secara
fisik. Secara kognitif, alat peraga dikembangkan sesuai dengan kemampuan
anak yaitu untuk membuat materi pembelajaran menjadi lebih nyata.
2.1.3 Alat peraga
Sub bab alat peraga akan membahas tentang pengertian alat peraga
matematika, alat peraga Montessori, dan karakteristik alat peraga Montessori.
Hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai pengertian alat peraga
matematika.
2.1.3.1 Pengertian Alat Peraga Matematika
Alat peraga merupakan alat (benda) yang digunakan untuk
memperagakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur tertentu agar tampak
lebih nyata atau konkrit (Rohadi, 2013: 10). Adapun pendapat dari Sudjana
(2002: 59) menyatakan bahwa alat peraga merupakan suatu alat yang dapat
diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses
belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien. Alat peraga terdiri atas dua
jenis yaitu media pembawa informasi dan media yang digunakan sekaligus
sebagai alat untuk menanamkan konsep kepada siswa seperti alat-alat peraga
matematika (Suherman,2003: 138). Menurut Suherman (2003: 243) ada
beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila menggunakan alat peraga
matematika, yaitu proses belajar mengajar termotivasi dan konsep abstrak
matematika tersaji dalam bentuk konkrit, hubungan antara konsep abstrak dan
benda di alam sekitar akan lebih mudah dipahami siswa, merangsang siswa
untuk berfikir, merangsang siswa menjadi aktif dan merangsang siswa untuk
memecahkan masalahnya sendiri. Alat bantu atau alat peraga matematika
matematika dan pengetahuan prosedural yang sangat penting untuk menguasai
materi matematika (Silver, Brunsting, Walsh, & Thomas 2013: 14).
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa alat
peraga matematika merupakan suatu alat yang digunakan untuk merangsang
anak agar anak dapat secara cepat menyerap dan mengingat materi yang
diajarkan oleh guru. Alat peraga juga sangat membantu guru dalam
memberikan penjelasan tentang konsep-konsep dasar matematika agar lebih
konkret dan tidak terlalu abstrak.
2.1.3.2 Pengertian Alat Peraga Montessori
Alat peraga Montessori merupakan alat peraga yang dikembangkan
oleh Maria Montessori dengan mengacu pada teori Itard dan Seguin.
Montessori merancang alat peraga dengan disesuaikan pada ketrampilan dan
kemampuan anak didiknya. Penggunaan alat peraga merupakan salah satu ciri
metode Montessori. Alat peraga montessori merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk membuat materi menjadi lebih nyata. Materi yang tersaji
lebih nyata akan mudah dipahami oleh anak-anak karena sesuai dengan
perkembangan kognitif anak. Lillard (2013: 168-169) mengatakan bahwa alat
peraga matematika Montessori tidak disusun untuk mengajar matematika.
Alat peraga Montessori dirancang untuk membantu anak mengembangkan
pikiran matematika yang meliputi kemampuan memahami perintah dan
urutan. Alat peraga Montessori juga dirancang untuk membantu anak
memiliki kemampuan untuk menempatkan secara bersamaan mengenai hal
langsung digunakan untuk mengajarkan anak tentang konsep dasar
matematika pada anak, namun alat peraga dirancang untuk dapat
mengelaborasi pemahaman yang sudah ada dalam diri anak agar lebih matang
dan jelas.
Alat peraga Montessori didesain dengan mengembangkan unsur
kesederhanaan dan kemungkinan anak belajar secara kreatif dan belajar dari
penemuan, dan memungkinkan anak dapat memperbaiki kesalahan mereka
sendiri (Lillard, 2013: 11). Alat peraga Montessori dirancang dengan
menyesuaikan kemampuan anak didiknya, alat peraga tersebut juga dirancang
agar anak lebih bersikap kreatif dalam belajar. Lillard (2013: 170)
mengatakan alat peraga Montessori dirancang secara sederhana, manarik, dan
memberi kesempatan anak untuk mengeksplorasi, melatih anak belajar secara
mandiri, dan memperbaiki kesalahannya sendiri. Dengan seperti itu
diharapkan dengan menggunakan alat peraga yang menarik anak akan merasa
lebih tertarik, maka anak akan lebih suka menggunakan alat peraga tersebut.
Montessori juga merancang alat peraga buatannya dengan
karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat membantu siswa menggali kemampuannya
secara mandiri.
2.1.3.3 Karakteristik Alat Peraga Montessori
Montessori sudah melakukan banyak observasi dalam hidupnya untuk
menemukan alat peraga yang dapat diberikan pada anak-anak untuk
membantu mereka dalam mengembangkan pemikirannya. Menurut
sekaligus guru bagi anak (Montessori, 2002:36). Montessori memiliki
karakteristik alat peraga yang ia temukan, yaitu menarik, bergradasi,
auto-education, dan auto-correction (Montessori, 2002: 167-184).
1. Menarik
Montessori menciptakan alat peraga yang dapat menarik perhatian
anak dengan tujuan agar anak memiliki keinginan untuk memegang dan
merasakan alat tersebut dan kemudian digunakan sebagai media belajar
mereka tanpa mereka ketahui (Montessori, 2002: 174-175). Alat peraga
peraga Montessori memiliki keindahan warna dan bentuk, montessori
mendesain alatnya semenarik mungkin dan dengan ukuruan yang tepat
agar anak dapat menggunakan secara mudah dengan dihiasi warna-warna
mencolok agar semakin meriah dan dapat mencuri perhatian anak-anak.
2. Bergradasi
Gradasi dalam alat peraga Montessori merupakan rasional gradasi
dari suatu rangsangan (Montessori, 2002: 175). Penekanan gradasi pada
alat peraga montessori terdapat pada rasional anak yang terbentuk secara
bertahap pada anak. Dalam penggunaan alat peraga, anak dapat
memunculkan rasionalnya dengan menggunakan lebih dari satu alat
inderanya. Alat montessori memiliki dua hal yang dapat menuntut siswa
menggunakan lebih dari satu indera dalam menggunakannya, yaitu :
warna dan bentuk. Dengan dua hal tersebut, anak akan menggunakan lebih
Sebagai contohnya pada permainan menggunakan alat peraga “pink
tower”. Alat peraga tersebut terdiri dari 10 kubus dengan ukuran yang
bergradasi. Kubus pertama berukuran 10cm untuk setiap sisinya. Kubus
kedua berukuran 1cm lebih kecil ukuranya dari kubus pertama. Kubus
ketiga berukuran 1cm lebih kecil dari kubus kedua dan begitu seterusnya
sampai kubus kesepuluh. Pada awal permainan, anak akan menurunkan
satu per satu balok-balok tersebut pada karpet. Selanjutnya anak berlatih
membuat sebuah menara pink dengan menyusun kubus-kubus tersebut
dari yang terbesar sampai yang terkecil (Montessori, 2002: 174).
Permainan ini merupakan permainan yang paling menyenangkan bagi
anak yang mulai berusia 2 tahun. Melalui permainan “pink tower”,
rasionalitas anak mengenai ukuran terbentuk secara bertahap.
3. Auto-education
Montessori menciptakan alat peraga dengan disesuaikan kebutuhan
dan kemampuan anak dengan mepertimbangkan berbagai hal, misalnya :
ukuran, bentuk, dan berat alat peraga. Hal tersebut bertujuan agar dalam
menggunakannya anak lebih mudah dalam mengambil, membawa, dan
mempermainkannya sesuka hati tanpa harus meminta pertolongan pada
orang dewasa karena mereka sudah mampu melakukannya. Anak bisa
mendapatkan pengetahuannya sendiri melalui penggunaan alat peraga
yang digunakan. Sebagai salah satu contohnya adalah satu set blok
“incastri solidi” yang disebut dengan inkastri. Alat peraga ini terdiri dari
setiap kayu (Montessori, 2002: 169). Permainan yang dilakukan dengan
alat peraga ini adalah anak memasangkan setiap silinder dengan lubang
yang sesuai. Selama melakukan permainan tersebut, anak akan
menyelesaikan permainannya tanpa ada intervensi dari orang lain.
Anak-anak merasa sangat senang dengan permainan tersebut. Melalui permainan
ini, anak dapat memahami hubungan antara inkastri dengan lubang pada
blok. Anak mempelajari bahwa setiap inkastri hanya akan bisa masuk
pada lubang yang sesuai dengan ukuran inkastri. Hal terpenting yang
dipelajari anak dari permainan tersebut adalah mengenai dimensi ukuran
(Montessori, 2002:169).
4. Auto-correction (memiliki pengendali kesalahan)
Alat peraga Montessori memiliki pengendalian kesalahan. Alat-alat
Montessori akan membantu anak anak dalam mengoreksi setiap kesalahan
yang mereka lakukan ketika menggunakan alat peraga tanpa meminta
bantuan dari orang lain. Setiap campur tangan dari pendidik untuk
membantu atau mengoreksi akan merusak seluruh proses pembelajaran
ini. Montessori menggaris bawahi bahwa “a man is not what he is because
of the teachers he has had, but because of what he has done” (Montessori,
2002:172). Sebagai contohnya dalam permainan memasangankan silinder
kedalam lubang-lubang pada balok. Anak-anak sangat antusias dalam
melakukan permainan ini, mereka akan memasukan silinder dengan
lubang yang berukuran pas dengan silindernya. Ketika mereka
silinder itu tidak dapat masuk kedalam lubang. Dengan demikian, mereka
akan memilih lubang yang lebih lebih besar untuk dapat memasukan
silinder yang besar. Hal tersebut menandakan bahwa anak dapat
mengoreksi kesalahannya sendiri tanpa harus dibantu orang lain
(Montessori, 2002:167-184).
Pengendali kesalahan dalam pembelajaran Montessori tidak hanya
terdapat pada setiap alat peraga, namun juga terdapat pada lingkungan
pembelajaran. Lingkungan pembelajaran yang dipersiapkan dengan
adanya pengendali kesalahan, misalnya meja dan kursi yang digunakan
oleh anak-anak (Montessori, 2002:83). Jika anak melakukan gerakan yang
tidak tepat ketika duduk atau berdiri maka meja yang ada di dekatnya atau
kursi yang digunakannya akan memunculkan suara. Melalui suara tersebut
anak mengetahui bahwa gerakan yang dilakukannya tidak tepat.
2.1.3.4 Alat Peraga Papan Pin Perkalian
Penelitian ini menggunakan alat peraga berbasis Montessori yaitu
Papan pin perkalian. Alat peraga papan pin perkalian merupakan
pengembangan dari alat peraga Montessori “multiplication bead board”.
Alat tersebut merupakan alat peraga yang digunakan dalam perkalian 1 x 1
hingga 10 x 10 (Alisons, 2012: 1). Alat peraga “multiplication bead
board” dikembangkan menjadi papan pin perkalian karena menyesuaikan
dengan perkembangan anak, biaya, dan ketersediaan bahan yang ada di
Indonesia. Alat peraga “multiplication bead board”, terbuat dari kayu
Alat peraga papan pin perkalian dibuat menggunakan bahan harbot dan
pin. Pemilihan pin yang runcing dan memiliki pegangan bertujuan untuk
melatih siswa supaya berhati-hati dan melatih siswa memegang pensil.
Alat peraga papan pin perkalian dirancang berdasarkan karakteristik ala-
peraga yang dirancang Montessori. Papan Pin perkalian ini dibuat dengan
bahan-bahan yang dikenali siswa yang menjadi alat peraga papan Pinlebih
kompleks lagi. Alat peraga papan pin perkalian berbentuk Persegi dengan
lubang lubang kecil untuk menancapkan pin-pin yang digunakan. Papan
pada alat peraga ini berwana coklat dan pin berwarna putih bening. Untuk
mengoreksi ketika anak mengalami kesalahan, papan pin perkalian sudah
dilengkapi dengan kertas yang sudah ditulisi dengan perkalian
angka-angka beserta jawabanya di balik kertas. Dengan demikian anak lebih
mudah belajar perkalian dan antusias dalam mengikuti pembelajaran
matematika didalam kelas.
2.1.4 Persepsi
Sub bab persepsi akan membahas tentang 2 bagian, yaitu
pengertian persepsi dan persepsi terhadap penggunaan alat peraga
Montessori. Hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai pengertian
persepsi.
2.1.4.1 Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek penting dalam diri manusia.
Persepsi adalah inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat,
tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Rakhmat (2003:51)
mengemukakan pendapatnya bahwa persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi setiap individu
dapat berbeda-beda meskipun objek atau benda yang diamatinya sama.
Menurut Desideranto(dalam Rakhmat, 2003 : 16) persepsi adalah
penafsiran suatu objek, peristiwa atau informasi yang dilandasi oleh
pengalaman hidup seseorang yang melakukan penafsiran itu. Dengan
demikian dapat dikatakan juga bahwa persepsi merupakan hasil pemikiran
seseorang pada situasi atau objek tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Robbin (2003:88)
mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu
sebagai proses di mana individu-individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna pada lingkungan
persepsi merupakan suatu proses di mana seseorang dapat memilih,
mengatur, dan mengartikan imformasi menjadi suatu gambar yang sangat
berarti di dunia.
Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2005:807)
persepsi didefinisikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari
sesuatu, atau merupakan proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal
melalui panca inderanya. Kemudian Desmita (2006: 108) berpendapat
bahwa persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap
individu dalam memahami informasi yang datang dari lingkungan melalui
inderanya.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya persepsi.
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang meliputi (1) Faktor
internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan
atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan
kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. (2) Faktor
eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan
dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan
gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek (Toha,
2003: 154),
Sugihartono (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi adalah
kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia.
Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif
maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang
tampak atau nyata. Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi
sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri
individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu
dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan
respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang
bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir,
pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam
mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar
individu satu dengan individu lain. Dalam melakukan interpretasi itu
terdapat pengalaman masa lalu serta sistem nilai yang dimilikinya. Sistem
nilai di sini dapat diartikan sebagai penilaian individu dalam mempersepsi
suatu obyek yang dipersepsi, apakah stimulus tersebut akan diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut menarik atau ada persesuaian maka akan
dipersepsi positif, dan demikian sebaliknya, selain itu adanya pengalaman
langsung antara individu dengan obyek yang dipersepsi individu, baik
yang bersifat positif maupun negatif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pesrepsi adalah proses
individu menerima stimulus, tanggapan, respons dan segala informasi
dalam otaknya dan menginterpretasikan apa yang telah diterimanya.
Stimulus, tanggapan, respon dan segala informasi merupakan bentuk
pengalaman pada individu, pengalaman tersebutlah yang kemudian akan
dapat mempengaruhi persepsi pada individu baik persepsi positif maupun
persepsi negatif.
2.1.4.2 Persepsi Terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori
Proses belajar mengajar seharusnya memperhatikan faktor-faktor
psikologi pada guru dan siswa agar apa yang disampaikan guru kepada
siswa berjalan dengan baik. salah satu faktor psikologis yang harus ada
yaitu aspek kognitif. Untuk memberi keefektifan jalanya aspek kognitif
tersebut, harus juga di dasari oleh persepsi. Persepsi merupakan aspek
kognitif yang sangat penting. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005 : 208),
persepsi adalah proses kognitif yang memungkinkan kita dapat
menafsirkan dan memahami lingkungan sekitar kita.
Persepsi merupakan hal yang ada dalam diri individu untuk
memaknai informasi, fenomena, dan objek yang ada dilingkungan
sekitarnya. Hal tersebut disebabkan karena persepsi merupakan proses
kemampuan otak untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam
alat indera manusia. Persepsi juga merupakan suatu proses pengenalan
atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera (Triwulan,
2006: 53). Oleh sebab itu maka persepsi cenderung akan muncul setelah
seseorang melakukan pengenalan atau identifikasi terhadap sesuatu.
Bentuk persepsi dibagi menjadi 2, yaitu persepsi positif dan
persepsi negatif. Rakhmat (dalam Muchtar, 2012:14) berpendapat apabila
objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan dapat diterima
secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsi dengan
positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek
yang dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka
persepsinya cenderung negatif dan menjauhi, menolak dan menanggapinya
secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut.
Pesepsi positif maupun negatif akan muncul setelah pengalaman
yang didapat oleh individu dan akan mempengaruhi sikap individu pada
objek yang dipersepsi. Sikap yang muncul karena persepsi akan sangat
berpengaruh pada tindakan yang selanjutnya pada individu dan
menentukan intensitas seseorang dalam melakukan suatu tidakan. Berikut
kognisi evaluasi
kepribadian afeksi senang/tidak senang
sikap bertindak
Gambar 2.2 Gambar bagan persepsi
Penelitian ini mengikuti pola dari bagan di atas. Bagan di atas
sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Kemunculan persepsi dapat
disebabkan oleh adanya keyakinan, proses belajar, pengalaman, serta
pengetahuan yang sudah terbentuk pada diri seseorang. Persepsi bukan
hanya muncul karena pengalaman yang baru, tapi banyak juga faktor yang
mempengaruhi. Persepsi pada seseorang juga dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan yang terdapat dan dialami oleh seseorang.
keyakinan Proses belajar pengalaman pengetahuan
Persepsi
objek
Persepsi yang muncul dalam diri seseorang akan berpengaruh pada
evaluasi berikutnya, serta perasaan senang atau tidak senang, serta dapat
berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
2.1.5 Matematika
Sub bab akan membahas tentang 2 hal, yaitu pengertian
matematika dan materi perkalian. Hal pertama yang akan dibahas adalah
pengertian matematika.
2.1.5.1 Pengertian Matematika
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ada di jenjang
sekolah dasar. Matematika memiliki pengertian sebuah ilmu yang didapat
dengan cara berpikir dan menalar (Universitas Pendidikan Indonesia,
2011: 3). Matematika menurut Tinggih (Suherman, 2003: 16) adalah ilmu
pengetahuan yang didapat melalui proses menalar. Sedangkan menurut
Russefendi (Suherman, 2003: 16), matematika adalah hasil proses
pemikiran seorang manusia yang berupa ide, proses dan penalaran atau
logika. Sedangkan menurut Suherman (2003: 253) matematika adalah
disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan mengolah logika, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Pendapat yang telah dikemukakan mengenai
maematika kemudian dapat dikatakan matematika dapat diartikan sebagai
ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan cara menalar menggunakan
2.1.5.2 Materi Perkalian
Materi operasi perkalian adalah bentuk matematika pada materi
perkalian kelas 2 pada tingkat sekolah dasar. Pembelajaran matematika
materi perkalian kelas 2 pada kurikulum KTSP ada pada semester 2
dengan standar kompetensi 3 yaitu melakukan perkalian dan pembagian
bilangan sampai dua angka dan kompetensi dasar 3.1 Melakukan perkalian
bilangan yang hasilnya bilangan dua angka (Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2006: 241). Materi operasi perkalian di kelas dua ini biasanya
diawali dengan mengenalkan penjumlahan berulang menjadi perkalian.
Hasil operasi perkaliannya juga dibatasi hanya sampai 2 angka saja.
Penerapan pembelajaran materi operasi perkalian di kelas 2 sekolah dasar
paling besar adalah hasilnya 99 yaitu hasil dari operasi perkalian 11 x 9.
2.1.6 Hasil penelitian yang relevan 2.1.6.1 Alat Peraga Matematika
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Elifah (2010) yang
meneliti penggunaan alat peraga untuk meningkatkan prestasi belajar mata
pelajaran matematika pada siswa kelas V (lima) Madrasah Ibtidaiyah
Miftahul Ulum duren kecamatan Tengaran kabupaten Semarang tahun
pelajaran 2009/2010. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode
kuantitatif. Penelitian tersebut mendapatkan perbedaan atau hubungan
antara prestasi belajar dengan menggunakan alat peraga dilihat dari adanya
peningkatan nilai postest dalam setiap siklus yang dilakukan. Peningkatan
perubahan yang sangat signifikan. Berkaitan dengan hl tersebut, kemudian
disimpulkan bahwa pemeblajaran menggunakan alat peraga matematika
dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas V Madrasah
Ibtidaiyah miftahul ulum duren kecamatan Tengaran kabupaten Semarang
tahun pelajaran 2009/2010.
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Pujiastuti (2012) yang
meneliti Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan alat
peraga pada pembelajaran matematika kelas II SD Negeri Luweng Lor
kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo. Penelitian tersebut mendapatkan
hasil peningkatan hasil belajar siswa yang ditunjukan adanya peningkatan
rata-rata nilai kelas dari sebelum dikenai tindaka yaitu 58,92, setelah
dikenai tindakan pada akhir siklus II nilai rata-ratanya menjadi 83,75.
Melihat dari hasil yang didapat pada penelitian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar peserta
didik kelas II SD Luweng Lor dalam mata pelajaran matematika.
2.1.6.2 Persepsi Atas Penggunaan Alat Peraga
Penelitian yang dilakukan oleh Suwandi (2009) penelitian ini
meneliti pengaruh persepsi tentang penggunaan alat peraga dan cara
belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas VI bidang studi ilmu
pengetahuan sosial di SD Negeri Segugus IV kecamatan kalidawir,
kabupaten tulungagung. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui
pengaruh persepsi tentang penggunaan alat peraga terhadap prestasi
segugus IV Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. (2)
mengetahui pengaruh cara belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas VI
bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri segugus IV
Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. (3) mengetahui pengaruh
persepsi tentang penggunaan alat peraga dan cara belajar terhadap prestasi
belajar siswa kelas VI bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri
segugus IV Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa SD Negeri segugus IV Kecamatan
Kalidawir Kabupaten Tulungagung sejumlah 60 siswa. Dari total populasi
tersebut diambil seluruhnya sebagai sampel penelitian, sehingga jumlah
sampel adalah 60 siswa. Data-data penelitian tentang penggunaan alat
peraga, data tentang cara belajar diperoleh melalui angket dengan
menggunakan skala likert dan data prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diperoleh dengan menggunakan metode
dokumentasi. Selanjutnya data-data penelitian tersebut dianalisis dengan
menggunakan teknik regresi linier sederhana dengan bantuan computer
SPSS versi 17.
Hasil penelitian ini adalah (1) terdapat pengaruh yang signifikan
persepsi siswa tentang penggunaan alat peraga terhadap prestasi belajar
siswa. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan cara belajar siswa terhadap
prestasi belajar siswa. (3) Secara bersama-sama terdapat pengaruh yang
signifikan persepsi siswa tentang penggunaan alat peraga dan cara belajar