• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan alat peraga pembelajaran matematika SD materi perkalian berbasis Metode Montessori.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan alat peraga pembelajaran matematika SD materi perkalian berbasis Metode Montessori."

Copied!
323
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Noi, Hadrianus. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga perkalian, Matematika

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dalam bidang matematika tercemin pada buruknya prestasi siswa. Pembelajaran yang seharusnya memperhatikan tingkat perkembangan siswa justru menyimpang. Siswa usia sekolah dasar seharusnya perlu menggunakan alat bantu berupa alat peraga untuk membantu memahami konsep abstrak dalam matematika. Metode Montessori merupakan salah satu metode yang menekankan pada penggunaan alat peraga dalam pembelajaran. Melihat kenyataan yang ada di lapangan alat peraga Montessori hanya terdapat di sekolah Montessori dengan biaya yang mahal. Penelitian ini mengembangkan alat peraga perkalian berbasis metode Montessori yang bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri dan kualitas alat peraga yang layak digunakan. Penelitian dilakukan di SD BOPKRI Gondolayu terhadap siswa kelas III tahun ajaran 2014/2015 selama tujuh bulan.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima tahapan antara lain (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain alat peraga, (4) validasi produk, dan (5) uji coba terbatas. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototipe alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alat peraga papan perkalian memiliki lima ciri, antara lain, menarik bagi siswa, bergradasi, memiliki pengendali kesalahan dan dapat digunakan secara mandiri oleh siswa. Kualitas alat peraga papan perkalian ditunjukkan dengan perolehan skor validasi 3,73

dalam kategori “sangat baik”. Terdapat perbedaan nilai ketika uji coba terbatas,

(2)

ix ABSTRACT

Noi, Hadrianus. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning Aid for Multiplication Based on Montessori Method. A thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: research and development method, Montessori method, material, multiplication, Mathematic

The poor quality of Indonesian education system in the field of Mathematics is indicated by student achievement. Education system which should pay much attention to students’ development deviates from what it is supposed to do. Elementary school students are supposed to be taught using learning aid in to help students understand the abstract concept of Mathematics. Montessori Method is a method which emphasizes on the use of learning aid in a learning process. Considering the fact that Montessori learning aid is expensive and can only be found in Montessori school, this research aims to develop a learning aid for multiplication lesson based on Montessori Method and to identify characteristics and quality of the learning aid to know whether it is worth using. The research is conducted in BOPKRI Gondolayu Elementary School with the subject of the third grade Elementary School students year 2014 / 2015 for seven month.

The research method employed in this study is research and development ( R&D). It consists of five steps namely (1) identifying research problems, ( 2) planning, ( 3) product development, ( 4) product validation, and ( 5) limited field testing. The result of this research is in a form of a prototype of a learning aid in a form of multiplication board which is developed based on Montessori Method.

The results of this research show that this learning aid in the form of multiplication board possesses five characteristics. Those characteristics are drawing students attractive, having gradation, having an error controller feature and the quality of being able to be operated independently by students. This learning aid is proven to obtain validation score of 3.73 which makes it be

(3)

i

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN

MATEMATIKA SD MATERI PERKALIAN

BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Hadrianus Noi NIM : 111134181

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk :

 Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas kasihNya

yang menuntunku dalam segala proses hidup ini.

Kedua orangtuaku, Toto Lumaksono dan Iswantiningsih yang mendukung dalam doa dan semangat.

 Sahabat dan teman-temanku yang selalu tertawa dalam

suka maupun duka, kebahagiaan, kebersamaan, yang

mengalir dan menjadi bagian dari hidupku.

 Teman payung Montessori yang memberikan semangat

padaku

 Teman-teman kelas VII D yang tercinta, tawa kalian

adalah bahagiaku.

 Segala pihak yang mendukung dan membantu dalam

setiap proses penelitian dan penyusunan skripsi ini yang

(7)

v

HALAMAN MOTTO

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Januari 2015

Penulis

(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Hadrianus Noi Nomor Mahasiswa : 111134181

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

SD MATERI PERKALIAN BERBASIS METODE MONTESSORI”

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 5 Januari 2015 Yang menyatakan,

(10)

viii ABSTRAK

Noi, Hadrianus. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga perkalian, Matematika

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dalam bidang matematika tercemin pada buruknya prestasi siswa. Pembelajaran yang seharusnya memperhatikan tingkat perkembangan siswa justru menyimpang. Siswa usia sekolah dasar seharusnya perlu menggunakan alat bantu berupa alat peraga untuk membantu memahami konsep abstrak dalam matematika. Metode Montessori merupakan salah satu metode yang menekankan pada penggunaan alat peraga dalam pembelajaran. Melihat kenyataan yang ada di lapangan alat peraga Montessori hanya terdapat di sekolah Montessori dengan biaya yang mahal. Penelitian ini mengembangkan alat peraga perkalian berbasis metode Montessori yang bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri dan kualitas alat peraga yang layak digunakan. Penelitian dilakukan di SD BOPKRI Gondolayu terhadap siswa kelas III tahun ajaran 2014/2015 selama tujuh bulan.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima tahapan antara lain (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain alat peraga, (4) validasi produk, dan (5) uji coba terbatas. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototipe alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alat peraga papan perkalian memiliki lima ciri, antara lain, menarik bagi siswa, bergradasi, memiliki pengendali kesalahan dan dapat digunakan secara mandiri oleh siswa. Kualitas alat peraga papan perkalian ditunjukkan dengan perolehan skor validasi 3,73

dalam kategori “sangat baik”. Terdapat perbedaan nilai ketika uji coba terbatas,

(11)

ix ABSTRACT

Noi, Hadrianus. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning Aid for Multiplication Based on Montessori Method. A thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: research and development method, Montessori method, material, multiplication, Mathematic

The poor quality of Indonesian education system in the field of Mathematics is indicated by student achievement. Education system which should pay much attention to students’ development deviates from what it is supposed to do. Elementary school students are supposed to be taught using learning aid in to help students understand the abstract concept of Mathematics. Montessori Method is a method which emphasizes on the use of learning aid in a learning process. Considering the fact that Montessori learning aid is expensive and can only be found in Montessori school, this research aims to develop a learning aid for multiplication lesson based on Montessori Method and to identify characteristics and quality of the learning aid to know whether it is worth using. The research is conducted in BOPKRI Gondolayu Elementary School with the subject of the third grade Elementary School students year 2014 / 2015 for seven month.

The research method employed in this study is research and development ( R&D). It consists of five steps namely (1) identifying research problems, ( 2) planning, ( 3) product development, ( 4) product validation, and ( 5) limited field testing. The result of this research is in a form of a prototype of a learning aid in a form of multiplication board which is developed based on Montessori Method.

The results of this research show that this learning aid in the form of multiplication board possesses five characteristics. Those characteristics are drawing students attractive, having gradation, having an error controller feature and the quality of being able to be operated independently by students. This learning aid is proven to obtain validation score of 3.73 which makes it be

(12)

x PRAKATA

Puji syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengembangan Alat

Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Metode

Montessori dengan tepat waktu.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak yang

membantu Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih tersebut

disampaikan kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan rahmat kesehatan dan

kelancaran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

3. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD

yang menginspirasi saya

4. Christyanti Aprinastuti, M.Pd. selaku Wakaprodi dan Dosen Pembimbing

Akademik yang mendamping saya selama beberapa semester yang lalu.

5. Dra. Haniek Sri Pratini, M,Pd. dan Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi.,

M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang mendampingi dan

memotivasi saya selama proses penelitian dan penulisan laporan.

6. Ester Markis S.R., S.Pd. dan selaku kepala SD BOPKRI Gondolayu yang

telah memberikan ijin dan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

7. Elysabeth Dian Lestari, S.Pd. selaku wali dan guru Matematika kelas II.1

beserta keluarga besar SD BOPKRI Gondolayu yang telah membantu

(13)

xi

8. Ig. Widiyatmoko, S.Pd. selaku kepala SDK Wirobrajan yang telah

memberikan ijin sebagai tempat uji empiris SD setara.

9. Pak Wisnu selaku guru kelas III SDK Wirobrajan

10. Siswa kelas II SD BOPKRI Gondolayu dan SDK Wirobrajan yang telah

bersedia membantu selama proses penelitian

11. Kedua orangtuaku, Toto Lumaksono dan Iswantiningsih yang mendukung

dalam doa dan semangat

12. Adikku Monic yang telah memberikan semangat

13. Teman-teman kelas VIID yang mendukung, menyemati, dan mendoakan.

14. Teman-teman payung Montessori, Brigitta, Fetra, Bowo, Charla, Rindi,

Dita, dan Mia yang membantu dan bekerjasama selama penyusunan

sampai selesainya skripsi ini

15. Teman-teman PPL SD BOPKRI Gondolayu dan SDK Wirobrajan yang

membantu selama proses penelitian berlangsung

16. Segenap pihak, sahabat, teman yang telah membantu dan tidak dapat

peneliti sebutkan satu per satu.

Dalam kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini ada beberapa

kendala baik dari faktor dalam diri maupun dari luar. Namun, kendala tersebut

tidak menjadi hambatan dalam diri kami melainkan menjadi semangat untuk terus

maju dan menyelesaikannya tepat waktu.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca baik

dalam hal isi maupun inspirasi untuk lebih baik. Peneliti meminta maaf apabila

(14)

xii

isi, dan sebagainya, dan peneliti berharap meminta kritik dan saran sebagai

perkembangan dan kemajuan pendidikan di Indonesia.

Yogyakarta, 5 Januari 2015

Peneliti

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii

ABSTRAK viii

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Rumusan Masalah Penelitian 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 7

E. Spesifikasi Produk 9

F. Definisi Operasional 12

BAB II LANDASAN TEORI 13

A. Kajian Pustaka 13

1. Belajar dan Pembelajaran 13

a. Hakikat Belajar 13

b. Pengertian Pembelajaran 15

2. Metode Montessori 16

a. Sejarah Montessori 16

(16)

xiv

3. Tahap-tahap Perkembangan Anak 20

4. Alat Peraga Matematika Montessori 23

a. Hakikat Alat Peraga 23

b. Syarat dan Kriteria Alat Peraga 24

c. Alat Peraga Berbasis Metode Montessori 25

5. Pembelajaran Matematika 27

a. Hakikat Matematika 27

b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 27

c. Perkalian dalam Matematika SD 28

B. Penelitian yang Relevan 29

1. Penelitian tentang Metode Montessori 29

2. Penelitian tentang Materi Perkalian 30

C. Kerangka Berpikir 33

BAB III METODE PENELITIAN 35

A. Jenis Penelitian 35

C. Rancangan Penelitian 36

D. Prosedur Pengembangan 39

E. Instrumen Penelitian 42

1. Pedoman Wawancara 43

2. Pedoman Observasi 44

3. Kuesioner 46

a. Kuesioner Analisis Kebutuhan 46

b. Kuesioner Validasi Produk 47

c. Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas 49

4. Tes 50

(17)

xv

1. Jenis Data 54

2. Wawancara 54

3. Observasi 55

4. Kuesioner 55

a. Kuesioner Analisis Kebutuhan 55

b. Kuesioner Uji Validasi Produk untuk Ahli 56

c. Kuesioner Uji Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas 56

5. Tes 57

6. Triangulasi 57

G. Teknik Analisis Data 59

1. Analisis Data Kualitatif 59

2. Analisis Data Kuantitatif 61

H. Jadwal Penelitian 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 65

A. Hasil 65

1. Potensi Masalah 65

a. Identifikasi Masalah 65

b. Wawancara 65

1) Wawancara Kepala Sekolah 67

2) Wawancara Guru 68

3) Wawancara Siswa 69

c. Observasi 70

d. Analisis Kebutuhan 72

1) Pembuatan Instrumen Analisis Kebutuhan 72

2) Uji Validitas Instrumen Analisis Kebutuhan 73

a) Ahli Pembelajaran Matematika 74

b) Ahli Bahasa 77

c) Guru 81

d) Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa 83

3) Data Hasil Analisis Kebutuhan 86

(18)

xvi

b) Data Hasil Analisis Kebutuhan oleh Siswa 94

2. Perencanaan 110

a. Validitas Instrumen Tes 110

1) Ahli Pembelajaran Matematika 111

2) Uji Validasi Guru 112

3) Uji Keterbacaan Instrumen Tes oleh Siswa 113

4) Uji Empiris 116

a) Uji Validitas 116

b) Uji Reliabilitas 118

b. Kuesioner Validasi Produk 119

1) Uji Validitas Konstruk Ahli Bahasa 119

2) Uji Validitas Konstruk Guru 121

3) Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa 122

3. Pengembangan desain 124

d. Pembuatan Alat Peraga Papan Perkalian 129

4. Validasi Produk 133

a. Validasi Produk Alat Peraga Papan Perkalian 133

1) Ahli Pembelajaran Matematika 133

2) Ahli Pembelajaran Montessori 134

3) Ahli Pembelajaran Matematika Montessori 135

4) Guru Kelas 136

b. Validasi Album Alat Peraga 137

1) Ahli Bahasa 138

2) Ahli Pembelajaran Matematika Montessori 138

5. Uji Coba Lapangan Terbatas 139

(19)

xvii

b. Data dan Analisis Kuesioner 141

c. Analisis II 142

B. Pembahasan 144

BAB V PENUTUP 149

A. Kesimpulan 149

B. Keterbatasan Penelitian 150

C. Saran 150

DAFTAR REFERENSI 151

(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara Kepala Sekolah 43

Tabel 3.2 Kisi-kisi Pertanyaan Wawancara Terhadap Guru Kelas 43

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pertanyaan Wawancara Terhadap Siswa Kelas III 43

Tabel 3.4 Pengkategorian Skor berdasarkan Hasil Validasi Ahli 44

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Pertanyaan Observasi Pembelajaran Matematika 45

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan Terhadap Guru

dan Siswa Kelas III 46

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli 48

Tabel 3.8 Kisi-Kisi Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas 49

Tabel 3.9 Kisi-Kisi Instrumen Tes Uji Empiris 51

Tabel 3.10 Kisi-Kisi Instrumen Pretest dan Posttest 53

Tabel 3.11 Tabel Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif 63

Tabel 4.1 Hasil Validasi Pedoman Wawancara 66

Tabel 4.2 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Wawancara

oleh Ahli 66

Tabel 4.3 Hasil Wawancara Kepala Sekolah SD BOPKRI Gondolayu dan

SDN Ngemplak 4 67

Tabel 4.4 Hasil Wawancara Guru Kelas III SD BOPKRI Gondolayu dan

SDN Ngemplak 4 69

Tabel 4.5 Hasil Wawancara Siswa Kelas III SD BOPKRI Gondolayu 69

Tabel 4.6 Hasil Validasi Pedoman Observasi 71

Tabel 4.7 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Observasi oleh Ahli 71

Tabel 4.8 Hasil Observasi Pembelajaran di Kelas III.1 SD BOPKRI

Gondolayu 72

Tabel 4.9 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru

oleh Ahli Pembelajaran Matematika 74

Tabel 4.10 Komentar Keterbacaan Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli

Pembelajaran Matematika 75

(21)

xix

Ahli Pembelajaran Matematika 76

Tabel 4.12 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Siswa oleh

Ahli Pembelajaran Matematika 76

Tabel 4.13 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru oleh

Ahli Bahasa 78

Tabel 4.14 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Guru oleh

Ahli Bahasa 78

Tabel 4.15 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh

Ahli Bahasa 79

Tabel 4.16 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Siswa oleh

Ahli Bahasa 80

Tabel 4.17 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru oleh

Guru Kelas SD Kanisius Wirobrajan 81

Tabel 4.18 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Guru oleh

Guru Kelas SD Kanisius Wirobrajan 82

Tabel 4.19 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh

Guru Kelas SD Kanisius Wirobrajan 82

Tabel 4.20 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Siswa oleh

Guru Kelas SD Kanisius Wirobrajan 83

Tabel 4.21 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh

Siswa SD Kanisius Wirobrajan 84

Tabel 4.22 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Kuesioner Analisis Kebutuhan

Guru 84

Tabel 4.23 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Kuesioner Analisis

Kebutuhan Siswa 85

Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Presentase Analisis Kebutuhan oleh Guru 86

Tabel 4.25 Rekapitulasi Deskripsi Jawaban Hasil Analisis Kebutuhan oleh

Guru 89

Tabel 4.26 Rekapitulasi Hasil Presentase Analisis Kebutuhan oleh Siswa 94

Tabel 4.27 Rekapitulasi Deskripsi Jawaban Hasil Analisis Kebutuhan oleh

(22)

xx

Tabel 4.28 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Tes oleh Ahli

Pembelajaran Matematika 111

Tabel 4.29 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Tes oleh Guru Kelas 112

Tabel 4.30 Komentar Uji Validitas Isi Instrumen Tes Oleh Guru Kelas 112

Tabel 4.31 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Tes oleh Ahli 113

Tabel 4.32 Hasil Uji Keterbacaan Instrumen Tes oleh Siswa 115

Tabel 4.33 Rekapitulasi Hasil Validitas Uji Empiris Instrumen Tes 117

Tabel 4.34 Kisi-kisi Instrumen Pretes dan Posttest 118

Tabel 4.35 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Tes 119

Tabel 4.36 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Ahli oleh Ahli

Bahasa 120

Tabel 4.37 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Siswa oleh Ahli

Bahasa 120

Tabel 4.38 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Ahli oleh

Guru 121

Tabel 4.39 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Siswa oleh

Guru 122

Tabel 4.40 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Siswa oleh

Siswa SD Kanisius Wirobrajan 123

Tabel 4.41 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Validasi Produk Ahli 123

Tabel 4.42 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Kuesioner Validasi Produk

Siswa 124

Tabel 4.43 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran

Matematika 134

Tabel 4.44 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran

Montessori 134

Tabel 4.45 Komentar Validasi Produk Alat Peraga Oleh Ahli Pembelajaran

Montessori 135

Tabel 4.46 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran

(23)

xxi

Tabel 4.47 Komentar Validasi Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran

Matematika Montessori 136

Tabel 4.48 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga Guru Kelas 137

Tabel 4.49 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Validasi Produk Ahli 137

Tabel 4.50 Rekapitulasi Penilaian Album Alat Peraga oleh Ahli Bahasa 138

Tabel 4.51 Rekapitulasi Penilaian Album Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran

Matematika Montessori 139

Tabel 4.52 Rekapitulasi Nilai Pretest dan Posttest Siswa 140

Tabel 4.53 Rekapitulasi Hasil Penilaian Produk oleh Siswa 142

Tabel 4.54 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga Papan Perkalian 142

Tabel 4.55 Revisi Produk 143

Tabel 4.56 Analisis Ciri-ciri Alat Peraga yang Dikembangkan 146

Tabel 4.57 Rekapitulasi Analisis Pengembangan berdasarkan Ciri Alat Peraga

(24)

xxii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Desain Papan Perkalian 9

Gambar 1.2 Kartu Angka 10

Gambar 1.3 Manik-manik 10

Gambar 1.4 Kartu Operasi Hitung 10

Gambar 1.5 Kotak Manik-Manik dan Kartu Angka 11

Gambar 1.6 Kotak Kartu Soal 11

Bagan 2.1 Literature map dari penelitian-penelitian yang relevan 32

Bagan 3.1 Langkah-langkah R&D 37

Bagan 3.2 Prosedur Penngembangan 40

Bagan 3.3 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data Analisis Kebutuhan 58

Bagan 3.4 Triangulasi Sumber Data Analisis Kebutuhan 58

Rumus 3.1 Persentase Jawaban pada Kuesioner 61

Rumus 3.2 Penentuan Jarak Interval 62

Rumus 3.3 Mendapatkan Nilai Pretest dan Posttest 64

Rumus 3.4 Mendapatkan Nilai Rata-rata Akhir 64

Rumus 3.5 Perbedaan Nilai Pretest dan Posttest 64

Rumus 3.6 Rata-rata Perbedaan Nilai Pretest dan Posttest 64

Bagan 4.1 Triangulasi Data Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data 77

Bagan 4.2 Triangulasi Data Berdasarkan 3 Teknik Pengumpulan Data 107

Gambar 4.1 Checker Board 125

Gambar 4.2 Bentuk Awal Papan Perkalian 129

Gambar 4.3 Kartu Angka, Manik-manik Rangkaian dan

Kartu Operasi Hitung 131

Gambar 4.4 Tempat Kartu Soal beserta Soal 132

(25)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. INSTRUMEN IDENTIFIKASI POTENSI MASALAH [1]

1.1. Transkrip Wawancara Kepala SD BOPKRI Gondolayu [1]

1.2. Transkrip Wawancara Guru SD BOPKRI Gondolayu [7]

1.3. Transkrip Wawancara Siswa SD BOPKRI Gondolayu [10]

LAMPIRAN 2. INSTRUMEN ANALISIS KEBUTUHAN [11]

2.1. Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru [11]

2.2. Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru oleh Ahli [15]

2.3. Rekapitulasi Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru

oleh Ahli [21]

2.4. Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa [25]

2.5. Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa

oleh Ahli [28]

2.6. Rekapitulasi Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk

Siswa oleh Ahli [34]

2.7. Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa

SD Setara [38]

2.8. Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Guru SD

Penelitian [44]

2.9. Pengkategorian Deskripsi Kuesioner Guru [47]

2.10. Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Siswa

SD Penelitian [52]

2.11. Pengkategorian Deskripsi Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa [54]

LAMPIRAN 3. INSTRUMEN VALIDASI PRODUK [65]

3.1. TES [65]

3.1.1 Instrumen Soal Tes [65]

3.1.2 Instrumen Hasil Validasi Soal oleh Ahli [68]

3.1.3 Uji Keterbacaan Soal oleh Siswa [78]

3.1.4 Uji Empiris [87]

(26)

xxiv

3.1.6 Hasil Uji Reliabilitas [91]

3.2. KUESIONER [92]

3.2.1 Kuesioner Validasi Produk untuk Ahli [92]

3.2.2 Kuesioner Validasi Produk untuk Siswa [95]

3.2.3 Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli [97]

3.2.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi

Produk oleh Ahli [100]

3.2.5 Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi Produk

untuk Siswa [101]

3.2.6 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi

Produk untuk Siswa ... [104]

3.2.7 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa

SD Setara ... [106]

LAMPIRAN 4. VALIDASI PRODUK ... [108]

4.1. Hasil Validasi Produk oleh Ahli ... [108]

LAMPIRAN 5. UJI COBA LAPANGAN TERBATAS ... [111]

5.1. Hasil Pretest ... [111]

5.2. Hasil Posttest ... [113]

5.3. Hasil Validasi Produk oleh Siswa ... [115]

LAMPIRAN 6. SURAT ... [117]

6.1. Surat Ijin Melaksanakan Penelitian ... [117]

6.2. Surat Telah Melaksanakan Penelitian ... [118]

(27)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, spesifikasi produk, definisi operasional.

A. Latar Belakang Penelitian

“Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia” (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006:147).

Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu mathema yang berarti

pengkajian. Matematika selalu berkembang seiring berjalannya waktu mulai dari

bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit

melalui penggunaan logika dan abstraksi (BSNP, 2006:147). Oleh karena itu,

matematika digunakan di berbagai belahan dunia sebagai ilmu penting dalam

berbagai bidang untuk memecahkan masalah.

Pentingnya matematika yang digunakan untuk pemecahan masalah dalam

berbagai bidang, membuat matematika dimasukkan dalam kurikulum pendidikan

termasuk di Indonesia. Matematika perlu diajarkan kepada semua siswa mulai

dari sekolah dasar sampai pendidikan tingkat tinggi untuk memberikan bekal

kepada mereka kemampuan berpikir logis, analitis, dan sistematis (BSNP,

2006:147). Akan tetapi, dari beberapa pengalaman, matematika dianggap sebagai

(28)

atasnya. Siswa yang menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit

dikarenakan dasar dari pembelajaran matematika yang lemah. Akhirnya siswa

merasa bahwa tidak bisa matematika dan bahkan menjadi tidak menyukai

matematika (Soesilowati, 2011:17). Hal tersebut menjadi salah satu faktor

rendahnya prestasi belajar siswa Indonesia. Berdasarkan hasil survei lembaga

survei dibidang pendidikan, prestasi Indonesia dibidang matematika sangat lemah.

PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2012

melakukan survei yang diikuti oleh 65 negara dengan hasil Indonesia menempati

peringkat 64 dengan perolehan skor matematika 375 (Kompas, 5 Desember 2013).

Hasil yang tidak berbeda jauh dapat dilihat dari hasil survei TIMSS (Trends in

Mathematics and Science Study) pada tahun 2011 dalam bidang Matematika

menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-38 dari 42 negara peserta

(Kompas 14 Desember 2012). Melihat hasil survei kedua lembaga tersebut, dapat

dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah.

Kualitas pendidikan yang tergolong rendah dapat disebabkan dari beberapa

faktor, diantaranya faktor guru, proses pembelajaran, sarana pendukung, dll. Hasil

observasi pembelajaran yang dilakukan peneliti pada tanggal 6 dan 25 September

2014, menunjukkan bahwa guru menyampaikan materi dengan penjelasan verbal

dengan bantuan papan tulis. Kondisi ini menyebabkan siswa cenderung pasif dan

informasi yang disampaikan kepada siswa bersifat abstrak. Hal ini berbanding

terbalik dengan pernyataan pakar pendidikan yang menyatakan bahwa anak usia

sekolah dasar (7-11 tahun) dapat melakukan berpikir sistematis dengan bantuan

(29)

Pakar lain yang sejalan dengan Piaget adalah Rousseau (dalam Ahmadi 2005:32)

yang mengatakan bahwa anak usia 2 hingga 12 tahun adalah masa pendidikan

yang menekankan aktivitas jasmani dan panca indera. Aktivitas fisik yang

memanfaatkan panca indera membuat siswa mampu meningkatkan dan

memperdalam pemahamannya (Holt, 2008:250). Oleh sebab itu, siswa sekolah

dasar membutuhkan alat bantu berupa media dan alat peraga untuk memperjelas

materi yang disampaikan agar dapat dengan mudah dipahami (Heruman,

2008:1-2).

Pengalaman observasi oleh peneliti saat program pengakraban lingkungan

(PROBALING 1 dan 2) serta program pengalaman lapangan (PPL), menemukan

bahwa ketersediaan alat peraga di beberapa Sekolah Dasar di Yogyakarta masih

sangat rendah. Beberapa Sekolah bahkan tidak ada alat peraga, sedangkan di

sekolah lain alat peraga masih terbungkus dengan rapi. Alat peraga yang ada

mayoritas tidak bersangkutan dengan mata pelajaran matematika. Hasil

wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 21 Juli dan 3 Agustus 2014 yang

ditujukan kepada guru kelas III menunjukkan bahwa ketersediaan alat peraga

matematika sangat kurang. Beberapa guru yang diwawancarai oleh peneliti

mengatakan bahwa akan sangat terbantu jika nantinya ada pengadaan alat peraga

matematika untuk membantu pemahaman siswa. Oleh sebab itu, pengadaan alat

peraga sangat diperlukan sekolah untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.

Selain kebutuhan alat peraga yang sangat diperlukan dalam proses

pembelajaran, peneliti juga menemukan kesulitan belajar siswa saat kegiatan

(30)

yang dialami siswa yaitu pada materi perkalian. Sekitar 30% siswa kesulitan

dalam menghafalkan dan memahami konsep perkalian. Perkalian termasuk materi

yang sulit untuk dipahami. Jika dilihat, masih banyak siswa kelas atas yang belum

menguasai materi perkalian, sehingga kesulitan untuk mempelajari materi yang

lebih kompleks (Heruman, 2008:22). Menurut Soesilowati (2011:17) aplikasi

pembelajaran matematika yang semakin meluas dan mendalam di jenjang

berikutnya membutuhkan kemampuan dasar perkalian. Oleh sebab itu, akan

berdampak buruk jika siswa tidak memiliki kemampuan dasar perkalian.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya untuk

mengatasi persoalan di atas. Penelitian yang dilakukan oleh Latifa (2013)

mengatakan bahwa penggunaan alat peraga meteran dapat meningkatkan hasil

belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi perkalian. Penelitian lain

mengatakan bahwa penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika pada

materi perkalian dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Kuslinda, Halidjah,

Margiati, 2013). Penelitian selanjutnya mengatakan bahwa penggunaan kartu

posinega dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan perkalian

dan pembagian bilangan bulat (Setiawan, Akina, Sudarman, 2014). Ketiga

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perkalian.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan alat peraga antara

lain soal keamanan alat peraga yang dipakai oleh siswa dan dapat memberikan

dampak yang baik bagi siswa dalam proses belajarnya. Salah satu metode yang

(31)

Montessori (dalam Gutek, 2013:240) mengatakan bahwa pembelajaran

matematika dengan alat peraga sebaiknya mengandung nilai keindahan (menarik),

unsur gradasi, nilai pengendali kesalahan (auto correction), dan nilai kemandirian

(auto education). Alat peraga yang dirancang dengan menggunakan keempat ciri

yang dipaparkan Montessori, diharapkan mampu memaksimalkan fungsi panca

indera siswa.

Menurut Montessori, jika alat peraga disiapkan untuk proses pembelajaran

berarti bahwa lingkungan telah dipersiapkan untuk mencapai kemandirian siswa

(Gutek, 2013:76). Oleh sebab itu, untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran

matematika diperlukan alat peraga yang kontekstual dengan kehidupan

sehari-hari siswa (Rohiat, 2010:66).

Berbicara mengenai alat peraga Montessori yang secara umum sudah

dipaparkan, tidak diragukan lagi bahwa alat tersebut sudah disiapkan secara

matang untuk membantu siswa memahami materi pelajaran. Hambatan yang

cukup besar dalam pengadaan alat peraga Montessori adalah soal harga yang

relatif mahal. Dilihat dalam implementasi di sekolah-sekolah yang menggunakan

metode Montessori, biaya operasional sekolah sangat mahal dan hanya

orang-orang tertentu saja yang menyekolahkan anaknya di sekolah Montessori. Biaya

yang sangat mahal disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah

alat peraga yang mahal. Jika dilihat dari harganya, satu set alat peraga untuk

materi perkalian (checker board) senilai Rp 4.212.300 .

Melihat latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti terdorong untuk

(32)

dengan bahan yang mudah didapatkan. Meskipun pengembangan alat peraga ini

disesuaikan dengan harga yang murah, peneliti tetap memperhatikan keempat ciri

alat peraga berbasis metode Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto

correction, auto education. Selain itu, peneliti menambahkan satu ciri lagi yaitu

kontekstual karena bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan alat peraga

terbuat dari bahan-bahan yang mudah didapatkan. Peneliti berharap, alat peraga

ini dapat membantu kesulitan belajar siswa seperti yang telah dipaparkan.

Proses pengembangan alat peraga matematika berbasis metode Montessori ini

dilakukan selama penelitian, dengan subyek tujuh siswa kelas III SD BOPKRI

Gondolayu Yogyakarta sebagai sampel penelitian. Pemilihan sekolah tersebut

didasarkan pada kebutuhan alat peraga yang diperlukan oleh sekolah maupun guru

kelas. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015

yang terfokus pada mata pelajaran matematika materi perkalian susun pendek.

Produk yang dihasilkan adalah prototype yang diujicobakan secara terbatas

kepada subyek penelitian.

B. Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimana ciri-ciri spesifik alat peraga papan perkalian berbasis metode

Montessori yang dikembangkan untuk siswa kelas III?

2. Bagaimana kualitas alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori

(33)

C. Tujuan Penelitian

1. Mengembangkan alat peraga papan perkalian sesuai dengan ciri-ciri alat

peraga berbasis metode Montessori untuk siswa kelas III.

2. Mengembangkan alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori

yang berkualitas untuk siswa kelas III.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Alat peraga ini dapat membantu siswa dalam mempelajari materi perkalian

dengan mudah dan menyenangkan. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar

secara mandiri dengan menggunakan alat peraga papan perkalian. Siswa dapat

mengetahui kesalahan sendiri ketika bekerja dengan menggunakan alat peraga

papan perkalian.

2. Manfaat praktis

Untuk mahasiswa

a. Penelitian ini memberikan pemikiran baru bagi mahasiswa bahwa alat peraga

pembelajaran matematika untuk siswa sekolah dasar berbasis metode

Montessori dapat dibuat dan dikembangkan di Indonesia dengan biaya yang

lebih murah.

b. Penelitian ini akan memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa

dalam mengembangkan alat peraga pembelajaran matematika berbasis

(34)

Untuk guru

c. Guru dapat mengaplikasikan langsung alat peraga papan perkalian berbasis

metode Montessori kepada siswa.

d. Guru dapat mengembangkan sendiri berbagai alat peraga yang lain dengan

menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis metode Montessori.

Untuk siswa

e. Siswa memperoleh materi sesuai dengan tingkat perkembangannya.

f. Siswa mendapatkan pengalaman belajar yang melatih panca indera secara

maksimal, dan sesuai dengan kemampuan belajar setiap siswa.

g. Siswa mendapatkan pengalaman langsung dengan menggunakan alat peraga

matematika berbasis metode Montessori.

Untuk sekolah

h. Sekolah memiliki pengetahuan baru mengenai pengembangan alat peraga

matematika berbasis metode Montessori yang murah dan bisa dibuat oleh

sekolah.

i. Sekolah dapat mempertimbangkan peningkatan mutu pendidikan dengan

(35)

E. Spesifikasi Produk

Gambar 1.1 Desain Papan Perkalian

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah alat peraga papan

perkalian yang berbasis pada metode Montessori dan dilengkapi dengan album

penggunaannya. Alat peraga papan perkalian diharapkan mampu membantu anak

dalam melakukan operasi hitung perkalian. Adapun beberapa komponen yang

dikembangkan dalam penelitian ini, diantaranya papan perkalian, manik-manik

rangkaian dari 1-10, kartu angka, tempat manik-manik dan kartu angka, kartu

operasi hitung dan kartu soal beserta tempatnya.

Papan perkalian ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 70cm x 35cm x

1,2cm. Papan perkalian ini terdiri dari kotak-kotak warna menyerupai papan catur,

tempat untuk kartu angka, tempat untuk kartu operasi hitung dan bilangan untuk

(36)

dengan prinsip metode Montessori, hijau untuk nilai tempat satuan, ribuan dan

jutaan, sedangkan warna biru untuk nilai tempat puluhan, puluh ribuan dan puluh

jutaan, yang terakhir warna merah untuk nilai tempat ratusan, ratus ribuan dan

ratus jutaan. Fungsi kotak warna pada papan perkalian selain untuk menentukan

nilai tempat, juga untuk meletakkan manik-manik rangkaian saat melakukan

operasi hitung perkalian. Selain itu, alat ini dilengkapi dengan tempat kartu angka

yang berbentuk lubang persegi panjang berukuran 2,2cm × 2cm di sisi bawah dan

samping kanan. Kemudian tempat kartu operasi hitung yang dibuat di pojok kanan

bawah dengan ukuran 2,5cm × 2,3cm.

Gambar 1.2 Kartu Angka Gambar 1.3 Manik-manik

Gambar 1.4 Kartu Operasi Hitung

Komponen lain yang terpisah dari alat peraga ini adalah manik-manik

rangkaian 1-10 yang memiliki diameter 6mm dengan ketentuan manik 1 berwarna

(37)

berwarna kuning, manik 5 berwarna biru muda, manik 6 berwarna ungu, manik 7

berwarna putih, manik 8 berwarna cokelat, manik 9 berwarna biru tua dan manik

10 berwarna emas. Kemudian kartu angka 0-9 berukuran 2cm x 3cm yang

dibedakan menjadi 2 warna yaitu warna putih dan abu-abu dengan warna bilangan

yang sudah diberi warna sesuai ketentuan. Komponen lain yaitu kartu operasi

hitung yang berukuran 2,3cm x 3,5cm dengan warna dasar putih sedangkan

operasi hitungnya berwarna hitam.

Gambar 1.5 Kotak Manik-manik Gambar 1.6 Kotak Kartu Soal

dan Kartu Angka

Komponen-komponen tersebut mempunyai tempat, manik-manik dan kartu

angka bergabung dalam satu kotak yang diberi sekat disertai dengan tutupnya.

Ukuran kotak manik-manik 7, 8, 9 memiliki lebar 8cm, untuk kotak manik-manik

4, 5, 6 memiliki lebar 6cm, untuk kotak manik-manik 1, 2, 3 memiliki lebar 4cm,

khusus untuk kotak manik-manik 10 terpisah dibagian bawah kartu angka dengan

ukuran 6cm x 16cm, sedangkan tempat kartu angka memiliki lebar

(38)

dengan ukuran 11cm x 13cm dan untuk sisi samping berbentuk trapesium

siku-siku dengan ukuran depan 3,8cm dan belakang 7,2cm.

F. Definisi Operasional

1. Belajar merupakan pengalaman dari interaksi lingkungan yang menghasilkan

perubahan secara psikis seperti, perilaku, pengetahuan, kebiasaan,

keterampilan, dll.

2. Pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan siswa secara terstruktur

untuk membantu siswa belajar dengan baik.

3. Metode Montessori merupakan metode yang mengedepankan kebebasan

dengan kesiapan lingkungan yang tertata dan terstruktur untuk mendukung

perkembangan siswa.

4.

Perkembangan anak merupakan proses perubahan baik fisik maupun psikis

yang terjadi selama hidupnya.

5.

Alat peraga merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk memperagakan

materi pelajaran dalam proses belajar.

6. Matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang pola dan urutan

dengan objek abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola pikir yang

deduktif.

(39)

13

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi tiga bagian yaitu

kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka, pembahasan dibagi menjadi lima bagian yaitu belajar dan

pembelajaran, metode Montessori, tahap-tahap perkembangan anak, alat peraga

matematika Montessori, pembelajaran matematika.

1. Belajar dan Pembelajaran a. Hakikat Belajar

Setiap kehidupan, manusia tidak lepas dari kata “belajar”. Beberapa ahli

mengartikan belajar dengan keyakinannya masing-masing. Trianto (2010:16)

mengatakan bahwa belajar adalah adanya perubahan pada diri seseorang yang

bersumber dari pengalaman, perubahan yang dimaksud bukan secara fisik

melainkan perilaku, pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, dll. Selaras dengan

Trianto, Siregar (2011:4) memaparkan belajar adalah aktivitas psikis yang terjadi

karena adanya interaksi dengan lingkungan sehingga menghasilkan perubahan

yang bersifat tetap. Ahli lain juga mendefinisikan belajar adalah suatu aktivitas

untuk mendapatkan pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki

perilaku, sikap dan memperkuat kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2011:9).

(40)

perubahan perilaku karena adanya pengalaman (Sundayana, 2014:19). Melihat

beberapa definisi dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

pengalaman dari interaksi lingkungan yang menghasilkan perubahan secara psikis

seperti, perilaku, pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, dll.

Pengalaman dalam belajar didapatkan seseorang saat berinteraksi dengan

lingkungan. Melalui panca indera seseorang, lingkungan menjadi sumber seluruh

informasi yang diterimanya (Yusuf, 2009:35). Menurut Piaget, semakin banyak

seseorang memiliki pengalaman mengenai permasalahan, lingkungan, atau objek

yang diamati, maka ia akan semakin mengembangkan pikiran dan

pengetahuannya. Tanpa memiliki pengalaman seseorang sulit untuk

mengembangkan pikirannya. Piaget mengelompokkan pengalaman menjadi dua

macam. Pertama adalah pengalaman fisis, tindakan seseorang untuk menjelaskan

sifat-sifat makhluk hidup atau benda yang ia temui. Misalnya, ketika seseorang

akan menjelaskan tentang sifat-sifat ayam, maka lebih mudah jika melihat ayam

secara langsung. Kedua yaitu pengalaman matematis-logis, tindakan seseorang

untuk mempelajari objek-objek dalam pemecahan masalahnya. Misalnya, ada tiga

orang yang sedang memancing ikan, ketiga orang tersebut mendapatkan lima ekor

ikan, berarti jumlah ikan yang didapatkan oleh ketiga orang tersebut sebanyak 15

ekor. Dalam contoh kasus tersebut, seseorang dapat mempelajari cara untuk

memecahkan masalah (Piaget dalam Suparno, 2001:106-107).

Setelah seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, selanjutnya belajar

mencapai pada sebuah hasil. Hasil belajar tersebut antara lain keterampilan

(41)

(Gagne dalam Siregar dan Nara, 2011:8). Senada dengan Gagne, Jihad (2012:14)

mengatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang mengarah

pada keterampilan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Melihat tahap perkembangannya, anak sekolah dasar berada pada tahap

operasional konkret yang memerlukan benda-benda konkret untuk membantu

proses belajarnya, sedangkan dalam konsep matematika ilmu yang dipelajari

bersifat abstrak (Sundayana, 2014:26). Berdasarkan paparan di atas siswa akan

lebih mudah mengembangkan pikiran dan pengetahuannya dengan objek-objek

yang bisa ditangkap oleh panca indera. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa

untuk membantu proses belajarnya, anak membutuhkan alat bantu berupa alat

peraga karena alat peraga merupakan benda konkret yang dapat ditangkap oleh

panca indera.

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan interaksi dua arah yang dilakukan oleh guru dan

siswa secara intens dan terarah menuju pada suatu tujuan yang ditetapkan

sebelumnya (Trianto, 2010:17). Sejalan dengan Trianto, Siregar (2011:13)

mengatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan secara sengaja

terarah dan terencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran

merupakan proses yang membantu siswa agar dapat belajar dengan baik (Susanto,

2013:19). Melihat beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan siswa secara terstruktur

(42)

Aplikasi pembelajaran sebaiknya memperhatikan lingkungan belajar yang

konstruktif. Lingkungan belajar yang konstruktif diungkapkan oleh Hudojo

(dalam Trianto, 2010:19), (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan

pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, (2) menyediakan

beberapa variasi pengalaman belajar, (3) menggabungkan pembelajaran realistik

dengan pengalaman konkret, (4) mengintegrasikan pembelajaran yang

memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi satu sama lain, (5)

memanfaatkan berbagai macam alat peraga agar pembelajaran lebih menarik, (6)

melibatkan siswa secara emosional dan sosial agar matematika lebih menarik

untuk dipelajari.

Pandangan tersebut sejalan dengan pemikiran Montessori yang mengatakan

bahwa lingkungan belajar disiapkan untuk memberikan siswa kebebasan dalam

mengekspresikan diri. Jika lingkungan sekolah disiapkan dengan benda-benda

pembelajaran yang bersifat mengoreksi diri, maka siswa dapat berkembang sesuai

dengan kemampuan masing-masing (Gutek, 2013:75-76).

2. Metode Montessori

Metode Montessori membahas mengenai sejarah Montessori dan tahap-tahap

perkembangan anak yang akan dijabarkan sebagai berikut.

a. Sejarah Montessori

Maria Montessori adalah anak tunggal dari Alessandro Montessori dan

Renilde Stoppani yang lahir pada 31 Agustus 1870, di Chiaravalle, Ancona, Italia.

Montessori lahir dari keluarga yang terpandang, ayahnya bekerja di perusahaan

(43)

adalah wanita berpendidikan tinggi dengan latar belakang keluarga yang kaya dan

terpandang (Gutek, 2013:1).

Seperti halnya anak-anak pada umumnya, Montessori menempuh pendidikan

mulai dari sekolah dasar di San Nicolo dari Tolentino. Sekolah dasar tersebut

merupakan sekolah paling modern dan terbaik pada masa itu. Kemudian pada

tahun 1883, Montessori diterima sebagai murid di sekolah teknik negeri yang

terletak di Regia Secuola Technica Michelangelo Buonarroti. Setelah itu,

Montessori meneruskan pendidikannya di akademi kejuruan teknik Regio Istituto

Tecnico Leonardo da Vinci dengan fokus di bidang ilmu fisika dan matematika.

Setelah menyelesaikan studinya, Montessori tertarik ingin kuliah di bidang

kedokteran, namun usahanya untuk meraih keinginannya tidaklah mudah. Pihak

universitas menolak, karena ilmu-ilmu dalam bidang kedokteran hanya boleh

dipelajari oleh kaum laki-laki. Keinginan Montessori yang sangat besar tidak

membuatnya putus asa. Montessori untuk sementara masuk fakultas IPA yang

kemudian masuk ke falkutas kedokteran setelah mendapatkan diploma.

Montessori adalah wanita satu-satunya di fakultas kedokteran saat itu (Magini,

2013:14-17) .

Setelah mendapatkan gelar Doktornya, Montessori bekerja di Rumah Sakit

San Giovani milik universitasnya, bahkan Montessori sudah melakukan praktik

pribadi. Montessori ingin dirinya tidak sekedar hanya menjadi praktisi kesehatan

saja. Montessori juga mempunyai keinginan untuk menyembuhkan penyakit

gangguan pikiran, diantaranya adalah penyakit-penyakit mental dan gangguan

(44)

yang membawanya pada penelitian dari Jean Marc Gaspard Itard (1774-1838) dan

Edouard Seguin (1812-1880). Montessori sangat terkesan dengan

penelitian-penelitian dari Itard dan Seguin terhadap anak-anak yang mengalami gangguan

mental. Penelitian yang dilakukan kedua tokoh tersebut mendorong Montessori

untuk terjun ke dunia pendidikan (Gutek, 2013:7-12).

Berawal dari Casa dei Bambini yang diresmikan pada tahun 1907,

Montessori mulai menjajaki dunia pendidikan. Pada awalnya, anak-anak masih

terlihat kaku dan cenderung liar di kelas. Akan tetapi anak-anak memiliki

ketertarikan besar terhadap alat-alat peraga didaktis yang dibawa Montessori.

Anak-anak yang tadinya liar menjadi antusias bermain dengan alat peraga

tersebut. Montessori melihat ada yang berubah dari mereka, anak-anak menjadi

lebih komunikatif, lebih dapat bersosialisasi, tampak lebih sehat dan bahagia.

Seiring berjalannya waktu, sekolah tersebut menjadi sekolah percontohan dan

semakin banyak tokoh-tokoh yang berkunjung untuk melihat pembelajaran di

Casa dei Bambini (Magini, 2013:48-56).

Pada tahun 1910, Montessori mendapatkan pengakuan sebagai seorang

pendidik yang inovatif di Italia. Nama Montessori dengan prestasinya di bidang

pendidikan menarik perhatian negara-negara di Eropa dan Amerika. Kesempatan

yang besar itu tidak disia-siakan, Montessori semakin mudah untuk menyebarkan

pemikirannya. Akan tetapi Montessori tetap memberikan pengawasan yang ketat

agar tidak terjadi penyimpangan dari pemikirannya. Oleh sebab itu Montessori

mulai berkeliling dunia untuk berdialog dan menulis beberapa buku. Sejak saat itu

(45)

pesat, terutama di Eropa. Hingga saat ini metode Montessori masih terus

berkembang di dunia pendidikan (Gutek, 2013:33-34).

b. Karakteristik Pembelajaran dengan Metode Montessori

Montessori mengatakan bahwa proses pendidikan yang ideal dilakukan dalam

kondisi lingkungan yang tertata dan terstruktur (Montessori dalam Gutek,

2013:25). Semua peralatan yang ada di kelas Montessori disesuaikan dengan

perkembangan anak, mulai dari meja, kursi, tempat cuci tangan, dll. Kelas

Montessori dibatasi dengan lemari-lemari pendek yang digunakan untuk

menyimpan alat peraga dengan rapih dan mudah dijangkau oleh anak. Sekolah

Montessori dibuat sedemikian rupa untuk melatih indera anak dan melatih

keterampilan-keterampilan (Gutek, 2013:26). Tugas guru di sekolah Montessori

adalah sebagai pengawas kegiatan anak dan menyajikan cara penggunaan alat-alat

pelajaran yang tersedia secara terstruktur (Holt, 2008:477). Biasanya guru

mencatat perkembangan anak dalam setiap aktivitasnya. Berbeda dengan sekolah

tradisional, anak-anak di sekolah Montessori dapat memilih kegiatan dan alat-alat

pembelajaran yang bersifat mengoreksi ketika anak melakukan kesalahan.

Montessori percaya bahwa anak akan menjadi disiplin dan mandiri ketika

mengetahui kesalahannya sendiri kemudian mengulangi hingga anak menguasai

tugasnya (Gutek, 2013:27). Ada beberapa area dalam kelas Montessori yaitu

practical life (keterampilan hidup), sensorial (pelatihan indera), bahasa dan

matematika (Hainstock, 1997:21-88). Berdasarkan paparan di atas dapat

(46)

kebebasan dengan kesiapan lingkungan yang tertata dan terstruktur untuk

mendukung perkembangan siswa.

3. Tahap-tahap Perkembangan Anak

Perkembangan merupakan proses perubahan baik fisik maupun psikis yang

terjadi dalam diri manusia mulai dari embrio, masa bayi, masa kanak-kanak, masa

anak, masa remaja, sampai masa dewasa (Yusuf dan Sugandhi, 2011:1). Sebutan

“Perkembangan Anak” terfokus pada proses pertumbuhan dan perubahan dalam

diri manusia seumur hidupnya (Meggitt, 2013:1). Oleh sebab itu dapat

disimpulkan bahwa perkembangan anak merupakan proses perubahan baik fisik

maupun psikis yang terjadi selama hidupnya.

Beberapa tokoh memaparkan teorinya mengenai tahap-tahap perkembangan

anak yang masih dipercaya hingga saat ini. Tokoh pertama adalah Jean Piaget

yang mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak berkembang melalui

beberapa tahapan. Tahap-tahap perkembangan menurut Piaget dirumuskan

menjadi empat tahapan, antara lain (Piaget dalam Suparno, 2001:26-101): Tahap

sensorimotor (0-usia 2 tahun). Pada tahap ini anak melakukan tindakan-tindakan

dengan menggunakan panca indera seperti meraba, melihat, mendengar,

membau,dll. Pada tahap ini anak belum dapat berbicara, anak belum mempunyai

bahasa simbol untuk mengatakan suatu benda. Gagasan anak terus berkembang

mulai dari belum mempunyai gagasan menjadi mempunyai gagasan. Gagasan ini

berkaitan dengan ruang dan waktu yang belum terkoordinir dengan baik.

Perkembangan tersebut terjadi terus-menerus dan menjadi tumpuan periode

(47)

Tahap berikutnya yaitu pra-operasional (usia 2-7 tahun). Tahap ini

merupakan jembatan tahap sensori ke tahap operasional konkret. Dalam tahap

perkembangan pra-operasional, anak sudah mampu menggunakan bahasa dengan

simbol-simbol yang membuat anak bisa berkomunikasi dengan orang dewasa.

Bahasa yang digunakan ini dapat membantu meningkatkan inteligensi anak. Pada

tahap ini kemampuan kognitif anak sudah pada taraf yang lebih tinggi. Namun

pada tahap ini anak belum berpikir secara sistematis dan logis.

Tahap selanjutnya yaitu operasional konkret (usia 7-11 tahun). Pada tahap ini

pemikiran anak sudah terarah dengan berdasarkan logika. Konsep bilangan, waktu

dan ruang sudah semakin berkembang. Akan tetapi pemikiran yang logis dan

konsep yang sudah semakin berkembang, masih terbatas pada benda-benda

konkret sebagai bantuannya. Anak masih belum bisa memecahkan masalah yang

bersifat abstrak. Oleh sebab itu, ilmu matematika yang bersifat abstrak masih

terlalu sulit untuk anak sekolah dasar.

Tahap yang terakhir yaitu operasional formal (usia 11-ke atas). Pada tahap ini

pikiran anak sudah tidak lagi berfokus pada objek-objek yang dapat dilihat,

dengan kata lain anak sudah mampu berpikir abstrak untuk memahami suatu

konsep. Penalaran anak sudah jauh meningkat, sehingga anak dapat berpikir lebih

dari satu dimensi yang bersifat abstrak.

Tokoh yang kedua yaitu Maria Montessori, baginya perkembangan manusia

merupakan “kelahiran kembali” yang artinya setiap tahap berkembang secara

alami mengalir berjalan ke tahap berikutnya (Gutek, 2013:78-79). Montessori

(48)

pertama dimulai dari bayi lahir hingga usia enam tahun. Tahap ini dibagi menjadi

dua subtahap, dari bayi lahir sampai usia tiga tahun dan usia tiga tahun sampai

usia enam tahun. Subtahap yang pertama, anak tidak terpengaruh langsung dengan

adanya orang dewasa di sekitarnya. Oleh sebab itu, anak belum siap untuk

bersekolah. Pada subtahap kedua, anak sudah mulai peka terhadap orang dewasa.

Selama masa ini, anak mengalami perubahan-perubahan kepribadian yang

signifikan. Pada akhir subtahap ini, anak sudah cukup cerdas untuk bersekolah.

Tahap kedua dimulai dari usia enam tahun hingga usia dua belas tahun. Pada

tahap ini anak menjadi tenang dan bahagia, kondisi mentalnya dalam keadaan

sehat, kuat dan stabil. Anak mulai mengerti istilah benar dan salah dalam

aktivitasnya sendiri maupun aktivitas orang lain.

Tahap ketiga dimulai dari usia dua belas hingga delapan belas tahun. Pada

masa ini juga terjadi beberapa perubahan menuju kedewasaan sepenuhnya.

Setelah usia delapan belas tahun, tidak ada lagi perubahan nyata, yang bertambah

hanyalah umurnya.

Melihat tahap-tahap perkembangan dari beberapa tokoh pendidikan, anak

sekolah dasar berada pada rentang usia 6-12 tahun. Sesuai dengan tahap

perkembanganya, anak mampu menguasai keterampilan-keterampilan dasar

secara cepat dan sistematis. Guru perlu menciptakan proses pembelajaran yang

bermakna bagi siswa, salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Penelitian

dan pengembangan yang dilakukan oleh peneliti disesuaikan dengan tahap

perkembangan menurut Piaget dan Montessori. dalam paparan di atas, Piaget

(49)

dasar karena bersifat abstrak. Siswa sekolah dasar masih memerlukan alat peraga

sebagai alat bantu memahami konsep matematika. Maka dari itu, peneliti

mengembangkan alat peraga matematika untuk membantu siswa memahami

konsep matematika yang abstrak.

4. Alat Peraga Matematika Montessori

Alat peraga matematika Montessori membahas mengenai hakikat alat peraga,

syarat dan kriteria alat peraga, alat peraga berbasis metode Montessori yang akan

dijabarkan sebagai berikut.

a. Hakikat Alat Peraga

Alat peraga terdiri dari kata “alat” dan “peraga”. Pengertian alat menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu suatu barang yang digunakan dalam

mengerjakan sesuatu untuk mencapai suatu maksud tertentu. Kemudian peraga

merupakan alat untuk memperagakan materi pelajaran (KBBI, 2012). Dari

pengertian di atas dapat didefinisikan alat peraga adalah alat untuk memperagakan

materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ali (dalam Sundayana,

2014:7) mengatakan alat peraga adalah segala sesuatu yang digunakan untuk

merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga menunjang

proses belajarnya. Definisi lain yaitu alat peraga adalah segala sesuatu yang

digunakan untuk menerangkan atau memperagakan materi pelajaran dalam

kegiatan belajar mengajar (Sudono, 2010:14). Alat peraga digunakan pendidik

untuk menjembatani konsep abstrak matematika dengan tahap kognitif siswa yang

berada pada tahap operasional konkret. Proses pembelajaran dengan

(50)

Alat peraga memiliki beberapa fungsi, antara lain membantu pembelajar

dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pembelajar, mengilustrasikan

dan memantapkan pesan dan informasi, menghilangkan ketegangan dan hambatan

serta rasa malas siswa (Asyhar, 2012:11). Berdasarkan paparan di atas dapat

disimpulkan bahwa alat peraga merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk

memperagakan materi pelajaran dalam proses belajar.

b. Syarat dan Kriteria Alat Peraga

Menurut Rusefendi (dalam Sundayana, 2014:18-19) beberapa persyaratan alat

peraga antara lain:

1) Tahan lama

2) Bentuk dan warnanya menarik

3) Sederhana dan mudah dikelola

4) Ukurannya sesuai dengan karakteristik siswa

5) Dapat menyajikan konsep matematika baik dalam bentuk real, gambar, atau

diagram.

6) Sesuai dengan konsep matematika

7) Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya.

8) Peragaan dapat digunakan sebagai dasar tumbuhnya konsep berpikir abstrak

untuk siswa.

9) Menjadikan siswa belajar aktif dan mandiri dengan menggunakan alat peraga.

(51)

c. Alat Peraga Berbasis Metode Montessori

Alat peraga Montessori mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda,

unik dan tidak dimiliki oleh alat peraga pada umumnya. Karakteristik tersebut

adalah memiliki ciri menarik, bergradasi, mempunyai pengendali kesalahan, dan

dapat digunakan secara mandiri. Maria Montessori merumuskan empat ciri utama

alat peraga yang baik sesuai dengan tingkat perkembangan anak (Montessori,

2002:171-175).

Ciri-ciri yang pertama yaitu menarik. Alat peraga Montessori dibuat dengan

memperhatikan keindahan di dalamnya, sehingga dapat menarik minat siswa

dalam belajar. Warna-warna yang digunakan dalam alat peraga Montessori

disesuaikan dengan ketertarikan anak pada warna tersebut. Untuk menentukan

warna yang digunakan, Montessori melakukan penelitian dan warna-warna yang

digunakan sekarang, merupakan hasil dari penelitiannya terhadap anak.

Ciri-ciri yang kedua yaitu bergradasi. Alat peraga Montessori dibuat dengan

memperhatikan gradasi. Montessori menyebutkan bahwa ada dua jenis gradasi

yaitu gradasi umur dan gradasi rangsangan rasional. Gradasi umur dapat dilihat

dari penggunaan alat untuk jenjang kelas sebelumnya maupun untuk jenjang kelas

selanjutnya. Gradasi rangsangan rasional dapat terlihat pada penggunaan alat yang

melibatkan beberapa indera.

Ciri-ciri yang ketiga yaitu memiliki pengendali kesalahan (auto correction).

Alat peraga Montessori dibuat dengan memperhatikan pengendali kesalahan,

sehingga siswa tahu ketika melakukan kesalahan dalam menggunakan alat peraga

(52)

melakukan kesalahan pada saat menyusun pink tower dari bawah ke atas maka

bentuknya tidak teratur.

Ciri-ciri yang keempat yaitu kemandirian (auto education). Alat peraga

Montessori dibuat juga dengan memperhatikan kemandirian yang memungkinkan

siswa belajar secara mandiri dalam menggunakan alat tersebut. Alat peraga

disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yang membuat siswa tidak

kesulitan untuk membawa dan menggunakannya.

Ciri-ciri yang kelima yaitu kontekstual. Montessori mengisi kelas dengan

bahan-bahan pembelajaran yang dekat dengan lingkungan siswa. Menurut Lillard

(2005:32) proses belajar seharusnya disesuaikan dengan konteks yang ada.

Konteks berarti pola hubungan dalam lingkungan langsung seseorang (Johnson,

2010:34). Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada

siswa tentang lingkungan sekitar (Hainstock, 1997:83).

Menanggapi ciri-ciri alat peraga Montessori, peneliti mengembangkan alat

peraga dengan mengacu pada ciri-ciri alat peraga yang telah dipaparkan. Pertama,

alat peraga yang dikembangkan memiliki ciri menarik yang dapat meningkatkan

minat siswa dalam belajar. Kedua bergradasi, yang melibatkan berbagai indera

antara lain indera peraba dan indera penglihatan. Ketiga memiliki ciri pengendali

kesalahan, sehingga anak tahu ketika melakukan kesalahan saat menggunakan alat

peraga tersebut tanpa ada koreksi dari guru. Keempat memiliki ciri kemandirian,

anak dapat menggunakan alat peraga ini tanpa didampingi oleh guru dan bahkan

anak bisa mengembangkan materi yang dipelajari tanpa adanya batasan dari guru.

Gambar

Gambar 1.1 Desain Papan Perkalian
Gambar 1.2 Kartu Angka
Tabel 3.8 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas
Tabel 3.9 Kisi-kisi Instrumen Tes Uji Empiris
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengembangkan alat peraga berbasis Montessori khususnya untuk materi perkalian dengan hasil 2 angka.. Penelitian dilakukan di SD

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi alat peraga pembagian berbasis metode Montessori pada pembelajaran matematika materi pembagian di kelas II SD

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengembangkan alat peraga berbasis Montessori khususnya untuk materi perkalian dengan hasil 2 angka.. Penelitian dilakukan di SD

auto-education , dan kontekstual; (2) alat peraga papan pembagian bilangan dua angka memiliki kualitas “sangat baik” dengan skor rerata validasi produk oleh pakar

Alat Peraga Sandpaper Letters adalah salah satu alat peraga berbasis metode Montessori yang digunakan untuk membantu siswa dalam memahami materi mengenai cara menulis huruf

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya ,memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul: “IMPLEMENTASI ALAT PERAGA PEMBAGIAN BERBASIS

Direktris meletakkan 4 manik – manik hijau di dalam mangkuk tadi, ke dalam salah satu dari 6 mangkuk kecil yang belum terisi yang diletakkan di wilayah kerja dan menambahkan

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode pembelajaran, yakni permainan (menggunakan alat peraga berbasis metode Montessori berupa manik-manik),