viii ABSTRAK
Noi, Hadrianus. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga perkalian, Matematika
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dalam bidang matematika tercemin pada buruknya prestasi siswa. Pembelajaran yang seharusnya memperhatikan tingkat perkembangan siswa justru menyimpang. Siswa usia sekolah dasar seharusnya perlu menggunakan alat bantu berupa alat peraga untuk membantu memahami konsep abstrak dalam matematika. Metode Montessori merupakan salah satu metode yang menekankan pada penggunaan alat peraga dalam pembelajaran. Melihat kenyataan yang ada di lapangan alat peraga Montessori hanya terdapat di sekolah Montessori dengan biaya yang mahal. Penelitian ini mengembangkan alat peraga perkalian berbasis metode Montessori yang bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri dan kualitas alat peraga yang layak digunakan. Penelitian dilakukan di SD BOPKRI Gondolayu terhadap siswa kelas III tahun ajaran 2014/2015 selama tujuh bulan.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima tahapan antara lain (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain alat peraga, (4) validasi produk, dan (5) uji coba terbatas. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototipe alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alat peraga papan perkalian memiliki lima ciri, antara lain, menarik bagi siswa, bergradasi, memiliki pengendali kesalahan dan dapat digunakan secara mandiri oleh siswa. Kualitas alat peraga papan perkalian ditunjukkan dengan perolehan skor validasi 3,73
dalam kategori “sangat baik”. Terdapat perbedaan nilai ketika uji coba terbatas,
ix ABSTRACT
Noi, Hadrianus. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning Aid for Multiplication Based on Montessori Method. A thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.
Keywords: research and development method, Montessori method, material, multiplication, Mathematic
The poor quality of Indonesian education system in the field of Mathematics is indicated by student achievement. Education system which should pay much attention to students’ development deviates from what it is supposed to do. Elementary school students are supposed to be taught using learning aid in to help students understand the abstract concept of Mathematics. Montessori Method is a method which emphasizes on the use of learning aid in a learning process. Considering the fact that Montessori learning aid is expensive and can only be found in Montessori school, this research aims to develop a learning aid for multiplication lesson based on Montessori Method and to identify characteristics and quality of the learning aid to know whether it is worth using. The research is conducted in BOPKRI Gondolayu Elementary School with the subject of the third grade Elementary School students year 2014 / 2015 for seven month.
The research method employed in this study is research and development ( R&D). It consists of five steps namely (1) identifying research problems, ( 2) planning, ( 3) product development, ( 4) product validation, and ( 5) limited field testing. The result of this research is in a form of a prototype of a learning aid in a form of multiplication board which is developed based on Montessori Method.
The results of this research show that this learning aid in the form of multiplication board possesses five characteristics. Those characteristics are drawing students attractive, having gradation, having an error controller feature and the quality of being able to be operated independently by students. This learning aid is proven to obtain validation score of 3.73 which makes it be
i
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA SD MATERI PERKALIAN
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Hadrianus Noi NIM : 111134181
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas kasihNya
yang menuntunku dalam segala proses hidup ini.
Kedua orangtuaku, Toto Lumaksono dan Iswantiningsih yang mendukung dalam doa dan semangat. Sahabat dan teman-temanku yang selalu tertawa dalam
suka maupun duka, kebahagiaan, kebersamaan, yang
mengalir dan menjadi bagian dari hidupku.
Teman payung Montessori yang memberikan semangat
padaku
Teman-teman kelas VII D yang tercinta, tawa kalian
adalah bahagiaku.
Segala pihak yang mendukung dan membantu dalam
setiap proses penelitian dan penyusunan skripsi ini yang
v
HALAMAN MOTTO
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 5 Januari 2015
Penulis
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Hadrianus Noi Nomor Mahasiswa : 111134181
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
SD MATERI PERKALIAN BERBASIS METODE MONTESSORI”
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 5 Januari 2015 Yang menyatakan,
viii ABSTRAK
Noi, Hadrianus. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga perkalian, Matematika
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dalam bidang matematika tercemin pada buruknya prestasi siswa. Pembelajaran yang seharusnya memperhatikan tingkat perkembangan siswa justru menyimpang. Siswa usia sekolah dasar seharusnya perlu menggunakan alat bantu berupa alat peraga untuk membantu memahami konsep abstrak dalam matematika. Metode Montessori merupakan salah satu metode yang menekankan pada penggunaan alat peraga dalam pembelajaran. Melihat kenyataan yang ada di lapangan alat peraga Montessori hanya terdapat di sekolah Montessori dengan biaya yang mahal. Penelitian ini mengembangkan alat peraga perkalian berbasis metode Montessori yang bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri dan kualitas alat peraga yang layak digunakan. Penelitian dilakukan di SD BOPKRI Gondolayu terhadap siswa kelas III tahun ajaran 2014/2015 selama tujuh bulan.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima tahapan antara lain (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain alat peraga, (4) validasi produk, dan (5) uji coba terbatas. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototipe alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alat peraga papan perkalian memiliki lima ciri, antara lain, menarik bagi siswa, bergradasi, memiliki pengendali kesalahan dan dapat digunakan secara mandiri oleh siswa. Kualitas alat peraga papan perkalian ditunjukkan dengan perolehan skor validasi 3,73
dalam kategori “sangat baik”. Terdapat perbedaan nilai ketika uji coba terbatas,
ix ABSTRACT
Noi, Hadrianus. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning Aid for Multiplication Based on Montessori Method. A thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.
Keywords: research and development method, Montessori method, material, multiplication, Mathematic
The poor quality of Indonesian education system in the field of Mathematics is indicated by student achievement. Education system which should pay much attention to students’ development deviates from what it is supposed to do. Elementary school students are supposed to be taught using learning aid in to help students understand the abstract concept of Mathematics. Montessori Method is a method which emphasizes on the use of learning aid in a learning process. Considering the fact that Montessori learning aid is expensive and can only be found in Montessori school, this research aims to develop a learning aid for multiplication lesson based on Montessori Method and to identify characteristics and quality of the learning aid to know whether it is worth using. The research is conducted in BOPKRI Gondolayu Elementary School with the subject of the third grade Elementary School students year 2014 / 2015 for seven month.
The research method employed in this study is research and development ( R&D). It consists of five steps namely (1) identifying research problems, ( 2) planning, ( 3) product development, ( 4) product validation, and ( 5) limited field testing. The result of this research is in a form of a prototype of a learning aid in a form of multiplication board which is developed based on Montessori Method.
The results of this research show that this learning aid in the form of multiplication board possesses five characteristics. Those characteristics are drawing students attractive, having gradation, having an error controller feature and the quality of being able to be operated independently by students. This learning aid is proven to obtain validation score of 3.73 which makes it be
x PRAKATA
Puji syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengembangan Alat
Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Metode
Montessori dengan tepat waktu.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada beberapa pihak yang
membantu Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih tersebut
disampaikan kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan rahmat kesehatan dan
kelancaran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
3. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD
yang menginspirasi saya
4. Christyanti Aprinastuti, M.Pd. selaku Wakaprodi dan Dosen Pembimbing
Akademik yang mendamping saya selama beberapa semester yang lalu.
5. Dra. Haniek Sri Pratini, M,Pd. dan Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi.,
M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang mendampingi dan
memotivasi saya selama proses penelitian dan penulisan laporan.
6. Ester Markis S.R., S.Pd. dan selaku kepala SD BOPKRI Gondolayu yang
telah memberikan ijin dan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.
7. Elysabeth Dian Lestari, S.Pd. selaku wali dan guru Matematika kelas II.1
beserta keluarga besar SD BOPKRI Gondolayu yang telah membantu
xi
8. Ig. Widiyatmoko, S.Pd. selaku kepala SDK Wirobrajan yang telah
memberikan ijin sebagai tempat uji empiris SD setara.
9. Pak Wisnu selaku guru kelas III SDK Wirobrajan
10. Siswa kelas II SD BOPKRI Gondolayu dan SDK Wirobrajan yang telah
bersedia membantu selama proses penelitian
11. Kedua orangtuaku, Toto Lumaksono dan Iswantiningsih yang mendukung
dalam doa dan semangat
12. Adikku Monic yang telah memberikan semangat
13. Teman-teman kelas VIID yang mendukung, menyemati, dan mendoakan.
14. Teman-teman payung Montessori, Brigitta, Fetra, Bowo, Charla, Rindi,
Dita, dan Mia yang membantu dan bekerjasama selama penyusunan
sampai selesainya skripsi ini
15. Teman-teman PPL SD BOPKRI Gondolayu dan SDK Wirobrajan yang
membantu selama proses penelitian berlangsung
16. Segenap pihak, sahabat, teman yang telah membantu dan tidak dapat
peneliti sebutkan satu per satu.
Dalam kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini ada beberapa
kendala baik dari faktor dalam diri maupun dari luar. Namun, kendala tersebut
tidak menjadi hambatan dalam diri kami melainkan menjadi semangat untuk terus
maju dan menyelesaikannya tepat waktu.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca baik
dalam hal isi maupun inspirasi untuk lebih baik. Peneliti meminta maaf apabila
xii
isi, dan sebagainya, dan peneliti berharap meminta kritik dan saran sebagai
perkembangan dan kemajuan pendidikan di Indonesia.
Yogyakarta, 5 Januari 2015
Peneliti
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
HALAMAN MOTTO v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii
ABSTRAK viii
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Rumusan Masalah Penelitian 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 7
E. Spesifikasi Produk 9
F. Definisi Operasional 12
BAB II LANDASAN TEORI 13
A. Kajian Pustaka 13
1. Belajar dan Pembelajaran 13
a. Hakikat Belajar 13
b. Pengertian Pembelajaran 15
2. Metode Montessori 16
a. Sejarah Montessori 16
xiv
3. Tahap-tahap Perkembangan Anak 20
4. Alat Peraga Matematika Montessori 23
a. Hakikat Alat Peraga 23
b. Syarat dan Kriteria Alat Peraga 24
c. Alat Peraga Berbasis Metode Montessori 25
5. Pembelajaran Matematika 27
a. Hakikat Matematika 27
b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 27
c. Perkalian dalam Matematika SD 28
B. Penelitian yang Relevan 29
1. Penelitian tentang Metode Montessori 29
2. Penelitian tentang Materi Perkalian 30
C. Kerangka Berpikir 33
BAB III METODE PENELITIAN 35
A. Jenis Penelitian 35
C. Rancangan Penelitian 36
D. Prosedur Pengembangan 39
E. Instrumen Penelitian 42
1. Pedoman Wawancara 43
2. Pedoman Observasi 44
3. Kuesioner 46
a. Kuesioner Analisis Kebutuhan 46
b. Kuesioner Validasi Produk 47
c. Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas 49
4. Tes 50
xv
1. Jenis Data 54
2. Wawancara 54
3. Observasi 55
4. Kuesioner 55
a. Kuesioner Analisis Kebutuhan 55
b. Kuesioner Uji Validasi Produk untuk Ahli 56
c. Kuesioner Uji Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas 56
5. Tes 57
6. Triangulasi 57
G. Teknik Analisis Data 59
1. Analisis Data Kualitatif 59
2. Analisis Data Kuantitatif 61
H. Jadwal Penelitian 64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 65
A. Hasil 65
1. Potensi Masalah 65
a. Identifikasi Masalah 65
b. Wawancara 65
1) Wawancara Kepala Sekolah 67
2) Wawancara Guru 68
3) Wawancara Siswa 69
c. Observasi 70
d. Analisis Kebutuhan 72
1) Pembuatan Instrumen Analisis Kebutuhan 72
2) Uji Validitas Instrumen Analisis Kebutuhan 73
a) Ahli Pembelajaran Matematika 74
b) Ahli Bahasa 77
c) Guru 81
d) Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa 83
3) Data Hasil Analisis Kebutuhan 86
xvi
b) Data Hasil Analisis Kebutuhan oleh Siswa 94
2. Perencanaan 110
a. Validitas Instrumen Tes 110
1) Ahli Pembelajaran Matematika 111
2) Uji Validasi Guru 112
3) Uji Keterbacaan Instrumen Tes oleh Siswa 113
4) Uji Empiris 116
a) Uji Validitas 116
b) Uji Reliabilitas 118
b. Kuesioner Validasi Produk 119
1) Uji Validitas Konstruk Ahli Bahasa 119
2) Uji Validitas Konstruk Guru 121
3) Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa 122
3. Pengembangan desain 124
d. Pembuatan Alat Peraga Papan Perkalian 129
4. Validasi Produk 133
a. Validasi Produk Alat Peraga Papan Perkalian 133
1) Ahli Pembelajaran Matematika 133
2) Ahli Pembelajaran Montessori 134
3) Ahli Pembelajaran Matematika Montessori 135
4) Guru Kelas 136
b. Validasi Album Alat Peraga 137
1) Ahli Bahasa 138
2) Ahli Pembelajaran Matematika Montessori 138
5. Uji Coba Lapangan Terbatas 139
xvii
b. Data dan Analisis Kuesioner 141
c. Analisis II 142
B. Pembahasan 144
BAB V PENUTUP 149
A. Kesimpulan 149
B. Keterbatasan Penelitian 150
C. Saran 150
DAFTAR REFERENSI 151
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara Kepala Sekolah 43
Tabel 3.2 Kisi-kisi Pertanyaan Wawancara Terhadap Guru Kelas 43
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pertanyaan Wawancara Terhadap Siswa Kelas III 43
Tabel 3.4 Pengkategorian Skor berdasarkan Hasil Validasi Ahli 44
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Pertanyaan Observasi Pembelajaran Matematika 45
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan Terhadap Guru
dan Siswa Kelas III 46
Tabel 3.7 Kisi-Kisi Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli 48
Tabel 3.8 Kisi-Kisi Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas 49
Tabel 3.9 Kisi-Kisi Instrumen Tes Uji Empiris 51
Tabel 3.10 Kisi-Kisi Instrumen Pretest dan Posttest 53
Tabel 3.11 Tabel Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif 63
Tabel 4.1 Hasil Validasi Pedoman Wawancara 66
Tabel 4.2 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Wawancara
oleh Ahli 66
Tabel 4.3 Hasil Wawancara Kepala Sekolah SD BOPKRI Gondolayu dan
SDN Ngemplak 4 67
Tabel 4.4 Hasil Wawancara Guru Kelas III SD BOPKRI Gondolayu dan
SDN Ngemplak 4 69
Tabel 4.5 Hasil Wawancara Siswa Kelas III SD BOPKRI Gondolayu 69
Tabel 4.6 Hasil Validasi Pedoman Observasi 71
Tabel 4.7 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Observasi oleh Ahli 71
Tabel 4.8 Hasil Observasi Pembelajaran di Kelas III.1 SD BOPKRI
Gondolayu 72
Tabel 4.9 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru
oleh Ahli Pembelajaran Matematika 74
Tabel 4.10 Komentar Keterbacaan Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli
Pembelajaran Matematika 75
xix
Ahli Pembelajaran Matematika 76
Tabel 4.12 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Siswa oleh
Ahli Pembelajaran Matematika 76
Tabel 4.13 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru oleh
Ahli Bahasa 78
Tabel 4.14 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Guru oleh
Ahli Bahasa 78
Tabel 4.15 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh
Ahli Bahasa 79
Tabel 4.16 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Siswa oleh
Ahli Bahasa 80
Tabel 4.17 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru oleh
Guru Kelas SD Kanisius Wirobrajan 81
Tabel 4.18 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Guru oleh
Guru Kelas SD Kanisius Wirobrajan 82
Tabel 4.19 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh
Guru Kelas SD Kanisius Wirobrajan 82
Tabel 4.20 Komentar Validitas Konstruk Analisis Kebutuhan Siswa oleh
Guru Kelas SD Kanisius Wirobrajan 83
Tabel 4.21 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh
Siswa SD Kanisius Wirobrajan 84
Tabel 4.22 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Kuesioner Analisis Kebutuhan
Guru 84
Tabel 4.23 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Kuesioner Analisis
Kebutuhan Siswa 85
Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Presentase Analisis Kebutuhan oleh Guru 86
Tabel 4.25 Rekapitulasi Deskripsi Jawaban Hasil Analisis Kebutuhan oleh
Guru 89
Tabel 4.26 Rekapitulasi Hasil Presentase Analisis Kebutuhan oleh Siswa 94
Tabel 4.27 Rekapitulasi Deskripsi Jawaban Hasil Analisis Kebutuhan oleh
xx
Tabel 4.28 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Tes oleh Ahli
Pembelajaran Matematika 111
Tabel 4.29 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Tes oleh Guru Kelas 112
Tabel 4.30 Komentar Uji Validitas Isi Instrumen Tes Oleh Guru Kelas 112
Tabel 4.31 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Tes oleh Ahli 113
Tabel 4.32 Hasil Uji Keterbacaan Instrumen Tes oleh Siswa 115
Tabel 4.33 Rekapitulasi Hasil Validitas Uji Empiris Instrumen Tes 117
Tabel 4.34 Kisi-kisi Instrumen Pretes dan Posttest 118
Tabel 4.35 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Tes 119
Tabel 4.36 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Ahli oleh Ahli
Bahasa 120
Tabel 4.37 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Siswa oleh Ahli
Bahasa 120
Tabel 4.38 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Ahli oleh
Guru 121
Tabel 4.39 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Siswa oleh
Guru 122
Tabel 4.40 Rekapitulasi Penilaian Kuesioner Validasi Produk Siswa oleh
Siswa SD Kanisius Wirobrajan 123
Tabel 4.41 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Validasi Produk Ahli 123
Tabel 4.42 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Kuesioner Validasi Produk
Siswa 124
Tabel 4.43 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran
Matematika 134
Tabel 4.44 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran
Montessori 134
Tabel 4.45 Komentar Validasi Produk Alat Peraga Oleh Ahli Pembelajaran
Montessori 135
Tabel 4.46 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran
xxi
Tabel 4.47 Komentar Validasi Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran
Matematika Montessori 136
Tabel 4.48 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga Guru Kelas 137
Tabel 4.49 Rekapitulasi Penilaian Keseluruhan Validasi Produk Ahli 137
Tabel 4.50 Rekapitulasi Penilaian Album Alat Peraga oleh Ahli Bahasa 138
Tabel 4.51 Rekapitulasi Penilaian Album Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran
Matematika Montessori 139
Tabel 4.52 Rekapitulasi Nilai Pretest dan Posttest Siswa 140
Tabel 4.53 Rekapitulasi Hasil Penilaian Produk oleh Siswa 142
Tabel 4.54 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga Papan Perkalian 142
Tabel 4.55 Revisi Produk 143
Tabel 4.56 Analisis Ciri-ciri Alat Peraga yang Dikembangkan 146
Tabel 4.57 Rekapitulasi Analisis Pengembangan berdasarkan Ciri Alat Peraga
xxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Desain Papan Perkalian 9
Gambar 1.2 Kartu Angka 10
Gambar 1.3 Manik-manik 10
Gambar 1.4 Kartu Operasi Hitung 10
Gambar 1.5 Kotak Manik-Manik dan Kartu Angka 11
Gambar 1.6 Kotak Kartu Soal 11
Bagan 2.1 Literature map dari penelitian-penelitian yang relevan 32
Bagan 3.1 Langkah-langkah R&D 37
Bagan 3.2 Prosedur Penngembangan 40
Bagan 3.3 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data Analisis Kebutuhan 58
Bagan 3.4 Triangulasi Sumber Data Analisis Kebutuhan 58
Rumus 3.1 Persentase Jawaban pada Kuesioner 61
Rumus 3.2 Penentuan Jarak Interval 62
Rumus 3.3 Mendapatkan Nilai Pretest dan Posttest 64
Rumus 3.4 Mendapatkan Nilai Rata-rata Akhir 64
Rumus 3.5 Perbedaan Nilai Pretest dan Posttest 64
Rumus 3.6 Rata-rata Perbedaan Nilai Pretest dan Posttest 64
Bagan 4.1 Triangulasi Data Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data 77
Bagan 4.2 Triangulasi Data Berdasarkan 3 Teknik Pengumpulan Data 107
Gambar 4.1 Checker Board 125
Gambar 4.2 Bentuk Awal Papan Perkalian 129
Gambar 4.3 Kartu Angka, Manik-manik Rangkaian dan
Kartu Operasi Hitung 131
Gambar 4.4 Tempat Kartu Soal beserta Soal 132
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. INSTRUMEN IDENTIFIKASI POTENSI MASALAH [1]
1.1. Transkrip Wawancara Kepala SD BOPKRI Gondolayu [1]
1.2. Transkrip Wawancara Guru SD BOPKRI Gondolayu [7]
1.3. Transkrip Wawancara Siswa SD BOPKRI Gondolayu [10]
LAMPIRAN 2. INSTRUMEN ANALISIS KEBUTUHAN [11]
2.1. Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru [11]
2.2. Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru oleh Ahli [15]
2.3. Rekapitulasi Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru
oleh Ahli [21]
2.4. Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa [25]
2.5. Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa
oleh Ahli [28]
2.6. Rekapitulasi Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk
Siswa oleh Ahli [34]
2.7. Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa
SD Setara [38]
2.8. Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Guru SD
Penelitian [44]
2.9. Pengkategorian Deskripsi Kuesioner Guru [47]
2.10. Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Siswa
SD Penelitian [52]
2.11. Pengkategorian Deskripsi Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa [54]
LAMPIRAN 3. INSTRUMEN VALIDASI PRODUK [65]
3.1. TES [65]
3.1.1 Instrumen Soal Tes [65]
3.1.2 Instrumen Hasil Validasi Soal oleh Ahli [68]
3.1.3 Uji Keterbacaan Soal oleh Siswa [78]
3.1.4 Uji Empiris [87]
xxiv
3.1.6 Hasil Uji Reliabilitas [91]
3.2. KUESIONER [92]
3.2.1 Kuesioner Validasi Produk untuk Ahli [92]
3.2.2 Kuesioner Validasi Produk untuk Siswa [95]
3.2.3 Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli [97]
3.2.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi
Produk oleh Ahli [100]
3.2.5 Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi Produk
untuk Siswa [101]
3.2.6 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi
Produk untuk Siswa ... [104]
3.2.7 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa
SD Setara ... [106]
LAMPIRAN 4. VALIDASI PRODUK ... [108]
4.1. Hasil Validasi Produk oleh Ahli ... [108]
LAMPIRAN 5. UJI COBA LAPANGAN TERBATAS ... [111]
5.1. Hasil Pretest ... [111]
5.2. Hasil Posttest ... [113]
5.3. Hasil Validasi Produk oleh Siswa ... [115]
LAMPIRAN 6. SURAT ... [117]
6.1. Surat Ijin Melaksanakan Penelitian ... [117]
6.2. Surat Telah Melaksanakan Penelitian ... [118]
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, spesifikasi produk, definisi operasional.
A. Latar Belakang Penelitian
“Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia” (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006:147).
Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu mathema yang berarti
pengkajian. Matematika selalu berkembang seiring berjalannya waktu mulai dari
bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit
melalui penggunaan logika dan abstraksi (BSNP, 2006:147). Oleh karena itu,
matematika digunakan di berbagai belahan dunia sebagai ilmu penting dalam
berbagai bidang untuk memecahkan masalah.
Pentingnya matematika yang digunakan untuk pemecahan masalah dalam
berbagai bidang, membuat matematika dimasukkan dalam kurikulum pendidikan
termasuk di Indonesia. Matematika perlu diajarkan kepada semua siswa mulai
dari sekolah dasar sampai pendidikan tingkat tinggi untuk memberikan bekal
kepada mereka kemampuan berpikir logis, analitis, dan sistematis (BSNP,
2006:147). Akan tetapi, dari beberapa pengalaman, matematika dianggap sebagai
atasnya. Siswa yang menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit
dikarenakan dasar dari pembelajaran matematika yang lemah. Akhirnya siswa
merasa bahwa tidak bisa matematika dan bahkan menjadi tidak menyukai
matematika (Soesilowati, 2011:17). Hal tersebut menjadi salah satu faktor
rendahnya prestasi belajar siswa Indonesia. Berdasarkan hasil survei lembaga
survei dibidang pendidikan, prestasi Indonesia dibidang matematika sangat lemah.
PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2012
melakukan survei yang diikuti oleh 65 negara dengan hasil Indonesia menempati
peringkat 64 dengan perolehan skor matematika 375 (Kompas, 5 Desember 2013).
Hasil yang tidak berbeda jauh dapat dilihat dari hasil survei TIMSS (Trends in
Mathematics and Science Study) pada tahun 2011 dalam bidang Matematika
menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-38 dari 42 negara peserta
(Kompas 14 Desember 2012). Melihat hasil survei kedua lembaga tersebut, dapat
dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah.
Kualitas pendidikan yang tergolong rendah dapat disebabkan dari beberapa
faktor, diantaranya faktor guru, proses pembelajaran, sarana pendukung, dll. Hasil
observasi pembelajaran yang dilakukan peneliti pada tanggal 6 dan 25 September
2014, menunjukkan bahwa guru menyampaikan materi dengan penjelasan verbal
dengan bantuan papan tulis. Kondisi ini menyebabkan siswa cenderung pasif dan
informasi yang disampaikan kepada siswa bersifat abstrak. Hal ini berbanding
terbalik dengan pernyataan pakar pendidikan yang menyatakan bahwa anak usia
sekolah dasar (7-11 tahun) dapat melakukan berpikir sistematis dengan bantuan
Pakar lain yang sejalan dengan Piaget adalah Rousseau (dalam Ahmadi 2005:32)
yang mengatakan bahwa anak usia 2 hingga 12 tahun adalah masa pendidikan
yang menekankan aktivitas jasmani dan panca indera. Aktivitas fisik yang
memanfaatkan panca indera membuat siswa mampu meningkatkan dan
memperdalam pemahamannya (Holt, 2008:250). Oleh sebab itu, siswa sekolah
dasar membutuhkan alat bantu berupa media dan alat peraga untuk memperjelas
materi yang disampaikan agar dapat dengan mudah dipahami (Heruman,
2008:1-2).
Pengalaman observasi oleh peneliti saat program pengakraban lingkungan
(PROBALING 1 dan 2) serta program pengalaman lapangan (PPL), menemukan
bahwa ketersediaan alat peraga di beberapa Sekolah Dasar di Yogyakarta masih
sangat rendah. Beberapa Sekolah bahkan tidak ada alat peraga, sedangkan di
sekolah lain alat peraga masih terbungkus dengan rapi. Alat peraga yang ada
mayoritas tidak bersangkutan dengan mata pelajaran matematika. Hasil
wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 21 Juli dan 3 Agustus 2014 yang
ditujukan kepada guru kelas III menunjukkan bahwa ketersediaan alat peraga
matematika sangat kurang. Beberapa guru yang diwawancarai oleh peneliti
mengatakan bahwa akan sangat terbantu jika nantinya ada pengadaan alat peraga
matematika untuk membantu pemahaman siswa. Oleh sebab itu, pengadaan alat
peraga sangat diperlukan sekolah untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
Selain kebutuhan alat peraga yang sangat diperlukan dalam proses
pembelajaran, peneliti juga menemukan kesulitan belajar siswa saat kegiatan
yang dialami siswa yaitu pada materi perkalian. Sekitar 30% siswa kesulitan
dalam menghafalkan dan memahami konsep perkalian. Perkalian termasuk materi
yang sulit untuk dipahami. Jika dilihat, masih banyak siswa kelas atas yang belum
menguasai materi perkalian, sehingga kesulitan untuk mempelajari materi yang
lebih kompleks (Heruman, 2008:22). Menurut Soesilowati (2011:17) aplikasi
pembelajaran matematika yang semakin meluas dan mendalam di jenjang
berikutnya membutuhkan kemampuan dasar perkalian. Oleh sebab itu, akan
berdampak buruk jika siswa tidak memiliki kemampuan dasar perkalian.
Beberapa upaya telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya untuk
mengatasi persoalan di atas. Penelitian yang dilakukan oleh Latifa (2013)
mengatakan bahwa penggunaan alat peraga meteran dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi perkalian. Penelitian lain
mengatakan bahwa penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika pada
materi perkalian dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Kuslinda, Halidjah,
Margiati, 2013). Penelitian selanjutnya mengatakan bahwa penggunaan kartu
posinega dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan perkalian
dan pembagian bilangan bulat (Setiawan, Akina, Sudarman, 2014). Ketiga
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perkalian.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan alat peraga antara
lain soal keamanan alat peraga yang dipakai oleh siswa dan dapat memberikan
dampak yang baik bagi siswa dalam proses belajarnya. Salah satu metode yang
Montessori (dalam Gutek, 2013:240) mengatakan bahwa pembelajaran
matematika dengan alat peraga sebaiknya mengandung nilai keindahan (menarik),
unsur gradasi, nilai pengendali kesalahan (auto correction), dan nilai kemandirian
(auto education). Alat peraga yang dirancang dengan menggunakan keempat ciri
yang dipaparkan Montessori, diharapkan mampu memaksimalkan fungsi panca
indera siswa.
Menurut Montessori, jika alat peraga disiapkan untuk proses pembelajaran
berarti bahwa lingkungan telah dipersiapkan untuk mencapai kemandirian siswa
(Gutek, 2013:76). Oleh sebab itu, untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran
matematika diperlukan alat peraga yang kontekstual dengan kehidupan
sehari-hari siswa (Rohiat, 2010:66).
Berbicara mengenai alat peraga Montessori yang secara umum sudah
dipaparkan, tidak diragukan lagi bahwa alat tersebut sudah disiapkan secara
matang untuk membantu siswa memahami materi pelajaran. Hambatan yang
cukup besar dalam pengadaan alat peraga Montessori adalah soal harga yang
relatif mahal. Dilihat dalam implementasi di sekolah-sekolah yang menggunakan
metode Montessori, biaya operasional sekolah sangat mahal dan hanya
orang-orang tertentu saja yang menyekolahkan anaknya di sekolah Montessori. Biaya
yang sangat mahal disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah
alat peraga yang mahal. Jika dilihat dari harganya, satu set alat peraga untuk
materi perkalian (checker board) senilai Rp 4.212.300 .
Melihat latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti terdorong untuk
dengan bahan yang mudah didapatkan. Meskipun pengembangan alat peraga ini
disesuaikan dengan harga yang murah, peneliti tetap memperhatikan keempat ciri
alat peraga berbasis metode Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto
correction, auto education. Selain itu, peneliti menambahkan satu ciri lagi yaitu
kontekstual karena bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan alat peraga
terbuat dari bahan-bahan yang mudah didapatkan. Peneliti berharap, alat peraga
ini dapat membantu kesulitan belajar siswa seperti yang telah dipaparkan.
Proses pengembangan alat peraga matematika berbasis metode Montessori ini
dilakukan selama penelitian, dengan subyek tujuh siswa kelas III SD BOPKRI
Gondolayu Yogyakarta sebagai sampel penelitian. Pemilihan sekolah tersebut
didasarkan pada kebutuhan alat peraga yang diperlukan oleh sekolah maupun guru
kelas. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015
yang terfokus pada mata pelajaran matematika materi perkalian susun pendek.
Produk yang dihasilkan adalah prototype yang diujicobakan secara terbatas
kepada subyek penelitian.
B. Rumusan Masalah Penelitian
1. Bagaimana ciri-ciri spesifik alat peraga papan perkalian berbasis metode
Montessori yang dikembangkan untuk siswa kelas III?
2. Bagaimana kualitas alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori
C. Tujuan Penelitian
1. Mengembangkan alat peraga papan perkalian sesuai dengan ciri-ciri alat
peraga berbasis metode Montessori untuk siswa kelas III.
2. Mengembangkan alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori
yang berkualitas untuk siswa kelas III.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Alat peraga ini dapat membantu siswa dalam mempelajari materi perkalian
dengan mudah dan menyenangkan. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar
secara mandiri dengan menggunakan alat peraga papan perkalian. Siswa dapat
mengetahui kesalahan sendiri ketika bekerja dengan menggunakan alat peraga
papan perkalian.
2. Manfaat praktis
Untuk mahasiswa
a. Penelitian ini memberikan pemikiran baru bagi mahasiswa bahwa alat peraga
pembelajaran matematika untuk siswa sekolah dasar berbasis metode
Montessori dapat dibuat dan dikembangkan di Indonesia dengan biaya yang
lebih murah.
b. Penelitian ini akan memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa
dalam mengembangkan alat peraga pembelajaran matematika berbasis
Untuk guru
c. Guru dapat mengaplikasikan langsung alat peraga papan perkalian berbasis
metode Montessori kepada siswa.
d. Guru dapat mengembangkan sendiri berbagai alat peraga yang lain dengan
menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis metode Montessori.
Untuk siswa
e. Siswa memperoleh materi sesuai dengan tingkat perkembangannya.
f. Siswa mendapatkan pengalaman belajar yang melatih panca indera secara
maksimal, dan sesuai dengan kemampuan belajar setiap siswa.
g. Siswa mendapatkan pengalaman langsung dengan menggunakan alat peraga
matematika berbasis metode Montessori.
Untuk sekolah
h. Sekolah memiliki pengetahuan baru mengenai pengembangan alat peraga
matematika berbasis metode Montessori yang murah dan bisa dibuat oleh
sekolah.
i. Sekolah dapat mempertimbangkan peningkatan mutu pendidikan dengan
E. Spesifikasi Produk
Gambar 1.1 Desain Papan Perkalian
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah alat peraga papan
perkalian yang berbasis pada metode Montessori dan dilengkapi dengan album
penggunaannya. Alat peraga papan perkalian diharapkan mampu membantu anak
dalam melakukan operasi hitung perkalian. Adapun beberapa komponen yang
dikembangkan dalam penelitian ini, diantaranya papan perkalian, manik-manik
rangkaian dari 1-10, kartu angka, tempat manik-manik dan kartu angka, kartu
operasi hitung dan kartu soal beserta tempatnya.
Papan perkalian ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 70cm x 35cm x
1,2cm. Papan perkalian ini terdiri dari kotak-kotak warna menyerupai papan catur,
tempat untuk kartu angka, tempat untuk kartu operasi hitung dan bilangan untuk
dengan prinsip metode Montessori, hijau untuk nilai tempat satuan, ribuan dan
jutaan, sedangkan warna biru untuk nilai tempat puluhan, puluh ribuan dan puluh
jutaan, yang terakhir warna merah untuk nilai tempat ratusan, ratus ribuan dan
ratus jutaan. Fungsi kotak warna pada papan perkalian selain untuk menentukan
nilai tempat, juga untuk meletakkan manik-manik rangkaian saat melakukan
operasi hitung perkalian. Selain itu, alat ini dilengkapi dengan tempat kartu angka
yang berbentuk lubang persegi panjang berukuran 2,2cm × 2cm di sisi bawah dan
samping kanan. Kemudian tempat kartu operasi hitung yang dibuat di pojok kanan
bawah dengan ukuran 2,5cm × 2,3cm.
Gambar 1.2 Kartu Angka Gambar 1.3 Manik-manik
Gambar 1.4 Kartu Operasi Hitung
Komponen lain yang terpisah dari alat peraga ini adalah manik-manik
rangkaian 1-10 yang memiliki diameter 6mm dengan ketentuan manik 1 berwarna
berwarna kuning, manik 5 berwarna biru muda, manik 6 berwarna ungu, manik 7
berwarna putih, manik 8 berwarna cokelat, manik 9 berwarna biru tua dan manik
10 berwarna emas. Kemudian kartu angka 0-9 berukuran 2cm x 3cm yang
dibedakan menjadi 2 warna yaitu warna putih dan abu-abu dengan warna bilangan
yang sudah diberi warna sesuai ketentuan. Komponen lain yaitu kartu operasi
hitung yang berukuran 2,3cm x 3,5cm dengan warna dasar putih sedangkan
operasi hitungnya berwarna hitam.
Gambar 1.5 Kotak Manik-manik Gambar 1.6 Kotak Kartu Soal
dan Kartu Angka
Komponen-komponen tersebut mempunyai tempat, manik-manik dan kartu
angka bergabung dalam satu kotak yang diberi sekat disertai dengan tutupnya.
Ukuran kotak manik-manik 7, 8, 9 memiliki lebar 8cm, untuk kotak manik-manik
4, 5, 6 memiliki lebar 6cm, untuk kotak manik-manik 1, 2, 3 memiliki lebar 4cm,
khusus untuk kotak manik-manik 10 terpisah dibagian bawah kartu angka dengan
ukuran 6cm x 16cm, sedangkan tempat kartu angka memiliki lebar
dengan ukuran 11cm x 13cm dan untuk sisi samping berbentuk trapesium
siku-siku dengan ukuran depan 3,8cm dan belakang 7,2cm.
F. Definisi Operasional
1. Belajar merupakan pengalaman dari interaksi lingkungan yang menghasilkan
perubahan secara psikis seperti, perilaku, pengetahuan, kebiasaan,
keterampilan, dll.
2. Pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan siswa secara terstruktur
untuk membantu siswa belajar dengan baik.
3. Metode Montessori merupakan metode yang mengedepankan kebebasan
dengan kesiapan lingkungan yang tertata dan terstruktur untuk mendukung
perkembangan siswa.
4.
Perkembangan anak merupakan proses perubahan baik fisik maupun psikisyang terjadi selama hidupnya.
5.
Alat peraga merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk memperagakanmateri pelajaran dalam proses belajar.
6. Matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang pola dan urutan
dengan objek abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola pikir yang
deduktif.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi tiga bagian yaitu
kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka, pembahasan dibagi menjadi lima bagian yaitu belajar dan
pembelajaran, metode Montessori, tahap-tahap perkembangan anak, alat peraga
matematika Montessori, pembelajaran matematika.
1. Belajar dan Pembelajaran a. Hakikat Belajar
Setiap kehidupan, manusia tidak lepas dari kata “belajar”. Beberapa ahli
mengartikan belajar dengan keyakinannya masing-masing. Trianto (2010:16)
mengatakan bahwa belajar adalah adanya perubahan pada diri seseorang yang
bersumber dari pengalaman, perubahan yang dimaksud bukan secara fisik
melainkan perilaku, pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, dll. Selaras dengan
Trianto, Siregar (2011:4) memaparkan belajar adalah aktivitas psikis yang terjadi
karena adanya interaksi dengan lingkungan sehingga menghasilkan perubahan
yang bersifat tetap. Ahli lain juga mendefinisikan belajar adalah suatu aktivitas
untuk mendapatkan pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki
perilaku, sikap dan memperkuat kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2011:9).
perubahan perilaku karena adanya pengalaman (Sundayana, 2014:19). Melihat
beberapa definisi dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
pengalaman dari interaksi lingkungan yang menghasilkan perubahan secara psikis
seperti, perilaku, pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, dll.
Pengalaman dalam belajar didapatkan seseorang saat berinteraksi dengan
lingkungan. Melalui panca indera seseorang, lingkungan menjadi sumber seluruh
informasi yang diterimanya (Yusuf, 2009:35). Menurut Piaget, semakin banyak
seseorang memiliki pengalaman mengenai permasalahan, lingkungan, atau objek
yang diamati, maka ia akan semakin mengembangkan pikiran dan
pengetahuannya. Tanpa memiliki pengalaman seseorang sulit untuk
mengembangkan pikirannya. Piaget mengelompokkan pengalaman menjadi dua
macam. Pertama adalah pengalaman fisis, tindakan seseorang untuk menjelaskan
sifat-sifat makhluk hidup atau benda yang ia temui. Misalnya, ketika seseorang
akan menjelaskan tentang sifat-sifat ayam, maka lebih mudah jika melihat ayam
secara langsung. Kedua yaitu pengalaman matematis-logis, tindakan seseorang
untuk mempelajari objek-objek dalam pemecahan masalahnya. Misalnya, ada tiga
orang yang sedang memancing ikan, ketiga orang tersebut mendapatkan lima ekor
ikan, berarti jumlah ikan yang didapatkan oleh ketiga orang tersebut sebanyak 15
ekor. Dalam contoh kasus tersebut, seseorang dapat mempelajari cara untuk
memecahkan masalah (Piaget dalam Suparno, 2001:106-107).
Setelah seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, selanjutnya belajar
mencapai pada sebuah hasil. Hasil belajar tersebut antara lain keterampilan
(Gagne dalam Siregar dan Nara, 2011:8). Senada dengan Gagne, Jihad (2012:14)
mengatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang mengarah
pada keterampilan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Melihat tahap perkembangannya, anak sekolah dasar berada pada tahap
operasional konkret yang memerlukan benda-benda konkret untuk membantu
proses belajarnya, sedangkan dalam konsep matematika ilmu yang dipelajari
bersifat abstrak (Sundayana, 2014:26). Berdasarkan paparan di atas siswa akan
lebih mudah mengembangkan pikiran dan pengetahuannya dengan objek-objek
yang bisa ditangkap oleh panca indera. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa
untuk membantu proses belajarnya, anak membutuhkan alat bantu berupa alat
peraga karena alat peraga merupakan benda konkret yang dapat ditangkap oleh
panca indera.
b. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan interaksi dua arah yang dilakukan oleh guru dan
siswa secara intens dan terarah menuju pada suatu tujuan yang ditetapkan
sebelumnya (Trianto, 2010:17). Sejalan dengan Trianto, Siregar (2011:13)
mengatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan secara sengaja
terarah dan terencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran
merupakan proses yang membantu siswa agar dapat belajar dengan baik (Susanto,
2013:19). Melihat beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan siswa secara terstruktur
Aplikasi pembelajaran sebaiknya memperhatikan lingkungan belajar yang
konstruktif. Lingkungan belajar yang konstruktif diungkapkan oleh Hudojo
(dalam Trianto, 2010:19), (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, (2) menyediakan
beberapa variasi pengalaman belajar, (3) menggabungkan pembelajaran realistik
dengan pengalaman konkret, (4) mengintegrasikan pembelajaran yang
memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi satu sama lain, (5)
memanfaatkan berbagai macam alat peraga agar pembelajaran lebih menarik, (6)
melibatkan siswa secara emosional dan sosial agar matematika lebih menarik
untuk dipelajari.
Pandangan tersebut sejalan dengan pemikiran Montessori yang mengatakan
bahwa lingkungan belajar disiapkan untuk memberikan siswa kebebasan dalam
mengekspresikan diri. Jika lingkungan sekolah disiapkan dengan benda-benda
pembelajaran yang bersifat mengoreksi diri, maka siswa dapat berkembang sesuai
dengan kemampuan masing-masing (Gutek, 2013:75-76).
2. Metode Montessori
Metode Montessori membahas mengenai sejarah Montessori dan tahap-tahap
perkembangan anak yang akan dijabarkan sebagai berikut.
a. Sejarah Montessori
Maria Montessori adalah anak tunggal dari Alessandro Montessori dan
Renilde Stoppani yang lahir pada 31 Agustus 1870, di Chiaravalle, Ancona, Italia.
Montessori lahir dari keluarga yang terpandang, ayahnya bekerja di perusahaan
adalah wanita berpendidikan tinggi dengan latar belakang keluarga yang kaya dan
terpandang (Gutek, 2013:1).
Seperti halnya anak-anak pada umumnya, Montessori menempuh pendidikan
mulai dari sekolah dasar di San Nicolo dari Tolentino. Sekolah dasar tersebut
merupakan sekolah paling modern dan terbaik pada masa itu. Kemudian pada
tahun 1883, Montessori diterima sebagai murid di sekolah teknik negeri yang
terletak di Regia Secuola Technica Michelangelo Buonarroti. Setelah itu,
Montessori meneruskan pendidikannya di akademi kejuruan teknik Regio Istituto
Tecnico Leonardo da Vinci dengan fokus di bidang ilmu fisika dan matematika.
Setelah menyelesaikan studinya, Montessori tertarik ingin kuliah di bidang
kedokteran, namun usahanya untuk meraih keinginannya tidaklah mudah. Pihak
universitas menolak, karena ilmu-ilmu dalam bidang kedokteran hanya boleh
dipelajari oleh kaum laki-laki. Keinginan Montessori yang sangat besar tidak
membuatnya putus asa. Montessori untuk sementara masuk fakultas IPA yang
kemudian masuk ke falkutas kedokteran setelah mendapatkan diploma.
Montessori adalah wanita satu-satunya di fakultas kedokteran saat itu (Magini,
2013:14-17) .
Setelah mendapatkan gelar Doktornya, Montessori bekerja di Rumah Sakit
San Giovani milik universitasnya, bahkan Montessori sudah melakukan praktik
pribadi. Montessori ingin dirinya tidak sekedar hanya menjadi praktisi kesehatan
saja. Montessori juga mempunyai keinginan untuk menyembuhkan penyakit
gangguan pikiran, diantaranya adalah penyakit-penyakit mental dan gangguan
yang membawanya pada penelitian dari Jean Marc Gaspard Itard (1774-1838) dan
Edouard Seguin (1812-1880). Montessori sangat terkesan dengan
penelitian-penelitian dari Itard dan Seguin terhadap anak-anak yang mengalami gangguan
mental. Penelitian yang dilakukan kedua tokoh tersebut mendorong Montessori
untuk terjun ke dunia pendidikan (Gutek, 2013:7-12).
Berawal dari Casa dei Bambini yang diresmikan pada tahun 1907,
Montessori mulai menjajaki dunia pendidikan. Pada awalnya, anak-anak masih
terlihat kaku dan cenderung liar di kelas. Akan tetapi anak-anak memiliki
ketertarikan besar terhadap alat-alat peraga didaktis yang dibawa Montessori.
Anak-anak yang tadinya liar menjadi antusias bermain dengan alat peraga
tersebut. Montessori melihat ada yang berubah dari mereka, anak-anak menjadi
lebih komunikatif, lebih dapat bersosialisasi, tampak lebih sehat dan bahagia.
Seiring berjalannya waktu, sekolah tersebut menjadi sekolah percontohan dan
semakin banyak tokoh-tokoh yang berkunjung untuk melihat pembelajaran di
Casa dei Bambini (Magini, 2013:48-56).
Pada tahun 1910, Montessori mendapatkan pengakuan sebagai seorang
pendidik yang inovatif di Italia. Nama Montessori dengan prestasinya di bidang
pendidikan menarik perhatian negara-negara di Eropa dan Amerika. Kesempatan
yang besar itu tidak disia-siakan, Montessori semakin mudah untuk menyebarkan
pemikirannya. Akan tetapi Montessori tetap memberikan pengawasan yang ketat
agar tidak terjadi penyimpangan dari pemikirannya. Oleh sebab itu Montessori
mulai berkeliling dunia untuk berdialog dan menulis beberapa buku. Sejak saat itu
pesat, terutama di Eropa. Hingga saat ini metode Montessori masih terus
berkembang di dunia pendidikan (Gutek, 2013:33-34).
b. Karakteristik Pembelajaran dengan Metode Montessori
Montessori mengatakan bahwa proses pendidikan yang ideal dilakukan dalam
kondisi lingkungan yang tertata dan terstruktur (Montessori dalam Gutek,
2013:25). Semua peralatan yang ada di kelas Montessori disesuaikan dengan
perkembangan anak, mulai dari meja, kursi, tempat cuci tangan, dll. Kelas
Montessori dibatasi dengan lemari-lemari pendek yang digunakan untuk
menyimpan alat peraga dengan rapih dan mudah dijangkau oleh anak. Sekolah
Montessori dibuat sedemikian rupa untuk melatih indera anak dan melatih
keterampilan-keterampilan (Gutek, 2013:26). Tugas guru di sekolah Montessori
adalah sebagai pengawas kegiatan anak dan menyajikan cara penggunaan alat-alat
pelajaran yang tersedia secara terstruktur (Holt, 2008:477). Biasanya guru
mencatat perkembangan anak dalam setiap aktivitasnya. Berbeda dengan sekolah
tradisional, anak-anak di sekolah Montessori dapat memilih kegiatan dan alat-alat
pembelajaran yang bersifat mengoreksi ketika anak melakukan kesalahan.
Montessori percaya bahwa anak akan menjadi disiplin dan mandiri ketika
mengetahui kesalahannya sendiri kemudian mengulangi hingga anak menguasai
tugasnya (Gutek, 2013:27). Ada beberapa area dalam kelas Montessori yaitu
practical life (keterampilan hidup), sensorial (pelatihan indera), bahasa dan
matematika (Hainstock, 1997:21-88). Berdasarkan paparan di atas dapat
kebebasan dengan kesiapan lingkungan yang tertata dan terstruktur untuk
mendukung perkembangan siswa.
3. Tahap-tahap Perkembangan Anak
Perkembangan merupakan proses perubahan baik fisik maupun psikis yang
terjadi dalam diri manusia mulai dari embrio, masa bayi, masa kanak-kanak, masa
anak, masa remaja, sampai masa dewasa (Yusuf dan Sugandhi, 2011:1). Sebutan
“Perkembangan Anak” terfokus pada proses pertumbuhan dan perubahan dalam
diri manusia seumur hidupnya (Meggitt, 2013:1). Oleh sebab itu dapat
disimpulkan bahwa perkembangan anak merupakan proses perubahan baik fisik
maupun psikis yang terjadi selama hidupnya.
Beberapa tokoh memaparkan teorinya mengenai tahap-tahap perkembangan
anak yang masih dipercaya hingga saat ini. Tokoh pertama adalah Jean Piaget
yang mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak berkembang melalui
beberapa tahapan. Tahap-tahap perkembangan menurut Piaget dirumuskan
menjadi empat tahapan, antara lain (Piaget dalam Suparno, 2001:26-101): Tahap
sensorimotor (0-usia 2 tahun). Pada tahap ini anak melakukan tindakan-tindakan
dengan menggunakan panca indera seperti meraba, melihat, mendengar,
membau,dll. Pada tahap ini anak belum dapat berbicara, anak belum mempunyai
bahasa simbol untuk mengatakan suatu benda. Gagasan anak terus berkembang
mulai dari belum mempunyai gagasan menjadi mempunyai gagasan. Gagasan ini
berkaitan dengan ruang dan waktu yang belum terkoordinir dengan baik.
Perkembangan tersebut terjadi terus-menerus dan menjadi tumpuan periode
Tahap berikutnya yaitu pra-operasional (usia 2-7 tahun). Tahap ini
merupakan jembatan tahap sensori ke tahap operasional konkret. Dalam tahap
perkembangan pra-operasional, anak sudah mampu menggunakan bahasa dengan
simbol-simbol yang membuat anak bisa berkomunikasi dengan orang dewasa.
Bahasa yang digunakan ini dapat membantu meningkatkan inteligensi anak. Pada
tahap ini kemampuan kognitif anak sudah pada taraf yang lebih tinggi. Namun
pada tahap ini anak belum berpikir secara sistematis dan logis.
Tahap selanjutnya yaitu operasional konkret (usia 7-11 tahun). Pada tahap ini
pemikiran anak sudah terarah dengan berdasarkan logika. Konsep bilangan, waktu
dan ruang sudah semakin berkembang. Akan tetapi pemikiran yang logis dan
konsep yang sudah semakin berkembang, masih terbatas pada benda-benda
konkret sebagai bantuannya. Anak masih belum bisa memecahkan masalah yang
bersifat abstrak. Oleh sebab itu, ilmu matematika yang bersifat abstrak masih
terlalu sulit untuk anak sekolah dasar.
Tahap yang terakhir yaitu operasional formal (usia 11-ke atas). Pada tahap ini
pikiran anak sudah tidak lagi berfokus pada objek-objek yang dapat dilihat,
dengan kata lain anak sudah mampu berpikir abstrak untuk memahami suatu
konsep. Penalaran anak sudah jauh meningkat, sehingga anak dapat berpikir lebih
dari satu dimensi yang bersifat abstrak.
Tokoh yang kedua yaitu Maria Montessori, baginya perkembangan manusia
merupakan “kelahiran kembali” yang artinya setiap tahap berkembang secara
alami mengalir berjalan ke tahap berikutnya (Gutek, 2013:78-79). Montessori
pertama dimulai dari bayi lahir hingga usia enam tahun. Tahap ini dibagi menjadi
dua subtahap, dari bayi lahir sampai usia tiga tahun dan usia tiga tahun sampai
usia enam tahun. Subtahap yang pertama, anak tidak terpengaruh langsung dengan
adanya orang dewasa di sekitarnya. Oleh sebab itu, anak belum siap untuk
bersekolah. Pada subtahap kedua, anak sudah mulai peka terhadap orang dewasa.
Selama masa ini, anak mengalami perubahan-perubahan kepribadian yang
signifikan. Pada akhir subtahap ini, anak sudah cukup cerdas untuk bersekolah.
Tahap kedua dimulai dari usia enam tahun hingga usia dua belas tahun. Pada
tahap ini anak menjadi tenang dan bahagia, kondisi mentalnya dalam keadaan
sehat, kuat dan stabil. Anak mulai mengerti istilah benar dan salah dalam
aktivitasnya sendiri maupun aktivitas orang lain.
Tahap ketiga dimulai dari usia dua belas hingga delapan belas tahun. Pada
masa ini juga terjadi beberapa perubahan menuju kedewasaan sepenuhnya.
Setelah usia delapan belas tahun, tidak ada lagi perubahan nyata, yang bertambah
hanyalah umurnya.
Melihat tahap-tahap perkembangan dari beberapa tokoh pendidikan, anak
sekolah dasar berada pada rentang usia 6-12 tahun. Sesuai dengan tahap
perkembanganya, anak mampu menguasai keterampilan-keterampilan dasar
secara cepat dan sistematis. Guru perlu menciptakan proses pembelajaran yang
bermakna bagi siswa, salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Penelitian
dan pengembangan yang dilakukan oleh peneliti disesuaikan dengan tahap
perkembangan menurut Piaget dan Montessori. dalam paparan di atas, Piaget
dasar karena bersifat abstrak. Siswa sekolah dasar masih memerlukan alat peraga
sebagai alat bantu memahami konsep matematika. Maka dari itu, peneliti
mengembangkan alat peraga matematika untuk membantu siswa memahami
konsep matematika yang abstrak.
4. Alat Peraga Matematika Montessori
Alat peraga matematika Montessori membahas mengenai hakikat alat peraga,
syarat dan kriteria alat peraga, alat peraga berbasis metode Montessori yang akan
dijabarkan sebagai berikut.
a. Hakikat Alat Peraga
Alat peraga terdiri dari kata “alat” dan “peraga”. Pengertian alat menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu suatu barang yang digunakan dalam
mengerjakan sesuatu untuk mencapai suatu maksud tertentu. Kemudian peraga
merupakan alat untuk memperagakan materi pelajaran (KBBI, 2012). Dari
pengertian di atas dapat didefinisikan alat peraga adalah alat untuk memperagakan
materi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ali (dalam Sundayana,
2014:7) mengatakan alat peraga adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga menunjang
proses belajarnya. Definisi lain yaitu alat peraga adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk menerangkan atau memperagakan materi pelajaran dalam
kegiatan belajar mengajar (Sudono, 2010:14). Alat peraga digunakan pendidik
untuk menjembatani konsep abstrak matematika dengan tahap kognitif siswa yang
berada pada tahap operasional konkret. Proses pembelajaran dengan
Alat peraga memiliki beberapa fungsi, antara lain membantu pembelajar
dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pembelajar, mengilustrasikan
dan memantapkan pesan dan informasi, menghilangkan ketegangan dan hambatan
serta rasa malas siswa (Asyhar, 2012:11). Berdasarkan paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa alat peraga merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk
memperagakan materi pelajaran dalam proses belajar.
b. Syarat dan Kriteria Alat Peraga
Menurut Rusefendi (dalam Sundayana, 2014:18-19) beberapa persyaratan alat
peraga antara lain:
1) Tahan lama
2) Bentuk dan warnanya menarik
3) Sederhana dan mudah dikelola
4) Ukurannya sesuai dengan karakteristik siswa
5) Dapat menyajikan konsep matematika baik dalam bentuk real, gambar, atau
diagram.
6) Sesuai dengan konsep matematika
7) Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya.
8) Peragaan dapat digunakan sebagai dasar tumbuhnya konsep berpikir abstrak
untuk siswa.
9) Menjadikan siswa belajar aktif dan mandiri dengan menggunakan alat peraga.
c. Alat Peraga Berbasis Metode Montessori
Alat peraga Montessori mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda,
unik dan tidak dimiliki oleh alat peraga pada umumnya. Karakteristik tersebut
adalah memiliki ciri menarik, bergradasi, mempunyai pengendali kesalahan, dan
dapat digunakan secara mandiri. Maria Montessori merumuskan empat ciri utama
alat peraga yang baik sesuai dengan tingkat perkembangan anak (Montessori,
2002:171-175).
Ciri-ciri yang pertama yaitu menarik. Alat peraga Montessori dibuat dengan
memperhatikan keindahan di dalamnya, sehingga dapat menarik minat siswa
dalam belajar. Warna-warna yang digunakan dalam alat peraga Montessori
disesuaikan dengan ketertarikan anak pada warna tersebut. Untuk menentukan
warna yang digunakan, Montessori melakukan penelitian dan warna-warna yang
digunakan sekarang, merupakan hasil dari penelitiannya terhadap anak.
Ciri-ciri yang kedua yaitu bergradasi. Alat peraga Montessori dibuat dengan
memperhatikan gradasi. Montessori menyebutkan bahwa ada dua jenis gradasi
yaitu gradasi umur dan gradasi rangsangan rasional. Gradasi umur dapat dilihat
dari penggunaan alat untuk jenjang kelas sebelumnya maupun untuk jenjang kelas
selanjutnya. Gradasi rangsangan rasional dapat terlihat pada penggunaan alat yang
melibatkan beberapa indera.
Ciri-ciri yang ketiga yaitu memiliki pengendali kesalahan (auto correction).
Alat peraga Montessori dibuat dengan memperhatikan pengendali kesalahan,
sehingga siswa tahu ketika melakukan kesalahan dalam menggunakan alat peraga
melakukan kesalahan pada saat menyusun pink tower dari bawah ke atas maka
bentuknya tidak teratur.
Ciri-ciri yang keempat yaitu kemandirian (auto education). Alat peraga
Montessori dibuat juga dengan memperhatikan kemandirian yang memungkinkan
siswa belajar secara mandiri dalam menggunakan alat tersebut. Alat peraga
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yang membuat siswa tidak
kesulitan untuk membawa dan menggunakannya.
Ciri-ciri yang kelima yaitu kontekstual. Montessori mengisi kelas dengan
bahan-bahan pembelajaran yang dekat dengan lingkungan siswa. Menurut Lillard
(2005:32) proses belajar seharusnya disesuaikan dengan konteks yang ada.
Konteks berarti pola hubungan dalam lingkungan langsung seseorang (Johnson,
2010:34). Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada
siswa tentang lingkungan sekitar (Hainstock, 1997:83).
Menanggapi ciri-ciri alat peraga Montessori, peneliti mengembangkan alat
peraga dengan mengacu pada ciri-ciri alat peraga yang telah dipaparkan. Pertama,
alat peraga yang dikembangkan memiliki ciri menarik yang dapat meningkatkan
minat siswa dalam belajar. Kedua bergradasi, yang melibatkan berbagai indera
antara lain indera peraba dan indera penglihatan. Ketiga memiliki ciri pengendali
kesalahan, sehingga anak tahu ketika melakukan kesalahan saat menggunakan alat
peraga tersebut tanpa ada koreksi dari guru. Keempat memiliki ciri kemandirian,
anak dapat menggunakan alat peraga ini tanpa didampingi oleh guru dan bahkan
anak bisa mengembangkan materi yang dipelajari tanpa adanya batasan dari guru.