PERSEPSI GURU DAN SISWA
TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN BULAT
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Panggih Rucika Sari
NIM: 101134047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus yang mencurahkan berkatNya kepada saya dan
telah memberikan perlindungan, kesehatan, selalu menyertai, selalu
memberi jalan, serta memberikan jalan yang terbaik.
Bapak Ibuku tercinta, Sumaryo dan Widiartini yang selalu memberikan
doa, kasih sayang, dukungan dan segala sesuatu yang diberikan kepada
saya tanpa pamrih.
Kakak saya Kristian Widi Nugroho dan Paulina Puspita yang selalu
memberikan dukungan dan doa selama ini. Tak lupa keponakan tercinta
Alvaro Artha Kristanu yang selalu memberikan senyuman manis dan
keceriaan.
Teman-teman seperjuangan PGSD 2010.
MOTTO
“Dalam perjalanan hidup ini pasti akan banyak masalah yang kita temui, tetapi
kita jangan menyerah tetaplah berusaha dan percaya pasti ada jalan.”
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan
ucapan syukur”
(Filipi 4:6)
“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan
kekekalan
dalam hati mereka”
(Pengkotbah 3:11)
“Setiap kamu punya mimpi, keingingan atau cita
-cita kamu taruh disini,
didepan kening kamu. Jangan menempel, biarkan dia menggantung,
mengambang 5 cm di depan kening kamu, jadi dia tidak akan pernah lepas dari
ABSTRAK
PERSEPSI GURU DAN SISWA
TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN BULAT BERBASIS METODE MONTESSORI
Panggih Rucika Sari Universitas Sanata Dharma
2014
Perkembangan kognitif siswa SD masih dalam tahap operasional konkret. Dalam tahap ini, anak akan lebih senang mempelajari sesuatu secara konkret yaitu menggunakan benda-benda yang nyata. Begitu pula, dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah alangkah baiknya menggunakan alat peraga karena membantu siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru serta memudahkan guru dalam menyampaikan materi.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru dan siswa terhadap penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori. Subjek pada penelitian ini adalah guru matematika kelas IV dan 3 siswa kelas IVA. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi. Alat penelitian dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri. Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui pengkodean, analisis tematik dan intrepetasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Hasil penelitian ini yakni terdapat persepsi guru alat peraga Montessori melatih kemandirian siswa, melalui alat peraga Montessori siswa dapat mengetahui kesalahannya sendiri serta meningkatkan motivasi belajar. Persepsi yang muncul pada siswa bahwa alat peraga Montessori memudahkan dalam menerima materi, serta melalui alat peraga Montessori siswa dapat mengetahui kesalahannya. Guru dan siswa setelah menggunakan alat peraga Montessori memiliki keinginan untuk menggunakan kembali alat peraga tersebut.
Penggunaan alat peraga Montessori memberikan pengalaman subjek dan akan membentuk persepsi subjek yang berupa positif maupun negatif. Persepsi akan berkaitan dengan sikap yang di dalamnya terdapat kepercayaan, perasaan dan akan berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan subjek. Penelitian ini memiliki keterbatasan dan diperlukan saran untuk penyempurnaan penelitian ini. Saran dalam penelitian ini antara lain pengambilan subjek penelitian tidak hanya 3 siswa karena belum mewakili persepsi siswa, jumlah alat peraga disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dan adanya intrepeter ahli untuk menganalisis data yang diperoleh dan catatan lapangan.
ABSTRACT
PERCEPTION OF TEACHER AND STUDENTS OF USING ROUND NUMBER
BASED ON THE MONTESSORI METHOD
By:
Panggih Rucika Sari Sanata Dharma University
Cognitive development of elementary school student is on the concrete operational stage. Children like to learn something concretely using real objects. The use of model in Elementary School learning eases students to understand the concept. It attracts student so that they will feel happy and enjoy the learning. The previous researches on development which have been done by trial method stated that the use of learning model helps student on understanding the concept and impacting their achievement.
This research is in qualitative with phenomenology method. This qualitative research aims to understand the perception of teacher and students on the use of Montessori teaching aid. The subjects for this research are mathematics teacher from grade IV and three students from class IVA. Qualitative research method will be executed by interview and observation as the main data source. Research tool for this research is the researcher itself. This research is uses coding analyze method which means organize and systemize the whole of data in details in order to raise overview about the topic.
This research proves that teacher perception towards dakon learning model
has auto-education, auto-correction, attractive, and contextual characteristics. Montessori teaching aid impacts on learning process, students are motivated to learn, eases students to learn, and trains them to be independent. Montesorri learning impacts for student to understand their mistake. After using Montessori teaching aid teacher and students will use it again.
Using Montessori teaching aid give experience to teacher and students and can build positive or negative perception. Perception will be related to attitude when consist on is belief, response and feeling. Belief, respons, and feeling will impact to the next actions. This research has restrictiveness, so it needs suggestion to complete this research. The researcher suggests not to take three students only because they do not represent all perception, the amount of Montessori teaching aid is appropriate with total student, and it needs intrepeter to check the data.
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan berkat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Peneliti menyadari penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan ini
perkenankanlah peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dengan hati yang
tulus kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD
sekaligus Pembimbing I yang telah membimbing, memberikan saran,
mengkritik, serta memberikan ide kepada peneliti sehingga penulisan ini
dapat selesai.
3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku Wakaprodi PGSD.
4. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku pembimbing II yang telah
memberikan saran, memberikan kritikan, memberikan ide, serta
membimbing dengan penuh kesabaran.
5. Agus Walidi, S.Pd. selaku Kepala SD Karitas Nandan yang telah
memberikan ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah.
6. Dian Kartika Sabatini, S.Pd. selaku guru kelas IVA sekaligus guru
Matematika kelas IV yang telah berpartisipasi dan memberikan bantuan
selama melakukan penelitian di sekolah.
7. Siswa Isam, Olive, Tia selaku subjek penelitian serta seluruh siswa kelas
IVA tahun ajaran 2013/2014 yang telah bekerja sama dengan peneliti
selama penelitian berlangsung.
8. Teman PPL di SD Karitas Nandan yang telah membantu selama penelitian
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
PRAKATA ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Definisi Operasional... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
2.1 Kajian Pustaka ... 8
2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget ... 8
2.1.1 Metode Montessori... 9
2.1.3 Alat Peraga ... 11
2.1.3.1 Pengertian Alat Peraga ... 12
2.1.3.2 Tujuan Penggunaan Alat Peraga ... 12
2.1.3.3 Pengertian Alat Peraga Montessori ... 13
2.1.3.4 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ... 14
2.1.3.5 Alat Peraga Dakon Bilangan Bulat Montessori ... 17
2.1.4 Persepsi ... 18
2.1.4.1 Pengertian Persepsi ... 18
2.1.4.2 Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori ... 20
2.1.5 Matematika ... 24
2.1.5.1 Hakekat Matematika ... 24
2.1.5.2 Materi Pembelajaran Matematika di SD ... 25
2.1.5.3 Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat kelas IV SD ... 25
2.1.6 Hasil Penelitian yang Relevan ... 27
2.1.6.1 Alat Peraga Matematika ... 27
2.1.6.2 Persepsi Atas Penggunaan Alat Peraga ... 27
2.1.6.3 Pembelajaran dengan Metode Montessori ... 28
2.1.6.4 Skema ... 30
2.2 Kerangka Berpikir ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
3.1 Jenis Penelitian ... 34
3.2 Setting Penelitian ... 35
3.2.1 Tempat Penelitian... 35
3.2.3 Narasumber Penelitian ... 35
3.2.4 Objek Penelitian ... 37
3.3 Desain Penelitian ... 37
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.4.1 Wawancara ... 44
3.4.2 Observasi ... 46
3.4.3 Dokumentasi ... 48
3.5 Instrumen Penelitian ... 49
3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas ... 51
3.6.1 Kredibilitas ... 52
3.6.2 Transferabilitas ... 53
3.7 Analisis Data ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56
4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 56
4.2 Hasil Penelitian ... 57
4.2.1 Penelitian Sebelum Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 57
4.2.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58
4.2.1.2 Latar Belakang Narasumber ... 58
4.2.1.3 Deskripsi Sosio Cultural ... 60
4.2.1.4 Pandangan Narasumber terhadap Alat Peraga ... 61
4.2.1.5 Kefamiliaran Narasumber terhadap Alat Peraga ... 63
4.2.1.6 Pengalaman Narasumber terhadap Alat Peraga ... 64
4.2.2 Penelitian Setelah Menggunakan Alat Peraga berbasis Montessori ... 65
4.2.2.1 Perasaan Narasumber Setelah Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 65
4.2.2.2 Kendala Narasumber Menggunakan Alat Peraga berbasis Montessori ... 69
4.3 Pembahasan ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 78
5.3 Saran ... 78
DAFTAR REFERENSI ... 80
LAMPIRAN ... 84
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar bagan persepsi Walgito ... 21
Gambar 2.2 Gambar persepsi yang sudah dimodifikasi... 22
Gambar 2.3 Literature Map ... 30
Gambar 3.1 Prosedur penelitian ... 38
Gambar 3.2 Prosedur penelitian yang sudah dimodifikasi... 39
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel Perencanaan Observasi ... 40
Tabel 3.2 Tabel Perencanaan Wawancara ... 41
Tabel 4.1 Tabel Pelaksanaan Observasi ... 56
Tabel 4.2 Tabel Pelaksanaan Wawancara ... 56
DAFTAR LAMPIRAN A. Pedoman Observasi dan Wawancara Lampiran 3.1 Pedoman Kondisi Sosio Cultural ... 85
Lampiran 3.2 Pedoman Observasi Kegiatan Belajar Mengajar ... 86
Lampiran 3.3 Pedoman Observasi guru ketika menggunakan alat peraga ... 87
Lampiran 3.4 Pedoman Observasi siswa ketika menggunakan alat peraga ... 88
Lampiran 3.5 Pedoman WawancaraGuru Pra Penggunaan Alat Peraga... 90
Lampiran 3.6 Pedoman Wawancara Siswa Pra Penggunaan Alat Peraga ... 92
Lampiran 3.7 Pedoman WawancaraGuru Pasca Penggunaan Alat Peraga ... 93
Lampiran 3.8 Pedoman WawancaraSiswa Pasca Penggunaan Alat Peraga ... 97
B. Observasi Lampiran 4.1 Transkip Sosio Kultural ... 99
Lampiran 4.2 Transkip Observasi Kelas Kegiatan Belajar Mengajar 1 ... 101
Lampiran 4.3 Transkip Observasi Kelas Kegiatan Belajar Mengajar 2 ... 103
Lampiran 4.5 Transkip KBM Menggunakan Alat Peraga Pertemuan-2 ... 121
Lampiran 4.6 Transkip KBM Menggunakan Alat Peraga Pertemuan-3 ... 126
C. Wawancara Lampiran 4.7 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Guru... 135
Lampiran 4.8 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Isam (S2) ... 138
Lampiran 4.9 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Pertama Olive (S3) ... 141
Lampiran 4.10 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Kedua Olive (S3)... 143
Lampiran 4.11 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Pertama Tia (S4) ... 145
Lampiran 4.12 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Kedua Tia (S4) ... 147
Lampiran 4.13 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Guru ... 150
Lampiran 4.14 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Pertama Isam (S2) ... 155
Lampiran 4.15 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Kedua Isam (S2) ... 158
Lampiran 4.16 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Pertama Olive (S3) ... 161
Lampiran 4.17 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Kedua Olive (S3) ... 164
Lampiran 4.18 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Tia (S4) ... 166
Lampiran 4.19 Lampiran Album Alat Peraga ... 169
Lampiran 4.20 Dokumentasi ... 186
Lampiran 4.21 Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Kampus
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan dibahas (1) latar belakang masalah, (2) rumusan
masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) definisi operasional.
1.1Latar Belakang Masalah
Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh
pemerintah antara lain dengan jalan melengkapi sarana dan prasarana,
meningkatkan kualitas tenaga mengajar, serta penyempurnaan kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kecakapan hidup (Life Skills) yang diwujudkan
melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk dapat meyesuaikan diri, dan
berhasil di masa yang akan datang. Pembelajaran menurut Undang-Undang
Pendidikan Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 merupakan proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Berkaitan dengan pengertian pembelajaran dalam UU Pendidikan No. 20 tahun
2003, pemilihan dan penggunaan komponen yang tepat dapat memfasilitasi proses
kegiatan belajar dua arah. Pada proses kegiatan belajar di SD salah satu komponen
yang penting untuk mendukung terciptanya interaksi dua arah tersebut adalah
media pembelajaran. Media pembelajaran yang dapat diupayakan dalam
pembelajaran pada siswa SD adalah alat peraga.
Alat peraga memiliki peranan penting terutama untuk level anak Sekolah
Dasar (SD). Menurut Suyono, 2011: 17 alat peraga merupakan salah satu
komponen dalam pembelajaran yang bermanfaat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan kognitif siswa usia
SD masih dalam tahap operasional konkret, menurut Piaget (dalam Santrock,
2007:48-57). Dalam tahap ini, anak akan lebih senang mempelajari sesuatu secara
konkret yaitu menggunakan benda-benda yang riil atau nyata serta berpikir
berdasarkan logika atau aturan logis tertentu. Hal lain yang muncul pada anak
dalam tahap ini yakni anak telah mampu berkomunikasi dengan teman serta orang
lain di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari bahasa anak yang lebih komunikatif
serta anak lebih suka melakukan aktivitas motorik. Berdasarkan hal tersebut,
diperlukan pembelajaran yang menarik serta adanya benda yang nyata atau riil
untuk membantu siswa dalam menerima informasi. Benda yang nyata serta dapat
digunakan dalam pembelajaran yaitu menggunakan alat peraga. Alat peraga dapat
membantu siswa dalam menerima informasi dan memberikan pengalaman selama
proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Hasil wawancara dengan guru Matematika kelas IV SD Karitas Nandan
hari Kamis, 9 Januari 2014 mengatakan bahwa penyampaian materi yang biasanya
berlangsung menggunakan ceramah, tanya jawab serta penugasan. Hal ini
menurut guru matematika SD Karitas Nandan disebabkan tidak adanya rancangan
khusus untuk alat peraga di sekolah, sehingga apabila guru ingin menggunakan
alat peraga maka guru hanya menggunakan benda yang terdapat di sekitar kelas.
Selain itu, tidak tersedianya dan ketidaklengkapan alat peraga yang terdapat di
sekolah tersebut menjadi alasan dalam proses pembelajaran tidak menggunakan
alat peraga. Sama halnya dengan hasil tanya jawab yang dilakukan pada 19 April
2014 bersama guru matematika kelas IV SD Loano Purworejo yang mengatakan
bahwa selama kegiatan belajar mengajar menggunakan metode ceramah, tanya
jawab dan penugasan. Penggunaan benda di sekitar kelas merupakan cara guru
jika dalam proses pembelajaran ingin menggunakan alat peraga. Meskipun
demikian guru lebih sering menggunakan papan tulis sebagai alat bantu untuk
menyampaikan materi.
Hal senada juga disampaikan oleh guru matematika SD Sidomulyo,
Purworejo melalui tanya jawab pada tanggal 19 April 2014. Hasil yang
disampaikan oleh guru Matematika tersebut bahwa guru akan menggunakan alat
peraga jika pembuatan alat peraga tersebut mudah serta bahan yang digunakan
terdapat di sekitarnya. Proses belajar yang berlangsung selama ini beliau lebih
sering mengajar tidak menggunakan alat peraga tetapi menggunakan metode
ceramah, tanya jawab serta penugasan. Beliau mengatakan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran lebih sering menggunakan papan tulis sebagai alat untuk membantu
siswa dalam menerima materi yang disampaikannya. Hal lain yang menyebabkan
guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab serta penugasan dan
menggunakan papan tulis karena tidak tersedianya alat peraga di sekolah tersebut.
Hasil wawancara dan tanya jawab seperti yang di atas menunjukkan
yang bertujuan untuk memberikan pengalaman kepada siswa dan alat bantu untuk
siswa dalam menerima materi. Guru dalam menyampaikan materi biasanya
menggunakan papan tulis sebagai alat bantu dalam penyampaian materi serta alat
untuk memudahkan siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru.
Berdasarkan hasil wawancara dan tanya jawab di atas menunjukkan bahwa tidak
tersedianya dan ketidaklengkapan alat peraga yang terdapat di sekolah
menyebabkan proses pembelajaran yang berlangsung tidak menggunakan alat
peraga. Guru menyampaikan materi menggunakan metode ceramah, tanya jawab,
penugasan dan menggunakan alat tulis sebagai alat bantu dalam penyampaian
materi. Beberapa data yang dapat peneliti kumpulkan melalui pengamatan di SD
Karitas Nandan menunjukkan bahwa setiap kelas di SD Karitas Nandan tidak
terdapat alat peraga yang khusus dibuat oleh guru maupun siswa sehingga dalam
proses kegiatan belajar pun tidak menggunakan alat peraga. Apabila guru
membutuhkan alat peraga dalam kegiatan belajar guru hanya menggunakan benda
di sekitar kelas. Begitu pula kondisi di SD Loano Purworejo dan Sidomulyo tidak
jauh berbeda dengan kondisi SD Karitas Nandan yang penggunaan alat peraga
dalam proses pembelajaran masih terbatas yang karena beberapa hal antara lain
tidak tersedianya alat peraga dalam sekolah tersebut serta tidak adanya rancangan
khusus untuk pembuatan alat peraga.
Meskipun demikian, upaya untuk mengembangkan alat peraga yang dapat
membantu pembelajaran di kelas sudah banyak dimulai. Peneliti menemukan
beberapa penelitian yang menggunakan metode research and development (R&D)
dengan hasil akhir sebuah produk alat peraga yang ditujukan untuk membantu
pembelajaran. Penelitian yang peneliti temukan antara lain seperti penelitian yang
dilakukan oleh Rukmi (2012) dengan hasil akhir sebuah produk alat peraga
perkalian ala Montessori, Pratiwi (2012) dengan hasil akhir produk alat peraga
Montessori untuk Ketrampilan Berhitung Matematika, Putri (2012) dengan hasil
akhir alat peraga Montessori untuk keterampilan Geometri Matematika, dan Panca
(2012) dengan hasil akhir produk alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan
pengurangan kelas I.
Hasil penelitian pengembangan alat seperti di atas tidak hanya
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian R&D yang dilakukan oleh
Rukmi yaitu terjadi peningkatan skor posstest sebesar 86,44%. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Pratiwi bahwa alat peraga yang dikembangkan menunjukkan
hail yang sangat memuaskan dengan rerata skor 4,65% dengan kategori sangat
baik. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Mukti memperoleh rerata skor
4,4% dan termasuk kategori sangat baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Panca menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor posttest siswa sebesar
73,44%. Idealnya sebuah penelitian pengembangan itu sebaiknya diimbangi
dengan penelitian kualitatif untuk mengupas lebih dalam tentang proses kognitif
dan psikologis baik dari siswa dan guru yang terlibat langsung dengan alat peraga
tersebut. Hal ini dapat diketahui melalui tanggapan, respons, perasaan, maupun
pemikiran dari pihak yang menggunakan alat peraga tersebut. Sayangnya,
penelitian pengembangan yang dilakukan selama ini masih terbatas pada uji coba
untuk mengetahui bahwa alat ini dapat membantu pemahaman siswa mengenai
prestasi belajar siswa melalui penelitian yang berbasis kuantitatif. Penelitian lebih
lanjut yang mengungkap proses kognitif maupun psikologis siswa dan guru dalam
menggunakan alat peraga tersebut belum pernah dilakukan.
Padahal, dengan mengetahui tanggapan, respons, perasaan, maupun
pemikiran pihak yang menggunakan alat tersebut dapat memberi konstribusi yang
besar dalam pengembangan alat. Observasi secara langsung dan wawancara
dengan pihak guru dan siswa dalam pengembangan alat peraga sangat dibutuhkan
untuk mengetahui respons, pendapat, perasaan dan pemikiran selama
menggunakan alat peraga tersebut. Penelitian mengenai pengembangan alat
dengan metode research and development (R&D) seperti yang di atas merupakan
contoh pengembangan alat peraga berbasis metode Montessori. Pengembangan
alat peraga berbasis metode Montessori didesain secara khusus sesuai dengan
perkembangan anak. Karakteristik yang terdapat pada alat peraga Montessori
sesuai untuk anak supaya proses pembelajaran yang berlangsung menyenangkan
dan anak melakukan kegiatan belajar menggunakan alat peraga tidak secara
paksaan namun secara mandiri. Karakteristik khusus yang terdapat pada alat
auto-education (melatih kemandirian siswa), auto-correction (memiliki pengendali
kesalahan), serta kontekstual.
Sugiyono, 2011: 5 menjelaskan bahwa suatu penelitian dilakukan dengan
tujuan untuk menemukan data. Begitu pula diperlukannya penelitian kualitatif
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh narasumber penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan sebagainya secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah
(Moleong, 2009: 6). Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian yang lainnya,
disebabkan penelitian kualitatif lebih fokus dengan interpretasi terhadap data yang
ditemukan di lapangan (Sugiyono, 2011: 12). Dalam penelitian ini, peneliti
bermaksud melakukan penelitian kualitatif untuk mengetahui persepsi guru dan
siswa atas penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori. Penelitian
kualitatif ini merupakan serangkaian kelanjutan dari penelitian pengembangan
yang telah menghasilkan produk berupa alat peraga matematika berbasis
Montessori yakni papan dakon untuk materi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat kelas IV dan telah diujicobakan oleh penelitian kuantitatif
eksperimen untuk mengetahui prestasi belajar siswa menggunakan alat peraga
papan dakon. Melalui penelitian kualitatif ini diharapkan dapat mengetahui
persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga berbasis Montessori.
Penelitian ini dibatasi pada pengungkapan pengalaman penggunaan alat
peraga untuk bilangan bulat berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas
Nandan untuk mengetahui kesan, manfaat, kendala, dan persepsi menggunakan
alat peraga berbasis metode Montessori. Terutama karena alat peraga matematika
berbasis metode Montessori ini baru dikembangkan dan didasarkan pada
karakteristik khusus, yaitu menarik, bergradasi, memiliki pengendali kesalahan
(auto-correction), memungkinkan siswa belajar mandiri (auto-education), serta
kontekstual (Lilard, 1997: 11). Dari penelitian ini, peneliti berharap mendapatkan
data hasil eksplorasi mengenai persepsi narasumber terhadap alat untuk melihat
kecenderungan intensitas penggunaan alat dan masukan dalam pengembangan
Penelitian ini dibatasi hanya pada persepsi guru dan siswa atas
penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori dalam pelajaran
matematika kelas IV SD. Penelitian ini fokus pada Standar Kompetensi (SK) 5.
Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat dan Kompetensi Dasar (KD)
5.2 Menjumlahkan bilangan bulat dan 5.3 Mengurangkan bilangan bulat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana persepsi guru atas penggunaan alat peraga bilangan bulat
berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas Nandan Yogyakarta
Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 ?
1.2.2 Bagaimana persepsi siswa atas penggunaan alat peraga bilangan bulat
berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas Nandan Yogyakarta
Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui persepsi guru atas penggunaan alat peraga bilangan bulat
berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas Nandan Yogyakarta
Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.
1.3.2 Mengetahui persepsi siswa atas penggunaan alat peraga bilangan bulat
berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas Nandan Yogyakarta
Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti, telah mendapatkan pengalaman dan wawasan mengetahui
persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga berbasis Montessori.
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya yang akan
mengembangkan alat peraga berbasis Montessori maupun untuk
memperbaiki produk yang telah dikembangkan.
1.4.2 Bagi guru, dapat untuk bahan bacaan dan pertimbangan tentang penelitian
kualitatif.
1.4.3 Bagi perpustakaan, laporan penelitian ini dapat menambah satu bahan
bacaan yang dapat dimanfaatkan oleh pembaca
1.5 Definisi Operasional
1.5.1 Persepsi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai proses diterimanya
terhadap suatu objek melalui alat indera sehingga individu dapat
menginterpretasikan dan menyimpulkan yang telah didapatkan melalui alat
indera.
1.5.2 Alat peraga adalah alat yang diperagakan dalam menyajikan suatu
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
1.5.3 Alat peraga berbasis Montessori adalah alat yang digunakan untuk
membantu siswa dalam memahami materi serta untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Alat peraga berbasis Montessori memiliki karakteristik
khusus yaitu menarik, auto – education (mengajarkan siswa untuk belajar
mandiri), auto – correction (alat peraga yang memiliki pengendali
kesalahan), bergradasi dan kontekstual. Alat peraga berbasis Montessori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dakon untuk materi
pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang memiliki
karakteristik menarik, bergradasi, auto – correction, auto – education, dan
kontekstual. Alat peraga berbasis dakon terdiri dari papan dengan 10
lubang yang sama besar dan manik berwarna merah serta biru, dan soal
yang disertai kunci jawaban.
1.5.4 Bilangan Bulat adalah materi pada mata pelajaran Matematika SD yang
meliputi penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif,
penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif,
penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif,
penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif,
pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif,
pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif,
pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif, dan
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan, (3) kerangka berpikir.
2.1Kajian Pustaka
Kajian pustaka membahas tentang teori yang mendukung serta penelitian
yang relevan.
2.1.1 Teori yang mendukung
Bagian ini membahas beberapa topik yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dipakai, yaitu teori perkembangan anak menurut Piaget, metode
montessori, alat peraga, alat peraga Montessori, persepsi, dan matematika.
2.1.1.1Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget
Teori belajar bermanfaat untuk menjelaskan teori-teori tentang belajar.
Siswa memperoleh hasil belajar melalui pengalaman belajar. Begitu pula pada
Teori Piaget. Piaget (dalam Santrock, 2007: 48-57) menyatakan ketika anak
berusaha membangun pemahaman mengenai dunia, otak berkembang membentuk
skema (schema) asimilasi dan akomodasi. Piaget (dalam Komalasari, 2010: 19)
mengatakan bahwa seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya
akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang ia
rasakan dan ketahui dengan apa yang ia lihat sebagai pengalaman dan persoalan.
Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,akomodasi dan
ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi (assimilation) merupakan proses
pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang
telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi (accommodation) merupakan
proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan
proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.
Proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan
sesuai dengan umurnya. Komalasari, 2010: 20 mengatakan teori perkembangan
anak, Piaget membagi tahapan – tahapan perkembangan kognitif yang berkaitan
1. Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan
persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan,
dan dilakukan langkah demi langkah.
2. Tahap Praoperasional (2 – 7 tahun)
Pada tahap ini lebih ke simbolik daripada tahap sensorimotor namun
belum melibatkan pemikiran operasional. Perkembangan ini lebih ke simbolik
karena penalaran mulai berkembang. Pada tahap ini dimulainya perkembangan
kemampuan berbahasa anak dan pengungkapan.
3. Tahap Operasional Konkret (7 – 11 tahun)
Pada tahap tahap ini anak akan memperkembangkan kemampuannya
menggunakan pemikiran logis melalui benda-benda konkret. Anak menggunakan
penalaran logis untuk memecahkan masalah yang konkret.
4. Operasional Formal (11 – 15 tahun)
Pada tahap ini dalam menyelesaikan masalah anak sudah menggunakan
pemikiran abstrak dan penalaran yang logis. Anak sudah mampu menarik
kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesis.
Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Piaget di atas, dapat disimpulkan
bahwa siswa SD yang berada pada usia 7-12 tahun termasuk di dalamnya anak
usia kelas IV berada pada tahap operasional konkret. Pada usia SD anak akan
lebih mudah memahami informasi melalui benda atau alat peraga nyata. Oleh
karena itu penggunaan alat peraga dibutuhkan dalam proses pembelajaran
termasuk pada mata pelajaran matematika. Mata pelajaran matematika merupakan
mata pelajaran pokok dalam lingkup sekolah dasar. Selain itu, pelajaran
matematika merupakan pelajaran yang membutuhkan alat peraga untuk membantu
memahami materi yang disampaikan oleh guru. Proses kegiatan belajar
menggunakan alat peraga akan memberikan pengalaman belajar kepada siswa
serta memudahkan siswa menerima materi yang disampaikan oleh guru.
2.1.2 Metode Montessori
Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan
oleh Maria Montessori (1870 – 1952) dengan menggunakan konsep belajar sambil
dokter wanita pertama di Italia yang lahir pada tanggal 31 Agustus 1870 dan wafat
pada tanggal 6 Mei 1952. Saat bekerja beliau menangani anak-anak yang
mengalami keterbelakangan mental seperti debiel dan idiot. Namun, hal tersebut
membuat Montessori tertarik pada dunia pendidikan khususnya anak-anak yang
beliau tangani. Montessori mencoba mengembangkan metode temuan Itard dan
Seguin untuk mengajar membaca dan menulis anak-anak dengan mental
keterbelakangan di distrik kumuh di Roma. Menurut Montessori metode Seguin
merupakan metode yang menggunakan sistem otot, sistem syaraf, dan panca
indera (Montessori, 2002: 28-42).
Montessori menerima tawaran dari Edoardo Talamo, seorang Direktur
Jenderal Asosiasi Roma untuk mengambil alih organisasi sekolah-sekolah untuk
anak usia 3-7 tahun di distrik San Lorenzo. Montessori mendirikan sekolah
pertama kali dan diberi nama Casa De Bambini atau Rumah Anak-anak pada
tanggal 6 Januari 1907 (Montessori, 2002: 30). Maria Montessori menemukan
metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak didiknya
melalui pengamatan yang di lakukan di sekolah Casa De Bambini.
Montessori walaupun mengajar pada anak-anak yang intelektualnya
kurang, tetapi hasil yang didapatkan lebih bagus daripada anak normal
(Montessori, 2002: 5). Montessori menyatakan dua pendapat di dalam bidang
pendidikan yaitu pertama, bahwa anak tidak hanya mendapat dan menerima
pengetahuan eksak tetapi dengan Montessori ini anak diajarkan untuk
mendapatkan pengetahuan dengan melalui dirinya sendiri dengan bebas sehingga
pengetahuan yang diperoleh tidak dipaksa dan anak dapat bergerak bebas. Kedua,
pada kondisi anak dapat memperoleh atau tidak memperoleh pengetahuan
pendidik tidak boleh memberikan hadiah ataupun hukuman. Hal ini disebabkan
karena akan membelenggu jiwa anak dan anak tidak dapat bergerak bebas atau
tidak merdeka (Montessori, 2002: 4). Montessori lebih menekankan anak untuk
berekpresi dengan bebas mencari pengetahuan tanpa adanya paksaan ataupun
dipaksa. Tanpa adanya paksaan, maka anak tidak akan merasa terbebani dan anak
melakukan sesuatu berdasarkan keinginan serta ketertarikan terhadap sesuatu
tersebut. Montessori menyebut tiga ciri utama pelajaran yang diberikan secara
1. Singkat. Pelajaran itu harus singkat. Semakin efisien kata-kata yang
diberikan, semakin baik suatu pelajaran. Pendidik harus memilih kata-kata
yang dibutuhkan anak dengan tepat.
2. Sederhana. Pelajaran harus sederhana. Pemilihan dan penggunaan
kata-kata yang sederhana dapat membantu anak untuk memahami objek yang
sedang dipelajarinya. Selain pemilihan kata yang sederhana,
kata-katapun harus mengacu pada kebenaran.
3. Objektif. Pelajaran haruslah objektif. Pelajaran harus disampaikan dalam
sebuah cara dimana sikap pribadi guru tidak ditampakkan melainkan
hanya pada objek yang ingin dia terangkan. Guru tidak boleh memusatkan
kepada salah satu objek saja tetapi secara keseluruhan. Penjelasan guru
haruslah sesuai dengan objek yang akan dipelajari.
Prinsip yang digunakan dalam metode Montessori, yaitu pentingnya
keleluasaan anak dalam beraktivitas, kemerdekaan anak dalam memilih sendiri
apa yang mau dipelajari, pentingnya minat, pentingnya motivasi intrinsik dengan
menghapus hadiah dan hukuman, pentingnya kolaborasi dengan teman sebaya,
pentingnya konteks dalam pembelajaran, pentingnya gaya interaksi autoritatif dari
orang dewasa, dan pentingnya keteraturan dan kerapian lingkungan belajar
(Lillard, 2005: 30-33)
Montessori merupakan tokoh pendidikan yang menekankan ketika anak
bermain, ia akan mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang terjadi di
lingkungannya (Sudono, 2000: 2). Dengan hal ini anak bermain tetapi disisi lain
anak melakukan sesuatu tanpa disadari oleh anak. Metode ini sangat menekankan
pembelajaran yang dilakukan oleh anak secara mandiri dengan sesedikit mungkin
bantuan dari orang dewasa (Montessori, 2002: 33). Berdasarkan pemaparan di
atas maka pendidik harus mengerti jiwa mereka, memberikan bombongan, kasih
dan hormat kepada mereka (Montessori, 2002: 6). Montessori mengajarkan anak
mandiri, tanggung jawab dan konsentrasi dalam melakukan sesuatu.
2.1.3 Alat Peraga
Sub bab alat peraga matematika akan membahas tentang 5 bagian tentang
ciri-ciri alat peraga Montessori, alat peraga dakon bilangan bulat Montessori. Hal
pertama yang akan dibahas adalah mengenai pengertian alat peraga matematika.
2.1.3.1Pengertian Alat Peraga
Alat peraga terdiri dari dua suku kata, yaitu alat dan peraga. Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kedua kata tersebut sebagai berikut: “alat
adalah barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu” sedangkan “peraga
adalah alat media pengajaran untuk meragakan sajian pelajaran” (KBBI, 2008).
Berdasarkan dua pengertian kata di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga
merupakan suatu alat media yang berfungsi untuk meragakan sajian pelajaran.
Alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran (Smaldino, 2011: 14).
Media adalah semua sarana untuk memperlancar proses pembelajaran, sedangkan
alat peraga adalah alat atau semua benda dapat berupa manusia ataupun benda
mati yang memperagakan konsep materi pembelajaran yang akan disampaikan
oleh guru.
Anitah, 2009: 83 mengatakan media pembelajaran digunakan sebagai
media untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Hamalik (dalam
Arsyad, 2010: 26) memaparkan media pembelajaran dapat meningkatkan dan
mengarahkan perhatian anak sehingga anak dapat menimbulkan motivasi belajar,
interaksi langsung antara siswa dan lingkungan, dan memberikan kesempatan
anak untuk belajar sendiri. Alat peraga merupakan bagian dari media yang
memperagakan materi pembelajaran yang akan disampaikan untuk meningkatkan
motivasi belajar anak serta mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan alat
peraga merupakan hal yang penting untuk mendukung keberhasilan suatu
pembelajaran.
2.1.3.2Tujuan Penggunaan Alat Peraga
Alat peraga memiliki empat tujuan yakni satu, memberikan kemampuan
berpikir matematika dengan kreatif, dua yaitu mengembangkan sikap percaya diri
dalam pembelajaran matematika, tiga untuk meningkatkan keterampilan siswa
dalam menerapkan pembelajaran matematika pada kehidupan sehari-hari, dan
1. Pelajaran matematika mencakup tentang dalil-dalil dan simbol yang saling
berhubungan. Penggunaan alat peraga akan meningkatkan kreativitas bagi
siswa dalam memahami hubungan dalam matematika.
2. Penggunaan alat peraga dalam keadaan yang kondusif akan mempengaruhi
kepercayaan diri siswa akan kemampuannya dalam belajar matematika.
3. Matematika erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Penggunaan alat
peraga akan membantu siswa menghubungkan pengalaman belajar dengan
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan menggunakan
keterampilannya anak dapat memecahkan suatu masalah.
4. Proses belajar menggunakan alat peraga diharapkan memperoleh
pembelajaran yang menyenangkan bagi guru maupun siswa, sehingga dapat
meningkatkan motivasi belajar matematika pada siswa.
2.1.3.3Pengertian Alat Peraga Montessori
Alat peraga Montessori dikembangkan dan diproduksi oleh Maria
Montessori yang mengacu pada teori Itard dan Seguin. Alat peraga yang
dirancang oleh Montessori sesuai dengan keterampilan yang ada pada peserta
didiknya. Alat peraga Montessori merupakan salah satu alat yang digunakan
dalam metode Montessori yang bertujuan untuk menyampaian pesan dalam
pembelajaran. Montessori, 2002: 169-175 memaparkan alat peraga yang
digunakan di dalam pembelajaran Montessori memiliki karakteristik yaitu
menarik, memiliki gradasi, memiliki pengendali kesalahan (auto-correction),
membelajarkan siswa secara mandiri (auto-education). Peneliti juga
menambahkan karakteristik kontekstual pada alat peraga Montessori.
Karakteristik kontekstual pada alat peraga memiliki makna penelitian ini
merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar daerah sehingga pembuatan alat
peraga menggunakan bahan di sekitar. Alat peraga montesssori dirancang untuk
mengembangkan kemandirian dan pengetahuan akademik anak, mengandung
unsur seni, mengembangkan rasa tanggung jawab, dan bangga terhadap alat yang
dimiliki. Dengan demikian alat peraga Montessori sangat erat hubungan dengan
tingkat perkembangan anak dan tanggung jawab. Alat peraga Montessori didesain
secara kreatif dan belajar dari penemuan, dan memungkinkan anak dapat
memperbaiki kesalahan mereka sendiri (Lillard, 1997: 11).
Montessori menciptakan alat peraga sesuai dengan keterampilan yang ada
dalam tahap perkembangan anak, yaitu keterampilan hidup sehari-hari, bahasa,
matematika, geografi, kesenian, pengetahuan alam, dan budaya. Alat peraga yang
diciptakan oleh Montessori untuk pembelajaran matematika dan bahasa antara lain
papan pasir, kartu huruf, kartu angka, tongkat asta merah-biru, menara pink,
manik-manik (satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan), dan kartu gambar. Alat yang
digunakan di sekolah Montessori didesain bukan untuk “mengajarkan
matematika” tetapi untuk membantu mengembangkan kemampuan
matematikanya untuk kemampuan dalam memahami perintah, urutan, sesuatu
yang abstrak, dan memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi konsep-konsep
baru sebagai pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran (Lillard, 1997:
137).
2.1.3.4Ciri-ciri Alat Peraga Montessori
Alat peraga Montessori merupakan alat peraga yang diciptakan dan
dikembangkan oleh Montessori melalui pengamatan yang dilakukan terhadap
anak didiknya di Casa Dei Bambini. Alat peraga Montessori di desain
berdasarkan tingkat kognitif dan usia anak. Setiap alat peraga Montessori
memiliki tujuan dan kegunaan yang berbeda-beda.
Montessori, 2002: 170–176 memaparkan karakteristik alat peraga
Montesssori sebagai berikut :
1. Menarik (memiliki unsur keindahan)
Alat peraga harus memiliki keindahan baik dari segi warna yang menarik
maupun kecerahannya sehingga mampu mengundang minat siswa untuk
menyentuh, melihat dan mempelajarinya. Pembelajaran didesain untuk menarik
perhatian siswa supaya siswa dapat mengikuti pembelajaran tersebut dengan cara
meraba, menyentuh, memegang, merasakan dan menggunakannya suatu alat.
Pembelajaran yang didesain dengan menggunakan alat peraga yang menarik akan
menimbulkan rasa keinginantahuan bagi siswa untuk mempelajari alat peraga
tersebut. Alat peraga Montessori mengkombinasikan warna yang cerah dan
2. Memiliki gradasi
Alat peraga yang baik seharusnya bergradasi. Ada dua jenis gradasi
menurut Montessori yaitu gradasi umur dan gradasi rangsangan yang rasional.
Gradasi umur dapat ditunjukkan berdasarkan tingkatan kelas. Gradasi rangsangan
yang rasional tampak pada penggunaan alat yang melibatkan beberapa indera.
Alat peraga Montessori memiliki gradasi karena disesuaikan dengan fungsi alat
indera dan sesuai dengan umur anak. Misalnya untuk memperkenalkan gradasi
warna biru dapat menggunakan kartu. Gradasi warna pada kartu dari warna biru
sangat tua sampai kartu berwarna biru sangat muda. Alat Montessori tidak hanya
gradasi pada warna tetapi terdapat gradasi ukuran. Misalnya untuk gradasi bentuk
dapat menggunakan silindris yang berjumlah 10 bentuk. Sepuluh silindris tersebut
memiliki ukuran diameter yang berbeda yakni dimulai dari ukuran diameter yang
paling besar sampai ukuran diameter terkecil (Montessori, 2002: 174).
3. Memiliki pengendali kesalahan (auto correction)
Alat peraga harus memiliki pengendali kesalahan, yang berarti melalui alat
peraga ini anak dapat mengetahui sendiri kesalahan dan kekeliruan yang
dilakukan dan anak akan segera mencoba untuk melakukan pembenaran. Setiap
campur tangan dari pendidik untuk membantu atau mengoreksi akan merusak
seluruh proses pembelajaran yang berlangsung (Montessori, 2002: 172).
Montessori memiliki beberapa alat, sebagai contoh adalah papan balok yang
berlubang-lubang (papan silindris). Papan balok yang berlubang ini memiliki
silindris kayu dengan diameternya dan milimeternya berbeda pada setiap
lubangnya. Semua silindris dilepas dan diletakkan di atas meja, selanjutnya anak
diminta untuk memasukkan silindris sesuai dengan lubangnya. Silinder yang
ukurannya lebih kecil dari lubang bisa masuk, tetapi yang lebih besar tidak bisa
masuk. Anak akan mengetahui kesalahannya dan mengulang berkali-kali jika
silinder yang mereka masukkan tidak tepat pada lubangnya. Hal ini akan diulang
berkali-kali bahkan hingga 20 kali sampai anak berhasil memasukkan
silinder-silinder itu pada lubang yang tepat (Montessori, 2002: 172). Alat peraga
Montessori lainnya yaitu dakon untuk bilangan bulat. Alat ini memiliki
mengambil soal dari kotak dan mengerjakannya, apabila jawaban siswa salah
maka dapat melihat kunci jawaban yang di balik soal dan mencobanya kembali.
4. Membelajarkan siswa secara mandiri (auto education)
Seluruh alat peraga Montessori dibuat sedemikian rupa dengan tujuan anak
dapat melakukan pendidikan diri (auto-education). Alat peraga didesain untuk
mudah dipindahkan dan dibawa sehingga anak nyaman terhadap alat peraganya
selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal ini melalui alat peraga Montessori
dapat melatih kemandirian. Tujuan dari hal ini anak dapat bekerja menggunakan
alat peraga dengan sendiri.
Menurut Montessori alat peraga Montessori memiliki empat ciri seperti
yang dipaparkan di atas, tetapi peneliti menambahkan satu ciri yaitu kontekstual.
Kontekstual memiliki arti bahwa pengembangan alat Montessori terbuat dari
bahan-bahan sederhana yang terdapat di sekitar lingkungan anak. Latar belakang
Montesssori yang mengajarkan kepada anak kesulitan belajar dengan
menggunakan alat peraga yang terbuat dari bahan-bahan sederhana seperti pasir
dan kayu. Sehubungan dengan hal itu, maka ciri kontekstual ini merupakan ciri
yang dekat dengan kehidupan siswa yang berkaitan dengan bahan yang digunakan
untuk alat peraga Montessori. Menurut Johnson (dalam Komalasari, 2010: 6)
mengatakan bahwa kontesktual tersebut merupakan pembelajaran yang
mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa
sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat dengan tujuan
untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Unsur menarik yang dikembangkan pada alat peraga Montessori terletak
pada warna yang digunakan sesuai dengan keinginan anak. Gradasi terdapat pada
penggunaan alat peraga yang melibatkan alat indera serta alat peraga dapat
digunakan untuk materi pada kompetensi dasar lebih dari satu atau kompetensi
dasar selanjutnya. Unsur auto-correction atau pengendali kesalahan terletak pada
sesuatu yang membuat anak mampu mengetahui kesalahannya dan mencoba
memperbaikinya, seperti pada kunci jawaban, bingkai yang dimiliki setiap dari
bangun datar. Alat peraga dapat membelajarkan siswa secara mandiri, siswa dapat
belajar menggunakan alat peraga tersebut sendiri atau bersama dengan temannya
kontekstual mengenai bahan pembuatan alat peraga yang menggunakan bahan di
sekitarnya. Bahan yang digunakan untuk membuat alat peraga pada penelitian ini
adalah kayu.
2.1.3.5Alat Peraga Dakon Bilangan Bulat Montessori
Alat peraga memiliki berbagai fungsi, salah satunya memberikan
pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di
kalangan siswa Arsyad (dalam Hamalik, 1994: 15). Penggunaan alat peraga
memberikan pengalaman belajar bagi siswa dan diharapkan dengan menggunakan
alat peraga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Alat peraga dapat
digunakan mengatasi keterbatasan ruang dan waktu dimana dapat menghadirkan
objek yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya. Alat peraga papan dakon
merupakan salah satu alat peraga matematika berbasis Montessori yang digunakan
untuk membantu pembelajaran pada materi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat di kelas IV.
Alat peraga papan dakon berbasis Montessori mengandung lima
karakteristik menurut Montessori yakni menarik, bergradasi, auto-correction
(memiliki pengendali kesalahan) dan auto-education (membelajarkan siswa secara
mandiri) dan kontekstual. Karakteristik menarik atau nilai keindahan tampak dari
warna yang digunakan pada alat peraga papan dakon yaitu warna coklat untuk
papan dakon, warna biru untuk manik negatif serta warna merah untuk manik
postif. Nilai gradasi terletak pada rangsangan indera serta keefektifan alat peraga
yang dapat digunakan untuk dua kompetensi dasar pada penelitian ini yaitu
penjumlahan dan pengurangan. Nilai pengendali kesalahan terdapat pada kunci
jawaban terletak di belakang soal. Melalui kunci jawaban anak akan mengetahui
kesalahannya dan akan mencoba untuk memperbaikinya. Nilai kemandirian pada
alat peraga papan dakon yakni alat peraga dapat digunakan siswa secara mandiri
atau bersama dengan temannya serta melalui alat peraga ini dapat melatih
kemampuan siswa untuk berhitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Nilai kontekstual terdapat pada pemanfaatan potensi lokal di lingkungan sekolah,
dekat dengan kehidupan siswa, mudah ditemukan dan sederhana sebagai bahan
Komponen alat peraga papan dakon untuk materi bilangan bulat berupa
papan dakon, manik, dan kunci jawaban dan soal. Papan dakon terdiri dari dua
lajur yaitu lajur atas yang digunakan untuk menempatkan biji dakon positif dan
lajur bawah yang digunakan untuk menempatkan biji dakon negatif. Manik dakon
dibedakan ke dalam dua warna, yaitu warna merah untuk bilangan positif dan
warna biru untuk bilangan negatif. Di dalam alat peraga Montessori juga terdapat
soal untuk latihan serta kunci jawaban yang digunakan untuk mencocokkan
jawabannya. Langkah menggunakan alat peraga papan dakon (lihat Lampiran
4.19). Sebagai contoh soal adalah 6 + 3. Pertama yang dilakukan adalah
memasukkan enam manik berwarna merah ke lajur papan dakon bagian atas
selanjutnya ditambah tiga biji manik warna merah ke lajur papan dakon bagian
atas. Hasil yang diperoleh terdapat sembilan manik merah di lajur papan dakon
bagian atas.
2.1.4 Persepsi
Sub bab persepsi akan membahas tentang 2 bagian tentang pengertian persepsi,
persepsi terhadap penggunaan alat peraga Montessori. Hal pertama yang akan
dibahas adalah mengenai pengertian persepsi.
2.1.4.1Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia
dalam menanggapi berbagai situasi dan gejala yang muncul di sekitarnya. Persepsi
adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu (KBBI, 2008). Persepsi
merupakan tahap paling awal dari serangkaian proses informasi. Matlin (dalam
Suharnan, 2005: 23) mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses
penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan)
untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterprestasikan stimulus
(rangsangan) yang diterima oleh alat indera. Hal senada diungkapkan oleh (Ling,
2012: 5) persepsi merupakan serangkaian proses rumit yang melalui indera kita,
sehingga kita memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang telah
diperolehnya. Menginterpretasikan ini memungkinkan kita menyerap lingkungan
kita secara bermakna. Jalaluddin (dalam Hadiwijaja, 2011: 221-236)
mengungkapkan bahwa persepsi merupakan kegiatan penyimpulan dan penafsiran
Desmita, 2006: 108 mengatakan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang
dialami oleh setiap idividu dalam memahami informasi yang datang dari
lingkungan melalui inderanya.
Suharnan 2005: 23 mengatakan persepsi mencakup dua proses yang
berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar (stimulus
informasi) dengan dunia di dalam diri seseorang (pengetahuan yang telah
disimpan di dalam ingatan). Dua proses dalam persepsi itu disebut bottom-up atau
data driven processing (aspek stimulus), dan top-down atau conceptually driven
processing (aspek pengetahuan seseorang). Slameto, 2010: 102 berpendapat
persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam
otak manusia. Hasil persepsi dari suatu obyek dapat berbeda karena dapat
disebabkan pada penampilan obyek dan pengetahuan yang telah dimiliki
seseorang tersebut.
Terdapat tiga aspek di dalam persepsi yang sangat relevan dengan kognisi
manusia (Suharnan, 2005: 24) yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan
perhatian.Kedua proses ini berjalan secara bersama-sama di dalam seseorang.
Lebih rinci, Toha (dalam Susanto, 2003: 154), menyatakan faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi seseorang yang meliputi (1) faktor intern, antara lain
perasaan, sikap dan kepribadian individual, prasangka, keinginan atau harapan,
perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan
kebutuhan juga minat dan motivasi dari individu; dan (2) faktor ekstern, antara
lain latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan
kebudayaan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanaan, pengulangan gerakan,
hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek.
Walgito, 2004: 88 memaparkan bahwa persepsi adalah stimulus yang
diindera itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan,
sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu. Davidoff
dalam (Walgito, 2004: 88) mengatakan bahwa persepsi adalah proses yang
disintegrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Berbeda
dengan yang dipaparkan oleh Moskowitz dan Orgel (dalam Walgito,
2004: 88) mengatakan bahwa persepsi merupakan pengorganisasian,
sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu.
Persepsi dapat dikemukan karena perasaan, kemampuan berpikir,
pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil
persepsi akan berbeda antara satu dengan individu yang lainnya menurut Davidoff
dalam (Walgito, 2004: 89).
Dengan demikian persepsi adalah suatu proses individu menerima
stimulus, tanggapan, perasaan, respons, dan kemampuan berpikir melalui alat
indera yang dimilikinya sehingga dapat mengorganisasikan dan
menginterpretasikan yang telah diterimanya. Stimulus, tanggapan, perasaan dan
kemampuan berpikir yang diterimanya merupakan pengalaman bagi individu.
Pengalaman tersebut akan mempengaruhi persepsi positif maupun negatif bagi
individu yang berkaitan erat dengan sikap individu. Sikap inilah yang akan
berpengaruh terhadap intensi terjadinya perilaku individu selanjutnya. Melalui
penelitian ini dapat disimpulkan bagaimana seseorang memaknai pengalaman
yang ia peroleh terutama pengalaman menggunakan alat peraga berbasis
Montessori sebagai hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang yaitu
meliputi perasaan, sikap, prasangka, keingintahuan, proses belajar, minat atau
motivasi yang diperoleh dan pemikiran terhadap objek.
2.1.4.2Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori
Transfer pengetahuan akan dapat berjalan efektif bilamana memperhatikan
faktor-faktor psikologis yang ada pada siswa dan guru, salah satunya meliputi
aspek kognitif. Salah satu aktivitas dari aspek kognitif yang paling penting adalah
persepsi. Persepsi dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam melakukan
tindakan selanjutnya. Persepsi juga dipengaruhi oleh sikap terhadap objek dan
dipicu oleh suatu kejadian yang mengaktifkan sikap (Fazio, 1989; Fazio dan
Roskos Ewoldsen, 1995).
Aspek kognitif yang berupa persepsi untuk memaknai berbagai fenomena,
informasi atau data di sekitarnya. Hal ini disebabkan persepsi merupakan suatu
proses masuknya informasi ke dalam otak yang diterimanya melalui indera dan
individu mempretasikannya apa yang telah diterimanya. Persepsi juga dipengaruhi
oleh suatu sikap terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang
terbentuk berhubungan dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi
terhadap objek tersebut.
Persepsi dibagi menjadi dua bentuk yaitu persepsi positif dan persepsi
negatif. Apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan dapat
diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan
positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang
dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka persepsinya negatif
atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapinya secara berlawanan
terhadap objek persepsi tersebut Rahmat (dalam Muchtar, 2012: 13-14).
Persepsi positif atau negatif yang muncul pada individu berawal dari
pengalaman yang diperolehnya dan akan menimbulkan sikap tertentu pula dari
individu terhadap objek tersebut. Melalui sikap yang muncul maka akan
berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya. Dengan demikian, persepsi dapat
mempengaruhi intensitas seseorang dalam melakukan tindakan selanjutnya.
Berikut ini adalah gambar bagan persepsi yang dikutip (Walgito, 2013: 116) :
evaluasi
senang/tidaksenang
bertindak
Gambar 2.1 Gambar bagan persepsi
Selanjutnya peneliti memodifikasi bagan persepsi tersebut sesuai dengan
persepsi penelitian ini. Di dalam gambar persepsi yang telah dimodifikasi terdapat
Kepribadian
kognisi
afeksi
Sikap
keyakinan proses belajar pengalaman pengetahuan
persepsi
perbedaan yaitu terdapat empat tahapan yang saling berhubungan untuk
mendapatkan persepsi terhadap objek yang diterima melalui indera. Tahapan yang
pertama di mulai dari pengamalan narasumber. Pengalaman narasumber dapat
berupa hasil belajar, pemikiran dan perasaan yang dialami oleh narasumber.
Tahap selanjutnya persepsi narasumber dapat berupa persepsi positif maupun
negatif. Tahap berikutnya yakni sikap narasumber setelah mempersepsi suatu
objek. Tahap terakhir pada gambar persepsi yang telah dimodifikasi yakni
tindakan narasumber yang telah dipengaruhi oleh pengalaman, persepsi dan sikap.
Keempat tahapan di atas saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Berikut
adalah gambar persepsi yang telah dimodifikasi sebagai berikut :
Gambar 2.2 Gambar persepsi yang sudah dimodifikasi
Peneliti mencoba menjabarkan gambar persepsi (Walgito, 2013: 116) yang
telah dimodifikasi sebagai berikut :
1. Pengalaman
Pengalaman merupakan tahap awal dalam tahapan persepsi.
Pengalaman dalam penelitian ini dapat berupa pengalaman belajar
narasumber menggunakan alat peraga. Penggunaan alat peraga dalam
proses belajar akan memberikan pengalaman bagi narasumber guru
maupun siswa. Pengalaman diperoleh dari hasil belajar narasumber,
pemikiran serta perasaan yang dialami oleh narasumber.
Pengalaman
Persepsi
Sikap
Tindakan hasil
belajar
pemikiran
perasaan
kepercayaan
perilaku
2. Persepsi
Pada tahap ini, setelah narasumber mendapat pengalaman belajar
menggunakan alat peraga maka akan muncul tanggapan, respons serta
perasaan narasumber terhadap alat peraga tersebut. Perasaan,
tanggapan, dan respons narasumber terhadap alat peraga tersebut dapat
mempengaruhi persepsi individu. Berbagai macam persepsi dari
narasumber yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar narasumber
menggunakan alat peraga dapat berupa persepsi positif maupun
persepsi negatif.
3. Sikap
Pada awalnya, setelah narasumber memperoleh pengalaman belajar
menggunakan alat peraga selanjutnya akan muncul persepsi dari
narasumber berupa persepsi positif maupun persepsi negatif. Persepsi
yang muncul dari narasumber akan membentuk sikap yang di
dalamnya terdapat kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Sikap dan
persepsi saling berkaitan serta saling mempengaruhi.
4. Tindakan
Tindakan merupakan rangkaian tahapan yang terbentuk setelah
narasumber mendapat pengalaman belajar, mempersepsi yang telah
diterima serta membentuk sikap yang di dalamnya terdapat
kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Persepsi yang berupa positif
maupun negatif akan mempengaruhi sikap narasumber dan
mempengaruhi tindakan narasumber selanjutnya.
Proses kegiatan belajar menggunakan alat peraga dapat memberikan
pengalaman bagi guru maupun siswa. Pengalaman yang dimiliki oleh guru
maupun siswa inilah akan membentuk persepsi yang positif maupun negatif.
Dalam hal ini guru maupun siswa akan mempretasikan apa yang telah diterima
melalui alat inderanya yang selanjutnya akan muncul sikap. Di dalam munculnya
sikap terdapat kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Oleh karena itu, persepsi
berkaitan erat dengan sikap dan akan berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya
bagi guru maupun siswa. Di dalam penelitian ini, diharapkan guru dan siswa
dakon. Setelah mendapatkan pengalaman, guru dan siswa akan mempretasikan
apa yang telah diperolehnya secara positif maupun negatif. Salah satu contoh
persepsi dari guru maupun siswa setelah mendapatkan pengalaman belajar
menggunakan alat peraga yakni alat peraga tidak hanya sekedar alat tetapi
narasumber memiliki pemikiran bahwa menggunakan alat peraga dapat membantu
memahami materi serta alat peraga Montessori memiliki karakteristik khusus
dibanding alat peraga lainnya.
Kemunculan persepsi dari guru maupun siswa akan berpengaruh terhadap
sikap yang di dalamnya terdapat kepercayaan, perasaan dan perilaku. Sebagai
contohnya sikap yang muncul dari guru maupun siswa yakni kepercayaan bahwa
menggunakan alat peraga dapat membantu memahami materi sehingga
narasumber dapat mengembangkan sikap matematisnya. Persepsi yang positif
akan menimbulkan kepercayaan dan perasaan yang positif juga sehingga akan
berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya. Hal yang berpengaruh apabila muncul
persepsi yang positif maka intensitas menggunakan alat peraga Montessori pun
tinggi. Begitupun sebaliknya, jika guru maupun siswa memiliki persepsi negatif
setelah mendapatkan pengalaman menggunakan alat peraga Montessori maka
akan berpengaruh pada sikap dan tindakan. Akibat yang akan muncul yakni
intensitas guru maupun siswa dalam menggunakan alat peraga Montessori rendah.
Sehubungan dengan hal ini persepsi itu mulai berperan dalam proses transfer
pengetahuan dengan menggunakan alat pembelajaran yang baru.
2.1.5 Matematika
Sub bab matematika akan membahas tentang 2 bagian.. Dua bagian yang
akan dibahas tersebut adalah hakekat matematika, materi pembelajaran
matematika di SD, materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat kelas IV
SD. Hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai pengertian alat peraga
matematika.
2.1.5.1Hakekat Matematika
Matematika merupakan mata pelajaran pokok yang perlu diberikan kepada
semua siswa dimulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk membekali
mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif