• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN BULAT BERBASIS METODE MONTESSORI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN BULAT BERBASIS METODE MONTESSORI SKRIPSI"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI GURU DAN SISWA

TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN BULAT

BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Panggih Rucika Sari

NIM: 101134047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus yang mencurahkan berkatNya kepada saya dan

telah memberikan perlindungan, kesehatan, selalu menyertai, selalu

memberi jalan, serta memberikan jalan yang terbaik.

Bapak Ibuku tercinta, Sumaryo dan Widiartini yang selalu memberikan

doa, kasih sayang, dukungan dan segala sesuatu yang diberikan kepada

saya tanpa pamrih.

Kakak saya Kristian Widi Nugroho dan Paulina Puspita yang selalu

memberikan dukungan dan doa selama ini. Tak lupa keponakan tercinta

Alvaro Artha Kristanu yang selalu memberikan senyuman manis dan

keceriaan.

Teman-teman seperjuangan PGSD 2010.

(5)

MOTTO

“Dalam perjalanan hidup ini pasti akan banyak masalah yang kita temui, tetapi

kita jangan menyerah tetaplah berusaha dan percaya pasti ada jalan.”

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah

dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan

ucapan syukur”

(Filipi 4:6)

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan

kekekalan

dalam hati mereka”

(Pengkotbah 3:11)

“Setiap kamu punya mimpi, keingingan atau cita

-cita kamu taruh disini,

didepan kening kamu. Jangan menempel, biarkan dia menggantung,

mengambang 5 cm di depan kening kamu, jadi dia tidak akan pernah lepas dari

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

PERSEPSI GURU DAN SISWA

TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN BULAT BERBASIS METODE MONTESSORI

Panggih Rucika Sari Universitas Sanata Dharma

2014

Perkembangan kognitif siswa SD masih dalam tahap operasional konkret. Dalam tahap ini, anak akan lebih senang mempelajari sesuatu secara konkret yaitu menggunakan benda-benda yang nyata. Begitu pula, dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah alangkah baiknya menggunakan alat peraga karena membantu siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru serta memudahkan guru dalam menyampaikan materi.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru dan siswa terhadap penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori. Subjek pada penelitian ini adalah guru matematika kelas IV dan 3 siswa kelas IVA. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi. Alat penelitian dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri. Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui pengkodean, analisis tematik dan intrepetasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.

Hasil penelitian ini yakni terdapat persepsi guru alat peraga Montessori melatih kemandirian siswa, melalui alat peraga Montessori siswa dapat mengetahui kesalahannya sendiri serta meningkatkan motivasi belajar. Persepsi yang muncul pada siswa bahwa alat peraga Montessori memudahkan dalam menerima materi, serta melalui alat peraga Montessori siswa dapat mengetahui kesalahannya. Guru dan siswa setelah menggunakan alat peraga Montessori memiliki keinginan untuk menggunakan kembali alat peraga tersebut.

Penggunaan alat peraga Montessori memberikan pengalaman subjek dan akan membentuk persepsi subjek yang berupa positif maupun negatif. Persepsi akan berkaitan dengan sikap yang di dalamnya terdapat kepercayaan, perasaan dan akan berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan subjek. Penelitian ini memiliki keterbatasan dan diperlukan saran untuk penyempurnaan penelitian ini. Saran dalam penelitian ini antara lain pengambilan subjek penelitian tidak hanya 3 siswa karena belum mewakili persepsi siswa, jumlah alat peraga disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dan adanya intrepeter ahli untuk menganalisis data yang diperoleh dan catatan lapangan.

(9)

ABSTRACT

PERCEPTION OF TEACHER AND STUDENTS OF USING ROUND NUMBER

BASED ON THE MONTESSORI METHOD

By:

Panggih Rucika Sari Sanata Dharma University

Cognitive development of elementary school student is on the concrete operational stage. Children like to learn something concretely using real objects. The use of model in Elementary School learning eases students to understand the concept. It attracts student so that they will feel happy and enjoy the learning. The previous researches on development which have been done by trial method stated that the use of learning model helps student on understanding the concept and impacting their achievement.

This research is in qualitative with phenomenology method. This qualitative research aims to understand the perception of teacher and students on the use of Montessori teaching aid. The subjects for this research are mathematics teacher from grade IV and three students from class IVA. Qualitative research method will be executed by interview and observation as the main data source. Research tool for this research is the researcher itself. This research is uses coding analyze method which means organize and systemize the whole of data in details in order to raise overview about the topic.

This research proves that teacher perception towards dakon learning model

has auto-education, auto-correction, attractive, and contextual characteristics. Montessori teaching aid impacts on learning process, students are motivated to learn, eases students to learn, and trains them to be independent. Montesorri learning impacts for student to understand their mistake. After using Montessori teaching aid teacher and students will use it again.

Using Montessori teaching aid give experience to teacher and students and can build positive or negative perception. Perception will be related to attitude when consist on is belief, response and feeling. Belief, respons, and feeling will impact to the next actions. This research has restrictiveness, so it needs suggestion to complete this research. The researcher suggests not to take three students only because they do not represent all perception, the amount of Montessori teaching aid is appropriate with total student, and it needs intrepeter to check the data.

(10)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat

dan berkat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan ini

perkenankanlah peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dengan hati yang

tulus kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD

sekaligus Pembimbing I yang telah membimbing, memberikan saran,

mengkritik, serta memberikan ide kepada peneliti sehingga penulisan ini

dapat selesai.

3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku Wakaprodi PGSD.

4. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku pembimbing II yang telah

memberikan saran, memberikan kritikan, memberikan ide, serta

membimbing dengan penuh kesabaran.

5. Agus Walidi, S.Pd. selaku Kepala SD Karitas Nandan yang telah

memberikan ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah.

6. Dian Kartika Sabatini, S.Pd. selaku guru kelas IVA sekaligus guru

Matematika kelas IV yang telah berpartisipasi dan memberikan bantuan

selama melakukan penelitian di sekolah.

7. Siswa Isam, Olive, Tia selaku subjek penelitian serta seluruh siswa kelas

IVA tahun ajaran 2013/2014 yang telah bekerja sama dengan peneliti

selama penelitian berlangsung.

8. Teman PPL di SD Karitas Nandan yang telah membantu selama penelitian

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Definisi Operasional... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

(13)

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget ... 8

2.1.1 Metode Montessori... 9

2.1.3 Alat Peraga ... 11

2.1.3.1 Pengertian Alat Peraga ... 12

2.1.3.2 Tujuan Penggunaan Alat Peraga ... 12

2.1.3.3 Pengertian Alat Peraga Montessori ... 13

2.1.3.4 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ... 14

2.1.3.5 Alat Peraga Dakon Bilangan Bulat Montessori ... 17

2.1.4 Persepsi ... 18

2.1.4.1 Pengertian Persepsi ... 18

2.1.4.2 Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori ... 20

2.1.5 Matematika ... 24

2.1.5.1 Hakekat Matematika ... 24

2.1.5.2 Materi Pembelajaran Matematika di SD ... 25

2.1.5.3 Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat kelas IV SD ... 25

2.1.6 Hasil Penelitian yang Relevan ... 27

2.1.6.1 Alat Peraga Matematika ... 27

2.1.6.2 Persepsi Atas Penggunaan Alat Peraga ... 27

2.1.6.3 Pembelajaran dengan Metode Montessori ... 28

2.1.6.4 Skema ... 30

2.2 Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Setting Penelitian ... 35

3.2.1 Tempat Penelitian... 35

(14)

3.2.3 Narasumber Penelitian ... 35

3.2.4 Objek Penelitian ... 37

3.3 Desain Penelitian ... 37

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.4.1 Wawancara ... 44

3.4.2 Observasi ... 46

3.4.3 Dokumentasi ... 48

3.5 Instrumen Penelitian ... 49

3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas ... 51

3.6.1 Kredibilitas ... 52

3.6.2 Transferabilitas ... 53

3.7 Analisis Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 56

4.2 Hasil Penelitian ... 57

4.2.1 Penelitian Sebelum Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 57

4.2.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

4.2.1.2 Latar Belakang Narasumber ... 58

4.2.1.3 Deskripsi Sosio Cultural ... 60

4.2.1.4 Pandangan Narasumber terhadap Alat Peraga ... 61

4.2.1.5 Kefamiliaran Narasumber terhadap Alat Peraga ... 63

4.2.1.6 Pengalaman Narasumber terhadap Alat Peraga ... 64

4.2.2 Penelitian Setelah Menggunakan Alat Peraga berbasis Montessori ... 65

4.2.2.1 Perasaan Narasumber Setelah Menggunakan Alat Peraga Montessori ... 65

4.2.2.2 Kendala Narasumber Menggunakan Alat Peraga berbasis Montessori ... 69

(15)

4.3 Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 78

5.3 Saran ... 78

DAFTAR REFERENSI ... 80

LAMPIRAN ... 84

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar bagan persepsi Walgito ... 21

Gambar 2.2 Gambar persepsi yang sudah dimodifikasi... 22

Gambar 2.3 Literature Map ... 30

Gambar 3.1 Prosedur penelitian ... 38

Gambar 3.2 Prosedur penelitian yang sudah dimodifikasi... 39

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel Perencanaan Observasi ... 40

Tabel 3.2 Tabel Perencanaan Wawancara ... 41

Tabel 4.1 Tabel Pelaksanaan Observasi ... 56

Tabel 4.2 Tabel Pelaksanaan Wawancara ... 56

DAFTAR LAMPIRAN A. Pedoman Observasi dan Wawancara Lampiran 3.1 Pedoman Kondisi Sosio Cultural ... 85

Lampiran 3.2 Pedoman Observasi Kegiatan Belajar Mengajar ... 86

Lampiran 3.3 Pedoman Observasi guru ketika menggunakan alat peraga ... 87

Lampiran 3.4 Pedoman Observasi siswa ketika menggunakan alat peraga ... 88

Lampiran 3.5 Pedoman WawancaraGuru Pra Penggunaan Alat Peraga... 90

Lampiran 3.6 Pedoman Wawancara Siswa Pra Penggunaan Alat Peraga ... 92

Lampiran 3.7 Pedoman WawancaraGuru Pasca Penggunaan Alat Peraga ... 93

Lampiran 3.8 Pedoman WawancaraSiswa Pasca Penggunaan Alat Peraga ... 97

B. Observasi Lampiran 4.1 Transkip Sosio Kultural ... 99

Lampiran 4.2 Transkip Observasi Kelas Kegiatan Belajar Mengajar 1 ... 101

Lampiran 4.3 Transkip Observasi Kelas Kegiatan Belajar Mengajar 2 ... 103

(17)

Lampiran 4.5 Transkip KBM Menggunakan Alat Peraga Pertemuan-2 ... 121

Lampiran 4.6 Transkip KBM Menggunakan Alat Peraga Pertemuan-3 ... 126

C. Wawancara Lampiran 4.7 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Guru... 135

Lampiran 4.8 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Isam (S2) ... 138

Lampiran 4.9 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Pertama Olive (S3) ... 141

Lampiran 4.10 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Kedua Olive (S3)... 143

Lampiran 4.11 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Pertama Tia (S4) ... 145

Lampiran 4.12 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Kedua Tia (S4) ... 147

Lampiran 4.13 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Guru ... 150

Lampiran 4.14 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Pertama Isam (S2) ... 155

Lampiran 4.15 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Kedua Isam (S2) ... 158

Lampiran 4.16 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Pertama Olive (S3) ... 161

Lampiran 4.17 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Kedua Olive (S3) ... 164

Lampiran 4.18 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Tia (S4) ... 166

Lampiran 4.19 Lampiran Album Alat Peraga ... 169

Lampiran 4.20 Dokumentasi ... 186

Lampiran 4.21 Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Kampus

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan dibahas (1) latar belakang masalah, (2) rumusan

masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) definisi operasional.

1.1Latar Belakang Masalah

Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh

pemerintah antara lain dengan jalan melengkapi sarana dan prasarana,

meningkatkan kualitas tenaga mengajar, serta penyempurnaan kurikulum yang

menekankan pada pengembangan kecakapan hidup (Life Skills) yang diwujudkan

melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk dapat meyesuaikan diri, dan

berhasil di masa yang akan datang. Pembelajaran menurut Undang-Undang

Pendidikan Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 merupakan proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Berkaitan dengan pengertian pembelajaran dalam UU Pendidikan No. 20 tahun

2003, pemilihan dan penggunaan komponen yang tepat dapat memfasilitasi proses

kegiatan belajar dua arah. Pada proses kegiatan belajar di SD salah satu komponen

yang penting untuk mendukung terciptanya interaksi dua arah tersebut adalah

media pembelajaran. Media pembelajaran yang dapat diupayakan dalam

pembelajaran pada siswa SD adalah alat peraga.

Alat peraga memiliki peranan penting terutama untuk level anak Sekolah

Dasar (SD). Menurut Suyono, 2011: 17 alat peraga merupakan salah satu

komponen dalam pembelajaran yang bermanfaat untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan kognitif siswa usia

SD masih dalam tahap operasional konkret, menurut Piaget (dalam Santrock,

2007:48-57). Dalam tahap ini, anak akan lebih senang mempelajari sesuatu secara

konkret yaitu menggunakan benda-benda yang riil atau nyata serta berpikir

berdasarkan logika atau aturan logis tertentu. Hal lain yang muncul pada anak

dalam tahap ini yakni anak telah mampu berkomunikasi dengan teman serta orang

lain di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari bahasa anak yang lebih komunikatif

serta anak lebih suka melakukan aktivitas motorik. Berdasarkan hal tersebut,

diperlukan pembelajaran yang menarik serta adanya benda yang nyata atau riil

(19)

untuk membantu siswa dalam menerima informasi. Benda yang nyata serta dapat

digunakan dalam pembelajaran yaitu menggunakan alat peraga. Alat peraga dapat

membantu siswa dalam menerima informasi dan memberikan pengalaman selama

proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Hasil wawancara dengan guru Matematika kelas IV SD Karitas Nandan

hari Kamis, 9 Januari 2014 mengatakan bahwa penyampaian materi yang biasanya

berlangsung menggunakan ceramah, tanya jawab serta penugasan. Hal ini

menurut guru matematika SD Karitas Nandan disebabkan tidak adanya rancangan

khusus untuk alat peraga di sekolah, sehingga apabila guru ingin menggunakan

alat peraga maka guru hanya menggunakan benda yang terdapat di sekitar kelas.

Selain itu, tidak tersedianya dan ketidaklengkapan alat peraga yang terdapat di

sekolah tersebut menjadi alasan dalam proses pembelajaran tidak menggunakan

alat peraga. Sama halnya dengan hasil tanya jawab yang dilakukan pada 19 April

2014 bersama guru matematika kelas IV SD Loano Purworejo yang mengatakan

bahwa selama kegiatan belajar mengajar menggunakan metode ceramah, tanya

jawab dan penugasan. Penggunaan benda di sekitar kelas merupakan cara guru

jika dalam proses pembelajaran ingin menggunakan alat peraga. Meskipun

demikian guru lebih sering menggunakan papan tulis sebagai alat bantu untuk

menyampaikan materi.

Hal senada juga disampaikan oleh guru matematika SD Sidomulyo,

Purworejo melalui tanya jawab pada tanggal 19 April 2014. Hasil yang

disampaikan oleh guru Matematika tersebut bahwa guru akan menggunakan alat

peraga jika pembuatan alat peraga tersebut mudah serta bahan yang digunakan

terdapat di sekitarnya. Proses belajar yang berlangsung selama ini beliau lebih

sering mengajar tidak menggunakan alat peraga tetapi menggunakan metode

ceramah, tanya jawab serta penugasan. Beliau mengatakan bahwa dalam kegiatan

pembelajaran lebih sering menggunakan papan tulis sebagai alat untuk membantu

siswa dalam menerima materi yang disampaikannya. Hal lain yang menyebabkan

guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab serta penugasan dan

menggunakan papan tulis karena tidak tersedianya alat peraga di sekolah tersebut.

Hasil wawancara dan tanya jawab seperti yang di atas menunjukkan

(20)

yang bertujuan untuk memberikan pengalaman kepada siswa dan alat bantu untuk

siswa dalam menerima materi. Guru dalam menyampaikan materi biasanya

menggunakan papan tulis sebagai alat bantu dalam penyampaian materi serta alat

untuk memudahkan siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru.

Berdasarkan hasil wawancara dan tanya jawab di atas menunjukkan bahwa tidak

tersedianya dan ketidaklengkapan alat peraga yang terdapat di sekolah

menyebabkan proses pembelajaran yang berlangsung tidak menggunakan alat

peraga. Guru menyampaikan materi menggunakan metode ceramah, tanya jawab,

penugasan dan menggunakan alat tulis sebagai alat bantu dalam penyampaian

materi. Beberapa data yang dapat peneliti kumpulkan melalui pengamatan di SD

Karitas Nandan menunjukkan bahwa setiap kelas di SD Karitas Nandan tidak

terdapat alat peraga yang khusus dibuat oleh guru maupun siswa sehingga dalam

proses kegiatan belajar pun tidak menggunakan alat peraga. Apabila guru

membutuhkan alat peraga dalam kegiatan belajar guru hanya menggunakan benda

di sekitar kelas. Begitu pula kondisi di SD Loano Purworejo dan Sidomulyo tidak

jauh berbeda dengan kondisi SD Karitas Nandan yang penggunaan alat peraga

dalam proses pembelajaran masih terbatas yang karena beberapa hal antara lain

tidak tersedianya alat peraga dalam sekolah tersebut serta tidak adanya rancangan

khusus untuk pembuatan alat peraga.

Meskipun demikian, upaya untuk mengembangkan alat peraga yang dapat

membantu pembelajaran di kelas sudah banyak dimulai. Peneliti menemukan

beberapa penelitian yang menggunakan metode research and development (R&D)

dengan hasil akhir sebuah produk alat peraga yang ditujukan untuk membantu

pembelajaran. Penelitian yang peneliti temukan antara lain seperti penelitian yang

dilakukan oleh Rukmi (2012) dengan hasil akhir sebuah produk alat peraga

perkalian ala Montessori, Pratiwi (2012) dengan hasil akhir produk alat peraga

Montessori untuk Ketrampilan Berhitung Matematika, Putri (2012) dengan hasil

akhir alat peraga Montessori untuk keterampilan Geometri Matematika, dan Panca

(2012) dengan hasil akhir produk alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan

pengurangan kelas I.

Hasil penelitian pengembangan alat seperti di atas tidak hanya

(21)

meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian R&D yang dilakukan oleh

Rukmi yaitu terjadi peningkatan skor posstest sebesar 86,44%. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Pratiwi bahwa alat peraga yang dikembangkan menunjukkan

hail yang sangat memuaskan dengan rerata skor 4,65% dengan kategori sangat

baik. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Mukti memperoleh rerata skor

4,4% dan termasuk kategori sangat baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Panca menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor posttest siswa sebesar

73,44%. Idealnya sebuah penelitian pengembangan itu sebaiknya diimbangi

dengan penelitian kualitatif untuk mengupas lebih dalam tentang proses kognitif

dan psikologis baik dari siswa dan guru yang terlibat langsung dengan alat peraga

tersebut. Hal ini dapat diketahui melalui tanggapan, respons, perasaan, maupun

pemikiran dari pihak yang menggunakan alat peraga tersebut. Sayangnya,

penelitian pengembangan yang dilakukan selama ini masih terbatas pada uji coba

untuk mengetahui bahwa alat ini dapat membantu pemahaman siswa mengenai

prestasi belajar siswa melalui penelitian yang berbasis kuantitatif. Penelitian lebih

lanjut yang mengungkap proses kognitif maupun psikologis siswa dan guru dalam

menggunakan alat peraga tersebut belum pernah dilakukan.

Padahal, dengan mengetahui tanggapan, respons, perasaan, maupun

pemikiran pihak yang menggunakan alat tersebut dapat memberi konstribusi yang

besar dalam pengembangan alat. Observasi secara langsung dan wawancara

dengan pihak guru dan siswa dalam pengembangan alat peraga sangat dibutuhkan

untuk mengetahui respons, pendapat, perasaan dan pemikiran selama

menggunakan alat peraga tersebut. Penelitian mengenai pengembangan alat

dengan metode research and development (R&D) seperti yang di atas merupakan

contoh pengembangan alat peraga berbasis metode Montessori. Pengembangan

alat peraga berbasis metode Montessori didesain secara khusus sesuai dengan

perkembangan anak. Karakteristik yang terdapat pada alat peraga Montessori

sesuai untuk anak supaya proses pembelajaran yang berlangsung menyenangkan

dan anak melakukan kegiatan belajar menggunakan alat peraga tidak secara

paksaan namun secara mandiri. Karakteristik khusus yang terdapat pada alat

(22)

auto-education (melatih kemandirian siswa), auto-correction (memiliki pengendali

kesalahan), serta kontekstual.

Sugiyono, 2011: 5 menjelaskan bahwa suatu penelitian dilakukan dengan

tujuan untuk menemukan data. Begitu pula diperlukannya penelitian kualitatif

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh narasumber penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan sebagainya secara holistik,

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

(Moleong, 2009: 6). Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian yang lainnya,

disebabkan penelitian kualitatif lebih fokus dengan interpretasi terhadap data yang

ditemukan di lapangan (Sugiyono, 2011: 12). Dalam penelitian ini, peneliti

bermaksud melakukan penelitian kualitatif untuk mengetahui persepsi guru dan

siswa atas penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori. Penelitian

kualitatif ini merupakan serangkaian kelanjutan dari penelitian pengembangan

yang telah menghasilkan produk berupa alat peraga matematika berbasis

Montessori yakni papan dakon untuk materi penjumlahan dan pengurangan

bilangan bulat kelas IV dan telah diujicobakan oleh penelitian kuantitatif

eksperimen untuk mengetahui prestasi belajar siswa menggunakan alat peraga

papan dakon. Melalui penelitian kualitatif ini diharapkan dapat mengetahui

persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga berbasis Montessori.

Penelitian ini dibatasi pada pengungkapan pengalaman penggunaan alat

peraga untuk bilangan bulat berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas

Nandan untuk mengetahui kesan, manfaat, kendala, dan persepsi menggunakan

alat peraga berbasis metode Montessori. Terutama karena alat peraga matematika

berbasis metode Montessori ini baru dikembangkan dan didasarkan pada

karakteristik khusus, yaitu menarik, bergradasi, memiliki pengendali kesalahan

(auto-correction), memungkinkan siswa belajar mandiri (auto-education), serta

kontekstual (Lilard, 1997: 11). Dari penelitian ini, peneliti berharap mendapatkan

data hasil eksplorasi mengenai persepsi narasumber terhadap alat untuk melihat

kecenderungan intensitas penggunaan alat dan masukan dalam pengembangan

(23)

Penelitian ini dibatasi hanya pada persepsi guru dan siswa atas

penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori dalam pelajaran

matematika kelas IV SD. Penelitian ini fokus pada Standar Kompetensi (SK) 5.

Menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat dan Kompetensi Dasar (KD)

5.2 Menjumlahkan bilangan bulat dan 5.3 Mengurangkan bilangan bulat.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana persepsi guru atas penggunaan alat peraga bilangan bulat

berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas Nandan Yogyakarta

Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 ?

1.2.2 Bagaimana persepsi siswa atas penggunaan alat peraga bilangan bulat

berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas Nandan Yogyakarta

Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui persepsi guru atas penggunaan alat peraga bilangan bulat

berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas Nandan Yogyakarta

Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.3.2 Mengetahui persepsi siswa atas penggunaan alat peraga bilangan bulat

berbasis metode Montessori di kelas IV SD Karitas Nandan Yogyakarta

Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti, telah mendapatkan pengalaman dan wawasan mengetahui

persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga berbasis Montessori.

Hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya yang akan

mengembangkan alat peraga berbasis Montessori maupun untuk

memperbaiki produk yang telah dikembangkan.

1.4.2 Bagi guru, dapat untuk bahan bacaan dan pertimbangan tentang penelitian

kualitatif.

1.4.3 Bagi perpustakaan, laporan penelitian ini dapat menambah satu bahan

bacaan yang dapat dimanfaatkan oleh pembaca

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Persepsi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai proses diterimanya

(24)

terhadap suatu objek melalui alat indera sehingga individu dapat

menginterpretasikan dan menyimpulkan yang telah didapatkan melalui alat

indera.

1.5.2 Alat peraga adalah alat yang diperagakan dalam menyajikan suatu

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

1.5.3 Alat peraga berbasis Montessori adalah alat yang digunakan untuk

membantu siswa dalam memahami materi serta untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Alat peraga berbasis Montessori memiliki karakteristik

khusus yaitu menarik, auto – education (mengajarkan siswa untuk belajar

mandiri), auto – correction (alat peraga yang memiliki pengendali

kesalahan), bergradasi dan kontekstual. Alat peraga berbasis Montessori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah dakon untuk materi

pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang memiliki

karakteristik menarik, bergradasi, auto – correction, auto – education, dan

kontekstual. Alat peraga berbasis dakon terdiri dari papan dengan 10

lubang yang sama besar dan manik berwarna merah serta biru, dan soal

yang disertai kunci jawaban.

1.5.4 Bilangan Bulat adalah materi pada mata pelajaran Matematika SD yang

meliputi penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif,

penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif,

penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif,

penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif,

pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif,

pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif,

pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif, dan

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan, (3) kerangka berpikir.

2.1Kajian Pustaka

Kajian pustaka membahas tentang teori yang mendukung serta penelitian

yang relevan.

2.1.1 Teori yang mendukung

Bagian ini membahas beberapa topik yang berkaitan dengan penelitian

yang akan dipakai, yaitu teori perkembangan anak menurut Piaget, metode

montessori, alat peraga, alat peraga Montessori, persepsi, dan matematika.

2.1.1.1Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget

Teori belajar bermanfaat untuk menjelaskan teori-teori tentang belajar.

Siswa memperoleh hasil belajar melalui pengalaman belajar. Begitu pula pada

Teori Piaget. Piaget (dalam Santrock, 2007: 48-57) menyatakan ketika anak

berusaha membangun pemahaman mengenai dunia, otak berkembang membentuk

skema (schema) asimilasi dan akomodasi. Piaget (dalam Komalasari, 2010: 19)

mengatakan bahwa seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya

akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang ia

rasakan dan ketahui dengan apa yang ia lihat sebagai pengalaman dan persoalan.

Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,akomodasi dan

ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi (assimilation) merupakan proses

pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang

telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi (accommodation) merupakan

proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan

proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan

akomodasi.

Proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan

sesuai dengan umurnya. Komalasari, 2010: 20 mengatakan teori perkembangan

anak, Piaget membagi tahapan – tahapan perkembangan kognitif yang berkaitan

(26)

1. Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)

Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan

persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan,

dan dilakukan langkah demi langkah.

2. Tahap Praoperasional (2 – 7 tahun)

Pada tahap ini lebih ke simbolik daripada tahap sensorimotor namun

belum melibatkan pemikiran operasional. Perkembangan ini lebih ke simbolik

karena penalaran mulai berkembang. Pada tahap ini dimulainya perkembangan

kemampuan berbahasa anak dan pengungkapan.

3. Tahap Operasional Konkret (7 – 11 tahun)

Pada tahap tahap ini anak akan memperkembangkan kemampuannya

menggunakan pemikiran logis melalui benda-benda konkret. Anak menggunakan

penalaran logis untuk memecahkan masalah yang konkret.

4. Operasional Formal (11 – 15 tahun)

Pada tahap ini dalam menyelesaikan masalah anak sudah menggunakan

pemikiran abstrak dan penalaran yang logis. Anak sudah mampu menarik

kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesis.

Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Piaget di atas, dapat disimpulkan

bahwa siswa SD yang berada pada usia 7-12 tahun termasuk di dalamnya anak

usia kelas IV berada pada tahap operasional konkret. Pada usia SD anak akan

lebih mudah memahami informasi melalui benda atau alat peraga nyata. Oleh

karena itu penggunaan alat peraga dibutuhkan dalam proses pembelajaran

termasuk pada mata pelajaran matematika. Mata pelajaran matematika merupakan

mata pelajaran pokok dalam lingkup sekolah dasar. Selain itu, pelajaran

matematika merupakan pelajaran yang membutuhkan alat peraga untuk membantu

memahami materi yang disampaikan oleh guru. Proses kegiatan belajar

menggunakan alat peraga akan memberikan pengalaman belajar kepada siswa

serta memudahkan siswa menerima materi yang disampaikan oleh guru.

2.1.2 Metode Montessori

Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan

oleh Maria Montessori (1870 – 1952) dengan menggunakan konsep belajar sambil

(27)

dokter wanita pertama di Italia yang lahir pada tanggal 31 Agustus 1870 dan wafat

pada tanggal 6 Mei 1952. Saat bekerja beliau menangani anak-anak yang

mengalami keterbelakangan mental seperti debiel dan idiot. Namun, hal tersebut

membuat Montessori tertarik pada dunia pendidikan khususnya anak-anak yang

beliau tangani. Montessori mencoba mengembangkan metode temuan Itard dan

Seguin untuk mengajar membaca dan menulis anak-anak dengan mental

keterbelakangan di distrik kumuh di Roma. Menurut Montessori metode Seguin

merupakan metode yang menggunakan sistem otot, sistem syaraf, dan panca

indera (Montessori, 2002: 28-42).

Montessori menerima tawaran dari Edoardo Talamo, seorang Direktur

Jenderal Asosiasi Roma untuk mengambil alih organisasi sekolah-sekolah untuk

anak usia 3-7 tahun di distrik San Lorenzo. Montessori mendirikan sekolah

pertama kali dan diberi nama Casa De Bambini atau Rumah Anak-anak pada

tanggal 6 Januari 1907 (Montessori, 2002: 30). Maria Montessori menemukan

metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak didiknya

melalui pengamatan yang di lakukan di sekolah Casa De Bambini.

Montessori walaupun mengajar pada anak-anak yang intelektualnya

kurang, tetapi hasil yang didapatkan lebih bagus daripada anak normal

(Montessori, 2002: 5). Montessori menyatakan dua pendapat di dalam bidang

pendidikan yaitu pertama, bahwa anak tidak hanya mendapat dan menerima

pengetahuan eksak tetapi dengan Montessori ini anak diajarkan untuk

mendapatkan pengetahuan dengan melalui dirinya sendiri dengan bebas sehingga

pengetahuan yang diperoleh tidak dipaksa dan anak dapat bergerak bebas. Kedua,

pada kondisi anak dapat memperoleh atau tidak memperoleh pengetahuan

pendidik tidak boleh memberikan hadiah ataupun hukuman. Hal ini disebabkan

karena akan membelenggu jiwa anak dan anak tidak dapat bergerak bebas atau

tidak merdeka (Montessori, 2002: 4). Montessori lebih menekankan anak untuk

berekpresi dengan bebas mencari pengetahuan tanpa adanya paksaan ataupun

dipaksa. Tanpa adanya paksaan, maka anak tidak akan merasa terbebani dan anak

melakukan sesuatu berdasarkan keinginan serta ketertarikan terhadap sesuatu

tersebut. Montessori menyebut tiga ciri utama pelajaran yang diberikan secara

(28)

1. Singkat. Pelajaran itu harus singkat. Semakin efisien kata-kata yang

diberikan, semakin baik suatu pelajaran. Pendidik harus memilih kata-kata

yang dibutuhkan anak dengan tepat.

2. Sederhana. Pelajaran harus sederhana. Pemilihan dan penggunaan

kata-kata yang sederhana dapat membantu anak untuk memahami objek yang

sedang dipelajarinya. Selain pemilihan kata yang sederhana,

kata-katapun harus mengacu pada kebenaran.

3. Objektif. Pelajaran haruslah objektif. Pelajaran harus disampaikan dalam

sebuah cara dimana sikap pribadi guru tidak ditampakkan melainkan

hanya pada objek yang ingin dia terangkan. Guru tidak boleh memusatkan

kepada salah satu objek saja tetapi secara keseluruhan. Penjelasan guru

haruslah sesuai dengan objek yang akan dipelajari.

Prinsip yang digunakan dalam metode Montessori, yaitu pentingnya

keleluasaan anak dalam beraktivitas, kemerdekaan anak dalam memilih sendiri

apa yang mau dipelajari, pentingnya minat, pentingnya motivasi intrinsik dengan

menghapus hadiah dan hukuman, pentingnya kolaborasi dengan teman sebaya,

pentingnya konteks dalam pembelajaran, pentingnya gaya interaksi autoritatif dari

orang dewasa, dan pentingnya keteraturan dan kerapian lingkungan belajar

(Lillard, 2005: 30-33)

Montessori merupakan tokoh pendidikan yang menekankan ketika anak

bermain, ia akan mempelajari dan menyerap segala sesuatu yang terjadi di

lingkungannya (Sudono, 2000: 2). Dengan hal ini anak bermain tetapi disisi lain

anak melakukan sesuatu tanpa disadari oleh anak. Metode ini sangat menekankan

pembelajaran yang dilakukan oleh anak secara mandiri dengan sesedikit mungkin

bantuan dari orang dewasa (Montessori, 2002: 33). Berdasarkan pemaparan di

atas maka pendidik harus mengerti jiwa mereka, memberikan bombongan, kasih

dan hormat kepada mereka (Montessori, 2002: 6). Montessori mengajarkan anak

mandiri, tanggung jawab dan konsentrasi dalam melakukan sesuatu.

2.1.3 Alat Peraga

Sub bab alat peraga matematika akan membahas tentang 5 bagian tentang

(29)

ciri-ciri alat peraga Montessori, alat peraga dakon bilangan bulat Montessori. Hal

pertama yang akan dibahas adalah mengenai pengertian alat peraga matematika.

2.1.3.1Pengertian Alat Peraga

Alat peraga terdiri dari dua suku kata, yaitu alat dan peraga. Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kedua kata tersebut sebagai berikut: “alat

adalah barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu” sedangkan “peraga

adalah alat media pengajaran untuk meragakan sajian pelajaran” (KBBI, 2008).

Berdasarkan dua pengertian kata di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga

merupakan suatu alat media yang berfungsi untuk meragakan sajian pelajaran.

Alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran (Smaldino, 2011: 14).

Media adalah semua sarana untuk memperlancar proses pembelajaran, sedangkan

alat peraga adalah alat atau semua benda dapat berupa manusia ataupun benda

mati yang memperagakan konsep materi pembelajaran yang akan disampaikan

oleh guru.

Anitah, 2009: 83 mengatakan media pembelajaran digunakan sebagai

media untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Hamalik (dalam

Arsyad, 2010: 26) memaparkan media pembelajaran dapat meningkatkan dan

mengarahkan perhatian anak sehingga anak dapat menimbulkan motivasi belajar,

interaksi langsung antara siswa dan lingkungan, dan memberikan kesempatan

anak untuk belajar sendiri. Alat peraga merupakan bagian dari media yang

memperagakan materi pembelajaran yang akan disampaikan untuk meningkatkan

motivasi belajar anak serta mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan alat

peraga merupakan hal yang penting untuk mendukung keberhasilan suatu

pembelajaran.

2.1.3.2Tujuan Penggunaan Alat Peraga

Alat peraga memiliki empat tujuan yakni satu, memberikan kemampuan

berpikir matematika dengan kreatif, dua yaitu mengembangkan sikap percaya diri

dalam pembelajaran matematika, tiga untuk meningkatkan keterampilan siswa

dalam menerapkan pembelajaran matematika pada kehidupan sehari-hari, dan

(30)

1. Pelajaran matematika mencakup tentang dalil-dalil dan simbol yang saling

berhubungan. Penggunaan alat peraga akan meningkatkan kreativitas bagi

siswa dalam memahami hubungan dalam matematika.

2. Penggunaan alat peraga dalam keadaan yang kondusif akan mempengaruhi

kepercayaan diri siswa akan kemampuannya dalam belajar matematika.

3. Matematika erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Penggunaan alat

peraga akan membantu siswa menghubungkan pengalaman belajar dengan

pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan menggunakan

keterampilannya anak dapat memecahkan suatu masalah.

4. Proses belajar menggunakan alat peraga diharapkan memperoleh

pembelajaran yang menyenangkan bagi guru maupun siswa, sehingga dapat

meningkatkan motivasi belajar matematika pada siswa.

2.1.3.3Pengertian Alat Peraga Montessori

Alat peraga Montessori dikembangkan dan diproduksi oleh Maria

Montessori yang mengacu pada teori Itard dan Seguin. Alat peraga yang

dirancang oleh Montessori sesuai dengan keterampilan yang ada pada peserta

didiknya. Alat peraga Montessori merupakan salah satu alat yang digunakan

dalam metode Montessori yang bertujuan untuk menyampaian pesan dalam

pembelajaran. Montessori, 2002: 169-175 memaparkan alat peraga yang

digunakan di dalam pembelajaran Montessori memiliki karakteristik yaitu

menarik, memiliki gradasi, memiliki pengendali kesalahan (auto-correction),

membelajarkan siswa secara mandiri (auto-education). Peneliti juga

menambahkan karakteristik kontekstual pada alat peraga Montessori.

Karakteristik kontekstual pada alat peraga memiliki makna penelitian ini

merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar daerah sehingga pembuatan alat

peraga menggunakan bahan di sekitar. Alat peraga montesssori dirancang untuk

mengembangkan kemandirian dan pengetahuan akademik anak, mengandung

unsur seni, mengembangkan rasa tanggung jawab, dan bangga terhadap alat yang

dimiliki. Dengan demikian alat peraga Montessori sangat erat hubungan dengan

tingkat perkembangan anak dan tanggung jawab. Alat peraga Montessori didesain

(31)

secara kreatif dan belajar dari penemuan, dan memungkinkan anak dapat

memperbaiki kesalahan mereka sendiri (Lillard, 1997: 11).

Montessori menciptakan alat peraga sesuai dengan keterampilan yang ada

dalam tahap perkembangan anak, yaitu keterampilan hidup sehari-hari, bahasa,

matematika, geografi, kesenian, pengetahuan alam, dan budaya. Alat peraga yang

diciptakan oleh Montessori untuk pembelajaran matematika dan bahasa antara lain

papan pasir, kartu huruf, kartu angka, tongkat asta merah-biru, menara pink,

manik-manik (satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan), dan kartu gambar. Alat yang

digunakan di sekolah Montessori didesain bukan untuk “mengajarkan

matematika” tetapi untuk membantu mengembangkan kemampuan

matematikanya untuk kemampuan dalam memahami perintah, urutan, sesuatu

yang abstrak, dan memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi konsep-konsep

baru sebagai pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran (Lillard, 1997:

137).

2.1.3.4Ciri-ciri Alat Peraga Montessori

Alat peraga Montessori merupakan alat peraga yang diciptakan dan

dikembangkan oleh Montessori melalui pengamatan yang dilakukan terhadap

anak didiknya di Casa Dei Bambini. Alat peraga Montessori di desain

berdasarkan tingkat kognitif dan usia anak. Setiap alat peraga Montessori

memiliki tujuan dan kegunaan yang berbeda-beda.

Montessori, 2002: 170–176 memaparkan karakteristik alat peraga

Montesssori sebagai berikut :

1. Menarik (memiliki unsur keindahan)

Alat peraga harus memiliki keindahan baik dari segi warna yang menarik

maupun kecerahannya sehingga mampu mengundang minat siswa untuk

menyentuh, melihat dan mempelajarinya. Pembelajaran didesain untuk menarik

perhatian siswa supaya siswa dapat mengikuti pembelajaran tersebut dengan cara

meraba, menyentuh, memegang, merasakan dan menggunakannya suatu alat.

Pembelajaran yang didesain dengan menggunakan alat peraga yang menarik akan

menimbulkan rasa keinginantahuan bagi siswa untuk mempelajari alat peraga

tersebut. Alat peraga Montessori mengkombinasikan warna yang cerah dan

(32)

2. Memiliki gradasi

Alat peraga yang baik seharusnya bergradasi. Ada dua jenis gradasi

menurut Montessori yaitu gradasi umur dan gradasi rangsangan yang rasional.

Gradasi umur dapat ditunjukkan berdasarkan tingkatan kelas. Gradasi rangsangan

yang rasional tampak pada penggunaan alat yang melibatkan beberapa indera.

Alat peraga Montessori memiliki gradasi karena disesuaikan dengan fungsi alat

indera dan sesuai dengan umur anak. Misalnya untuk memperkenalkan gradasi

warna biru dapat menggunakan kartu. Gradasi warna pada kartu dari warna biru

sangat tua sampai kartu berwarna biru sangat muda. Alat Montessori tidak hanya

gradasi pada warna tetapi terdapat gradasi ukuran. Misalnya untuk gradasi bentuk

dapat menggunakan silindris yang berjumlah 10 bentuk. Sepuluh silindris tersebut

memiliki ukuran diameter yang berbeda yakni dimulai dari ukuran diameter yang

paling besar sampai ukuran diameter terkecil (Montessori, 2002: 174).

3. Memiliki pengendali kesalahan (auto correction)

Alat peraga harus memiliki pengendali kesalahan, yang berarti melalui alat

peraga ini anak dapat mengetahui sendiri kesalahan dan kekeliruan yang

dilakukan dan anak akan segera mencoba untuk melakukan pembenaran. Setiap

campur tangan dari pendidik untuk membantu atau mengoreksi akan merusak

seluruh proses pembelajaran yang berlangsung (Montessori, 2002: 172).

Montessori memiliki beberapa alat, sebagai contoh adalah papan balok yang

berlubang-lubang (papan silindris). Papan balok yang berlubang ini memiliki

silindris kayu dengan diameternya dan milimeternya berbeda pada setiap

lubangnya. Semua silindris dilepas dan diletakkan di atas meja, selanjutnya anak

diminta untuk memasukkan silindris sesuai dengan lubangnya. Silinder yang

ukurannya lebih kecil dari lubang bisa masuk, tetapi yang lebih besar tidak bisa

masuk. Anak akan mengetahui kesalahannya dan mengulang berkali-kali jika

silinder yang mereka masukkan tidak tepat pada lubangnya. Hal ini akan diulang

berkali-kali bahkan hingga 20 kali sampai anak berhasil memasukkan

silinder-silinder itu pada lubang yang tepat (Montessori, 2002: 172). Alat peraga

Montessori lainnya yaitu dakon untuk bilangan bulat. Alat ini memiliki

(33)

mengambil soal dari kotak dan mengerjakannya, apabila jawaban siswa salah

maka dapat melihat kunci jawaban yang di balik soal dan mencobanya kembali.

4. Membelajarkan siswa secara mandiri (auto education)

Seluruh alat peraga Montessori dibuat sedemikian rupa dengan tujuan anak

dapat melakukan pendidikan diri (auto-education). Alat peraga didesain untuk

mudah dipindahkan dan dibawa sehingga anak nyaman terhadap alat peraganya

selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal ini melalui alat peraga Montessori

dapat melatih kemandirian. Tujuan dari hal ini anak dapat bekerja menggunakan

alat peraga dengan sendiri.

Menurut Montessori alat peraga Montessori memiliki empat ciri seperti

yang dipaparkan di atas, tetapi peneliti menambahkan satu ciri yaitu kontekstual.

Kontekstual memiliki arti bahwa pengembangan alat Montessori terbuat dari

bahan-bahan sederhana yang terdapat di sekitar lingkungan anak. Latar belakang

Montesssori yang mengajarkan kepada anak kesulitan belajar dengan

menggunakan alat peraga yang terbuat dari bahan-bahan sederhana seperti pasir

dan kayu. Sehubungan dengan hal itu, maka ciri kontekstual ini merupakan ciri

yang dekat dengan kehidupan siswa yang berkaitan dengan bahan yang digunakan

untuk alat peraga Montessori. Menurut Johnson (dalam Komalasari, 2010: 6)

mengatakan bahwa kontesktual tersebut merupakan pembelajaran yang

mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa

sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat dengan tujuan

untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Unsur menarik yang dikembangkan pada alat peraga Montessori terletak

pada warna yang digunakan sesuai dengan keinginan anak. Gradasi terdapat pada

penggunaan alat peraga yang melibatkan alat indera serta alat peraga dapat

digunakan untuk materi pada kompetensi dasar lebih dari satu atau kompetensi

dasar selanjutnya. Unsur auto-correction atau pengendali kesalahan terletak pada

sesuatu yang membuat anak mampu mengetahui kesalahannya dan mencoba

memperbaikinya, seperti pada kunci jawaban, bingkai yang dimiliki setiap dari

bangun datar. Alat peraga dapat membelajarkan siswa secara mandiri, siswa dapat

belajar menggunakan alat peraga tersebut sendiri atau bersama dengan temannya

(34)

kontekstual mengenai bahan pembuatan alat peraga yang menggunakan bahan di

sekitarnya. Bahan yang digunakan untuk membuat alat peraga pada penelitian ini

adalah kayu.

2.1.3.5Alat Peraga Dakon Bilangan Bulat Montessori

Alat peraga memiliki berbagai fungsi, salah satunya memberikan

pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di

kalangan siswa Arsyad (dalam Hamalik, 1994: 15). Penggunaan alat peraga

memberikan pengalaman belajar bagi siswa dan diharapkan dengan menggunakan

alat peraga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Alat peraga dapat

digunakan mengatasi keterbatasan ruang dan waktu dimana dapat menghadirkan

objek yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya. Alat peraga papan dakon

merupakan salah satu alat peraga matematika berbasis Montessori yang digunakan

untuk membantu pembelajaran pada materi penjumlahan dan pengurangan

bilangan bulat di kelas IV.

Alat peraga papan dakon berbasis Montessori mengandung lima

karakteristik menurut Montessori yakni menarik, bergradasi, auto-correction

(memiliki pengendali kesalahan) dan auto-education (membelajarkan siswa secara

mandiri) dan kontekstual. Karakteristik menarik atau nilai keindahan tampak dari

warna yang digunakan pada alat peraga papan dakon yaitu warna coklat untuk

papan dakon, warna biru untuk manik negatif serta warna merah untuk manik

postif. Nilai gradasi terletak pada rangsangan indera serta keefektifan alat peraga

yang dapat digunakan untuk dua kompetensi dasar pada penelitian ini yaitu

penjumlahan dan pengurangan. Nilai pengendali kesalahan terdapat pada kunci

jawaban terletak di belakang soal. Melalui kunci jawaban anak akan mengetahui

kesalahannya dan akan mencoba untuk memperbaikinya. Nilai kemandirian pada

alat peraga papan dakon yakni alat peraga dapat digunakan siswa secara mandiri

atau bersama dengan temannya serta melalui alat peraga ini dapat melatih

kemampuan siswa untuk berhitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Nilai kontekstual terdapat pada pemanfaatan potensi lokal di lingkungan sekolah,

dekat dengan kehidupan siswa, mudah ditemukan dan sederhana sebagai bahan

(35)

Komponen alat peraga papan dakon untuk materi bilangan bulat berupa

papan dakon, manik, dan kunci jawaban dan soal. Papan dakon terdiri dari dua

lajur yaitu lajur atas yang digunakan untuk menempatkan biji dakon positif dan

lajur bawah yang digunakan untuk menempatkan biji dakon negatif. Manik dakon

dibedakan ke dalam dua warna, yaitu warna merah untuk bilangan positif dan

warna biru untuk bilangan negatif. Di dalam alat peraga Montessori juga terdapat

soal untuk latihan serta kunci jawaban yang digunakan untuk mencocokkan

jawabannya. Langkah menggunakan alat peraga papan dakon (lihat Lampiran

4.19). Sebagai contoh soal adalah 6 + 3. Pertama yang dilakukan adalah

memasukkan enam manik berwarna merah ke lajur papan dakon bagian atas

selanjutnya ditambah tiga biji manik warna merah ke lajur papan dakon bagian

atas. Hasil yang diperoleh terdapat sembilan manik merah di lajur papan dakon

bagian atas.

2.1.4 Persepsi

Sub bab persepsi akan membahas tentang 2 bagian tentang pengertian persepsi,

persepsi terhadap penggunaan alat peraga Montessori. Hal pertama yang akan

dibahas adalah mengenai pengertian persepsi.

2.1.4.1Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia

dalam menanggapi berbagai situasi dan gejala yang muncul di sekitarnya. Persepsi

adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu (KBBI, 2008). Persepsi

merupakan tahap paling awal dari serangkaian proses informasi. Matlin (dalam

Suharnan, 2005: 23) mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses

penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan)

untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterprestasikan stimulus

(rangsangan) yang diterima oleh alat indera. Hal senada diungkapkan oleh (Ling,

2012: 5) persepsi merupakan serangkaian proses rumit yang melalui indera kita,

sehingga kita memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang telah

diperolehnya. Menginterpretasikan ini memungkinkan kita menyerap lingkungan

kita secara bermakna. Jalaluddin (dalam Hadiwijaja, 2011: 221-236)

mengungkapkan bahwa persepsi merupakan kegiatan penyimpulan dan penafsiran

(36)

Desmita, 2006: 108 mengatakan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang

dialami oleh setiap idividu dalam memahami informasi yang datang dari

lingkungan melalui inderanya.

Suharnan 2005: 23 mengatakan persepsi mencakup dua proses yang

berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar (stimulus

informasi) dengan dunia di dalam diri seseorang (pengetahuan yang telah

disimpan di dalam ingatan). Dua proses dalam persepsi itu disebut bottom-up atau

data driven processing (aspek stimulus), dan top-down atau conceptually driven

processing (aspek pengetahuan seseorang). Slameto, 2010: 102 berpendapat

persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam

otak manusia. Hasil persepsi dari suatu obyek dapat berbeda karena dapat

disebabkan pada penampilan obyek dan pengetahuan yang telah dimiliki

seseorang tersebut.

Terdapat tiga aspek di dalam persepsi yang sangat relevan dengan kognisi

manusia (Suharnan, 2005: 24) yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan

perhatian.Kedua proses ini berjalan secara bersama-sama di dalam seseorang.

Lebih rinci, Toha (dalam Susanto, 2003: 154), menyatakan faktor-faktor

yang mempengaruhi persepsi seseorang yang meliputi (1) faktor intern, antara lain

perasaan, sikap dan kepribadian individual, prasangka, keinginan atau harapan,

perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan

kebutuhan juga minat dan motivasi dari individu; dan (2) faktor ekstern, antara

lain latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan

kebudayaan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanaan, pengulangan gerakan,

hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek.

Walgito, 2004: 88 memaparkan bahwa persepsi adalah stimulus yang

diindera itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan,

sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu. Davidoff

dalam (Walgito, 2004: 88) mengatakan bahwa persepsi adalah proses yang

disintegrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Berbeda

dengan yang dipaparkan oleh Moskowitz dan Orgel (dalam Walgito,

2004: 88) mengatakan bahwa persepsi merupakan pengorganisasian,

(37)

sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu.

Persepsi dapat dikemukan karena perasaan, kemampuan berpikir,

pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil

persepsi akan berbeda antara satu dengan individu yang lainnya menurut Davidoff

dalam (Walgito, 2004: 89).

Dengan demikian persepsi adalah suatu proses individu menerima

stimulus, tanggapan, perasaan, respons, dan kemampuan berpikir melalui alat

indera yang dimilikinya sehingga dapat mengorganisasikan dan

menginterpretasikan yang telah diterimanya. Stimulus, tanggapan, perasaan dan

kemampuan berpikir yang diterimanya merupakan pengalaman bagi individu.

Pengalaman tersebut akan mempengaruhi persepsi positif maupun negatif bagi

individu yang berkaitan erat dengan sikap individu. Sikap inilah yang akan

berpengaruh terhadap intensi terjadinya perilaku individu selanjutnya. Melalui

penelitian ini dapat disimpulkan bagaimana seseorang memaknai pengalaman

yang ia peroleh terutama pengalaman menggunakan alat peraga berbasis

Montessori sebagai hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang yaitu

meliputi perasaan, sikap, prasangka, keingintahuan, proses belajar, minat atau

motivasi yang diperoleh dan pemikiran terhadap objek.

2.1.4.2Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori

Transfer pengetahuan akan dapat berjalan efektif bilamana memperhatikan

faktor-faktor psikologis yang ada pada siswa dan guru, salah satunya meliputi

aspek kognitif. Salah satu aktivitas dari aspek kognitif yang paling penting adalah

persepsi. Persepsi dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam melakukan

tindakan selanjutnya. Persepsi juga dipengaruhi oleh sikap terhadap objek dan

dipicu oleh suatu kejadian yang mengaktifkan sikap (Fazio, 1989; Fazio dan

Roskos Ewoldsen, 1995).

Aspek kognitif yang berupa persepsi untuk memaknai berbagai fenomena,

informasi atau data di sekitarnya. Hal ini disebabkan persepsi merupakan suatu

proses masuknya informasi ke dalam otak yang diterimanya melalui indera dan

individu mempretasikannya apa yang telah diterimanya. Persepsi juga dipengaruhi

oleh suatu sikap terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang

(38)

terbentuk berhubungan dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi

terhadap objek tersebut.

Persepsi dibagi menjadi dua bentuk yaitu persepsi positif dan persepsi

negatif. Apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan dapat

diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan

positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang

dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka persepsinya negatif

atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapinya secara berlawanan

terhadap objek persepsi tersebut Rahmat (dalam Muchtar, 2012: 13-14).

Persepsi positif atau negatif yang muncul pada individu berawal dari

pengalaman yang diperolehnya dan akan menimbulkan sikap tertentu pula dari

individu terhadap objek tersebut. Melalui sikap yang muncul maka akan

berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya. Dengan demikian, persepsi dapat

mempengaruhi intensitas seseorang dalam melakukan tindakan selanjutnya.

Berikut ini adalah gambar bagan persepsi yang dikutip (Walgito, 2013: 116) :

evaluasi

senang/tidaksenang

bertindak

Gambar 2.1 Gambar bagan persepsi

Selanjutnya peneliti memodifikasi bagan persepsi tersebut sesuai dengan

persepsi penelitian ini. Di dalam gambar persepsi yang telah dimodifikasi terdapat

Kepribadian

kognisi

afeksi

Sikap

keyakinan proses belajar pengalaman pengetahuan

persepsi

(39)

perbedaan yaitu terdapat empat tahapan yang saling berhubungan untuk

mendapatkan persepsi terhadap objek yang diterima melalui indera. Tahapan yang

pertama di mulai dari pengamalan narasumber. Pengalaman narasumber dapat

berupa hasil belajar, pemikiran dan perasaan yang dialami oleh narasumber.

Tahap selanjutnya persepsi narasumber dapat berupa persepsi positif maupun

negatif. Tahap berikutnya yakni sikap narasumber setelah mempersepsi suatu

objek. Tahap terakhir pada gambar persepsi yang telah dimodifikasi yakni

tindakan narasumber yang telah dipengaruhi oleh pengalaman, persepsi dan sikap.

Keempat tahapan di atas saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Berikut

adalah gambar persepsi yang telah dimodifikasi sebagai berikut :

Gambar 2.2 Gambar persepsi yang sudah dimodifikasi

Peneliti mencoba menjabarkan gambar persepsi (Walgito, 2013: 116) yang

telah dimodifikasi sebagai berikut :

1. Pengalaman

Pengalaman merupakan tahap awal dalam tahapan persepsi.

Pengalaman dalam penelitian ini dapat berupa pengalaman belajar

narasumber menggunakan alat peraga. Penggunaan alat peraga dalam

proses belajar akan memberikan pengalaman bagi narasumber guru

maupun siswa. Pengalaman diperoleh dari hasil belajar narasumber,

pemikiran serta perasaan yang dialami oleh narasumber.

Pengalaman

Persepsi

Sikap

Tindakan hasil

belajar

pemikiran

perasaan

kepercayaan

perilaku

(40)

2. Persepsi

Pada tahap ini, setelah narasumber mendapat pengalaman belajar

menggunakan alat peraga maka akan muncul tanggapan, respons serta

perasaan narasumber terhadap alat peraga tersebut. Perasaan,

tanggapan, dan respons narasumber terhadap alat peraga tersebut dapat

mempengaruhi persepsi individu. Berbagai macam persepsi dari

narasumber yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar narasumber

menggunakan alat peraga dapat berupa persepsi positif maupun

persepsi negatif.

3. Sikap

Pada awalnya, setelah narasumber memperoleh pengalaman belajar

menggunakan alat peraga selanjutnya akan muncul persepsi dari

narasumber berupa persepsi positif maupun persepsi negatif. Persepsi

yang muncul dari narasumber akan membentuk sikap yang di

dalamnya terdapat kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Sikap dan

persepsi saling berkaitan serta saling mempengaruhi.

4. Tindakan

Tindakan merupakan rangkaian tahapan yang terbentuk setelah

narasumber mendapat pengalaman belajar, mempersepsi yang telah

diterima serta membentuk sikap yang di dalamnya terdapat

kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Persepsi yang berupa positif

maupun negatif akan mempengaruhi sikap narasumber dan

mempengaruhi tindakan narasumber selanjutnya.

Proses kegiatan belajar menggunakan alat peraga dapat memberikan

pengalaman bagi guru maupun siswa. Pengalaman yang dimiliki oleh guru

maupun siswa inilah akan membentuk persepsi yang positif maupun negatif.

Dalam hal ini guru maupun siswa akan mempretasikan apa yang telah diterima

melalui alat inderanya yang selanjutnya akan muncul sikap. Di dalam munculnya

sikap terdapat kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Oleh karena itu, persepsi

berkaitan erat dengan sikap dan akan berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya

bagi guru maupun siswa. Di dalam penelitian ini, diharapkan guru dan siswa

(41)

dakon. Setelah mendapatkan pengalaman, guru dan siswa akan mempretasikan

apa yang telah diperolehnya secara positif maupun negatif. Salah satu contoh

persepsi dari guru maupun siswa setelah mendapatkan pengalaman belajar

menggunakan alat peraga yakni alat peraga tidak hanya sekedar alat tetapi

narasumber memiliki pemikiran bahwa menggunakan alat peraga dapat membantu

memahami materi serta alat peraga Montessori memiliki karakteristik khusus

dibanding alat peraga lainnya.

Kemunculan persepsi dari guru maupun siswa akan berpengaruh terhadap

sikap yang di dalamnya terdapat kepercayaan, perasaan dan perilaku. Sebagai

contohnya sikap yang muncul dari guru maupun siswa yakni kepercayaan bahwa

menggunakan alat peraga dapat membantu memahami materi sehingga

narasumber dapat mengembangkan sikap matematisnya. Persepsi yang positif

akan menimbulkan kepercayaan dan perasaan yang positif juga sehingga akan

berpengaruh terhadap tindakan selanjutnya. Hal yang berpengaruh apabila muncul

persepsi yang positif maka intensitas menggunakan alat peraga Montessori pun

tinggi. Begitupun sebaliknya, jika guru maupun siswa memiliki persepsi negatif

setelah mendapatkan pengalaman menggunakan alat peraga Montessori maka

akan berpengaruh pada sikap dan tindakan. Akibat yang akan muncul yakni

intensitas guru maupun siswa dalam menggunakan alat peraga Montessori rendah.

Sehubungan dengan hal ini persepsi itu mulai berperan dalam proses transfer

pengetahuan dengan menggunakan alat pembelajaran yang baru.

2.1.5 Matematika

Sub bab matematika akan membahas tentang 2 bagian.. Dua bagian yang

akan dibahas tersebut adalah hakekat matematika, materi pembelajaran

matematika di SD, materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat kelas IV

SD. Hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai pengertian alat peraga

matematika.

2.1.5.1Hakekat Matematika

Matematika merupakan mata pelajaran pokok yang perlu diberikan kepada

semua siswa dimulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk membekali

mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif

Gambar

Gambar 2.1 Gambar bagan persepsi Walgito .............................................................
Gambar 2.1 Gambar bagan persepsi
Gambar 2.2 Gambar persepsi yang sudah dimodifikasi
Gambar 2.3  Literature Map Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat 3 rumusan masalah yang diamati yaitu: (1) maxim jenis apa saja yang dilanggar pada dialok-dialok dalam film Forrest Gump (2) Implikatur apa yang muncul

Kista erupsi adalah suatu kista yang terjadi akibat rongga folikuler di Kista erupsi adalah suatu kista yang terjadi akibat rongga folikuler di sekitar mahkota

Nilai keteguhan tarik sejajar permukaan lembaran papan serat yang dihasilkan dari sembilan jenis kayu berkisar antara 50,19 kg/cm 2 – 86,83 kg/cm 2 .Dari hasil tersebut

(42) Dokumen terkait Laporan Hasil Pelaksanaan On The Job Training di puskesmas Keranggan Tahun 2011 ada dan dikuasai oleh pihak Termohon dalam bentuk Laporan Realisasi

Sedangkan CAR di BPR BKK Ungaran awal merger minus 2,03 persen hal tersebut terjadi karena modal habis untuk menutup kerugian karena kredit macet dan kekurangan PPAP, tetapi

Seperti telah diuraikan di atas, untuk membuat resistor dalam sistem elektronika- mikro, pada prakteknya kita dapat membuat “jendela” pada lapisan silikon dioksida yang

Hasil yang diperoleh dari faktor Risk Profile dari penilaian risiko kredit dengan menggunakan rasio NPL pada tahun 2011 Bank Mandiri berada pada kategori baik

Bagaimana bisa terjadi satu gerbong penumpang bisa tetap utuh dan lolos dari terkaman maut kemudian tetap meluncur sepanjang jalur rel kereta api ?sampai stasiun dan berhenti