• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Penganggaran dan Kinerja Pembangunan Daerah

Sebagai daerah yang terbuka, adalah wajar apabila suatu daerah mempunyai akses dan keterkaitan dengan daerah lain. Kecenderungan yang terjadi menunjukkan bahwa semakin banyak alur akses dan keterkaitan dengan daerah lain, maka semakin besar kesempatan suatu daerah untuk berkembang. Adanya sejumlah akses tersebut memungkinkan suatu daerah untuk dapat melakukan pertukaran barang dan jasa secara efektif. Dalam perencanaan wilayah, keadaan ini disebut sebagai simpul jasa distribusi (Agenda 21 buku 2, 2000).

Selanjutnya (Agenda 21, 2000) menerangkan dapat pula terjadi eksploitasi suatu daerah terhadap daerah lain, misalnya eksploitasi suatu kota terhadap daerah buritannya. Analogi dengan hal tersebut, dalam ekologi dikenal watak dasar bahwa ekosistem yang dewasa, kuat dan mapan akan melakukan invasi serta mengalahkan ekosisitem yang muda, lemah dan labil.

Karenanya yang biasa terjadi adalah pembangunan sarana perhubungan dan komunikasi yang menghubungkan suatu daerah yang “lemah” dengan daerah lain yang “kuat” akan menyebabkan invasi dan eksploitasi dari yang kuat terhadap yang lemah. Dengan demikian terjadilah ketergantungan daerah yang lemah terhadap yang kuat. Kondisi yang demikian tidak mendukung pembangunan berkelanjutan. Salah satu atau bahkan kedua belah pihak akan mengalami kebangkrutan dan kemerosotan atau yang satu menjadi beban yang lain. Sehingga yang harus dikembangkan adalah saling ketergantungan, kerjasama antar daerah berdasarkan kekuatan masing-masing. Untuk itu pola pikir pembangunan berkelanjutan harus menuju pada upaya memperkuat daerah sehingga terbangun saling ketergantungan.

Kabupaten mempunyai kesempatan untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan antara perdesaan yang berbasis ekonomi pertanian dan perkotaan yang berbasis ekonomi industri dan jasa. Hal ini juga berarti mengembangkan dan menjaga hubungan yang serasi antara satuan ruang yang didomominasi oleh lingkungan buatan dan satuan ruang yang didominasi oleh lingkungan alami. Sumberdaya alami menjadi komponen yang penting untuk menjamin keberlanjutan perkembangan, bukan hanya untuk Kabupaten itu sendiri tetapi juga untuk Kota yang harus ditopangnya. Usaha pertanian yang berkelanjutan dalam arti luas dan mungkin juga kehutanan, perlu menjadi perhatian utama dalam perencanaan pembangunan Kabupaten.

2.6.1. Penganggaran

Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintah, karena berkaitan dengan pemerintahan itu sendiri untuk mensejahterakan rakyatnya (Soenarto, 2007). Oleh karena itu output dari perencanaan adalah penganggaran. Pada era otonomi daerah pemerintah daerah dituntut untuk mampu secara mandiri mengelolaan keuangan daerah yang tercermin dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah (UU 33/2004). APBD bagi pemerintah daerah merupakan rencana kerja yang akan dilaksanakan dan disajikan dala bentuk angka-angka. Angka-angka pada sisi penerimaan mencerminkan rencana pendapatan serta sumber-sumber untuk mendapatkannya, sedangkan angka-angka pada sisi pengeluaran mencerminkan program kerja pemerintahan maupun pembangunan yang akan dilaksanakan.

APBD merupakan instrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah, peran pemerintah dalam pengalokasian anggaran sangat menentukan bidang-bidang atau sektor-sektor mana yang harus dikembangkan untuk ditingkatkan anggarannya karena berpengaruh terhadap kinerja pembangunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengalokasian anggaran dengan kinerja pembangunan daerah yaitu: 1) Pola pengalokasian anggaran suatu daerah 2) Pola pengalokasian anggaran daerah sekitarnya dan 3) kinerja pembangunan daerah sekitarnya.

2.6.2. Indikator-Indikator Kinerja Pembangunan

Menurut (Saefulhakim, 2005) indikator-indikator kinerja pembangunan dibangun atas dasar variabel-variabel penting yang dianggap bisa menggambarkan tingkat perkembangan dan pertumbuhan atau mampu menjelaskan tingkat ukuran kinerja pembangunan dapat dirumuskan dengan indeks/ratio. Indeks/rasio tersebut diantaranya adalah: 1) Bidang perekonomian: diukur dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian, pendapatan perkapita, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, tingkat pemerataan pendapatan (indeks gini), tingkat daya beli, tingkat tabungan masyarakat, tingkat investasi, perdagangan luar negeri (eksport import), indeks harga bangunan, realisasi penerimaan APBD dll. 2) Bidang ketertiban umum: diukur dengan luas wilayah dan jumlah penduduk berdasarkan konflik/kejadian, penduduk berdasarkan jenis kasus/kejadian, kecelakan, kebakaran hutan dll. 3) Bidang kesehatan: jumlah penduduk sakit, tingkat kematian, tingkat harapan hidup, angka kelahiran, dll. 4) Bidang pendidikan: diukur dengan tingkat pendidikan, angka putus sekolah, rataan lama sekolah,

angka buta dan melek huruf dll. 5) Bidang tata ruang, lingkungan dan pemerintahan umum: diukur dengan kepadatan penduduk, rumah permanen dan non permanen, penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang, tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau, pencemaran lingkungan dll.

2.6.3. Peran Penganggaran dan Kinerja Pembangunan

Perencanaan pembangunan wilayah yang disusun secara komprehensif pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pembangunan daerah sehingga hasil-hasil yang diharapkan dapat tercapai. Dalam pembangunan perekonomian daerah, setiap kebijakan dan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan pembangunan di daerah pasti akan mendasarkan diri dari kekhasan yang menjadi ciri daerah yang bersangkutan, dimana kegiatan tersebut ditujukan bagi terciptanya peningkatan (baik jumlah maupun jenis) kesempatan kerja bagi masyarakatnya, pertumbuhan perekonomian wilayah yang stabil dan peningkatan pendapatan perkapita.

Keterbatasan dana sebagai sumber pembiayaan dalam melaksanakan pembangunan merupakan alasan ditetapkannya suatu skala prioritas di dalam pembangunan yang tertuang dalam pola pengalokasian anggaran. Pola pengalokasian anggaran dalam suatu pembangunan di daerah berarti merupakan suatu pola untuk melaksanakan rencana kerja dengan tujuan bahwa rencana kerja tersebut akan mempunyai dampak atau manfaat yang lebih besar bagi masyarakat yang secara umum akan mempengaruhi kinerja pembangunan.

Berkaitan dengan penganggaran maka pola pengalokasian anggaran yang kurang tepat akan menyebabkan pemborosan sumberdaya dan sasaran yang akan dicapai tidak dapat terwujud dengan optimal yaitu kinerja pembangunan yang buruk. Alokasi anggaran belanja yang tidak disesuaikan dengan pemahaman atas karakteristik perekonomian wilayah maka tidak akan memberikan manfaat dalam penyusunan rencana pengeluaran pemerintah.

Kaitannya dengan interaksi spasial, maka pola pengalokasian anggaran suatu daerah yang tepat akan memberi pengaruh terhadap kinerja pembangunan yang baik untuk daerah yang bersangkutan dan diharapkan juga memberi pengaruh terhadap kinerja pembangunan di daerah sekitarnya. Begitu pula kinerrja pembangunan di suatu daerah tidak hanya dipengaruhi oleh pola pengalokasian anggaran pada daerah yang bersangkutan, tetapi mendapat pengaruh dari daerah disekitarnya. Pengalokasian anggaran belanja yang baik sesuai untuk suatu daerah akan memberi dampak terhadap

daerah-daerah lainnya. Ataua dapat dikatakan, dengan tercapainya kinerja pembangunan yang baik maka daerah-daerah sekitarnya akan menerima manfaat juga (Soenarto, 2005).

2.7. Analisis Isi (Content Analysis) Peraturan Perundangan dan Proses Perubahan