• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembangunan Daerah Berkelanjutan Melalui Transformasi Struktur Ekonomi Berbasis Sumberdaya Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan (Studi Kasus Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat NTB)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pembangunan Daerah Berkelanjutan Melalui Transformasi Struktur Ekonomi Berbasis Sumberdaya Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan (Studi Kasus Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat NTB)"

Copied!
345
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBANGUNAN DAERAH BERKELANJUTAN

MELALUI TRANSFORMASI STRUKTUR EKONOMI

BERBASIS SUMBERDAYA PERTAMBANGAN

KE SUMBERDAYA LOKAL TERBARUKAN

(Studi Kasus Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat NTB)

LUKMAN MALANUANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar–benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

Model Pembangunan Daerah Berkelanjutan Melalui Transformasi Struktur Ekonomi Berbasis Sumberdaya Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan (Studi Kasus Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat NTB)

Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 24 Agustus 2009

LUKMAN MALANUANG

(3)

ABSTRACT

LUKMAN MALANUANG.Sustainable Regional Development Model through Structural Transformation of the Mining Based To Local Renewable Resource Based Economy (Case Study of Copper and Gold Mining of Newmont Nusa Tenggara, Co., at Batu Hijau in West Sumbawa), under supervisory of HARIADI KARTODIHARDJO, R. SUNSUN SAEFULHAKIM and DUDUNG DARUSMAN

The economy of West Sumbawa Regency, Nusa Tenggara Barat Province, in the period of 2000-2006, highly depended on one mining sector (94 % of Gross Regional Domestic Product) comprising mainly copper and gold mining at Batu Hijau operated by Newmont Nusa Tenggara, Co. Due to the nature of mining, that tends to be monopolistic business, foreign dominated shares, limited deposit and life cycle and terminated in relatively short term, the mining would significant detrimental effects on economic development of West Sumbawa. To avoid the bad effects and to sustain the economic development of West Sumbawa, it is necessary to develop and diversify the economy to renewable non-mining based sectors, especially agriculture in a broader terms and its business and industrial chains through a proper utilization of the mining’s revenues received as royalty, taxes and fees, in regional development budgeting.

Objectives of this research are to (a) identify non mining based sectors to be systematically developed to transform regional economic structure and reduce dependcy on mining sectors, (b) analyze the role of regional budgeting and cooperation among region on development performance, and (c) identify regulations and policy instruments that support the regional economic transformation.

The research is conducted through three steps. The frist is to analyze input-output (IO) table of Regency of West Sumbawa, to capture inter-sectoral linkages and multiplier effects of renewable and non mining sectors on economic development performance. The second is to analyze budgeting roles in improving development performance of West Sumbawa. The third is to analyze regulations and policy instruments from the central upto the local governments and analyze interaction pattern among decision making stakeholders by using metodological framework of the Institute of Development Studies, that focuses on naration and actor network and interest onto mining transformation for the sustainable development.

Findings of the research show that agricultural based business and industrial chains supported by adequate supplies of the electricity and clean water are the strategic development direction to stimulate transformation process of the economic structure. The main agricultural basis that need to be developed are: livestock production, fisheries, plantation, food crops and horticulture. In addition, forest resource management is an integral part of agricultural based economy, in particular to support competitive electricity and water supplies. The development of agricultural based business and industrial chains will support : 1) development of economic activity chains as a whole, 2) economic growth, 3) fiscal capacity improvement 4) business attractiveness, 5) employments, and 6) people income.

It is identified that up to this time the ecomonic transformation to the agricultural based business and industrial chains has not been sufficiently supported by a proper regulation, stakeholder behavior and budgeting. Since the mining can generate large land rent but in a relatively short term and unrenewable, it is potential to use this as initial source of capital for the economic transformation. However, the existing regulation has not yet arranged to get parts of the land rent to support the process. The lack of supports in terms of stakeholder behavior is indicated by lack of awareness, communications and cooperation network among them. The stakeholders include the Department of Energy and Mineral Resources, Commission of Mining and Energy of the Indonesian House of Representatives, local government of West Sumbawa, Regional House of Representatives of West Sumbawa, Newmont Nusa Tenggara, Co., educational institutes and academicians, related corporations, non governmental organitations, elites and religious leaders. Budget allocation and interregional cooperation on budgetting can significantly improve: 1) economic growth rate, 2) fiscal capacities, 3) people welfare, and 4) people economic participation. However, since their effects are inelastic yet, the economic transformation can be realized if the budgeting allocation and the interregional cooperation on budgetting to the agricultural based business and industrial chains, is significantly increased from its current levels.

(4)

RINGKASAN

LUKMAN MALANUANG. Model Pembangunan Daerah Berkelanjutan Melalui Transformasi Struktur Ekonomi Berbasis Sumberdaya Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan (Studi Kasus Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat NTB), dibawah bimbingan HARIADI KARTODIHARDJO sebagai ketua, R. SUNSUN SAEFULHAKIM dan DUDUNG DARUSMAN sebagai anggota.

Struktur perekonomian Kabupaten Sumbawa Barat NTB sejak 2000-2006 sangat dominan tergantung pada satu sektor yakni pertambangan tembaga dan emas proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) sebesar 94 % dalam produk domestik regional bruto (PDRB). Sektor pertambangan di Sumbawa Barat termasuk salah satu tambang skala besar di Indonesia sehingga dominasinya tidak hanya terhadap PDRB Kabupaten tersebut namun juga berdampak secara regional bagi Provinsi NTB. Performa proyek Batu Hijau PTNNT saat ini adalah 1) komposisi kepemilikan saham perusahaan tersebut 80% dikuasai perusahan asing (Newmont Indonesia Ltd dan Nusa Tenggara Mining Corp) dan 20% dikuasai oleh perusahan swasta nasional (PT. Fukuafu Indah). Didalam Kontrak Karya proyek Batu Hijau PTNNT terdapat pasal yang mewajibkan perusahaan tersebut melakukan divestasi saham hingga 51% (tahun 2010) untuk promosi kepentingan nasional (PTNNT, 2000). Berdasarkan keputusan arbitrase internasional, divestasi saham 2006 dan 2007 sebesar 10% menjadi milik pemerintah Propinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa bekerjasama dengan PT. Multi Capital dengan komposisi 75% milik PT. Multi Capital dan 25% milik 3 Pemda tersebut, 2) peluang usaha selama masa operasi menurut kinerja departemen kontrak (2005) dimanfaatkan oleh nasional (92%), Propinsi Nusa Tenggara Barat (5%) dan Sumbawa Barat (3%) (PTNNT, 2005), 3) kontribusi proyek tersebut terhadap kapasitas fiskal (APBD) Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2005 sebesar Rp. 80,98 Milyar dengan perincian dana bagi hasil sumberdaya alam Rp. 56,17 Milyar, dana bagi hasil pajak Rp. 24,39 Milyar, pendapatan asli daerah Rp. 0,31 Milyar, dana alokasi umum Rp, 0,09 Milyar dan dana alokasi khusus Rp. 0,01 (LPEM UI, 2006), 4) sedangkan komposisi tenaga kerja adalah Sumbawa Barat (33%) dan non Sumbawa Barat (67%).

(5)

tersebut. Berdasarkan realitas tersebut, mendesain sebuah model pembangunan berkelanjutan menjadi tantangan bagi Kabupaten tersebut dimasa mendatang yyaakknnii b

baaggaaiimmaannaa mmeerruummuusskkaann aarraahh ttrraannssffoorrmmaassii ssttrruukkttuurr eekkoonnoommii yyaanngg ssaaaatt iinnii ssaannggaatt d

diiddoommiinnaassii oolleehh ppeerrttaammbbaannggaannkkeesseekkttoorr--sseekkttoorrtteerrbbaarruukkaannddaallaammhhaall iinnii ppeerrttaanniiaannddaallaamm a

arrttiilluuaassddaannsseekkttoorrnnoonnttaammbbaannggllaaiinnnnyyaa..

Tujuan utama penelitian ini adalah a) mencari solusi pengalihan ketergantungan Kabupaten Sumbawa Barat terhadap pertambangan dengan melakukan transformasi dan struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan serta sektor non tambang lainnya, b) mengantisipasi menurunnya kinerja pembangunan dengan pola penganggaran yang tepat dan kerjasama antar daerah, c) menganalisis kebijakan peraturan perundangan dari pusat hingga ke daerah serta sejauhmana, kepentingan dan kerjasama antar stakeholder yang dapat dibangkitkan untuk melakukan transformasi struktur mengantisipasi habisnya pertambangan.

Metode analisis untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah 1) melakukan simulasi model Input-Output dengan membangun Tabel Input-Output Kabupaten Sumbawa Barat dengan struktur sektor yang sama dengan Tabel Input-Output Nusa Tenggara Barat untuk melihat keterkaitan antar sektor dan dampak pengganda (multiplier

effect) sektor-sektor yang berbasis sumberdaya terbarukan serta sektor non tambang

lainnya, 2) memetakan dan menganalisis peran penganggaran untuk memperbaiki kinerja pembangunan di Kabupaten Sumbawa Barat, 3) melakukan analisis isi peraturan perundangan dari tingkat pusat hingga ke daerah serta menganalisis interaksi dalam pengambilan keputusan pemangku kepentingan (stakeholder) menggunakan pendekatan Institute of Development Studies (IDS) yang mencakup: narasi, kepentingan dan jaringan kerja aktor untuk transformasi pertambangan dalam konteks pembangunan daerah berkelanjutan.

(6)

keterkaitan antar sektor maupun dampak pengganda sektor melalui penggunaan barang dan jasa di Sumbawa Barat secara optimal untuk memperkecil efek pengurasan (backwash

effect) yang terjadi selama ini.

Meskipun dampak ekonomi tambang sangat besar yaitu Rp. 9,527 triliun (95,03 %) terhadap PDRB (2006) sulit tergantikan, dan peran pertanian sebesar Rp. 195,380 milyar (33,60 %), namun arah transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sektor-sektor sumberdaya lokal terbarukan (pertanian dalam arti luas) serta sektor-sektor non tambang lainnya untuk dikembangkan dalam jangka pendek, menengah dan panjang di Kabupaten Sumbawa Barat dapat diketahui.

Dari hasil simulasi ditunjukkan bahwa jika pertambangan di asumsikan habis saat ini maka peran sektor pertanian sebesar 33,60% (sumberdaya terbarukan), perdagangan hotel dan restoran 20.97 %, bangunan 17.16 %, jasa-jasa 14.17% serta transportasi dan komunikasi 10.05%.

Dari sisi keterkaitan antar sektor, arah transformasi pengembangan sektor ekonomi lokal yang dapat mendorong permintaan (demand driven) menurut rangking nilai indeks keterkaitan langsung kebelakang (direct backward linkage) dan keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang (direct and indirect backward linkage) justru bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-15), melainkan sektor terbarukan seperti peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian padi, pertanian pangan lainnya. Sedangkan sektor non tambang lainnya yang dapat dikembangkan adalah industri makanan dan minuman, hotel dan restoran, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, lembaga keuangan, komunikasi, angkutan darat serta jasa-jasa lainnya

Dari sisi keterkaitan antar sektor, arah transformasi pengembangan sektor ekonomi lokal yang dapat mendorong penawaran (supply driven) menurut rangking nilai indeks keterkaitan langsung kedepan (direct forward linkage) dan keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan (direct and indirect forward linkage) juga bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-13), melainkan sektor terbarukan seperti pertanian padi, perikanan, peternakan, pertanian pangan lainnya serta perkebunan. Sedangkan sektor non tambang lainnya yang dapat dikembangkan adalah listrik, gas dan air bersih, perdagangan, angkutan darat, industri makanan dan minuman, komunikasi, industri pengolahan lainnya serta jasa-jasa lainnya.

(7)

b. menarik minat investor menanamkan modalnya berdasarkan pengganda surplus usaha c. meningkatan kemampuan fiskal pemerintah berdasarkan pengganda pendapatan pajak d. meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengganda nilai tambah total. Arah transformasi pengembangan sektor ekonomi dari dampak pengganda tersebut justru bukan pertambangan (pertambangan ranking ke-17) melainkan sektor terbarukan seperti peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian padi, pertanian pangan lainnya serta sektor non tambang lainnya seperti industri makanan dan minuman, industri tekstil, hotel dan restoran, listrik, gas dan air bersih, industri pengolahan lainnya, bangunan, angkutan lainnya, jasa-jasa lainnya, perdagangan, lembaga keuangan, komunikasi serta angkutan darat.

Sedangkan arah transformasi pengembangan sektor berdasarkan dampak pengganda tenaga kerja lima belas sektor terbesar berdasarkan ranking adalah industri makanan dan minuman, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan lainnya, hotel dan restoran, perdagangan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, peternakan, jasa-jasa lainnya, angkutan darat, perikanan, komunikasi, perkebunan, pertanian padi dan pertanian pangan lainnya. Pertambangan berada pada ranking ke kedua karena banyak menyerap lapangan kerja dari luar Sumbawa Barat pada masa operasi dengan perbandingan tenaga kerja yang berasal dari Sumbawa Barat sebanyak 1,390 orang (33%), non Sumbawa Barat 2,847 orang (67%) dengan total tenaga kerja pada tahun 2007 sebayak 4,237 orang (100%).

(8)

potensi lahan pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal baik untuk luas tanaman pertanian lainnya, lahan kritis, maupun potensi lahan untuk tanaman kedelai dan padi.

Peran penganggaran untuk memperbaiki kinerja pembangunan kearah transformasi struktur ekonomi berbasis sumberdaya pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan di Sumbawa Barat belum memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena pola penganggaran perbidang, penganggaran terhadap luas wilayah, penganggaran perkapita baik untuk penganggaran didaerah sendiri maupun daerah-daerah mitra dagang khususnya bidang Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan. Alokasi anggaran dan kerjasama penganggaran antar daerah untuk pengembangan basis-basis pertanian utama tersebut sesuai dengan sebaran sumberdayanya diketahui mampu meningkatkan 1) laju pertumbuhan ekonomi, 2) kapasitas fiskal pemerintah, 3) kesejahteraan masyarakat dan 4) partisipasi ekonomi masyarakat. Walaupun demikian, intensitas pengaruh tersebut masih pada level belum elastis dengan indikasi bahwa transformasi struktur ekonomi dapat dipercepat melalui alokasi anggaran dan kerjasama penganggaran antar daerah untuk basis-basis pertanian utama tersebut, dimana level alokasi saat ini masih terlalu rendah dari level yang dibutuhkan. Maknanya bahwa penganggaran bidang Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan di Kabupaten Sumbawa Barat secara relatif berada dibawah rata-rata 34 Kab/Kota di tiga Propinsi yakni Bali, NTB dan NTT sehingga arah transformasi penganggaran di masa depan adalah meningkatkan pengangaran bidang-bidang yang masih rendah tersebut.

(9)

Hingga penelitian ini dilakukan transformasi pengembangan rantai bisnis dan industri berbasis pertanian belum mendapat dukungan yang berarti dari sisi peraturan perundangan, realitas perilaku stakeholder dan penganggaran. Sesuai dengan karakteristiknya yang dapat memberikan rente lahan (land rent) yang relatif sangat besar, namun dalam periode waktu yang relatif singkat serta tidak dapat diperbaharui, sektor pertambangan sesungguhnya sangat potensial dan tepat untuk dijadikan sebagai modal awal untuk proses transformasi struktur ekonomi. Namun demikian peraturan perundangan masih belum mengatur pangsa rente lahan pengusahaan sumberdaya pertambangan untuk mendukung proses tersebut. Proses transformasi struktur ekonomi juga belum mendapat dukungan dari sisi realitas perilaku stakeholder yang diindikasikan dengan belum berkembangnya kesadaran, komunikasi dan jaringan kerjasama. Yang tercakup kedalam para stakeholder tersebut adalah Departemen Energi Sumberdaya Mineral, Komisi VII DPR RI, Pemda Sumbawa Barat, DPRD Sumbawa Barat, PT. Newmont Nusa Tenggara, kalangan pendidikan dan akademisi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

(10)

@

Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

(11)

MODEL PEMBANGUNAN DAERAH BERKELANJUTAN

MELALUI TRANSFORMASI STRUKTUR EKONOMI

BERBASIS SUMBERDAYA PERTAMBANGAN

KE SUMBERDAYA LOKAL TERBARUKAN

(Studi Kasus Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat NTB)

LUKMAN MALANUANG

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji Luar Komisi : 1. Dr. Ir. S. Witoro Soelarno, M.Si

Sekretaris Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral RI

2.Dr. Ir. Rosiady Husaini Sayuti, M.Sc

(13)

PRAKATA

Penulis senantiasa mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, dzat yang maha agung dan tinggi, yang telah memberikan keberkahan, kenikmatan, ketenangan dan ketentraman kepada orang-orang yang senantiasa mengingat dengan menyebut namaNya diwaktu pagi dan petang. Karena sifat rahman dan rahimNyalah penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul Model Pembangunan Daerah Berkelanjutan Melalui Transformasi Struktur Ekonomi Berbasis Sumberdaya Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan (Studi Kasus Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat NTB). Disertasi ini merupakan maksimalisasi dari keterbatasan-keterbatasan dan dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Doktor pada program studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih yang sangat mendalam, penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku ketua komisi pembimbing, juga kepada anggota komisi pembimbing yakni Dr. Ir. H. R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr dan Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga memberikan arahan dan masukan pengetahuan untuk mengoreksi bagi penyempurnaan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. S. Witoro Soelarno, M.Si dan Dr. Ir. H. Rosiady Husaenie Sayuti, M.Sc sebagai penguji luar komisi pada sidang terbuka yang telah memberikan saran pikiran, mengoreksi naskah disertasi ini disela-sela kesibukan beliau berdua. Penghargaan juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. selaku ketua Program Studi PSL atas dorongan motivasi, semangat, fasilitas, pelayanan, kemudahan waktu beliau serta seluruh staf PSL yang memberi kemudahan pada penulis.

Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis haturkan kepada ayahanda dan ibunda yang telah berpulang kerahmatullah, kepada Bapak dan ibu mertua H. Zainuddin D. Mappiase dan ibu Hj. Mukminah serta buat istriku tercinta Hj. Hikmah Novita Anggraini, SE anakku tercinta Nabila Luthfia Sakinah yang setia mendampingi dan selalu mendorong penulis untuk bekerja keras menyelesaikan studi. Terima kasih yang tulus juga ditujukan kepada ka Dewi dan keluarga, mama Nur dan keluarga, Abe Opo, Arman, Pak Malik dan Epi yang telah ikut membantu kelancaran penyelesaian disertasi ini.

Penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi semua stakeholder yang membutuhkannya untuk perbaikan pengelolaan pertambangan dimasa depan serta terbuka untuk dikritik dan dikoreksi. Terima kasih.

Bogor, 17 Agustus 2009

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumbawa Besar NTB pada tanggal 25 September 1970, dari ibu Hj. Fatmah Nur (almarhumah) dan ayah Drs. H. Malanuang HS (almarhum), merupakan putra pertama dari enam bersaudara.

Penulis menyelesaiakan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri I tamat tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I tamat tahun 1986, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I tamat tahun 1989, semuanya di Sumbawa Besar. Pada tahun 1989 diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Merdeka Malang tamat tahun 1996, penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan IPB tamat tahun 2002. Setelah tamat pada program magister IPB, tahun 2003 studi dilanjutkan pada Program Doktor Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan IPB, pada semester genap tahun 2005 pindah Program Studi ke Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB.

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL Halaman

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Tujuaan Penelitian ……….. 6

1.3. Manfaat Penelitian ……….. 7

1.4. Kerangka Pemikiran ……… 8

1.5. Perumusan Masalah ……… 10

1.6. Pertanyaan Penelitian ……….. 13

1.7. Nilai Kebaruan (Novelty) ……… 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ………... 14

2.2. Indikator Pembangunan Berkelanjutan ………….………... 23

2.3. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Mineral ……… 25

2.4. Transformasi Sumberdaya Kearah Berkelanjutan ……… 28

2.5. Performa Pertambangan Indonesia ……….. 33

2.6. Penganggaran dan Kinerja Pembangunan Daerah ………... 46

2.7. Analisis Isi (Content Analysis) Peraturan Perundangan dan Proses Perubahan Kebijakan ... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pendekatan Penelitian…….………... 53

3.2. Ruang Lingkup Materi ………. 53

3.3. Ruang Lingkup Wilayah …….………. 54

3.3. Jenis Data, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang Diharapkan ... 55

BAB IV KONDISI EKSISTING WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Sumbawa Barat ... 76

4.2. Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara ………. 79

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Ekonomi Sumbawa Barat Sebelum Transformasi ……. 83

5.2. Struktur Ekonomi Sumbawa Barat Setelah Transformasi dari Berbasis Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan dan Sektor Non Pertambangan ... 84

5.2.1. Struktur Ekonomi Sumbawa Barat dengan dan Tanpa Pertambangan ... 84

(16)

dikembangkan untuk Sumberdaya Lokal Terbarukan

dan Sektor Non Pertambangan Lainnya ... 89

5.2.4. Keunggulan Komparatif Wilayah ... 94

5.3. Peran Penganggaran Untuk Memperbaiki Kinerja Pembangunan ... 95

5.3.1. Konfigurasi Spasial Kinerja Anggaran Belanja Daerah ... 95

5.3.2. Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan Daerah ... 98

5.3.3. Hubungan Fungsional Pola Penganggaran dengan Kinerja Pembangunan ... 108

5.4. Analisis Isi (content analisys) UU No. 11/67 tentang Ketentuan 126 Pokok Pertambangan dengan UU No. 4/2009 tentang Mineral Dan Batubara 5.5. Ringkasan Keterkaitan Model dan Aplikasi Hasil Penelitian 141 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 147

6.2. Saran dan Rekomendasi ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 152

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Persentase Penduduk Miskin di Sumbawa Barat sejak 1998- 2006 4

2 APBD Kabupaten, Kota se–Provinsi Nusa Tenggara Barat 2006 (dalam juta rupiah)

4

3 Hasil Analisis Input–Output NTB 2000 (59 sektor) 5

4 Hasil Perhitungan Angka Pengganda dan Keterkaitan Sektor Pertambangan dan Penggalian di Indonesia dengan Negara–negara Pembanding

6

5 Hasil Analisis Input–Output NTB 2004 (59 sektor) 6

6 Umur Tambang Proyek Batu Hijau PTNNT (Mine life time Batu Hijau Project PTNNT)

12

7 Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Investasi Pertambangan di Indonesia

34

8 Berbagai Ketidakpastian Investasi Pertambangan di Indonesia 35

9 Potensi Sumberdaya Mineral di Indonesia 38

10 Persentase Alokasi Bagi Hasil Penerimaan dari Sumberdaya Alam 43

11 Bagian Pusat–Daerah dari Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam 43

12 Dana Perimbangan Menurut Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2000

44

13 Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang Diharapkan Model Simulasi Input-Output dan Location Quation (LQ)

56

14 Input-Output: Struktur dan Pengertiannya 58

15 Struktur Data Aktifitas Tabel LQ 66

16 Struktur Tabel LQ 66

17 Tujuan Penelitian, Data Dasar, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang Diharapkan untuk Menganalisis dan Memetakan Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan Daerah

69

(18)

Output yang Diharapkan untuk Menganalisis dan Memetakan Konfigurasi Spasial Pola Pengalokasian Anggaran Belanja Daerah

19 Tujuan Penelitian, Data Dasar, Sumber Data, Metode Analisis dan Output yang Diharapkan untuk Menganalisis dan Memetakan Konfigurasi Spasial Pola Pengalokasian Anggaran Belanja Daerah

73

20 Luas Kecamatan, Penduduk dan Kepadatannya di Kabupaten Sumbawa Barat

76

21 Skor dan Peringkat IPM Kabupaten/Kota di NTB 77

22 Umur Proyek (mine lifetime) 81

23 Struktur Perekonomian dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kab. Sumbawa Barat ADHK 2000-2006

83

24 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB Kab. Sumbawa Barat ADHK 2000-2006 dan Simulasi Struktur Ekonomi (PDRB) 2009 dengan dan Tanpa Tambang

84

25 Ringkasan Rangking Indeks Keterkaitan Langsung Kebelakang 85

26 Ringkasan Rangking Indeks Keterkaitan Tidak Langsung Kebelakang 86

27 Ringkasan Rangking Indeks Keterkaitan Langsung Kedepan 87

28 Ringkasan Rangking Indeks Keterkaitan Tidak Langsung Kedepan 88

29 Ringkasan Rangking Sektor Berdasarkan Pengganda Pendapatan Rumah Tangga (MUPRt)

89

30 Ringkasan Rangking Sektor Berdasarkan Pengganda Surplus Usaha (MUSuS)

90

31 Ringkasan Rangking Sektor Berdasarkan Pengganda Pendapatan Pajak (MUPPj)

91

32 Ringkasan Rangking Sektor Berdasarkan Pengganda Nilai Tambah total MUNTT)

92

33 Ringkasan Rangking Sektor Berdasarkan Pengganda Tenaga Kerja (MUTk)

93

34 Hasil PCA Pola Asosiasi Variabel Indikator Penciri Faktor Kinerja Pembangunan

95

(19)

36 Hasil PCA Pola Asosiasi Variabel Indikator Penciri Faktor Kinerja Penganggaran Perbidang

98

37 Kinerja Penganggaran Bidang Persektor di Provinsi Bali, NTB dan NTT

100

38 Hasil PCA Pola Asosiasi Variabel Indikator Penciri Faktor Kinerja Penganggaran terhadap Luas Wilayah

101

39 Kinerja Penganggaran Perluas Wilayah di Provinsi Bali, NTB dan NTT

104

40 Hasil PCA Pola Asosiasi Variabel Indikator Penciri Faktor Kinerja Penganggaran Bidang Perkapita

105

41 Kinerja Penganggaran Bidang Perkapita di Propinsi Bali, NTB dan NTT

108

42 Model Spasial Kinerja Pembangunan Dimensi Produktifitas Ekonomi, Kapasitas Fiskal dan Kesejahteraan Masyarakat

109

43 Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah (KpW1) Kab/Kota Provinsi Bali, NTB dan NTT

111

44 Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah (KpW3) Kab/Kota Provinsi Bali, NTB dan NTT

112

45 Kinerja Penganggaran Bidang Perkapita (Kp4) Kab/Kota Provinsi Bali, NTB dan NTT

114

46 Model Spasial Kinerja Pembangunan Dimensi Ketimpangan Partisipasi Ekonomi

115

47 Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah (KpW4n) Kab/Kota Provinsi Bali, NTB dan NTT

117

48 Hubungan Kinerja Penganggaran Bidang Persektor Kab/Kota Provinsi Bali, NTB dan NTT (KpS3)

118

49 Hubungan Kinerja Penganggaran Bidang Perluas Wilayah Kab/Kota Provinsi Bali, NTB dan NTT (KpW2)

120

50 Model Spasial Kinerja Pembangunan Dimensi Laju Pertumbuhan Ekonomi

121

51 Hubungan Kinerja Penganggaran Persektor Kab/Kota Provinsi Bali, NTB dan NTT

122

(20)

Propinsi Bali, NTB dan NTT (KpW1)

53 Hubungan Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah Kab/Kota Propinsi Bali, NTB dan NTT (Kp3)

125

54 Beberapa Butir Perbandingan UU No. 11/1967 dan UU Minerba No. 4/2009

55 Hasil analisis diskursus dan naratif kebijakan mengantisipasi kehidupan pascatambang sehubungan dengan habisnya tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PTNNT tahun 2027 dalam menghindari suasana Kabupaten hantu (ghost regency)

134

56 Jaringan kerja aktor mengantisipasi kehidupan pascatambang sehubungan dengan habisnya tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PTNNT tahun 2027 dalam menghindari suasana Kabupaten hantu (ghost regency)

137

57 Politik dan kepentingan mengantisipasi kehidupan pascatambang sehubungan dengan habisnya tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PTNNT tahun 2027 dalam menghindari suasana Kabupaten hantu (ghost regency)

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kinerja Departemen Kontrak PTNNT, 2005 5

2 Kerangka Pemikiran Penelitian 10

3 Grafik PDRB Sumbawa Barat tanpa Tambang 2006 11

4 Tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Seragaldin, 1993) 17

5 Unsur-unsur Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan 18

6 Kerangka Berfikir Tiga Dimensi tentang Keberlanjutan 21

7 Sumberdaya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan 22

8 Penggunaan Indikator dalam Proses Pembangunan Berkelanjutan 25

9 Pola Pikir Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan 28

10 Pengembangan dan Komposisi Kapital dalam Pembangunan Berkelanjutan

32

11 Kerangka Berfikir Total Factor Productivity (TFP) 33

12 Alokasi Pendapatan Sektor Pertambangan 35

13 Index Kepercayaan Investor (FDI Confidence Index Among Global Investors)

36

14 Indeks Persepsi Korupsi 2003 37

15 Persebaran Pelaku Utama Sektor Pertambagan di Indonesia 40

16 Indeks Potensi Mineral dari 47 Negara 40

17 Indeks Potensi Kebijakan 41

18 Indeks Persaingan Usaha 42

19 Proporsi Nilai Tambah Sektor Pertambangan Terhadap PDB Indonesia

43

20 Prosedur Analysis Isi (Content Analysis) 50

21 Kerangka Hubungan Antar Aktor Dalam Proses Perumusan Kebijakan

(22)

22 Peta Kabupaten Sumbawa Barat 54

23 Lokasi Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara 55

24 Lokasi Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Kabupaten Sumbawa-Barat, NTB

79

25 Gambaran Masa Produksi Proyek Batu Hijau PTNNT 81

26 Grafik Location Quotient Produksi Pertanian di Sumbawa Barat 94

27 Grafik Location Quotient Luas Lahan Pertanian di Sumbawa Barat 94

28 Peta Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan di Provinsi Bali, NTB dan NTT

97

29 Peta Konfigurasi Spasial Kinerja Penganggaran Perbidang di Propinsi Bali, NTB dan NTT

100

30 Peta Konfigurasi Spasial Kinerja Penganggaran Perluas Wilayah di Propinsi Bali, NTB dan NTT

104

31 Peta Konfigurasi Spasial Kinerja Penganggaran Perkapita di Provinsi Bali, NTB dan NTT

107

32 Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perwilayah (KpW1) 110

33 Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perwilayah (KpW3) 112

34 Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perkapita (Kp4) 114

35 Peta Konfiguras Spasial Penganggaran Bidang Perkapita (KpW4) 116

36 Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Persektor Kab/Kota Provinsi Bali, NTB dan NTT (KpS3)

117

37 Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perkapita (KpW2) 119

38 Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Persektor (KpS1) 122

39 Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perwilayah (KpW1) 123

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peluang Investasi di Lima Kecamatan di Kabupaten Sumbawa-Barat 157

2 Tabel Input-Output Kabupaten Sumbawa Barat 34 Sektor Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen 2007 (Rp)

151

3 Tabel Input-Output Provinsi Nusa Tenggara Barat 35 Sektor Tahun 2005 Atas Dasar Harga Produsen

152

4 Tabel Input-Output Kabupaten Sumbawa Barat 20 Sektor Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen 2009 (setelah konstruksi dengan input-ouput NTB)

153

5 Tabel Input-Output Nusa Tenggara Barat 20 Sektor Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen 2009 (setelah konstruksi)

154

6 Ringkasan Indeks Keterkaitan Langsung, Tidak Langsung

Kebelakang dan Keterkaitan Langsung, Tidak Langsung Kedepan

155

7 Ringkasan Hasil Analisis Pengganda Pendapatan Rumah Tangga, Surplus Usaha, Pendapatan Pajak dan Nilai Tambah Total

156

8 Potensi Sumberdaya Pertanian Kabupaten Sumbawa Barat 157

9 Potensi Sumberdaya Perikanan Kabupaten Sumbawa Barat 158

10 Potensi Sumberdaya Peternakan Kabupaten Sumbawa Barat 159

(24)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya mineral bersifat tidak terbarukan (unrenewable resources) maknanya sumberdaya tersebut tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis sebagaimana halnya pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan lain-lain. Ketika sumberdaya ini diekstraksi, konsekuensinya pada suatu masa tertentu pasti akan habis (Wibowo, 2005). Namun demikian, sektor pertambangan seringkali memberikan kontribusi signifikan terhadap struktur perekonomian di daerah-daerah yang kaya sumberdaya mineral di Indonesia bahkan mendominasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sembilan sektor yang diukur kinerjanya. Melihat performa tambang tembaga dan emas Proyek Batu Hijau yang dioperasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) di Kabupaten Sumbawa Barat NTB sebagai wilayah studi penelitian ini, sektor pertambangan sangat dominan terhadap PDRB Kabupaten tersebut sejak 2000-2006 dengan rata-rata sebesar 94,00 %, sedangkan sektor pertanian hanya 2,36 %, sisanya terbagi pada tujuh sektor lainnya yakni industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa hanya sebesar 3,64 %. Menurut data PDRB, nilai tambah total produksi Batu Hijau PTNNT mencapai puncaknya 2005 sebesar 95,26% dengan nilai nominal sebesar Rp. 7,581 triliun, nilai tersebut menempati urutan tertinggi dari sembilan Kab/Kota di Propinsi NTB. (BPS, 2006 diolah).

Kondisi yang terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat tidak jauh berbeda dengan performa daerah penghasil sumberdaya mineral lainnya di Indonesia sepanjang 2000-2006 misalnya PT. Freeport Indonesia (PTFI) yang beroperasi di Kab. Mimika mendominasi struktur perekonomian (PDRB) Kabupaten tersebut rata-rata sebesar 96,05 %. Demikian pula dengan operasi PT. International Nikel (PTINCO) di Kabupaten Luwu Timur rata-rata 79,08 % dan PT. Kaltim Prima Coal (PT KPC) di Kab. Kutai Timur rata-rata-rata-rata 81,67 % (BPS 2006, diolah).

Dominannya sektor pertambangan yang tidak diikuti berkembangnya sektor lain merupakan fenomena yang sering disebut Dutch Disease1. Hal ini diperkuat dengan

1

(25)

pandangan Humpreys et al (2007), yang menyatakan bahwa penyakit Belanda (Dutch

Disease) dalam kasus Belanda yang memburuk kinerjanya adalah sektor manufaktur,

sedangkan di negara-negara berkembang yang dirugikan adalah sektor pertanian.

Pertambangan di Sumbawa Barat yang dioperasikan oleh PTNNT termasuk salah satu tambang skala besar di Indonesia sehingga dominasinya tidak hanya terhadap perekonomian (PDRB) Kabupaten tersebut namun juga berdampak secara regional bagi Propinsi NTB. Performa proyek Batu Hijau PTNNT juga terlihat dominan pada 1) komposisi kepemilikan saham perusahaan 80% dikuasai perusahan asing (Newmont Indonesia Ltd dan Nusa Tenggara Mining Corp) dan 20% dikuasai oleh perusahan swasta nasional (PT. Fukuafu Indah). Didalam Kontrak Karya proyek Batu Hijau PTNNT pasal 24 ayat 4 mewajibkan perusahaan tersebut melakukan divestasi saham hingga 51% (2010) untuk promosi kepentingan nasional (Kontrak Karya RI dan PTNNT, 1986) 2) peluang usaha selama masa operasi menurut kinerja departemen kontrak (2005) dimanfaatkan oleh nasional (92%), Propinsi Nusa Tenggara Barat (5%) dan Sumbawa Barat (3%) (PTNNT, 2005) 3) kontribusi proyek tersebut terhadap kapasitas fiskal (APBD) Kabupaten Sumbawa Barat 2005 sebesar Rp. 80,98 Milyar dengan perincian dana bagi hasil sumberdaya alam Rp. 56,17 Milyar, dana bagi hasil pajak Rp. 24,39 Milyar, pendapatan asli daerah Rp. 0,31 Milyar, dana alokasi umum Rp, 0,09 Milyar dan dana alokasi khusus Rp. 0,01 (LPEM UI, 2006) 4) sedangkan komposisi tenaga kerja adalah Sumbawa Barat (33%) dan non Sumbawa Barat (67%) (PTNNT, 2007)

Industri ekstraktif tidak dihasilkan dari proses produksi dan bisa didapatkan tanpa terkait dengan proses ekonomi lainnya sehingga yang kerap muncul adalah terbentuknya kawasan tersendiri yang terpisah/terisolasi (enclave) (Humpreys, 2007). Karena ekstraksi sumberdaya mineral memiliki keterkaitan yang lemah bahkan nol dengan komoditi tertentu atau sektor ekonomi lainnya, menyebabkan sektor selain pertambangan melemah atau tidak berkembang di daerah setempat sehingga dalam proses produksi harus mengambil sumberdaya dari daerah lain dengan cara mengimport tenaga kerja, mesin, peralatan dan lain-lain. Sebagai konsekuensinya daerah setempat mengalami efek pencucian/pengurasan (backwash effect) atau terjadinya kebocoran regional (regional

leakages) yang sangat besar (Malanuang, 2002).

(26)

(resource curse)2. Menurut (Auty, 1993 dan Humpreys, 2007) negara-negara yang berkelimpahan dengan sumberdaya alam seperti minyak dan gas, performa pembangunan ekonomi dan tata kelola pemerintahannya (good governance) kerap lebih buruk dibandingkan negara-negara yang sumberdaya alamnya lebih kecil.

Norwegia dapat dikatagorikan sebagai negara yang berhasil mengelola sumberdaya yang bersifat tidak terbarukan yakni minyak dan gas di negara tersebut. Norwegia merupakan contoh bagi praktek-praktek terbaik yang berhasil menghindarkan diri dari munculnya kutukan sumberdaya alam (Karl, 2007). Norwegia menempati ranking pertama dunia dalam laporan Indeks Pembangunan Manusia3 (IPM 2006) PBB dengan nilai (0,956), mendekati sempurna. Sebaliknya survey UNDP tahun tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh negara penghasil minyak memiliki angka IPM dari rendah hingga sedang, fenomena ini disebut paradok berkelimpahan (paradox of plenty).

1.1.1. Performa Kabupaten Sumbawa Barat

Sebagai Kabupaten yang baru berdiri tahun 2003, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menghadapi permasalahan yang sangat fundamental diantaranya pertama, KSB termasuk dalam 199 Kabupaten dengan katagori tertinggal menurut Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (2005). Kedua, menurut hasil penelitian BPS (2004) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB berada pada urutan ke 33 (terbawah) dari 33 Propinsi di Indonesia dengan skor 60,6 (katagori sedang). Sedangkan IPM KSB berada pada urutan ke 5 dengan skor 61,9 (katagori sedang) dari 9 kabupaten/kota di NTB.

Ketiga, jumlah penduduk miskin di KSB persentasenya cukup signifikan baik sebelum

adanya pertambangan (1998) maupun setelah pertambangan beroperasi (2006) (Tabel 1).

Keempat, tingginya nilai PDRB sangat kontras dengan kemampuan fiskal Kabupaten

Sumbawa Barat yang rendah, hal ini tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten tersebut. Dari sembilan Kabupaten/Kota di Propinsi NTB APBD Kabupaten Sumbawa Barat menduduki peringkat terendah 2006 (Tabel 2).

2

Kutukan sumberdaya alam merujuk pada fakta bahwa negara-negara kaya sumberdaya alam memiliki pertumbuhan yang lebih rendah (Sachs dan Warner 2000), lembaga-lembaga buruk (Karl 1997), dan lebih banyak konflik dbandingkan dengan negara-negara miskin sumberdaya alam (Collier dan Hoeffler 2004)

3

(27)

Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin di Sumbawa Barat sejak 1998- 2006

No Kecamatan 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

1. Sekongkang 0 0 0 13,45 16,58 14,7 13,44 13,01 13,91

2. Jereweh 10,31 10,84 14,41 8,99 8,86 9,4 9,62 4,49 9,57

3. Taliwang 5,01 7,08 8,59 8,46 9,45 8,9 9,41 5,24 8,97

4. Brang Rea 0 0 0 6,01 9,00 9,5 8,67 4,88 9,21

5. Seteluk 6,38 7,03 12,48 11,01 13,62 15,3 13,32 5,00 8,94

Jumlah 21,68 24,95 35,48 48,01 57,51 57,72 54,45 32,61 50,61 Sumber : Sumbawa Barat dalam angka 1998-2006 dan Podes 2005

Tabel 2. APBD Kabupaten, Kota se–Provinsi Nusa Tenggara Barat 2006 (dalam juta rupiah)

No Kab/Kota ABPD

1. Kabupaten Bima 450.374,30

2. Kota Bima 242.718,16

3. Kabupaten Dompu 295.645,13

4. Kabupaten Sumbawa 362.577,31 5. Kabupaten Sumbawa Barat 224.705,50

6. Kota Mataram 345.105,59

7. Lombok Barat 469.986,04

8. Lombok Timur NA

9. Lombok Tengah 478.158,40

Sumber : Depkue, 2007

1.1.2. Performa Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara

Selama masa operasi proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara 2000-2009 penggunaan/pembelian barang dan jasa dari input lokal Sumbawa Barat sangat kecil disebabkan karena iklim usaha yang belum berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan barang dan jasa dari produk import baik nasional (domestik) maupun internasional tergolong tinggi. Dalam perspektif pembangunan wilayah fenomena ini merupakan kebocoran regional (regional leakeges) bagi Kabupaten setempat.

(28)

kontraktor kecil dan menengah(PTNNT, 2006). Dari data diatas angka kebocoran regional bagi Kabupaten Sumbawa Barat 2005 mencapai 97 %.

Contracted Services 2005

KSB, 2,184,461 , 3%

National, 80,434,767 , 92% NTB, 4,529,827 ,

5%

Gambar 1. Kinerja Departemen Kontrak PTNNT, 2005 Sumber : PTNNT, 2005

Menurut Malanuang (2002), performa proyek Batu Hijau PTNTT untuk mendorong sektor ekonomi lokal dari sisi permintaan (demand driven) sangat lemah. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya indeks keterkaitan kebelakang sebesar 0.12802 peringkat 35 berdasarkan analisis input–output NTB 59 sektor (Tabel 3) atau berada diatas nilai nasional sebesar 0,1137 (Tabel 4). Karena output pertambangan berupa konsentrat tembaga, emas beserta mineral ikutannya sebagian besar di eksport untuk diolah pada

smelter Eropa dan Jepang, maka kinerja proyek ini untuk mendorong sektor ekonomi lokal

dari sisi penawaran (supply driven) adalah nol. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis yang menunjukkan bahwa indeks keterkaitan kedepan proyek ini besarnya juga nol, sedangkan indeks nasional untuk keterkaitan kedepan 2000 sebesar 0,8801. Demikian pula dengan pengganda pendapatan 2000 sebesar 1,04107, lebih kecil dari pengganda pendapatan nasional pada tahun yang sama sebesar 1,1756 (LPEM UI dalam IMA, 2006)

Tabel 3. Hasil Analisis Input–Output NTB 2000 (59 sektor)

No Indeks Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Nilai Rangking

1. Indeks Keterkaitan ke Belakang 0.12802 35

2. Indeks Keterkaitan ke Depan 0 57

3. Multiplier Output 1.08229 40

4. Multiplier Pendapatan 1,04107 54

Sumber : Malanuang, 2002

N

(29)

Tabel 4. Hasil Perhitungan Angka Pengganda dan Keterkaitan Sektor Pertambangan dan Penggalian di Indonesia dengan Negara–Negara Pembanding

Indonesia Australia Canada

Pertambangan dan Penggalian

1990 1995 2000 1997 1990

Multiplier Pendapatan 1.2722 1.2085 1.1756 14.9393 12.344

Initial Outlays 1 1 1 1 1

Direct Backward Linkage 0.0931 0.1240 0.1137 0.3920 0.4210 Indirect Backward Lingkage 0.0474 0.0597 0.0358 0.02955 0.3010

Total (Output Multiplier) 1.1404 1.1837 1.1494 1.6875 1.7220

Rank 17 18 18

Initial Outlays 1 1 1 1 1

Direct Forward Lingkage 0.6273 0.6336 0.8801 0.1600 1.5820 Indirect Forward Lingkage 0.4202 0.3187 0.3916 0.1162 1.6480

Total (Input Multiplier) 2.0475 1.9523 2.2717 1.2762 4.2300

Rank 2 3 3

Sumber : Road Map Pertambangan LPEM UI (IMA, 2006)

Studi LPEM UI (2006) menggunakan analisis input-output NTB 59 sektor 2004 untuk proyek Batu Hijau PTNNT memberikan hasil yang hampir sama dengan studi sebelumnya yakni indeks keterkaitan kebelakang 0,91 tetap pada peringkat 35 sedangkan pengganda pendapatan terjadi peningkatan sebesar 1,569 rangking 38 dari 59 sektor. Ringkasan hasil analisis I-O NTB 2004 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Input–Output NTB 2004 (59 sektor)

No Indeks Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Nilai Rangking

1. Indeks Keterkaitan ke Belakang 0,91 35

2. Indeks Keterkaitan ke Depan 0,461 57

3. Multiplier Output 1,955 35

4. Multiplier Pendapatan 1,569 38

Sumber : LPEM UI, 2006

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian akan di fokuskan pada:

1. Menganalisis transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan

(30)

3. Identifikasi permasalahan investasi pertambangan dan perubahan kebijakan yang diperlukan ditingkat pusat hingga daerah penelitian dan peluang perubahan kebijakan.

1.3. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Pusat. Hasil penelitian ini dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pertambangan selama empat dasawarsa terakhir yang sentralistik sektoral serta menimbulkan berbagai permasalahan antara perusahaan pertambangan, pemerintah daerah dan masyarakat setempat pada daerah-daerah yang kaya sumberdaya mineral di Indonesia. Selanjutnya dari hasil penelitian ini pemerintah diharapkan dapat merumuskan paradigma baru pertambangan dengan pendekatan kewilayahan seiring dengan terjadinya transformasi pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan strategis sehingga terselenggaranya pembangunan berkelanjutan.

2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat. Hasil penelitian ini dalam jangka menengah (2011-2015) dapat digunakan untuk merumuskan berbagai kebijakan pembangunan melalui pengalokasian pengganggaran, ketersedian infrastruktur, membangkitkan sumberdaya lokal terbarukan (renewable resources)

yang memiliki keterkaitan dan aksessibilitas yang kuat dengan masa produksi Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Sumbawa-Barat. Sedangkan dalam jangka panjang (2011-2025) hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan pembangunan berkelanjutan dalam prespektif pembangunan wilayah Kabupaten Sumbawa-Barat sehingga dapat meminimalisir terjadinya kabupaten hantu (ghost regency) ketika deposit sumberdaya mineral proyek Batu Hijau habis pada tahun 2027.

3. Bagi PT. Newmont Nusa Tenggara. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk merumuskan berbagai kebijakan eksternal perusahaan khususnya program pengembangan masyarakat (community development) selama berlangsungnya masa produksi proyek Batu Hijau untuk mempercepat transformasi sumberdaya mineral ke sektor stategis selain pertambangan.

(31)

khususnya kecamatan Jereweh, Maluk dan Sekongkang sebagai lokasi proyek, hasil penelitian ini berguna untuk meningkatkan kinerja dan partisipasi mereka untuk terlibat secara aktif baik langsung maupun tidak langsung agar memiliki aksessibilitas dan proaktif menggerakkan sektor-sektor terbarukan (pertanian dalam arti luas) dan sektor yang dibutuhkan selama masa operasi proyek Batu Hijau PTNNT untuk meningkatkan kesejahteraannya. Disamping itu diharapkan munculnya kesadaran pada masyarakat akan sifat sumberdaya mineral yang tidak dapat pulih sehingga masyarakat tidak mengalami shock ketika sumberdaya mineral tersebut habis. Dengan demikian akan muncul kesadaran dalam masyarakat untuk membangkitkan sektor-sektor dapat pulih seperti pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dsbnya sehingga terjamin pembangunan berkelanjutan ketika cadangan sumberdaya mineral habis.

1.4. Kerangka Pemikiran

Menurut (Amin et al., 2003) pembangunan berkelanjutan dalam konteks usaha pertambangan adalah transformasi sumberdaya tidak terbarukan (non renewable

resources) menjadi sumberdaya pembangunan terbarukan (renewable resources),

peningkatan nilai tambah pertambangan harus berbasis sumberdaya setempat atau nasional

(local resource based), berbasis masyarakat (community based), dan berkelanjutan

(sustainable). Sedangkan menurut agenda 21 sektor pertambangan, (2001) inti dari azas

pembangunan berkelanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya mineral adalah mengupayakan agar sumberdaya mineral dapat memberikan kemanfaatan secara optimal bagi manusia pada masa kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang.

(32)

Dengan argumentasi bahwa cadangan sumberdaya mineral suatu saat pasti akan habis, maka perlu dicarikan sektor alternatif yang dapat dijadikan sebagai basis perekonomian di masa depan. Menurut Margo (2005), struktur ekonomi akan berubah secara signifikan jika dilakukan perubahan mendasar tentang keterkaitan antar sektor-sektor dalam sistem perekonomian. Dengan kata lain melalui keterkaitan hulu hilir (pohon industri) perubahan struktur ekonomi akan berjalan jauh lebih cepat menuju struktur ekonomi yang seimbang bila dibandingkan dengan kondisi awal (tanpa dilakukan transformasi). Menciptakan keterkaitan ekonomi antara sektor hulu dan hilir menjadi prasyarat agar basis industri menjadi kuat dan efisien sehingga industri yang berkembang dapat menjadi pendorong tumbuh kembangnya kegiatan ekonomi lokal sehingga pada akhirnya daerah akan dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri dan berkelanjutan.

Dalam perspektif pembangunan wilayah Kabupaten Sumbawa Barat transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke pengembangan sumberdaya lokal terbarukan berdasarkan potensi sumberdaya alam setempat dan sektor non tambang lainnya dapat mengganti dominasi pertambangan yang mengarah pada keberlanjutan pembangunan Kabupaten tersebut secara bertahap, terencana dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Kegagalan dalam transformasi struktur ekonomi akan mengakibatkan pembangunan daerah Sumbawa Barat tidak berkelanjutan saat tambang habis.

Transformasi struktur perlu pula ditopang oleh pola penganggaran yang tepat baik untuk daerah sendiri maupun interaksi dengan daerah sekitarnya. Soenarto (2007) menerangkan kaitan antara pola pengalokasian anggaran dengan interaksi spasial. Pola pengalokasian anggaran suatu daerah yang tepat akan memberi pengaruh terhadap kinerja pembangunan yang baik untuk daerah yang bersangkutan dan diharapkan juga memberi pengaruh terhadap kinerja pembangunan di daerah sekitarnya. Begitu pula kinerja pembangunan di suatu daerah tidak hanya dipengaruhi oleh pola pengalokasian anggaran pada daerah yang bersangkutan, tetapi mendapat pengaruh dari daerah di sekitarnya. Pengalokasian anggaran belanja yang baik disuatu daerah akan memberi dampak terhadap daerah-daerah lainnya. Atau dapat dikatakan, dengan tercapainya kinerja pembangunan yang baik maka daerah-daerah sekitarnya akan menerima manfaat.

(33)

Dari penelitian ini diharapkan dapat tercapainya tujuan utama penelitian yaitu membangun Model Pembangunan Daerah Berkelanjutan Melalui Transformasi Struktur Ekonomi Berbasis Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan (Studi kasus tambang tembang dan emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat, NTB). Diskripsi kerangka pemikiran penelitian diatas dapat diilustrasikan pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

1.5. Perumusan Masalah

(34)

Milyar (3 %), industri pengolahan Rp. 14,370 Milyar (2,88 %) serta listrik, gas dan air bersih Rp. 1,897 Milyar (0,38). (Gambar 3)

Gambar 3. Grafik PDRB Sumbawa Barat tanpa Tambang 2006 Sumber : PDRB diolah, 2009

Bergantung pada sumberdaya alam yang tidak terbarukan semata bukanlah basis pembangunan yang berkelanjutan (Karl, 2007). Dari perspektif pembangunan wilayah ketergantugan pada satu sektor yakni pertambangan akan memberi pengaruh signifikan bagi pembangunan wilayah Kabupaten tersebut dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Kinerja pembangunan Kabupaten tersebut akan turun secara drastis seiring dengan habisnya proyek Batu Hijau PTNNT dengan alasan bahwa 1) cadangan mineral terus mengalami penipisan seiring dengan laju eksploitasi 2) sifat sumberdaya mineral yang tidak terbarukan. Situasi demikian membuat umur tambang tembaga dan emas Proyek Batu Hijau PTNNT sangat singkat.

Apabila situasi ini berjalan normal (bisnis as usual) seperti apa adanya saat ini, tanpa transformasi struktur ekonomi, penentuan arah dan prioritas pembangunan serta perubahan kebijakan pada sektor-sektor selain pertambangan maka performa pembangunan Sumbawa Barat akan mengalami situasi yang sama ketika tambang timah di Kabupaten Dabo Singkep Kabupaten Linggau Kepulauan Riau habis 1992 yakni perekonomian lumpuh, aktifitas ekonomi terhenti dan hilangnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Berdasarkan rencana perluasan tambang Proyek Batu Hijau PTNNT tahun 2005, umur penggalian mineral berkadar tinggi (high grade) akan berakhir pada tahun 2016,

1,897.04 (0,38 %) 14,370.11 (2,88 %)

14,973.67 (3,0 %)

48,079.00 (9,65 %) 62,704.77 (12,58 %)

68,958.98 (13,84 %)

111,752.01 (22,42 %)

175,644.51 (35,24 %)

0.00 20,000.00 40,000.00 60,000.00 80,000.00 100,000.00 120,000.00 140,000.00 160,000.00 180,000.00 200,000.00

 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH

 3. INDUSTRI PENGOLAHAN

 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN

 9. JASA‐JASA

 5. BANGUNAN

 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI   6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN

(35)

dilanjutkan dengan pengolahan mineral berkadar sedang (medium grade) dan rendah (low

grade) yang akan berlangsung hingga tahun 2027. Penutupan tambang direncanakan 2027

dan setelah 2027 adalah masa pasca tambang (Tabel 6)

Tabel 6. Umur Tambang Proyek Batu Hijau PTNNT (Mine life time Batu Hijau Project PTNNT)

Sebagai langkah antisipasi habisnya pertambangan, pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat perlu melalukan transformasi struktur ekonomi dengan membangkitkan sumberdaya strategis diluar tambang khususnya komoditi yang bersifat terbarukan (pertanian dalam arti luas), serta sektor non tambang lainnya. Transformasi struktur harus pula didukung oleh pola penganggaran yang tepat karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumbawa Barat merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Menurut Saefulhakim (2009) kesalahan dalam memilih fokus pengalokasian penganggaran menyebabkan pembangunan tidak efisien, pemborosan sumberdaya sehingga sasaran yang akan dicapai tidak dapat terwujud dengan optimal yang pada akhirnya kinerja pembangunan memburuk.

Upaya melakukan transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sumberdaya lokal perlu didukung oleh 1) pola pengalokasian anggaran yang tepat sasaran 2) kebijakan perencanaan pembangunan daerah dan, 3) dukungan pemangku kepentingan

(stakeholder) didaearah kearah perubahan kebijakan transformasi dalam perspektif

(36)

struktur merupakan salahsatu pilihan bagi pembangunan wilayah kabupaten tersebut jika tidak ingin terperangkap dalam fenomena Kabupaten hantu (ghost regency)4 atau Ghost City ketika tambang habis.

1.6. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah transformasi struktur ekonomi berbasis pertambangan ke sumberdaya lokal terbarukan dapat dilakukan?

2. Apakah transformasi struktur ekonomi didukung oleh pola penganggaran untuk memperbaiki kinerja pembanguan di masa depan?

3. Apakah transformasi pertambangan didukung oleh peraturan perundangan dan kesiapan stakeholder di Sumbawa Barat?

1.7. Kebaruan (Novelty)

Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah terbentuknya pemahaman dan paradigma baru pembangunan daerah berkelanjutan pada sektor pertambangan yang bersifat tidak terbarukan (unrenewable resources) dengan melakukan transformasi struktur ekonomi ke sumberdaya lokal terbarukan (renewable resources) dalam hal ini pertanian dalam arti luas serta sektor strategis lainnya sesuai dengan karakteristik wilayah. Keberhasilan proses transformasi struktur ekonomi perlu didukung oleh peran penganggaran yang optimal untuk memperbaiki kinerja pembangunan serta perubahan kebijakan pengelolaan pertambangan di Indonesia dari pusat hingga daerah dengan tujuan meminimalisir fenomena penyakit Belanda (Dutch Disease) selama masa operasi pertambangan dan terhindarnya suasana Kabupaten hantu (ghost regency) ketika tambang tembaga, emas serta mineral ikutannya habis tahun 2027 di Sumbawa Barat.

4

(37)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commision on

Environment and Development) WCED (1988), insititusi yang pertama kali

menggulirkan konsep pembangunan berkelanjutan mendefinisikan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah “pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. WCED membagi dua kunci konsep utama dari definisi tersebut. Pertama, konsep tentang kebutuhan atau needs yang sangat esensial untuk penduduk miskin dan perlu diprioritaskan. Kedua, konsep tentang keterbatasan atau limitation dari kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk itu diperlukan pengaturan agar lingkungan tetap mampu mendukung kegiatan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Usulan konkrit dari himbauan tentang apa yang harus dilakukan telah diajukan oleh IUCN (The World Conservation Union). UNEP (United Nation Environmental

Program) dan WWF (World Wide Fund For Nature) tahun 1991 menerbitkan dokumen

yang disebut Caring For The Earth : a Strategy for Sustainable Living. Menurut dokumen ini, pada prinsipnya harus ada pemaduan dan keseimbangan antara pembangunan dan konservasi. Konservasi bukan menghambat tetapi justru mendukung pembangunan, karena hanya dengan mengkonservasikan alam maka pembangunan dapat berkelanjutan. Dokumen ini merupakan pengembangan atas dokumen yang berisi usulan dan himbauan yang berjudul World Consevation Strategy tahun 1980, yang disusun oleh ketiga badan dunia tersebut. Walaupun demikian dokumen ini kelihatannya kurang mendapat perhatian dunia. Ini disebabkan selain karena penyebaran yang memang terbatas, bobot politik dan institutionalnya juga belum mencukupi.

Ketua Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WECD) Gro Harlem Brutland dalam pengantarnya di buku “Our Common Future” menceritakan bahwa tugas komisinya ketika memperoleh mandat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1983 adalah memformulasikan agenda global untuk perubahan atau “a global

agenda for change” yang bertujuan :

(38)

2. Merekomendasikan cara-cara atau strategi untuk lingkungan yang mungkin dapat direfleksikan pada kerjasama diantara negara–negara berkembang dan diantara negara yang tingkat sosial ekonominya berbeda dan menuju ke pencapaian tujuan bersama dan saling menguntungkan dengan memperhatikan keterkaitan antar manusia (people), sumber-sumber (resources), lingkungan (environment), dan pembangunan (development).

3. Mempertimbangkan strategi dan cara dimana masyarakat internasional dapat mengatasi dengan efektif keprihatinan lingkungan.

4. Membantu mendifinisikan pandangan tentang isu–isu lingkungan jangka panjang dan upaya-upaya yang tepat yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah dalam rangka melindungi dan meningkatkan daya dukung lingkungan, agenda tindak untuk jangka panjang selama sepuluh tahun mendatang dan tujuan-tujuan yang aspiratif untuk masyarakat global.

Salim (1990), dalam makalahnya berjudul “Sustainable Development : An

Indonesian Perspektif” menyebutkan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan

menempatkan pembangunan dalam perspektif jangka panjang (a longer term

perspective). Konsep tersebut menuntut adanya solidaritas antar generasi. Hadi (2001),

menyatakan untuk konteks Indonesia pembangunan berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan juga mengeliminasi kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan secara implisit juga mengandung arti untuk memaksimalkan keuntungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas sumberdaya alam. Konsep pembangunan berkelanjutan menyadari bahwa sumberdaya alam merupakan bagian dari ekosistem. Dengan memelihara fungsi ekosistem maka kelestarian sumberdaya alam akan tetap terjaga. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan berkelanjutan mempersyaratkan melarutnya lingkungan dalam pembangunan.

(39)

menkonsusmsi 20% energi dunia. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju maupun berkembang membawa kesejahteraan tetapi juga ketidakmerataan dan kerusakan lingkungan. Dampak pada lingkungan meliputi (a) pencemaran atmosfir seperti menipisnya lapisan ozone, pemanasan global, hujan asam, perubahan iklim (b) kenaikan permukaan air laut, pencemaran laut karena “oil spill”, penangkapan ikan yang berlebihan atau “over fishing” (c) penggundulan hutan (d) merosotnya keanekaragaman hayati (e) degradasi tanah, erosi lahan, karena eksploitasi lahan yang berlebihan.

Para pakar mengidentifikasi tiga pandangan tentang Pembangunan Berkelanjutan yang berkembang dari tiga disiplin ilmu pengetahuan (Seraggeldin, 1994). Pandangan tersebut adalah sebagai berikut; Pertama, pandangan dari sudut ekonomi yang meletakkan pusat perhatian pada upaya peningkatan kemakmuran semaksimal mungkin dalam batasan ketersediaan modal dan kemampuan teknologi. Sumberdaya alam merupakan modal yang lambat laun akan menjadi sesuatu yang langka, dan ini pada gilirannya akan menjadi kendala bagi upaya peningkatan kemakmuran. Sementara itu sumberdaya manusia dengan kemampuan teknologinya akan menjadi tumpuan harapan untuk melonggarkan batas dan mengubah kendala-kendala yang ada. Atas dasar itu diharapkan perkembangan kemakmuran akan terus mengalami keberlanjutan. Kedua,

pandangan dari sudut ekologi yang melihat terjaganya keutuhan ekosisitem alami sebagai syarat mutlak untuk menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan. Ketiga,

pandangan dari segi sosial yang menekankan kepada pentingnya demokratisasi, pemberdayaan, peran serta, transparansi dan keutuhan budaya, sebagai kunci untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.

(40)

Tujuan Sosial :

Pemberdayaan masyarakat, partisipasi, mobilitas sosial, kepaduan/kohesi sosial, identitas budaya dan

pengembangan kelembagaan

Tujuan Ekosistem :

Integritas ekosistem, daya dukung lingkungan

keanekaragaman hayati dan isu-isu global

Tujuan Ekonomi :

Pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi capital

Gambar 4. Tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Seragaldin, 1993)

Munasinghe (1993) dalam Indahsari (2001) menyatakan bahwa tidaklah mudah untuk menyatukan ketiga tujuan di atas dan akan terjadi tolak angsur (trade off) diantara tujuan–tujuan tersebut. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi, para ahli ekonomi memiliki pendekatan tersendiri dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Inti dari pendekatan tersebut adalah bahwa telah ada upaya penilaian terhadap nilai-nilai lingkungan serta sosial yang tidak tertransaksi di pasar. Selain itu, untuk memfasilitasi trade off antara ketiga tujuan yang berbeda tersebut digunakan analisis multikriteria dengan indikator-indikator ekonomi, sosial dan lingkungan tertentu (Gambar 5).

(41)

kebijakan, baik dalam kebijakan ekonomi, lingkungan, maupun sosial, terutama dalam hal alokasi dan akses ke sumberdaya.

Tujuan Ekonomi

Tujuan Sosial Tujuan Ekosistem

ƒ evaluasi dampak lingkungan

ƒ valuasi sumberdaya

ƒ internaliasasi dampak

ƒ distribusi pendapatan

ƒ employment

ƒ targeted asistance

Gambar 5. Unsur-unsur Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

ƒ partisipasi

ƒ konsultasi

ƒ pluralisme

Sumber : Munasinghe, 1993

Unsur-unsur pembangunan berkelanjutan akan diuraikan dibawah ini.

2.1.1. Tujuan Ekonomi dan Sosial

Kedalam tujuan ekonomi sosial, terdapat tiga unsur penting yang harus diperhatikan agar tujuan ekonomi dan tujuan sosial dapat dicapai secara bersamaan, yaitu distribusi pendapatan, kesempatan kerja (employment), dan bantuan bersasaran (targeted

assistence). Pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan upaya peningkatan kesempatan

kerja dan upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Untuk mencapai hal tersebut, segala bentuk rintangan (barriers) yang menghalangi akses masyarakat, terutama masyarakat miskin untuk ikut serta dalam pembangunan, pemanfaatan sumberdaya, dan lain-lain, harus ditekan sekecil mungkin atau dihilangkan sama sekali.

(42)

2.1.2. Tujuan Ekonomi dan Tujuan Ekosistem

Kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan sebagian besar mempunyai relevansi terhadap konservasi sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Response dan akselerasi pembangunan ekonomi membutuhkan pemeliharaan lingkungan hidup yang mendukung kegiatan ekonomi dan sosial yang dinamis, selain menentukan kebijaksaan juga ditingkat nasional membutuhkan program-program di tingkat lokal dan wilayah yang dapat dilaksanakan. Pembangunan nasional tidak akan tumbuh pesat apabila kehidupan ekonomi wilayah dan lokal tidak dinamis, stabil dan penuh ketidakpastian. Pembangunan juga tidak akan berjalan pesat apabila anggaran belanja pembangunan tidak mencukupi.

Kecenderungan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah tidak memperhitungkan nilai-nilai pemanfaatan sumberdaya yang tidak memiliki harga, seperti nilai-nilai intrinsik sumberdaya alam maupun beban sosial masyarakat akibat pemanfaatan sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini selanjutnya menimbulkan eksternalitas-eksternalitas tersendiri (terutama eksternalitas negatif) yang sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat harus menanggung beban/biaya sosial yang timbul dalam setiap pemanfaatan sumberdaya tanpa sedikitpun diberi “kompensasi”. Beban/biaya sosial terbesar yang harus ditanggung oleh masyarakat saat ini maupun masyarakat dimasa yang akan datang adalah penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan, yang tentu saja dalam jangka panjang tidak menjamin pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (tujuan ekosistem dalam pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai).

(43)

2.1.3. Tujuan Sosial dan Tujuan Ekosistem

Untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, kebijaksanaan lingkungan yang lebih menekankan pada konservasi dan perlindungan sumberdaya, perlu memperhitungkan mereka yang masih bergantung kepada sumberdaya tersebut, untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan memberikan dampak yang buruk terhadap kemiskinan dan mempengaruhi keberhasilan jangka panjang dalam upaya konservasi sumberdaya dan lingkungan.

Selain itu, masalah hak kepemilikan merupakan faktor penentu dalam pemanfaatan sumberdaya yang efisien, merata dan berkelanjutan. Sumberdaya yang dimiliki oleh umum (tidak jelas hak kepemilikannya) telah mengarah pada sumberdaya akses terbuka

(open access), dimana dalam keadaan ini, siapapun dapat memanfaatkan sumberdaya

yang ada tanpa sedikitpun mempunyai insentif untuk memelihara kelestariannya. Pengukuhan hak-hak kepemilikan akan memperjelas posisi kepemilikan suatu pihak sehingga pihak tersebut dapat mencapai kelestarian (upaya konservasi) dan mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya dari intervensi maupun ancaman dari pihak luar.

Kearifan-kearifan (wisdoms) harus dipahami dan dijadikan sebagai dasar/landasan dalam membuat program-program pengembangan wilayah tersebut. Untuk itu, masyarakat lokal, sebagai pihak yang menguasai pengetahuan tradisional (traditional

knowledge) yang dimilikinya harus diikutkan dalam upaya perumusan/pembuatan

program-program tersebut. Jika hal ini dapat dilakukan dan terealisasi, maka partisipasi aktif dari masyarakat dalam pembangunan akan muncul dengan sendirinya.

(44)

geografis tertentu (seperti kelembagaan/organisasi, wilayah dll dan rentang waktu jangka pendek, menengah dan panjang dengan memperhatikan semua aspek dan semua tingkatan (Gambar 6).

Spasial

Internasional _

Temporal

Nasional _

Regional _

Lokal _

| | | Aspek-aspek Skala spasial yang paralel

dan berhubungan dengan hirarkhi administrasi dan

ekologi

Pandangan jauh ke depan memerlukan terjadinya proses yang berkembang secara evolutif

yang dapat mempengaruhi keberlanjutan (sustainability)

Aspek-Aspek diatas perlu dipertimbangkan agar tindakan kebijaksanaan mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh

Ekonomi Sosial Lingkungan

Gambar 6. Kerangka Berfikir Tiga Dimensi tentang Keberlanjutan Sumber : Anwar (2001)

Program Aksi untuk Pembangunan Berkelanjutan yang di muat dalam dokumen

(45)

bertautan dengan pengembangan sarana untuk pelaksanaan seperti pembiayaan, alih teknologi, pengembangan ilmu, pendidikan, kerjasama nasional maupun internasional, dan pengembangan informasi.

Agar suatu pembangunan dapat berkelanjutan, ada persyaratan minimum yaitu bahwa sediaan kapital alami (natural capital stock) yang harus dipertahankan sehingga kualitas dan kantitasnya tidak menurun dalam suatu rentang waktu (Pearce, 1993) dalam Margo (2005) (Gambar 7). Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai kapital alami adalah suatu proses substraksi dan/atau penambahan materi dari dan kepada sistem alam (Gunawan, 1994). Proses ini kemudian menyebabkan perubahan ke dalam setiap komponen sistem alam tersebut yang berakibat pada perubahan kondisi alami dari sumberdaya.

Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development)

Memastikan bahwa generasi yang akan datang memiliki kesempatan ekonomi yang sama dalam mencapai kesejahteraannya, seperti halnya generasi sekarang

Kesejahteraan tidak berkurang dengan berjalannya waktu

Diperlukan cara untuk memperbaiki dan mengelola portofolio asset ekonom; sehingga nilai agregatnya tidak berkurang dengan berjalannya waktu

1. Weak Sustainability Substitusi Kn dan Kp Substitusi Kn dengan Kh

Kn bukan hal yang esensial

Kapital alami (Kn) Kapital fisik (Kp) Kapital manusia (Kh)

2. Strong Sustainability

Menjaga Kn agar utuh karena : 1. Substitusi yang sempurna

2. Kerugian/kehilangan yang tidak dapat dikembalikan

3. Ketidakpastian nilai

Gambar

Grafik PDRB Sumbawa Barat tanpa Tambang 2006
Gambar 1. Kinerja Departemen Kontrak PTNNT, 2005
Tabel 4.  Hasil Perhitungan Angka Pengganda dan Keterkaitan Sektor Pertambangan dan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kecamatan Dlingo dengan luas wilayahnya mencapai 5.934,45 Hektar, merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bantul akan tetapi penutup lahan di Kecamatan Dlingo

Title Sub Title Author Publisher Publication year Jtitle Abstract Notes Genre URL.. Powered by

Hal ini diduga karena rumput laut sudah mengandung air sekitar 93,94% sehingga kadar air engkak ketan dengan penambahan rumput laut lebih tinggi dibandingkan

Diharapkan setelah mempelajari handout ini siswa mampu memahami pengertian, ciri-ciri, dan jenis-jenis puisi, siswa mampu menelaah unusr-unsur pembangun dalam puisi, siswa

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: “Pengaruh Sudut Pahat Bubut (Side Rake Angle) Terhadap Kekasaran Permukaan Baja ST 42 Pada Proses

Prevalensi gejala depresi pada wanita menopause adalah 29 orang (29%).Dari hasil penelitian didaptkan kesimpulan bahwa prevalensi gejala depresi pada wanita menopause

Berdasarkan pengertian pelayanan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pelayanan merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan perusahaan pada pelanggan atau

4.2.2 Makna yang Terkandung Komunikasi Ritual Upacara Adat Sekaten Upacara adat sekaten rutin dilaksanakan setiap tahun mengandung makna simbolik yang tersirat dalam