• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN

C. Penganggaran Partisipatif

Partisipasi individu dalam aktivitas-aktivitas perusahaan pada umumnya dipandang sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas suatu organisasi.

Menurut Hasan Fauzi (Nilasari Pujiastuti;2004), partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang efektif terhadap peningkatan motivasi manajerial. Partisipasi ini menunjukkan sejauh mana para manajer ikut serta di dalam penyusunan anggaran-anggaran satu pusat pertanggungjawaban yang mereka pimpin. Disamping itu partisipasi cenderung mendorong para manajer untuk lebih aktif di dalam memahami anggaran. Hal-hal yang banyak mempengaruhi kadar partisipasi dalam penyusunan anggarn antara lain adalah susunan organisasi perusahaan, pendelegasian wewenang untuk pengambilan keputusan.

Dunk (1993:404) membedakan antara partisipasi benar (true participation) dan partisipasi semu (pseudo-participation). Partisipasi benar adalah partisipasi yang didalamnya orang dapat secara spontan dan bebas berdiskusi, serta melibatkan diskusi kelompok dalam menerima atau menolak hal baru, sedangkan partisipasi semu adalah suatu kondisi yang didalamnya para manajer tidak secara nyata menerima perubahan-perubahan baru, tetapi mereka bersedia melakukannya karena organisasi mereka untuk menerima sasaran tersebut.

Partisipasi merupakan teknik manajemen yang efektif karena dengan adanya partisipasi, para manajer dapat menerima dan melaksanakan secara penuh tanggung jawab atas anggaran yang telah disusun, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi kerjanya (Mulyadi, 1993:513).

Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses organisasional, dimana para individu terlibat dan mempunyai pengaruh dalam pembuatan keputusan

yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap individu tersebut. Dalam konteks yang lebih spesifik, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana para individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunaan target anggaran (Brownell, 1982:224).

Partisipasi dalam penyusunan anggaran berarti keikutsertaan manajer operasional dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan datang yang akan ditempuh oleh manajer operasional tersebut dalam pencapaian tujuan perusahaan. Dengan demikian partisipasi menunjukkan sejauh mana para manajer ikut serta di dalam penyusunan anggaran dari satu pusat pertanggungjawaban yang mereka pimpin.

Proses penganggaran dapat dilakukan dari atas ke bawah (top-down) atau dari bawah ke atas (bottom-up). Dalam proses penganggaran top-down, manajemen puncak menyusun anggaran untuk organisasi secara keseluruhan termasuk untuk operasi tingkat bawah. Proses penganggaran ini sering mengalami kegagalan karena kurangnya komitmen para karyawan untuk mencapai target anggaran yang ditetapkan oleh manajer puncak. Dengan penganggaran bottom-up, manajer bawah turut berpartisipasi dalam menetapkan target yang akan dicapai oleh perusahaan dan aspirasi bawahan akan lebih diperhatikan, sehingga mereka akan turut memiliki anggaran perusahaan. Proses penganggaran seperti ini sering disebut dengan

Seperti yang dikemukakan Milani (1975:124) dalam Dewi Nilamsari (2003), bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama (1975:124), bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama yang membedakan antara anggaran partisipatif dan anggaran nonpartisipatif. Aspirasi bawahan lebih diperhatikan dalam proses penyusunan anggaran partisipatif dibandingkan dengan anggaran nonpartisipatif (Stedry, 1960:222).

Brownell (1982:766) mendefinisikan penganggaran partisipatif sebagai : ”A process in which individuals, whose performance will be evaluated and possibly rewarded on the basis of their acheivement of budgeted target or involved in and have influence on the setting of these target”.

Definisi ini menjelaskan bahwa dalam penganggaran partisipatif para individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan menpunyai pengaruh langsung dalam penyusunan target anggaran.

Anggaran partisipatif merupakan alat komunikasi yang baik, dimana proses penyusunan anggaran partisipatif ini seringkali memungkinkan manajemen puncak untuk memahami masalah yang dihadapi oleh karyawan dan karyawan juga lebih dapat memahami kesulitan yang dihadapi oleh manajemen puncak serta lebih memungkinkan para manajer (sebagai bawahan) untuk melakukan negoisasi dengan

atasan mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat dicapai. Penganggaran partisipatif juga memberikan rasa tanggung jawab kepada para manajer bawah dan mendorong timbulnya kreativitas. Karena manajer bawah yang menciptakan anggaran, maka besar kemungkinan tujuan anggaran merupakan tujuan pribadi manajer tersebut, yang menyebabkan semakin tingginya tingkat keselarasan tujuan.

Siegel dan Marconi (1989:139-140) mengemukakan beberapa keuntungan penganggaran partisipasi, yaitu :

1. Para partisipan tidak hanya memiliki task-involved tetapi juga

ego-involved dalam pekerjaannya. Hal ini akan mempertinggi moral dan

meningkatkan inisiatif di semua jenjang manajemen.

2. Partisipasi meningkatkan keterpaduan kelompok yang akan menyebabkan meningkatnya kerjasama antar anggota organisasi dalam mencapai tujuan. 3. Partsipasi menyebabkan terjadinya goal internalization, yaitu anggota

organisasi akan mempersepsikan bahwa tujuan organisasi yang ikut ditetapkannya selaras dengan tujuan pribadinya. Hal ini menyebabkan berkurangnya konflik antara tujuan pribadi dan tujuan organisasi, dan pada akhirnya akan meningkatkan moral dan produktivitas anggota organisasi.

4. Partisipasi dapat mengurangi ketegangan dan kegelisahan yang disebabkan oleh anggran, karena anggota-anggota organisasi telah mengetahui bahwa anggarannya logis dan dapat dicapai.

5. Partisipasi juga mengurangi persepsi adanya ketidaksamaan dalam alokasi sumber daya organisasi.

Sedangkan Menurut Anthony dan Govindarajan (1998:385) penganggaran partisipatif memiliki pengaruh positif terhadap motivasi manajerial karena alasan sebagai berikut :

1. Adanya kecenderungan yang lebih besar dari bawahan untuk menerima target anggaran bilamana mereka beranggapan bahwa mereka turut serta memegang kendalinya daripada bila anggaran tersebut ditetapkan secara sepihak. Hal ini mendorong bawahan ke arah komitmen yang lebih tinggi untuk mencapai target anggaran.

2. Anggaran partisipatif menghasilakn pertukaran informasi yang lebih efektif. Jumlah anggaran yang disetujui benar-benar mendekati kondisi pasar produk karena penyusunan anggaran memiliki keahlian dan pengetahuan langsung atas lingkungan pemasaran produknya. Selain itu, penyusun anggaran akan memperoleh pemahaman yang lebih jelas atas pekerjaan mereka melalui hubungan dengan atasan mereka selama proses review dan persetujuan anggaran.

Disamping memiliki kelebihan, penganggaran partisipatif juga memiliki keterbatasan yang dapat menimbulkan masalah dalam organisasi. Menurut Hansen dan Mowen (2004:377) penganggaran partisipatif memiliki tiga masalah potensial, yaitu:

Partisipasi dalam penyusunan anggaran menjadikan tujuan anggaran cenderung menjadi tujuan pribadi manajer, sehingga penetapan yang terlalu mudah (longgar) atau sulit (ketat) dapat menyebabkan turunnya tingkat kinerja. Bila tujuan terlalu mudah dicapai, manajer dapat kehilangan semangat dan kinerja menjadi turun, sehingga bila penetapan anggaran terlalu sulit untuk dicapai dapat menyebabkan kegagalan pencapaian standar dan menyebabkan rasa frustasi bagi manajer yang mendorong turunnya prestasi kerja.

2. Masuknya slack dalam anggaran (sering disebut dengan mengamankan anggaran atau padding the budget).

Partisipasi dalam penyusunan anggaran menciptakan kesempatan bagi para manajer untuk membuat slack dalam anggaran. Slack dalam anggaran terjadi bila manajer sengaja menetapkan terlalu besar target biaya, yang dilakukan dengan maksud untuk memperbesar kemungkinan anggaran tresebut akan dapat dicapai oleh manajer yang bersangkutan.

3. Partisipasi semu.

Hal ini terjadi bila manajer puncak mengambil alih seluruh pengendalian atas proses penganggaran dan pada saat yang sama juga mencari dukungan partisipasi bawahannya. Manajer puncak hanya secara formal menerima anggaran dari manajer tingkat bawah, dan tidak mempelajari masukan yang diberikan. Dalam partisipasi semu ini efek-efek positif terhadap perilaku

manajer yang diharapkan dari adanya anggaran partisipatif tidak akn diperoleh.

Walaupun sebagian besar literatur menyatakan bahwa partisipasi dapat menimbulkan slack, tetapi hasil penelitian Onsi (1973), Camman (1976), Merchant (1985), dan Dunk (1993) menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu partisipasi mengurangi slack. Hal ini terjadi karena dengan partisipasi terjadi komunikasi positif antara para manajer dan atasannya sehingga keinginan para manajer untuk membuat slack berkurang, dengan asumsi partisipasi yang dilakukan adalah partisipasi yang sesungguhnya, bukan partisipasi semu (Dunk, 1993:400).

Dokumen terkait