Kelembaban Udara Bulanan Kota Banda Aceh Tahun 2010-2019
5.2 Pengaruh Curah Hujan dengan Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Dengue (DBD)
Hujan adalah peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun padat yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi. Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur
banyaknya curah hujan disebut rain gauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh faktor seperti, bentuk medan atau topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan garis pantai, jarak perjalanan angin di atas medan datar (Paramita, 2017).
Kondisi rerata curah hujan per bulan di Kota Banda Aceh selama periode tahun 2010–2019 adalah 121 mm/bulan. Setiap milimeter (mm) dalam satuan tersebut dimaksudkan dengan perhitungan (1 mm x 1 m x 1 m), sehingga dihasilkan volume curah hujan per meter persegi adalah satu liter. Kondisi curah hujan jelas memengaruhi kehidupan nyamuk, utamanya terkait dengan dapat meningkatkan tempat perindukan. Curah hujan dapat menambah kepadatan nyamuk, seperti setiap milimeternya dapat menambah kepadatan nyamuk sejumlah 1 ekor. Namun jumlah curah hujan mencapai 140 mm dalam seminggu maka larva hanyut kemudian mati (Mukono, 2017).
Berdasarkan tabel 4.6 menampilkan bahwa tingkat kasus DBD tertinggi dari tahun 2010 sampai tahun 2019 terjadi di Kecamatan Kuta Alam pada tahun 2010 sebanyak 136 kasus/tahun dengan tingkat curah hujan 140 mm/bulan, kemudian Kecamatan Syiah Kuala pada tahun 2010 dengan jumlah kasus 106/tahun dengan curah hujan 150 mm/bulan. Puncak curah hujan terjadi pada tahun 2016 dengan curah hujan 206 mm/bulan terjadi pada kecamatan Syiah Kuala dengan jumlah kasus DBD 24 kasus/tahun.
Gambaran grafis dalam Gambar 4.6 juga secara jelas memperlihatkan hubungan antara curah hujan dan jumlah kasus DBD di Kota Banda Aceh. Hasil pengamatan didukung oleh uji statistik melalui uji korelasi dengan koofisien
korelasi 0,2505. Jika curah hujan dipadankan dengan jumlah kasus DBD satu bulan sesudahnya, koofisien korelasi melemah menjadi 0,2492. Jika dipadankan dengan jumlah kasus DBD dua bulan sesudahnya, korelasi menjadi lebih bermakna yaitu 0,2611. Curah hujan dengan kasus DBD memiliki hubungan rendah dan berpola positif artinya jumlah kasus DBD akan meningkat jika curah hujan juga meningkat dan dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara curah hujan dengan jumlah kasus DBD di Kota Banda Aceh.
Berdasarkan hasil olah statistik melalui uji korelasi, jika asumsi bahwa jumlah kasus DBD di setiap kecamatan dapat mencerminkan kejadian DBD di Kota Banda Aceh dapat diterima, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan curah hujan akan meningkatkan kejadian DBD di Kota Banda Aceh. Peningkatan kasus akan mulai terjadi satu bulan sebelum puncak curah hujan terjadi. Curah hujan optimum selama tahun 2010 - 2019 yaitu 410 mm/bulan terjadi pada bulan November tahun 2014 dengan kasus DBD 50 kasus/bulan. Curah hujan terendah 15 mm/bulan terjadi pada bulan Maret tahun 2014 dengan jumlah kasus DBD 11 kasus/bulan. Kasus DBD tertinggi 106 kasus/bulan terjadi pada tingkat curah hujan 101 mm/bulan. Curah hujan dapat meningkatkan transmisi penyakit yang ditularkan oleh vektor dengan cara memacu proliferasi tempat berkembang biak, tetapi juga dapat mengeliminasi tempat berkembang biak dengan cara menghanyutkan vektor. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa korelasi yang didapatkan pada penelitian ini tidak terlalu kuat (moderat). (Gharbi, et al, 2011)
Hasil dari analisis data dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2019 puncak curah hujan dan puncak kasus DBD terjadi pada bulan Januari dengan jumlah
kasus 462 kasus dengan tingkat curah hujan rata-rata 147 mm/bulan, kemudian di bulan Desember dengan jumlah kasus DBD 427 kasus dan tingkat curah hujan rata-rata 188 mm/bulan. Puncak curah hujan tertinggi adalah 410mm/bulan dengan jumlah kasus DBD 50 kasus/bulan. Puncak curah hujan dari rata-rata tahunan akan diikuti pula dengan perubahan puncak kasus DBD. Puncak curah hujan juga tetap terjadi pada waktu yang sama dengan puncak kasus DBD.
Puncak curah hujan dari rata-rata tahunan akan diikuti pula dengan perubahan puncak kasus DBD. Berdasarkan pengamatan tingkat curah hujan bulanan di Kota Banda Aceh selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2019 dapat disimpulkan sebagai berikut, tingkat curah hujan berkorelasi dengan jumlah kasus DBD, korelasi paling kuat terjadi pada bulan puncak curah hujan, bulan puncak curah hujan berhimpitan dengan bulan puncak kasus DBD, Perubahan puncak curah hujan sejalan dengan perubahan puncak kasus DBD.
Transmisi dengue berkorelasi dengan curah hujan, suhu udara, kelembaban serta kepadatan penduduk. Efek curah hujan, suhu, kelembaban terhadap prevalensi dengue sangat penting untuk diteliti karena diperlukan sebagai alat untuk meramalkan variasi insidens dan risiko yang berhubungan dengan dampak perubahan iklim.
Curah hujan diindikasi memegang peranan penting dalam penularan penyakit DBD. Curah hujan dapat berhubungan dengan kasus DBD dengan dua cara yaitu meningkatkan suhu dan kelembapan udara serta menambah tempat perkembangbiakan atau breeding place nyamuk Aedes aegypti. Semakin banyak breeding place maka nyamuk Aedes aegypti akan menempatkan telurnya. Curah hujan yang tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan banjir sehingga
menghilangkan tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti yang biasanya hidup di air bersih. Hal ini mengakibatkan jumlah perindukan nyamuk akan berkurang sehingga populasi nyamuk akan berkurang. Pada musim kemarau, populasi nyamuk juga dapat bertambah jika masyarakat menyimpan air dalam tempat penyimpanan air yang akan menjadi breeding place nyamuk (Ibara, et al., 2013).
Jika curah hujan kecil dan dalam waktu yang lama dapat menambah tempat perindukan nyamuk dan meningkatkan populasi nyamuk (Dini, et al., 2010).
Curah hujan yang tinggi akan menambah jumlah tempat perindukan nyamuk secara alami di luar ruangan seperti kaleng-kaleng, botol bekas, daun-daunan yang dapat menambung air hujan. Namun, tingkat keeratan hubungan antara curah hujan dengan jumlah kasus DBD berada dalam tingkatan sedang.
Korelasi antara curah hujan dengan jumlah kasus DBD mempunyai korelasi positif yang bermakna dimana peningkatan curah hujan diikuti juga oleh peningkatan jumlah kasus DBD. (Lahdji, 2017).
Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian lain yang sejenis, tetapi dilakukan di Kota Palembang pada periode 2004-2010 (Iriani, 2012), penelitian tersebut menunjukkan bahwa curah hujan memiliki hubungan dengan kejadian DBD dengan nilai korelasi (r = 0,353) dan arah hubungannya adalah positif. Penelitian yang dilakukan di Kota Prabumulih pada periode tahun 2014-2017 (Ritawati, 2019) dengan hasil penelitian dilakukan uji korelasi dengan nilai korelasi curah hujan dengan kasus DBD adalah (r = 0,224) dan arah hubungan keduanya adalah positif. Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan di Puskesmas Gunung Anyar tahun 2010-2016 (Paramita, 2017) penelitian tersebut menunjukkan ada hubungan antara curah hujan dengan peningkatan kasus DBD
dibuktikan dengan uji korelasi 0,28 dan berhubungan positif. Penelitian selanjutnya dilakukan di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Ariati, 2012) Penelitian tersebut menunjukkan bahwa curah hujan memiliki hubungan dengan kejadian DBD (r = 0,26) dan arah hubungannya adalah positif. Penelitian lain yang dilakukan di Puskesmas Putat Jaya, Kota Surabaya pada periode 2010-2014 (Kurniawati, 2016). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa curah hujan memiliki hubungan dengan kejadian DBD. Kemudian derajat kekuatan hubungannya lemah (r = 0,141) dan arah hubungannya adalah positif. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa curah hujan memiliki hubungan dengan kejadian DBD, tanpa mengetahui kekuatan hubungannya. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan di Kabupaten Pacitan (Wulandari, 2016). Selanjutnya adalah penelitian dari Kota Makassar (Rahim, dkk., 2016) yang menunjukkan bahwa faktor lingkungan, khususnya adalah curah hujan memiliki hubungan dengan tingkat endemisitas DBD. Serta penelitian yang dilakukan di Kota Semarang pada periode tahun 2006–2011. Faktor iklim yang memiliki hubungan bermakna dengan arah positif terhadap kejadian DBD adalah curah hujan (r = 0,403).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan faktor iklim, berupa curah hujan dan kelembapan udara diikuti juga dengan peningkatan kejadian DBD di Kota Semarang (Wirayoga, 2013).
5.3 Pengaruh kelembaban udara dengan Peningkatan Kasus Demam