BAB 5. PEMBAHASAN
5.2. Pengaruh Faktor Pemungkin (Enabling Factors) terhadap
Faktor pemungkin dalam penelitian ini adalah ketersediaan alat kontrasepsi
dan keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi.
5.2.1. Pengaruh Ketersediaan Alat Kontrasepsi terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh ketersediaan alat kontrasepsi terhadap
pemakaian alat kontrasepsi wanita PUS dengan uji regresi linier berganda
menunjukkan tidak ada pengaruh (p=0,108). Responden yang menyatakan bahwa
ketersediaan alat kontrasepsi lengkap sebagian besar memakai alat kontrasepsi yaitu
48 orang (81,4%). Responden yang menyatakan bahwa alat kontrasepsi kurang
lengkap sebagian besar tidak memakai alat kontrasepsi yaitu 35 orang (52,2%).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Angio (2011), menunjukkan ada
pengaruh ketersediaan alat kontrasepsi terhadap pemilihan alat kontrasepsi hormonal
di wilayah kerja Puskesmas Manyaran Semarang (p=0,001). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sigit (2000), mendapatkan hasil bahwa ketersediaan alat kontrasepsi
akan memengaruhi ibu dalam pemakaian metode alat kontrasepsi (p=0,003).
Ketersediaan alat kontrasepsi terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau
tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan yang dapat digunakan, dan metode
kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat. Secara tidak langsung daya beli
individu juga dipengaruhi oleh ada tidaknya subsidi dari pemerintahan. Menurut
Kartono dalam Hutauruk (2006), PUS tidak memanfaatkan pelayanan KB karena
cenderung memprioritaskan salah satu alat kontrasepsi sehingga membatasi suatu
metode kontrasepsi tertentu karena keterbatasan persediaan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari puskesmas Kota Blangkejeren
bahwa semua metode kontrasepsi tersedia lengkap di Puskesmas. Kontrasepsi IUD
dengan harga yang cukup mahal sering tidak tersedia (tidak lengkap) di Puskesmas.
Tidak berpengaruhnya ketersediaan alat kontrasepsi disebabkan bagi sebagian ibu
walaupun alat kontrasepsi lengkap ataupun tidak lengkap di puskesmas tetapi ibu
tetap memakai alat kontrasepsi dengan mencarinya di klinik-klinik Bidan yang ada,
karena misalkan ibu sudah menggunakan kontrasepsi tetapi di puskesmas tidak
tersedia, maka ibu tersebut harus meneruskan menggunakan alat kontrasepsi tersebut
dengan mencarinya di tempat-tempat lain yang menyediakan, karena jika
menghentikan penggunaan alat kontrasepsi tersebut ibu takut hamil.
5.2.2. Pengaruh Keterjangkauan Pelayanan Alat Kontrasepsi terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh keterjangkauan pelayanan alat
kontrasepsi terhadap pemakaian alat kontrasepsi wanita PUS dengan uji regresi linier
berganda menunjukkan tidak ada pengaruh (p=0,158). Responden yang menyatakan
bahwa keterjangkauan pelayanan kontrasepsi dekat sebagian besar memakai alat
kontrasepsi yaitu 41 orang (75,9%). Responden yang menyatakan bahwa pelayanan
kontrasepsi jauh sebagian besar juga memakai alat kontrasepsi yaitu 42 orang
Berbeda dengan hasil penelitian Fatimah (2010) bahwa ada hubungan yang
signifikan keterjangkauan pelayanan kontrasepsi dengan pemilihan alat kontrasepsi di
Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. Ibu yang dekat dengan
pelayanan kontrasepsi cenderung menggunakan alat kontrasepsi sedangkan yang jauh
dari pelayanan kontrasepsi tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Menurut Depkes RI (2007), pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan
dengan akses geografis, dalam hal ini adalah tempat memfasilitasi atau menghambat
pemanfaatan. Ini adalah hubungan antara lokasi pelayanan dan lokasi Klien yang
dapat diukur dengan jarak, waktu tempuh atau biaya tempuh. Hubungan antara akses
geografis dan volume dari pelayanan bergantung dari jenis pelayanan dan jenis
sumber daya yang ada. Dan tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksesibiltas dan
pelayanan kesehatan dari tenaga medis yang terampil serta kesediaan masyarakat
untuk merubah kehidupan tradisional ke norma kehidupan modern dalam bidang
kesehatan merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat
pemakaian alat kontrasepsi.
Menurut Rafael dalam Hutauruk (2006), faktor yang memengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan
seperti jarak tempuh dan waktu yang terbuang untuk pergi ke fasilitas, biaya, kendala,
sosial budaya terhadap pelayanan kesehatan modern, atau keramahan petugas
pelayanan kesehatan. Tempat pelayanan yang tidak strategis atau sangat sulit dicapai
menyebabkan berkurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Manuaba
diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedia layanan kesehatan yang
terjangkau.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pemakaian alat
kontrasepsi pada ibu yang dekat dengan pelayanan kontrasepsi dengan ibu yang jauh
dengan pelayanan kontrasepsi. Hal ini kemungkinan dapat dikaitkan juga dengan
jumlah anak yang dimiliki ibu, jika ibu dengan pelayanan kontrasepsi tetapi ibu
masih mempunyai anak 1 atau 2 orang, kemungkinan menggunakan kontrasepsi kecil
tetapi walaupun ibu jauh dari layanan kontrasepsi tetapi ibu sudah mempunyai anak
yang cukup dan tidak ingin hamil lagi maka ibu akan menggunakan alat kontrasepsi
tersebut.
5.3. Pengaruh Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS
Faktor pendorong dalam penelitian ini adalah dukungan dari petugas
kesehatan dan dukungan suami.
5.3.1. Pengaruh Dukungan Petugas Kesehatan terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi logistik ganda
diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dukungan petugas kesehatan
terhadap pemakaian alat kontrasepsi wanita PUS (p=0,004). Responden yang
menyatakan bahwa dukungan petugas kesehatan baik sebagian besar memakai alat
petugas kesehatan kurang baik sebagian besar juga memakai alat kontrasepsi yaitu 45
orang (57,7%).
Hasil penelitian Junita (2009) mendapatkan hasil bahwa dukungan petugas
kesehatan berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi (p=0,000). Petugas
kesehatan berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan dan menjelaskan
tentang alat kontrasepsi.
Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh
dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam
masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman,
ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang
bersangkutan (Sarwono, 2001).
Petugas kesehatan menjadi salah satu pihak yang paling bertanggung jawab
dalam mengkampanyekan program keluarga berencana kepada masyarakat. Tetapi
dalam perkembangannya tugas tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik. Petugas
kesehatan juga tidak memiliki dana yang cukup untuk program tersebut sehingga
mereka hanya dapat melayani para calon akseptor yang datang ke puskesmas. Saat di
puskesmas inilah petugas kesehatan memegang peranan penting karena mereka dapat
menyakinkan para calon akseptor untuk memakai alat kontrasepsi. Petugas kesehatan
yang dimaksud dalam hal ini adalah bidan atau perawat yang bertugas di poliklinik
KB.
Masyarakat Gayo Lues masih memandang petugas kesehatan sebagai tokoh
kesehatan sehingga sebagian ibu mau menuruti menggunakan alat kontrasepsi jika
diajak oleh petugas kesehatan, sementara bagi ibu yang lain yang tidak mendapatkan
dukungan dari petugas kesehatan tidak menggunakan alat kontrasepsi karena belum
mengerti manfaat dan keuntungan dari mengikuti program keluarga berencana.
5.3.2. Pengaruh Dukungan Suami terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi logistik ganda
diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dukungan suami terhadap
pemakaian alat kontrasepsi wanita PUS (p=0,000). Responden yang menyatakan
bahwa dukungan suami baik sebagian besar memakai alat kontrasepsi yaitu 46 orang
(93,9%). Responden yang menyatakan bahwa dukungan suami kurang baik sebagian
besar tidak memakai alat kontrasepsi yaitu 40 orang (51,9%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Isti (2007)
tentang faktor-faktor yang memengaruhi dukungan suami dalam pemilihan metode
kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunung Pati Kota
Semarang yang memperoleh hasil dukungan suami paling banyak dalam kategori
kurang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Duong dkk (2005) di Mexico tentang pengaruh
peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada wanita, menunjukkan bahwa
33% wanita menolak memakai alat kontrasepsi setelah pasca persalinan disebabkan
tidak ada dukungan dari suami. Penelitian yang dilakukan Mistik dkk di Turki
dan 32% tidak setuju jika istrinya menggunakan alat kontrasepsi hormonal (Edy,
1999).
Dukungan suami yang tidak baik akan memengaruhi kemauan wanita PUS
untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini dikarenakan di masyarakat khususnya di
daerah Gayo Lues, lelaki atau suami masih memegang kendali dalam pengambilan
keputusan di banyak hal, salah satunya adalah penggunaan alat kontrasepsi. Jika tidak
didukung suami, maka sang istri juga tidak akan mau menggunakan alat kontrasepsi.
Timpangnya peran gender pada masyarakat Gayo Lues disebabkan budaya turun
temurun yang lebih mengutamakan laki-laki dibandingkan perempuan, bahkan untuk
urusan pemakaian alat kontrasepsi, banyak perempuan yang kurang mendapatkan
dukungan dari suaminya. Tetapi sejak pendidikan kesehatan reproduksi pelan-pelan
diperkenalkan oleh tenaga kesehatan kepada istri maupun suami, maka sudah banyak
wanita yang berani mengambil keputusan untuk memakai alat kontrasepsi walaupun
tidak didukung oleh suami, beberapa wanita tetap menyembunyikan bahwa dirinya
memakai salah satu alat kontrasepsi karena memang beberapa jenis alat kontrasepsi
tidak menampakkan bukti fisik bahwa seseorang menggunakan alat kontrasepsi