• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN

KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Oleh

SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

DETERMINANT OF THE USE OF CONTRASEPTIVES IN THE WOMEN OF REPRODUCTIVE AGE IN THE WORKING AREA OF

PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN GAYO LUES DISTRICT

THESIS

By

SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN

KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES Nama Mahasiswa : Sopi Ropika Dewi

Nomor Induk Mahasiswa : 107032210

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 25 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN

KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

(7)

ABSTRAK

Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. Data Dinas Kesehatan Blangkejeren Gayo Lues (2010) menunjukkan bahwa jumlah Pasangan usia Subur (PUS) di wilayah kerja puskesmas 556 orang dengan Akseptor KB 65% yang masih jauh dari target Nasional yaitu 85%. Banyak faktor yang diduga berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS

Jenis penelitian ini adalah explanatory research bertujuan untuk menjelaskan pengaruh (faktor pendukung: umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, faktor pemungkin: ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi, faktor penguat: dukungan petugas kesehatan, dan dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS. Populasi adalah seluruh wanita PUS sebanyak 556 orang dengan besar sampel 126 orang yang diambil secara systematic random sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh paling dominan secara berurutan yaitu jumlah anak (exp(β)=31,883), dukungan suami (exp(β)=30,515), pendidikan (exp(β)=23,786), dukungan petugas kesehatan (exp(β)=9,209), pengetahuan (exp(β)=5,776). Faktor pendidikan tinggi, jumlah anak sedikit, pengetahuan baik, dukungan petugas kesehatan baik, dan dukungan suami baik dengan prediksi 0, maka nilai probabilitas wanita PUS menggunakan alat kontrasepsi sebesar 99,17%, sebaliknya dengan prediksi 1 sebesar 0,01%.

Kepada Dinas Kesehatan, Pemerintah kota dan Puskesmas Blangkejeren dapat meningkatkan peran serta petugas KB sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat (remaja, calon pengantin, PUS) tentang alat kontrasepsi dan dapat memahami serta menyadari bahwa wanita PUS memiliki hak dan kewajiban kesehatan reproduksi dalam keluarga.

(8)

ABSTRACT

One of the population problems faced by Indonesia is the high population growth rate. One of the attempts done to reduce the population growth rate is through Family Planning program. The data obtained from Blangkejeren Gayo Lues Health Service (2010) shows that the number of the Couples in Reproductive Age in the working area of Puskesmas (Community Health Center) was 556 persons and 65% of them were the Family Planning Acceptors where this number was very far from the National Target (85%).

The purpose of this explanatory study was to describe the influence of the factors (age, education, knowledge, number of children owned, the availability of contraceptive device, the affordability of contraceptive services) on the social support of husband in the use of contraceptive device in his reproductive-age wife. The population of this study was 556 reproductive-age wives and 126 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the dominant influential variables in sequence are the number of children owned (β=31.883), support from husband (β= 30.515), education (β=23.786), support from health workers (β=9.209), and knowledge (β=5.776). With the factors of high education, having few children, good knowledge, good support from health workers, and good support from husband with the prediction of 0, the probability rate of the married women of reproductive age using the contraceptives was 99.17%; on the contrary, with prediction 1, it was 0.01%.

The management of Health Service, City Government and Puskesmas Blangkejeren are suggested to improve the participation of Family Planning staff that they are able to provide information to the community members (teenagers, future bride and bridegroom, and the married women of reproductive age) about the contraceptives and can understand and realize that the married women of reproductive age have rights and responsibilities to have reproductive health in their family.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas segala

karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis

ini dengan judul “Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012”

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak terlaksana dengan baik tanpa

bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu

pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih

yang tidak terhingga kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam

menyelesaikan tesis ini:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing dan Asfriyati,

S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian

dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk

(10)

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. dan dr. Antonius Ginting, Sp.OG, M.Kes

sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan

dan masukan demi kesempurnaan penulisan ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti

selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues beserta jajarannya yang telah

membantu memberi izin penelitian.

8. Teristimewa buat Ayahanda Syariman Ryanto dan ibunda Rosvitawani yang

selalu memanjatkan do’a-do’anya untuk ananda, harapan, pengorbanan,

dukungan, dan motivasi yang tiada henti.

9. Suami tercinta Ferdiyansyah, S.T, ananda tersayang Ghadiza dan M. Fatih, serta

seluruh sanak saudara yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama

penulis mengikuti pendidikan.

10.Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan

Tesis ini.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan

(11)

kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sopi Ropika Dewi dilahirkan di Gayo Lues pada tanggal 26

Desember 1979 dan anak dari pasangan Syariman Ryanto dan Rosvitawani. Penulis

telah menikah pada tahun 2005 dengan ferdiyansyah, S.T, dan dikaruniai 2 (dua)

orang anak, satu orang putri bernama Ghadiza dan 1 orang putra bernama

Muhammad Fatih.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4

Gayo Lues tahun 1985 dan selesai pada tahun 1991. Tahun 1994 penulis

menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gayo Lues. Tahun 1997 penulis

menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan Muhammadiyah Banda Aceh. Pada tahun

2001 penulis menamatkan program Diploma-III Kebidanan Akademi Kebidanan

MONA Banda Aceh. Pada tahun 2004, penulis menamatkan D-IV Bidan Pendidik di

Universitas Sumatera Utara Medan. Pada tahun 2010-Sekarang penulis menempuh

pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan

Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Saat ini penulis bekerja di Rumah Sakit Ibu & ANAK Banda Aceh dengan

status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

(13)

DAFTAR ISI

2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Pemakaian Kontrasepsi ... 24

2.4. Determinan Perilaku Terkait Penelitian ... 27

2.5. Landasan Teori ... 32

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 60

5.1. Pengaruh Faktor Pendukung (Predisposing Factors) Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 60

5.2. Pengaruh Faktor Pemungkin (Enabling Factors) terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 61

5.3. Pengaruh Faktor Pendukung (Predisposing Factors) terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas Angket ... 39

3.2. Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 40

4.1. Distribusi Frekuensi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 48

4.2. Tabulasi Silang Faktor Pendukung terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 51

4.3. Tabulasi Silang Faktor Pemungkin terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 53

4.4. Tabulasi Silang Faktor Penguat terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren

Gayo Lues Tahun 2012 ... 55

4.5. Hasil Uji Analisis Multivariat dengan Regresi Logistik Ganda... 57

4.6. Nilai Probabilitas Wanita PUS Memakai Alat Kontrasepsi di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012... 58

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Skema Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Menurut

Berthrand ... 26

2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas ... 33

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 83

2. Ujicoba Validitas Angket ... 89

3. Output Validitas dan Reliabilitas Angket ... 90

4. Master Data ... 96

5. Output SPSS Master Data ... 104

(18)

ABSTRAK

Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. Data Dinas Kesehatan Blangkejeren Gayo Lues (2010) menunjukkan bahwa jumlah Pasangan usia Subur (PUS) di wilayah kerja puskesmas 556 orang dengan Akseptor KB 65% yang masih jauh dari target Nasional yaitu 85%. Banyak faktor yang diduga berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS

Jenis penelitian ini adalah explanatory research bertujuan untuk menjelaskan pengaruh (faktor pendukung: umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, faktor pemungkin: ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi, faktor penguat: dukungan petugas kesehatan, dan dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS. Populasi adalah seluruh wanita PUS sebanyak 556 orang dengan besar sampel 126 orang yang diambil secara systematic random sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh paling dominan secara berurutan yaitu jumlah anak (exp(β)=31,883), dukungan suami (exp(β)=30,515), pendidikan (exp(β)=23,786), dukungan petugas kesehatan (exp(β)=9,209), pengetahuan (exp(β)=5,776). Faktor pendidikan tinggi, jumlah anak sedikit, pengetahuan baik, dukungan petugas kesehatan baik, dan dukungan suami baik dengan prediksi 0, maka nilai probabilitas wanita PUS menggunakan alat kontrasepsi sebesar 99,17%, sebaliknya dengan prediksi 1 sebesar 0,01%.

Kepada Dinas Kesehatan, Pemerintah kota dan Puskesmas Blangkejeren dapat meningkatkan peran serta petugas KB sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat (remaja, calon pengantin, PUS) tentang alat kontrasepsi dan dapat memahami serta menyadari bahwa wanita PUS memiliki hak dan kewajiban kesehatan reproduksi dalam keluarga.

(19)

ABSTRACT

One of the population problems faced by Indonesia is the high population growth rate. One of the attempts done to reduce the population growth rate is through Family Planning program. The data obtained from Blangkejeren Gayo Lues Health Service (2010) shows that the number of the Couples in Reproductive Age in the working area of Puskesmas (Community Health Center) was 556 persons and 65% of them were the Family Planning Acceptors where this number was very far from the National Target (85%).

The purpose of this explanatory study was to describe the influence of the factors (age, education, knowledge, number of children owned, the availability of contraceptive device, the affordability of contraceptive services) on the social support of husband in the use of contraceptive device in his reproductive-age wife. The population of this study was 556 reproductive-age wives and 126 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the dominant influential variables in sequence are the number of children owned (β=31.883), support from husband (β= 30.515), education (β=23.786), support from health workers (β=9.209), and knowledge (β=5.776). With the factors of high education, having few children, good knowledge, good support from health workers, and good support from husband with the prediction of 0, the probability rate of the married women of reproductive age using the contraceptives was 99.17%; on the contrary, with prediction 1, it was 0.01%.

The management of Health Service, City Government and Puskesmas Blangkejeren are suggested to improve the participation of Family Planning staff that they are able to provide information to the community members (teenagers, future bride and bridegroom, and the married women of reproductive age) about the contraceptives and can understand and realize that the married women of reproductive age have rights and responsibilities to have reproductive health in their family.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara

berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Berbagai program

pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

kependudukan tersebut, antara lain melalui program pelayanan kesehatan ibu dan

anak, keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera (BKKBN, 2009).

Keluarga Berencana adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan

jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil

bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat sejahtera

dengan pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Hal tersebut diupayakan

melalui gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan keluarga sejahtera

dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera dengan sasaran pasangan usia subur

(BKKBN, 2009).

Paradigma baru program Keluarga Berencana (KB) adalah mewujudkan

keluarga berkualitas tahun 2015 dan bertujuan memberdayakan masyarakat untuk

(21)

kesejahteraan, kemandirian dan ketahanan keluarga serta meningkatkan kualitas

pelayanan keluarga berencana (Syaifuddin, 2003).

Belum maksimalnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB

mengakibatkan tingginya pertambahan penduduk yang akan menyebabkan

meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan

pelayanan lainnya. Ketidakmampuan menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup,

berdampak pada naiknya angka pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008).

Berdasarkan laporan BPS tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebesar

16,58% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 37,17 juta jiwa. Hal ini

mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut United

Nations Development Program/UNDP (2008),IPM Indonesia masih sangat rendah

yaitu 0,728 menduduki peringkat 107 dari 177 negara. Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa Indonesia belum mampu untuk memanfaatkan jumlah

populasinya yang besar menjadi kekuatan ekonomi dan harus segera mengatur laju

pertumbuhan penduduknya (Herlianto, 2008).

Cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif pada profil kesehatan 2010, jumlah

PUS di seluruh Indonesia mencapai 44.738.378 orang dengan jumlah peserta KB

Baru 8.647.024 orang (19,33%), dan jumlah peserta KB Aktif 33.713.115 orang

(75,36%). Persentase peserta KB Aktif menurut metode kontrasepsi di Indonesia IUD

11,03%, MOW 3,53%, MOP 0,68%, Implan 8,26%, Kondom 2,50%, Suntik 47,19%,

(22)

sebanyak IUD 5,97%, MOW 1,05%, MOP 0,27%, Kondom 7,98%, Implan 6,50%,

Suntik 49,04%, Pil 29,19% (Depkes RI, 2010).

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan program KB tersebut

di antaranya adalah pengadaan alat kontrasepsi yang masih kurang, jumlah petugas

KB lapangan (PLKB) yang minim, serta kebijakan pemerintah di tiap daerah tidak

sama (BKKBN, 2004).

Cakupan pemakaian alat kontrasepsi pada pria di negara lain seperti Malaysia

16%, Bangladesh 14%, Iran 13%, Amerika 35%, dan Jepang 80%. Hal ini sangat

penting, sebab peran pria dalam KB akan memberikan kontribusi yang sangat

signifikan terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk dan penanganan masalah

kesehatan reproduksi (BKKBN, 2005).

Idealnya, dalam pelaksanaan program KB nasional, penggunaan kontrasepsi

merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga

metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri.

Pasangan suami istri harus saling mendukung dalam pemilihan dan penggunaan

metode kontrasepsi karena kesehatan reproduksi, khususnya KB bukan hanya urusan

pria atau wanita saja (Suprihastuti, 2003).

Peserta KB di Indonesia masih didominasi oleh perempuan. Pemerintah

dengan berbagai sumber daya yang telah ada berupaya untuk meningkatkan

kesetaraan pria dalam ber-KB. Namun hasilnya masih belum seperti yang diharapkan

(23)

Usia subur seorang wanita biasanya antara 15-49 tahun, oleh karena itu untuk

mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih

diprioritaskan untuk menggunakan alat/metode KB. Rata-rata cakupan peserta KB

aktif pada tahun 2010 adalah sekitar 75,4%, dimana Provinsi dengan persentase

peserta KB aktif tertinggi adalah Bengkulu (89,9%), Gorontalo (85,6%), dan Bali

(85,3%). Sedangkan persentase peserta KB aktif terendah adalah Papua (48,4%),

Maluku Utara (58,2%), dan Kepulauan Riau (64%). Pada tahun 2010 sebesar 76,5%

peserta KB aktif masih banyak menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek

terutama suntik (47,19%) dan Pil KB (26,81%). Sebaliknya metode MOP (Metode

Operasi Pria) yang paling rendah proporsi penggunaannya yaitu hanya sebesar

0,68%. Sebagian besar peserta KB aktif adalah perempuan yaitu sebesar 96,82% dan

3,18% lainnya adalah laki-laki (Depkes RI, 2010).

Berdasarkan cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif di Provinsi Pemerintah

Aceh dengan jumlah PUS 776.140 orang, peserta KB Baru sebanyak 197.755

(25,48%), peserta KB Aktif sebanyak 593.025 (76,41%). Peserta KB Baru yang

menggunakan metode kontrasepsi IUD 2.438 (1,23%), MOW 644 (0,33%), MOP 22

(0,01%), kondom 33.691 (17,04%), Implan 3.496 (1,77%), Suntik 83.222 (42,08%),

Pil 74.242 (37,54%). Peserta KB Aktif yang menggunakan metode kontrasepsi IUD

11.993 (2,02%), MOW 4.479 (0,76%), MOP 187 (0,03), Implan 11,746 (1,98%),

Kondom 51.698 (8,72%), Suntik 267.195 (45,06%), Pil 245.727 (41,44%) (Depkes

(24)

Ketidaksetaraan gender dalam ber KB dan kesehatan reproduksi sangat

berpengaruh pada keberhasilan program. Sebagian besar masyarakat dan

penyelenggara serta penentu kebijakan masih menganggap bahwa pengguna

kontrasepsi adalah urusan perempuan, masih relatif rendahnya kepedulian pria dalam

proses reproduksi keluarganya, terutama dalam hal kehamilan dan kelahiran.

Rendahnya partisipasi pria terhadap pemakaian kontrasepsi sebanyak 1,3% dari total

peserta KB aktif merupakan manifestasi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender

(BKKBN, 2005).

Masih adanya perempuan yang tidak berpartisipasi dalam program KB

dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan perilaku. Rendahnya pengetahuan perempuan

tersebut memengaruhi persepsinya tentang penggunaan alat kontrasepsi, karena salah

satu yang menentukan persepsi seseorang adalah pengetahuan yang ia miliki.

Seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang sesuatu objek akan memiliki

persepsi yang lebih positif terhadap hal tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi

positif tentang sesuatu akan membuat individu tersebut akan memiliki sikap dan

perilaku yang positif juga terhadap hal tersebut (BKKBN, 2004). Menurut

Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya sikap dan perilaku seseorang (over behaviour). Penerimaan sikap dan

perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka akan

menghasilkan sebuah perilaku yang akan dapat dipertahankan lebih lama.

Menurut Affandi (1987) faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat/cara

(25)

oleh masyarakat yaitu: faktor medik mekanik dan faktor sosial budaya (sosial

ekonomi, sosio demografi, pengetahuan).

Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan,

terutama pada perempuan. Banyak faktor yang memengaruhi perempuan dalam

pemakaian alat kontrasepsi. Green dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan. Perilaku itu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor

yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam karakteristik,

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor

pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan sosial, ketersediaan

atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan. Faktor pendorong (reinforcing

factors) yang terwujud dalam dukungan dari orang terdekat, dukungan sikap dan

perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan determinan pemakaian

alat kontrasepsi pada wanita PUS yaitu penelitian Sulistio (2010), bahwa ada empat

variabel independen yang memiliki hubungan dengan pemilihan alat KB, yaitu

variabel umur ibu, pendidikan, jumlah anak hidup, dan umur anak terakhir. Demikian

juga penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2007) mengenai beberapa faktor yang

berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita di Kecamatan Tonjong

Kabupaten Brebes menunjukkan ada hubungan umur, pendidikan, pengetahuan,

komunikasi KB, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan, peran

(26)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah (2002) mengenai dukungan

suami dalam pemilihan alat kontrasepsi pada peserta KB di Kelurahan Serasan Jaya

Sumatera Selatan menyatakan bahwa adanya hubungan antara dukungan suami dalam

pemilihan alat kontrasepsi (p=0,000).

Penelitian yang dilakukan oleh Wurjayanto, Eko Berbudi (2007) mengenai

hubungan peran petugas, kenyamanan KB dan dukungan suami dengan pergantian

dini metode KB di Puskesmas Salaman 1 Kec. Salaman Kab. Magelang menunjukkan

ada hubungan antara dukungan suami dengan pergantian dini metode KB.

Setelah dilakukan survei dan pengambilan data di wilayah kerja Puskesmas

Blangkejeren diperoleh data jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 556

pasangan dan jumlah akseptor KB sampai Agustus 2010 yaitu Suntik (41%), Implant

(20,5%), pil (20%), AKDR (13,6%), kondom (4,1%), MOP (0%). Hasil wawancara

dengan PUS sebanyak 20 orang, ibu yang membawa anak dan bayi berobat, bahwa

sebagian besar dari mereka (11 orang) belum menjadi akseptor KB dengan berbagai

alasan tidak tahu KB apa yang cocok untuk dirinya, tidak tahu alat-alat KB apa saja

yang tersedia, agak susah menjangkau pelayanan kontrasepsi, kurang dukungan dari

petugas kesehatan, dan tidak diizinkan oleh suami.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

Determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita pasangan usia subur di wilayah

(27)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah determinan pemakaian alat

kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo

Lues.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh determinan

pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota

Blangkejeren Gayo Lues.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh determinan pemakaian alat

kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo

Lues.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pihak Puskesmas Kota Blangkejeren dalam

menggalakkan kembali program keluarga berencana di wilayah kerjanya,

untuk menggunakan alat kontrasepsi.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues

dalam menyusun program kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan

(28)

3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai

kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1. Sejarah KB

Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal yang baru, karena menurut

catatan-catatan dan tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok Kuno dan

India hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada waktu

itu cara-cara yang dikaji masih primitif dan kuno. Pada zaman Nabi-Nabi dan

pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran

namun dengan cara-cara sederhana (Mochtar, 2008).

Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu

bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan persetubuhan antara suami dan

istri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali. Kehamilan disangka disebabkan

oleh sesuatu yang mistik atau termakan oleh wanita atau disebabkan oleh pengaruh

matahari dan bulan atau hal-hal lainnya. Maka dengan sendirinya cara keluarga

berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan memakai jimat

anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita tersebut tidak hamil dan

anaknya tidak susun paku (Mochtar, 2008).

Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmiah

tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan semen

(30)

memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim,

umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan atau sepotong kain perca ke

dalam vagina (Prawiroharjo, 2006).

Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip

berhuruf hirogrif dijumpai keterangan mengenai cara orang Mesir Kuno

menjarangkan kelahiran. Menurut ahli sejarah Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dan

filsuf Arab zaman Persia telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kelahiran

(Prawirohardjo, 2006).

Sejak zaman dulu, di Indonesia telah dipakai obat dan jamu yang

dimaksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan

dan daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat

Hindu Bali sejak dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara

untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya hanya

sampai empat (Mochtar, 2008).

Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada

waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai

membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publikasi, dengan obat yang

ada tentang keluarga berencana. Pada tanggal 23 Desember 1957, mereka mendirikan

wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah

pelopor pergerakan keluarga berencana dan sampai sekarang masih aktif membantu

program keluarga berencana nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi

(31)

Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang

bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN

antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijakan, pengawas,

pelaksana dan evaluasi.

Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk

membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi,

mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan

beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu,

terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan,

meningkatkan mutu nasehat komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan,

meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktik KB, dan

meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk menjarangkan kehamilan

(BKKBN, 2007).

2.1.2. Pengertian KB

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah

tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk (BKKBN, 2001):

a. Mendapatkan objektif - objektif tertentu.

b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.

c. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.

d. Mengatur interval di antara kelahiran.

e. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri.

(32)

Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS).

Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun

swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat

bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter

praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa.

Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, IUD,

implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat

diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa.

Kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan kontrasepsi

jenis, IUD, implant dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

terlatih dan berkompeten (BKKBN, 2001).

2.1.3. Tujuan KB

Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan

pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini

bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan

meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran

dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana.

Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan

pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana.

Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan KB

telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap

(33)

pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga

berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus

dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan

KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB, penggalangan

kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan

program di lapangan (BKKBN, 2001).

2.1.4. Visi dan Misi KB

Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional

adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang

berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015″ dijabarkan dalam salah satu

misinya ke dalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan

Reproduksi (BKKBN, 2001).

2.2. Kontrasepsi

2.2.1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah penggunaan alat-alat atau cara-cara untuk mencegah

terjadinya kehamilan atau memperkecil kemungkinan terjadinya pembuahan

(konsepsi) setelah coitus. Ciri-ciri kontrasepsi ideal harus memiliki syarat berdaya

guna, murah, aman, mudah didapat, ideal, dan lama kerjanya dapat diatur menurut

(34)

suami istri, tidak mengganggu hubungan dan pemakaiannya dapat dipercaya

(Prawiroharjo, 2006).

Dahulu kala pada abad sebelum Masehi, Hipocrates pernah menganjurkan

wanita-wanita yang terlambat haid dan kebanyakan anak untuk bekerja lebih keras

atau olah raga lebih berat lagi agar mereka mendapat haid lagi. Ada yang mengatakan

bahwa abortus atau pengguguran kandungan mungkin merupakan alat kontrasepsi

tertua di dunia ini, tetapi abortus ini oleh pandangan agama apa pun tidak dibenarkan

dan di anggap berdosa bagi mereka yang melakukan tindakan pengguguran ini,

bahkan undang-undang di beberapa negara pun menganggap bahwa perbuatan ini

adalah ilegal dan bagi pelakunya dikenakan sanksi hukum (Hellboy, 2008).

2.2.2. Jenis-Jenis Kontrasepsi

Memilih alat kontrasepsi berdasarkan pertimbangan sebagai berikut

(Yuwielueninet, 2008):

a. Efektifitasnya tinggi

b. Tidak menimbulkan efek samping

c. Daya kerjanya dapat diatur sesuai kebutuhan

d. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan hubungan seksual

e. Mudah digunakan

f. Harganya terjangkau

Hampir semua pasangan suami-istri memerlukan perencanaan kehamilan dan

sekaligus membatasi jumlah anak. Karena itu, kontrasepsi dibutuhkan. Alasan

(35)

jarak kehamilan, sampai menyetop kehamilan, masing-masing pasangan punya

alasan. Mungkin karena urusan sekolah, pekerjaan, usia, kesehatan dan segala

macam. Bisa juga karena sudah memiliki anak dan hendak menunda kehamilan

berikutnya. Atau, ingin berhenti karena anak sudah banyak.

Seperti kita tahu, ada begitu banyak alat kontrasepsi. Secara garis besar,

kontrasepsi itu dibagi dalam tiga bagian besar yaitu kontrasepsi mekanik, hormonal,

dan kontrasepsi mantap (Yuwielueninet, 2008).

a. Kontrasepsi mekanik

Dinamakan mekanik karena sifatnya sebagai pelindung. Maksudnya,

kontrasepsi ini mencegah bertemunya sperma dan sel telur dalam rahim. Ada

beberapa kontrasepsi yang termasuk dalam golongan mekanik ini, yaitu kondom

dan diafragma.

1) Kondom

Dulu kondom terbuat dari kulit atau usus binatang. Setiap akan

digunakan direndam dulu. Kemudian terbuat dari linen. Kini kondom terbuat

dari bahan karet yang tipis dan elastis. Bentuknya seperti kantong. Fungsi

kondom sebenarnya untuk menampung sperma sehingga tidak masuk ke dalam

vagina. Perlindungan tersebut efektif 90 persen. Terlebih jika dipakai bersama

dengan spermisida (pembunuh sperma). Rata-rata, dari 100 pasangan dalam

setahun, sekitar 4 wanita yang hamil. Kondom harganya murah, mudah

didapat, tidak perlu resep dokter, tidak perlu pengawasan dan juga bisa

(36)

pemakai alergi terhadap bahan karet. Dan mungkin saja terjadi kebocoran,

karena bahannya yang sangat tipis.

2) Diafragma

Kontrasepsi wanita yang mirip kondom. Bentuknya seperti topi yang

menutupi mulut rahim. Terbuat dari bahan karet dan agak tebal. Kontrasepsi

ini dimasukkan ke dalam vagina, semacam sekat yang dapat mencegah

masuknya sperma ke dalam rahim. Diafragma digunakan jika akan

berhubungan seksual. Setelah itu bisa dilepas lagi atau tetap pada tempatnya.

Karena bahannya lebih tebal dari kondom, kontrasepsi ini tidak mungkin

bocor.

3) Alat kontrasepsi dalam rahim

Alat kontrasepsi dalam rahim/AKDR/IUD lebih dikenal dengan nama

spiral. Berbentuk alat kecil dan banyak macamnya. Ada yang terbuat dari

plastik seperti bentuk huruf S (Lippes Loop). Ada pula yang terbuat dari logam

tembaga berbentuk seperti angka tujuh (Copper Seven) dan mirip huruf T

(Copper T). Selain itu, ada berbentuk sepatu kuda (Multiload). Yang paling

terkenal Copper T dan Multiload. Kontrasepsi tersebut jadi pilihan karena

kenyamanannya. Modifikasi terbaru Copper T, yaitu Nova T memiliki

keunggulan lebih lembut. Alat kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam rahim

oleh dokter dengan bantuan alat. Benda asing dalam rahim ini akan

(37)

dibuahi di dalam rahim. Alat ini bisa bertahan dalam rahim selama 2-5 tahun,

tergantung jenisnya dan dapat dibuka sebelum waktunya jika ingin hamil lagi.

Sebagai pemakai, bisa dilakukan pemeriksaan sendiri keberadaan alat

tersebut. Caranya dengan meraba benang alat kontrasepsi tersebut di mulut

rahim. Seandainya Anda sudah melakukan pemasangan kontrasepsi ini, jangan

lupa melakukan pemeriksaan ulang. Apakah itu 2 minggu sekali, 1-2 bulan

sekali, atau setiap enam bulan sampai satu tahun setelah pemasangan.

Pemakaian kontrasepsi tanpa bahan aktif tembaga (copper) dapat terus

berlangsung sampai menjelang menopause. Sedangkan kontrasepsi dengan

bahan aktif tembaga, 3-4 tahun harus diganti. Yang perlu diingat kontrasepsi

ini bukanlah alat yang sempurna. Masih ada kekurangannya. Misalnya,

kehamilan bisa tetap terjadi, perdarahan, atau infeksi. Mungkin akibat benang

dari alat tersebut dapat merangsang mulut rahim sehingga menimbulkan

perlukaan dan mengganggu dalam hubungan seksual. Pemakaian AKDR juga

membuat kita lebih mudah keputihan. Karena itu sebaiknya kontrasepsi ini

tidak digunakan jika terdapat infeksi genetalia atau perdarahan yang tidak

jelas. Keuntungannya, alat ini bisa dipakai untuk jangka panjang. Bahkan sama

sekali tidak mengganggu produksi ASI, jika ibu sedang menyusui. Efektifitas

pemakaian kontrasepsi dalam rahim ini, dari seribu pasangan, sekitar 5 wanita

(38)

4) Spermisida

Kontrasepsi ini merupakan senyawa kimia yang dapat melumpuhkan

sampai membunuh sperma. Bentuknya bisa busa, jeli, krim, tablet vagina,

tablet, atau aerosol. Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini

dimasukkan ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan seksual

dapat dilakukan. Penggunaan spermisida ini kurang efektif bila tidak

dikombinasi dengan alat lain, seperti kondom atau diafragma. Dari 100

pasangan dalam setahun, ada 3 wanita yang hamil. Tapi karena sering salah

dalam pemakaiannya, bisa terjadi sampai 30 kehamilan.

Banyak wanita merasa tak nyaman menggunakan spermasida.

Keluhannya, tidak enak dan timbul alergi. Selain itu, pemakaiannya agak

merepotkan menjelang hubungan senggama. Pasangan pun sulit mencapai

kepuasan (Prawirohardjo, 2006).

b. Kontrasepsi hormonal

Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron sampai kombinasi

estrogen dan progesteron. Penggunaan kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk

pil, suntikan, atau susuk (Prawirohardjo, 2006). Pada prinsipnya, mekanisme kerja

hormon progesteron adalah mencegah pengeluaran sel telur dari indung telur,

mengentalkan cairan di leher rahim sehingga sulit ditembus sperma, membuat

lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak layak untuk tumbuhnya hasil

konsepsi, saluran telur jalannya jadi lambat sehingga mengganggu saat

(39)

1) Pil atau tablet

Pil bertujuan meningkatkan efektifitas, mengurangi efek samping, dan

meminimalkan keluhan. Sebagian besar wanita dapat menerima kontrasepsi ini

tanpa kesulitan. Di Indonesia, jenis ini menduduki jumlah kedua terbanyak

dipakai setelah suntikan. Pil ini tersedia dalam berbagai variasi. Ada yang

hanya mengandung hormon progesteron saja, ada pula kombinasi antara

hormon progesteron dan estrogen. Cara menggunakannya, diminum setiap hari

secara teratur. Ada dua cara meminumnya yaitu sistem 28 dan sistem 22/21.

Untuk sistem 28, pil diminum terus tanpa pernah berhenti (21 tablet pil

kombinasi dan 7 tablet plasebo). Sedangkan sistem 22/21, minum pil

terus-menerus, kemudian dihentikan selama 7-8 hari untuk mendapat kesempatan

menstruasi. Jadi, dibuat dengan pola pengaturan haid (sekuensial).

Pada setiap pil terdapat perbandingan kekuatan estrogenik atau

progesterogenik, melalui penilaian pola menstruasi. Wanita yang menstruasi

kurang dari 4 hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen tinggi. Sedangkan

wanita dengan haid lebih dari 6 hari memerlukan pil dengan efek estrogen

rendah. Sifat khas kontrasepsi hormonal yang berkomponen estrogen

menyebabkan mudah tersinggung, tegang, berat badan bertambah,

menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi, Sedangkan

yang berkomponen progesteron menyebabkan payudara tegang, menstruasi

berkurang, kaki dan tangan sering kram, liang senggama kering. Penggunaan

(40)

Kerugian lainnya, mungkin berat badan bertambah, juga rasa mual sampai

muntah, pusing, mudah lupa, dan ada bercak di kulit wajah seperti flek hitam.

Juga dapat memengaruhi fungsi hati dan ginjal. Kecuali itu, kandungan

hormon estrogen dapat mengganggu produksi ASI. Keuntungannya, pil ini

dapat meningkatkan libido, sekaligus untuk pengobatan penyakit

endometriosis. Haid menjadi teratur, mengurangi nyeri haid, dan mengatur

keluarnya darah haid. Efektifitas penggunaan pil ini 95-98 persen. Jadi, ada

sekitar 7 wanita yang hamil dari 1.000 pasangan dalam setahun.

2) Suntikan

Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini

dilakukan 2-3 kali dalam sebulan. Suntikan setiap 3 bulan (Depoprovera),

setiap 10 minggu (Norigest), dan setiap bulan (Cyclofem). Salah satu

keuntungan suntikan adalah tidak mengganggu produksi ASI. Pemakaian

hormon ini juga bisa mengurangi rasa nyeri dan darah haid yang keluar.

Sayangnya, bisa membuat badan jadi gemuk karena nafsu makan meningkat.

Kemudian lapisan dari lendir rahim menjadi tipis sehingga haid sedikit, bercak

atau tidak haid sama sekali. Perdarahan tidak menentu. Tingkat kegagalannya

hanya 3-5 wanita hamil dari setiap 1.000 pasangan dalam setahun.

3) Susuk

Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit

pada lengan kiri atas. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau

(41)

api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul. Kini sedang diuji

coba susuk satu kapsul implanon. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon

atau levonorgestrel. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon tersebut

sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan

menghalangi migrasi sperma (Prawirohardjo, 2006). Pemakaian susuk dapat

diganti setiap 5 tahun (Norplant) dan 3 tahun (Implanon). Sekarang ada pula

yang diganti setiap tahun. Penggunaan kontrasepsi ini biayanya ringan.

Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi.

Efektifitasnya, dari 10.000 pasangan, ada 4 wanita yang hamil dalam setahun.

Efek sampingnya berupa gangguan menstruasi, haid tidak teratur,

bercak atau tidak haid sama sekali. Kecuali itu bisa menyebabkan kegemukan,

ketegangan payudara, dan liang senggama terasa kering. Kendala lainnya

dalam pencabutan susuk yaitu sulit dikeluarkan karena mungkin waktu

pemasangannya terlalu dalam. Hal tersebut dapat menimbulkan infeksi.

c. Kontrasepsi mantap

Dipilih dengan alasan sudah merasa cukup dengan jumlah anak yang

dimiliki. Caranya, suami-istri dioperasi (vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk

wanita). Tindakan dilakukan pada saluran bibit pada pria dan saluran telur pada

wanita, sehingga pasangan tersebut tidak akan mendapat keturunan lagi

(42)

d. Aman bagi pasangan baru menikah

Pasangan yang baru menikah dan belum berencana mempunyai anak,

sebaiknya menggunakan metode sederhana untuk menunda kehamilan

(Yuwielueninet, 2008).

1) Kondom

Sperma yang keluar akan ditampung oleh kondom, sehingga tidak

masuk ke dalam rahim. Kegagalan mungkin saja terjadi. Biasanya karena

kondom robek dan bocor.

2) Pantang Berkala

Untuk menghindari kehamilan, lakukan hubungan intim hanya saat istri

dalam masa tidak subur. Ini bisa dilakukan pada pasangan yang istrinya

mempunyai siklus haid teratur. Kerjasama dan pengertian suami sangat

dibutuhkan dalam hal ini.

3) Senggama Terputus

Cara ini mungkin bisa menghindari kehamilan. Konsepnya, mengeluarkan alat

kelamin menjelang terjadinya ejakulasi. Cuma, cara ini memang agak

mengganggu kepuasan kedua belah pihak. Tingkat kegagalannya cukup tinggi,

30-35 persen. Ini lebih disebabkan suami tidak bisa mengontrol, sehingga

sperma tetap saja tertumpah di mulut rahim dan tetap bisa masuk vagina

(43)

2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Pemakaian Kontrasepsi

Faktor yang berhubungan dengan pemilihan pemakaian alat kontrasepsi,

terlebih dahulu akan diuraikan tentang faktor-faktor yang berkontribusi atas perilaku

kesehatan menurut beberapa ahli, diantaranya seperti menurut di bawah ini:

Menurut teori Green, dalam Notoatmodjo (2005) perilaku kesehatan

seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: predisposing factor, enabling factor dan

reinforcing factor. predisposing factor atau faktor yang memudahkan seperti:

karakteristik, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan

kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem

nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Enabling

factor atau faktor yang memungkinkan seperti ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : fasilitas dan petugas kesehatan. Untuk

berprilaku sehat, Masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.

Reinforcing Factor atau faktor pendorong seperti tokoh masyarakat, tokoh agama,

keluarga, suami, teman.

Menurut Berthrand (1980) perilaku kesehatan berperan dalam menentukan

keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana. Berthrand menyatakan bahwa

ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi

atau KB yaitu : faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi

(44)

1. Faktor sosio demografi

Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup

yang lebih tinggi. Indikator status sosio-ekonomi termasuk pendidikan yang

dicapai, pendapatan keluarga dan status pekerjaan, jenis rumah, gizi.

Beberapa faktor demografi tertentu juga memengaruhi penerimaan KB di

beberapa negara, misalnya di banyak negara-negara sedang berkembang,

penggunaan kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30

tahun yang sudah memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga

memengaruhi adalah suku dan agama.

2. Faktor sosial-psikologi

Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang

dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologis yang penting antara lain

adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB,

komunikasi suami isteri terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan tersebut

perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek

samping alat kontrasepsi.

3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

Program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan salah satu

faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor

yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan dalam kegiatan

yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke

(45)

Gambar 2.1. Skema Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Menurut Berthrand

Sumber : Berthrand (1980) a. Pendidikan b. Pendapatan c. Status pekerjaan d. Perumahan e. Status gizi f. Umur g. Suku h. Agama

Faktor sosio-demografi

Faktor sosio-psikologi

a. Ukuran keluarga ideal

Pentingnya nilai anak laki-laki b. Sikap terhadap KB

c. Komunikasi suami-istri

d. Persepsi terhadap kematian anak

Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

a. Keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB

b. Pengetahuan tentang kontrasepsi c. Jarak ke pusat pelayanan

d. Paparan dengan media massa

(46)

2.4. Determinan Perilaku Terkait Penelitian 2.4.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) a. Umur

Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga

periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35

tahun), dan kurun waktu reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas

data epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi

anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun

dan meningkat lagi secara tajam lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya

dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siswosudarmo, 2001).

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur

merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam

pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih

kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.

Di Cina sekitar 69% PUS kelompok usia 15-49 tahun menggunakan

kontrasepsi, dan sekitar 50% dari jumlah tersebut menggunakan AKDR. Pada

kalangan wanita lebih muda AKDR lebih populer, selebihnya menggunakan alat

kontrasepsi yang lain (Dudlay, 1986).

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara

(1998) bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi.

Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi

(47)

yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan

kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan 0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan

penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar

masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara

(mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau

tindakan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan

ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran

(Notoatmodjo, 2005).

Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian

kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk

menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecendrungan

lebih sadar untuk menerima program KB.

c. Jumlah Anak

Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang isteri untuk

menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya.

Seseorang isteri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah

anak tertentu dan juga umur anak yang telah dilahirkannya. Seorang isteri mungkin

menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak melahirkan anak,

(48)

anak akan sangat memengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan tarif hidup

keluarga secara maksimal.

Penelitian oleh Jennings (1970) yang menyatakan bahwa pengaruh budaya

yang menempatkan anak sebagai simbol prestige dan jaminan keamanan pada usia

tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika.

d. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya).

Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek

(Notoatmodjo, 2005).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata

tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat

diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang

sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio,

televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).

2.4.1. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

a. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan dan Ketersediaan Alat Kontrasepsi

Menurut Manuaba (2006) faktor-faktor yang memengaruhi alasan pemilihan

metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya

(49)

kemampuan membayar bisa tergantung variabel non ekonomi dalam hal selera atau

persepsi individu terhadap suatu barang dan jasa.

Ketersediaan alat terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas

atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan,

pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat. Promosi

metode tersebut melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB,

oleh dokter dan sebagainya dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode

kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin secara nyata pemilihan

kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat dipertimbangkan sebagai

salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli individu juga dipengaruhi oleh ada

tidaknya subsidi dari pemerintah.

2.6.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) a. Dukungan Petugas Kesehatan

Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh

dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam

masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman,

ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang

bersangkutan (Sarwono, 2001).

b. Dukungan Suami

Kaplan dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga, termasuk suami

(50)

a. Dukungan emosional

Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan

serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional

meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,

perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

b. Dukungan informasional

Suami berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)

informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi

yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini

adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan

dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam

dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

c. Dukungan penilaian

Suami bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota

keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian

d. Dukungan instrumental

Suami merupakan seorang memberikan pertolongan atau bantuan secara

langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang

diperlukan, peralatan, meminjamkan uang, sarana pendukung lain dan termasuk di

(51)

2.5. Landasan Teori

Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah usia 15-49 tahun. Oleh

karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau

pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk

mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan

segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang

keberhasilan Keluarga Berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, kesadaran

dan sikap dari setia pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran,

disamping hal tersebut masih ada masyarakat yang sulit menentukan pilihan

kontrasepsi yang tersedia. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk

perilaku kesehatan.

Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green

(2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada 3 (tiga)

faktor yang memengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposing

(pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan

dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor

pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan).

Konsep tersebut dikombinasi dengan teori Berthrand (1980) faktor-faktor

yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi yaitu : faktor sosiodemografi (pendidikan,

pendapatan, status pekerjaan, perumahan, status gizi, umur, suku, agama), faktor

sosiopsikologis (ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap

(52)

(keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang

kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan). Konsep dukungan sosial suami dengan teori

Caplan dalam Friedmen (1998) yaitu : Dukungan emosional, dukungan

informa-sional, dukungan penilaian, dukungan instrumental.

Gambar 2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas

Sumber: Lawrence Green (2005) Faktor Pemungkin:

1. Ketersediaan sumber 2. Kemudahan untuk

mencapai sumber daya 3. Peraturan/Hukum 4. Ketrampilan

5. Ketersediaan waktu

Faktor Pendorong: 1. Sikap dan perilaku

petugas kesehatan 2. Panutan

3. Pekerja 4. Teman

5. Pembuat keputusan

Perilaku dari Individu, Kelompok dan Komunitas Faktor Predisposisi:

1. Pengetahuan 1. Sikap

(53)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka peneliti merumuskan kerangka

konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur,

pendidikan, jumlah anak, pengetahuan), faktor pemungkin (ketersediaan alat

kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan kesehatan), faktor pendorong (dukungan

petugas kesehatan dan dukungan suami), Variabel dependen pemakaian alat

kontrasepsi.

Faktor Predisposisi : 1. Umur

2. Pendidikan 3. Jumlah Anak 4. Pengetahuan

Faktor Pemungkin :

1. Ketersediaan alat kontrasepsi 2. Keterjangkauan pelayanan alat

kontrasepsi

Faktor Pendorong : 1. Dukungan petugas 2. Dukungan suami

(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian digunakan adalah explanatory research, bertujuan untuk

menjelaskan pengaruh antara faktor-faktor (umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah

anak, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi,

dukungan petugas, dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada

wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo

Lues.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo

Lues. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah rendahnya cakupan KB pada PUS

di wilayah kerja puskesmas tersebut. Selain itu, setelah dilakukan survei pendahuluan

ternyata didapatkan beberapa faktor yang diduga memengaruhi ibu dalam pemakaian

alat kontrasepsi seperti faktor dari dalam diri (karakteristik), faktor dari luar

(ketersediaan alat, keterjangkauan pelayanan, dukungan petugas, dan dukungan

suami)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 8 bulan terhitung mulai bulan Januari

(55)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita pasangan usia subur di

wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues tahun 2012. Maka,

berdasarkan data Puskesmas Kota Blangkejeren jumlah populasi pada penelitian ini

adalah 556 orang wanita pasangan usia subur.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari wanita PUS diambil berdasarkan teknik tertentu

dan mampu mewakili populasi atau bersifat representatif. Besar sampel diperoleh

dengan menggunakan rumus Lemeshow (Hidayat, 2007) dapat diformulasikan

yaitu:

Po = Pemanfaatan kontrasepsi diharapkan = Nilai deviasi normal pada β 10% = 1,282

(56)

Jadi, sampel pada penelitian ini adalah 126 orang wanita pasangan usia subur

di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues tahun 2012

3.3.3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematis (systematic

sampling). Cara pengambilan sampel ini dilakukan dengan membagi jumlah populasi

dengan sampel, yaitu 556/126 = 4,4. Jadi intervalnya adalah 4. Lalu dari urutan daftar

populasi 1-4 dilakukan pengundian dan diperoleh angka 3, artinya populasi urutan

ketiga adalah sampel pertama. Selanjutnya sampel urutan kedua adalah urutan ketiga

ditambahkan dengan interval 4, yaitu tujuh. Begitu seterusnya sampai diperoleh

sampel sebanyak 126 orang. Selanjutnya orang yang terpilih sebagai sampel akan

dikunjungi untuk diwawancarai (Singarimbun, 1989).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini meliputi dua jenis, yaitu data primer dan data

sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data pada penelitian iniadalah data diperoleh dari responden (sampel) secara

langsung melalui wawancara mengacu pada variabel akan di teliti melalui kuesioner

telah disusun.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data diperoleh melalui pencatatan dari dokumen

(57)

tersebut adalah data jumlah pengguna alat kontrasepsi, data cakupan KB, data jumlah

PUS. Selain itu, untuk melengkapi data-data lainnya, mengenai karakteristik daerah

secara umum dan khusus ke bidang kesehatan, data diambil dari Kantor Kecamatan

Kota Blangkejeren dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.4.3.1. Uji Validitas

Kuesioner determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS

pemakaian alat kontrasepsi pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota

Blangkejeren telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan

sebagai alat ukur penelitian bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat

ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 WUS di Kecamatan Blangpegayon

Kabupaten Gayo Lues.

Uji validitas (Arikunto, 2010) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu

ukuran atau nilai menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur

dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel

menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan

jika nilai r-hitung > r-tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya. Nilai r-tabel untuk

30 responden diuji coba adalah sebesar 0,361. Ketentuan kuesioner dikatakan valid

pada penelitian ini, jika :

1. Nilai r-hitung variabel ≥ 0,361 dikatakan valid.

(58)

Berdasarkan hasil uji validitas angket diperoleh hasil bahwa seluruh butir soal

dinyatakan valid karena mempunyai nilai >0,361 dan nilai signifikan < 0,05, dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Angket No.

Pengetahuan Dukungan Suami

1 0,753 0,000 Valid 1 0,725 0,000 Valid

Ketersediaan Alat kontrasepsi 9 0,718 0,000 Valid

1 0,845 0,000 Valid 10 0,812 0,000 Valid

Dukungan Petugas Kesehatan

1 0,721 0,000 Valid

3.4.3.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas dapat merupakan indeks menunjukkan sejauhmana suatu alat

pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan

Gambar

Gambar 2.1.  Skema Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi d. Paparan dengan media massa Menurut Berthrand
Gambar 2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Angket
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) The fundamental question (not addressed) is whether the water potential is a measurement of tension in the liquid in the xylem vessels. There are two derivative questions...

Analisis laporan keuangan suatu perusahaan atau badan usaha lain dilakukan sesuai dengan kondisi perusahaan atau badan usaha lain tersebut, karena tidak semua

Photogrammetry was selected to build the above- water model, since images suffice to compute a 3D point cloud, but also to estimate the trajectory of the boat, in order to

Fakultas Ilmu Budaya UGM. Mujirahayu

Dengan ini kami mengundang perusahaan Saudara untuk dilakukan pembuktian terhadap data- data kualifikasi perusahaan saudara pada Pekerjaan Pengadaan Penyedia jasa Security tahun

Instagram merupakan salah satu media sosial yang di dalamnya terdapat online shop yang saat ini banyak digunakan sebagai bisnis yang menguntungkan. karena hasil foto yang

Pengembangan Sistem Informasi Untuk Sarana Pengelolan Informasi Pada Bagian Tata Usaha Fakultas Ekonomi Universitas Sumetera Utara. Fakultas adalah unsur pelaksanan akademik

Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar serat kasar, daya larut dalam air, daya serap air, daya serap minyak dan uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa..