DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN
KABUPATEN GAYO LUES
TESIS
Oleh
SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DETERMINANT OF THE USE OF CONTRASEPTIVES IN THE WOMEN OF REPRODUCTIVE AGE IN THE WORKING AREA OF
PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN GAYO LUES DISTRICT
THESIS
By
SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN
KABUPATEN GAYO LUES
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SOPI ROPIKA DEWI 107032210/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN KABUPATEN GAYO LUES Nama Mahasiswa : Sopi Ropika Dewi
Nomor Induk Mahasiswa : 107032210
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes
Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 25 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes
PERNYATAAN
DETERMINAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA BLANGKEJEREN
KABUPATEN GAYO LUES
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2012
ABSTRAK
Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. Data Dinas Kesehatan Blangkejeren Gayo Lues (2010) menunjukkan bahwa jumlah Pasangan usia Subur (PUS) di wilayah kerja puskesmas 556 orang dengan Akseptor KB 65% yang masih jauh dari target Nasional yaitu 85%. Banyak faktor yang diduga berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS
Jenis penelitian ini adalah explanatory research bertujuan untuk menjelaskan pengaruh (faktor pendukung: umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, faktor pemungkin: ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi, faktor penguat: dukungan petugas kesehatan, dan dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS. Populasi adalah seluruh wanita PUS sebanyak 556 orang dengan besar sampel 126 orang yang diambil secara systematic random sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh paling dominan secara berurutan yaitu jumlah anak (exp(β)=31,883), dukungan suami (exp(β)=30,515), pendidikan (exp(β)=23,786), dukungan petugas kesehatan (exp(β)=9,209), pengetahuan (exp(β)=5,776). Faktor pendidikan tinggi, jumlah anak sedikit, pengetahuan baik, dukungan petugas kesehatan baik, dan dukungan suami baik dengan prediksi 0, maka nilai probabilitas wanita PUS menggunakan alat kontrasepsi sebesar 99,17%, sebaliknya dengan prediksi 1 sebesar 0,01%.
Kepada Dinas Kesehatan, Pemerintah kota dan Puskesmas Blangkejeren dapat meningkatkan peran serta petugas KB sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat (remaja, calon pengantin, PUS) tentang alat kontrasepsi dan dapat memahami serta menyadari bahwa wanita PUS memiliki hak dan kewajiban kesehatan reproduksi dalam keluarga.
ABSTRACT
One of the population problems faced by Indonesia is the high population growth rate. One of the attempts done to reduce the population growth rate is through Family Planning program. The data obtained from Blangkejeren Gayo Lues Health Service (2010) shows that the number of the Couples in Reproductive Age in the working area of Puskesmas (Community Health Center) was 556 persons and 65% of them were the Family Planning Acceptors where this number was very far from the National Target (85%).
The purpose of this explanatory study was to describe the influence of the factors (age, education, knowledge, number of children owned, the availability of contraceptive device, the affordability of contraceptive services) on the social support of husband in the use of contraceptive device in his reproductive-age wife. The population of this study was 556 reproductive-age wives and 126 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that the dominant influential variables in sequence are the number of children owned (β=31.883), support from husband (β= 30.515), education (β=23.786), support from health workers (β=9.209), and knowledge (β=5.776). With the factors of high education, having few children, good knowledge, good support from health workers, and good support from husband with the prediction of 0, the probability rate of the married women of reproductive age using the contraceptives was 99.17%; on the contrary, with prediction 1, it was 0.01%.
The management of Health Service, City Government and Puskesmas Blangkejeren are suggested to improve the participation of Family Planning staff that they are able to provide information to the community members (teenagers, future bride and bridegroom, and the married women of reproductive age) about the contraceptives and can understand and realize that the married women of reproductive age have rights and responsibilities to have reproductive health in their family.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas segala
karunia dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis
ini dengan judul “Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012”
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak terlaksana dengan baik tanpa
bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih
yang tidak terhingga kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam
menyelesaikan tesis ini:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing dan Asfriyati,
S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian
dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk
5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. dan dr. Antonius Ginting, Sp.OG, M.Kes
sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan
dan masukan demi kesempurnaan penulisan ini.
6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti
selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues beserta jajarannya yang telah
membantu memberi izin penelitian.
8. Teristimewa buat Ayahanda Syariman Ryanto dan ibunda Rosvitawani yang
selalu memanjatkan do’a-do’anya untuk ananda, harapan, pengorbanan,
dukungan, dan motivasi yang tiada henti.
9. Suami tercinta Ferdiyansyah, S.T, ananda tersayang Ghadiza dan M. Fatih, serta
seluruh sanak saudara yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama
penulis mengikuti pendidikan.
10.Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan
Tesis ini.
Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sopi Ropika Dewi dilahirkan di Gayo Lues pada tanggal 26
Desember 1979 dan anak dari pasangan Syariman Ryanto dan Rosvitawani. Penulis
telah menikah pada tahun 2005 dengan ferdiyansyah, S.T, dan dikaruniai 2 (dua)
orang anak, satu orang putri bernama Ghadiza dan 1 orang putra bernama
Muhammad Fatih.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4
Gayo Lues tahun 1985 dan selesai pada tahun 1991. Tahun 1994 penulis
menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gayo Lues. Tahun 1997 penulis
menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan Muhammadiyah Banda Aceh. Pada tahun
2001 penulis menamatkan program Diploma-III Kebidanan Akademi Kebidanan
MONA Banda Aceh. Pada tahun 2004, penulis menamatkan D-IV Bidan Pendidik di
Universitas Sumatera Utara Medan. Pada tahun 2010-Sekarang penulis menempuh
pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan
Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Saat ini penulis bekerja di Rumah Sakit Ibu & ANAK Banda Aceh dengan
status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
DAFTAR ISI
2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Pemakaian Kontrasepsi ... 24
2.4. Determinan Perilaku Terkait Penelitian ... 27
2.5. Landasan Teori ... 32
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40
BAB 5. PEMBAHASAN ... 60
5.1. Pengaruh Faktor Pendukung (Predisposing Factors) Terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 60
5.2. Pengaruh Faktor Pemungkin (Enabling Factors) terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 61
5.3. Pengaruh Faktor Pendukung (Predisposing Factors) terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi Wanita PUS ... 70
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
6.1. Kesimpulan ... 74
6.2. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Hasil Uji Validitas Angket ... 39
3.2. Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 40
4.1. Distribusi Frekuensi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 48
4.2. Tabulasi Silang Faktor Pendukung terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 51
4.3. Tabulasi Silang Faktor Pemungkin terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012 ... 53
4.4. Tabulasi Silang Faktor Penguat terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi pada Wanita PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren
Gayo Lues Tahun 2012 ... 55
4.5. Hasil Uji Analisis Multivariat dengan Regresi Logistik Ganda... 57
4.6. Nilai Probabilitas Wanita PUS Memakai Alat Kontrasepsi di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues Tahun 2012... 58
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Skema Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Menurut
Berthrand ... 26
2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 83
2. Ujicoba Validitas Angket ... 89
3. Output Validitas dan Reliabilitas Angket ... 90
4. Master Data ... 96
5. Output SPSS Master Data ... 104
ABSTRAK
Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. Data Dinas Kesehatan Blangkejeren Gayo Lues (2010) menunjukkan bahwa jumlah Pasangan usia Subur (PUS) di wilayah kerja puskesmas 556 orang dengan Akseptor KB 65% yang masih jauh dari target Nasional yaitu 85%. Banyak faktor yang diduga berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS
Jenis penelitian ini adalah explanatory research bertujuan untuk menjelaskan pengaruh (faktor pendukung: umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, faktor pemungkin: ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi, faktor penguat: dukungan petugas kesehatan, dan dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS. Populasi adalah seluruh wanita PUS sebanyak 556 orang dengan besar sampel 126 orang yang diambil secara systematic random sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh paling dominan secara berurutan yaitu jumlah anak (exp(β)=31,883), dukungan suami (exp(β)=30,515), pendidikan (exp(β)=23,786), dukungan petugas kesehatan (exp(β)=9,209), pengetahuan (exp(β)=5,776). Faktor pendidikan tinggi, jumlah anak sedikit, pengetahuan baik, dukungan petugas kesehatan baik, dan dukungan suami baik dengan prediksi 0, maka nilai probabilitas wanita PUS menggunakan alat kontrasepsi sebesar 99,17%, sebaliknya dengan prediksi 1 sebesar 0,01%.
Kepada Dinas Kesehatan, Pemerintah kota dan Puskesmas Blangkejeren dapat meningkatkan peran serta petugas KB sehingga mampu memberikan informasi kepada masyarakat (remaja, calon pengantin, PUS) tentang alat kontrasepsi dan dapat memahami serta menyadari bahwa wanita PUS memiliki hak dan kewajiban kesehatan reproduksi dalam keluarga.
ABSTRACT
One of the population problems faced by Indonesia is the high population growth rate. One of the attempts done to reduce the population growth rate is through Family Planning program. The data obtained from Blangkejeren Gayo Lues Health Service (2010) shows that the number of the Couples in Reproductive Age in the working area of Puskesmas (Community Health Center) was 556 persons and 65% of them were the Family Planning Acceptors where this number was very far from the National Target (85%).
The purpose of this explanatory study was to describe the influence of the factors (age, education, knowledge, number of children owned, the availability of contraceptive device, the affordability of contraceptive services) on the social support of husband in the use of contraceptive device in his reproductive-age wife. The population of this study was 556 reproductive-age wives and 126 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that the dominant influential variables in sequence are the number of children owned (β=31.883), support from husband (β= 30.515), education (β=23.786), support from health workers (β=9.209), and knowledge (β=5.776). With the factors of high education, having few children, good knowledge, good support from health workers, and good support from husband with the prediction of 0, the probability rate of the married women of reproductive age using the contraceptives was 99.17%; on the contrary, with prediction 1, it was 0.01%.
The management of Health Service, City Government and Puskesmas Blangkejeren are suggested to improve the participation of Family Planning staff that they are able to provide information to the community members (teenagers, future bride and bridegroom, and the married women of reproductive age) about the contraceptives and can understand and realize that the married women of reproductive age have rights and responsibilities to have reproductive health in their family.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara
berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi
Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Berbagai program
pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah
kependudukan tersebut, antara lain melalui program pelayanan kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera (BKKBN, 2009).
Keluarga Berencana adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan
jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil
bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat sejahtera
dengan pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Hal tersebut diupayakan
melalui gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan keluarga sejahtera
dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera dengan sasaran pasangan usia subur
(BKKBN, 2009).
Paradigma baru program Keluarga Berencana (KB) adalah mewujudkan
keluarga berkualitas tahun 2015 dan bertujuan memberdayakan masyarakat untuk
kesejahteraan, kemandirian dan ketahanan keluarga serta meningkatkan kualitas
pelayanan keluarga berencana (Syaifuddin, 2003).
Belum maksimalnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB
mengakibatkan tingginya pertambahan penduduk yang akan menyebabkan
meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan
pelayanan lainnya. Ketidakmampuan menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup,
berdampak pada naiknya angka pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008).
Berdasarkan laporan BPS tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebesar
16,58% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 37,17 juta jiwa. Hal ini
mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut United
Nations Development Program/UNDP (2008),IPM Indonesia masih sangat rendah
yaitu 0,728 menduduki peringkat 107 dari 177 negara. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa Indonesia belum mampu untuk memanfaatkan jumlah
populasinya yang besar menjadi kekuatan ekonomi dan harus segera mengatur laju
pertumbuhan penduduknya (Herlianto, 2008).
Cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif pada profil kesehatan 2010, jumlah
PUS di seluruh Indonesia mencapai 44.738.378 orang dengan jumlah peserta KB
Baru 8.647.024 orang (19,33%), dan jumlah peserta KB Aktif 33.713.115 orang
(75,36%). Persentase peserta KB Aktif menurut metode kontrasepsi di Indonesia IUD
11,03%, MOW 3,53%, MOP 0,68%, Implan 8,26%, Kondom 2,50%, Suntik 47,19%,
sebanyak IUD 5,97%, MOW 1,05%, MOP 0,27%, Kondom 7,98%, Implan 6,50%,
Suntik 49,04%, Pil 29,19% (Depkes RI, 2010).
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan program KB tersebut
di antaranya adalah pengadaan alat kontrasepsi yang masih kurang, jumlah petugas
KB lapangan (PLKB) yang minim, serta kebijakan pemerintah di tiap daerah tidak
sama (BKKBN, 2004).
Cakupan pemakaian alat kontrasepsi pada pria di negara lain seperti Malaysia
16%, Bangladesh 14%, Iran 13%, Amerika 35%, dan Jepang 80%. Hal ini sangat
penting, sebab peran pria dalam KB akan memberikan kontribusi yang sangat
signifikan terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk dan penanganan masalah
kesehatan reproduksi (BKKBN, 2005).
Idealnya, dalam pelaksanaan program KB nasional, penggunaan kontrasepsi
merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga
metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri.
Pasangan suami istri harus saling mendukung dalam pemilihan dan penggunaan
metode kontrasepsi karena kesehatan reproduksi, khususnya KB bukan hanya urusan
pria atau wanita saja (Suprihastuti, 2003).
Peserta KB di Indonesia masih didominasi oleh perempuan. Pemerintah
dengan berbagai sumber daya yang telah ada berupaya untuk meningkatkan
kesetaraan pria dalam ber-KB. Namun hasilnya masih belum seperti yang diharapkan
Usia subur seorang wanita biasanya antara 15-49 tahun, oleh karena itu untuk
mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih
diprioritaskan untuk menggunakan alat/metode KB. Rata-rata cakupan peserta KB
aktif pada tahun 2010 adalah sekitar 75,4%, dimana Provinsi dengan persentase
peserta KB aktif tertinggi adalah Bengkulu (89,9%), Gorontalo (85,6%), dan Bali
(85,3%). Sedangkan persentase peserta KB aktif terendah adalah Papua (48,4%),
Maluku Utara (58,2%), dan Kepulauan Riau (64%). Pada tahun 2010 sebesar 76,5%
peserta KB aktif masih banyak menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek
terutama suntik (47,19%) dan Pil KB (26,81%). Sebaliknya metode MOP (Metode
Operasi Pria) yang paling rendah proporsi penggunaannya yaitu hanya sebesar
0,68%. Sebagian besar peserta KB aktif adalah perempuan yaitu sebesar 96,82% dan
3,18% lainnya adalah laki-laki (Depkes RI, 2010).
Berdasarkan cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif di Provinsi Pemerintah
Aceh dengan jumlah PUS 776.140 orang, peserta KB Baru sebanyak 197.755
(25,48%), peserta KB Aktif sebanyak 593.025 (76,41%). Peserta KB Baru yang
menggunakan metode kontrasepsi IUD 2.438 (1,23%), MOW 644 (0,33%), MOP 22
(0,01%), kondom 33.691 (17,04%), Implan 3.496 (1,77%), Suntik 83.222 (42,08%),
Pil 74.242 (37,54%). Peserta KB Aktif yang menggunakan metode kontrasepsi IUD
11.993 (2,02%), MOW 4.479 (0,76%), MOP 187 (0,03), Implan 11,746 (1,98%),
Kondom 51.698 (8,72%), Suntik 267.195 (45,06%), Pil 245.727 (41,44%) (Depkes
Ketidaksetaraan gender dalam ber KB dan kesehatan reproduksi sangat
berpengaruh pada keberhasilan program. Sebagian besar masyarakat dan
penyelenggara serta penentu kebijakan masih menganggap bahwa pengguna
kontrasepsi adalah urusan perempuan, masih relatif rendahnya kepedulian pria dalam
proses reproduksi keluarganya, terutama dalam hal kehamilan dan kelahiran.
Rendahnya partisipasi pria terhadap pemakaian kontrasepsi sebanyak 1,3% dari total
peserta KB aktif merupakan manifestasi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender
(BKKBN, 2005).
Masih adanya perempuan yang tidak berpartisipasi dalam program KB
dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan perilaku. Rendahnya pengetahuan perempuan
tersebut memengaruhi persepsinya tentang penggunaan alat kontrasepsi, karena salah
satu yang menentukan persepsi seseorang adalah pengetahuan yang ia miliki.
Seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang sesuatu objek akan memiliki
persepsi yang lebih positif terhadap hal tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi
positif tentang sesuatu akan membuat individu tersebut akan memiliki sikap dan
perilaku yang positif juga terhadap hal tersebut (BKKBN, 2004). Menurut
Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya sikap dan perilaku seseorang (over behaviour). Penerimaan sikap dan
perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka akan
menghasilkan sebuah perilaku yang akan dapat dipertahankan lebih lama.
Menurut Affandi (1987) faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat/cara
oleh masyarakat yaitu: faktor medik mekanik dan faktor sosial budaya (sosial
ekonomi, sosio demografi, pengetahuan).
Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan,
terutama pada perempuan. Banyak faktor yang memengaruhi perempuan dalam
pemakaian alat kontrasepsi. Green dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan. Perilaku itu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor
yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam karakteristik,
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor
pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan sosial, ketersediaan
atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan. Faktor pendorong (reinforcing
factors) yang terwujud dalam dukungan dari orang terdekat, dukungan sikap dan
perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan determinan pemakaian
alat kontrasepsi pada wanita PUS yaitu penelitian Sulistio (2010), bahwa ada empat
variabel independen yang memiliki hubungan dengan pemilihan alat KB, yaitu
variabel umur ibu, pendidikan, jumlah anak hidup, dan umur anak terakhir. Demikian
juga penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2007) mengenai beberapa faktor yang
berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita di Kecamatan Tonjong
Kabupaten Brebes menunjukkan ada hubungan umur, pendidikan, pengetahuan,
komunikasi KB, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan, peran
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah (2002) mengenai dukungan
suami dalam pemilihan alat kontrasepsi pada peserta KB di Kelurahan Serasan Jaya
Sumatera Selatan menyatakan bahwa adanya hubungan antara dukungan suami dalam
pemilihan alat kontrasepsi (p=0,000).
Penelitian yang dilakukan oleh Wurjayanto, Eko Berbudi (2007) mengenai
hubungan peran petugas, kenyamanan KB dan dukungan suami dengan pergantian
dini metode KB di Puskesmas Salaman 1 Kec. Salaman Kab. Magelang menunjukkan
ada hubungan antara dukungan suami dengan pergantian dini metode KB.
Setelah dilakukan survei dan pengambilan data di wilayah kerja Puskesmas
Blangkejeren diperoleh data jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 556
pasangan dan jumlah akseptor KB sampai Agustus 2010 yaitu Suntik (41%), Implant
(20,5%), pil (20%), AKDR (13,6%), kondom (4,1%), MOP (0%). Hasil wawancara
dengan PUS sebanyak 20 orang, ibu yang membawa anak dan bayi berobat, bahwa
sebagian besar dari mereka (11 orang) belum menjadi akseptor KB dengan berbagai
alasan tidak tahu KB apa yang cocok untuk dirinya, tidak tahu alat-alat KB apa saja
yang tersedia, agak susah menjangkau pelayanan kontrasepsi, kurang dukungan dari
petugas kesehatan, dan tidak diizinkan oleh suami.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
Determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita pasangan usia subur di wilayah
1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah determinan pemakaian alat
kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo
Lues.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh determinan
pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota
Blangkejeren Gayo Lues.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh determinan pemakaian alat
kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo
Lues.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi pihak Puskesmas Kota Blangkejeren dalam
menggalakkan kembali program keluarga berencana di wilayah kerjanya,
untuk menggunakan alat kontrasepsi.
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues
dalam menyusun program kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan
3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai
kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1. Sejarah KB
Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal yang baru, karena menurut
catatan-catatan dan tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok Kuno dan
India hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada waktu
itu cara-cara yang dikaji masih primitif dan kuno. Pada zaman Nabi-Nabi dan
pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran
namun dengan cara-cara sederhana (Mochtar, 2008).
Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu
bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan persetubuhan antara suami dan
istri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali. Kehamilan disangka disebabkan
oleh sesuatu yang mistik atau termakan oleh wanita atau disebabkan oleh pengaruh
matahari dan bulan atau hal-hal lainnya. Maka dengan sendirinya cara keluarga
berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan memakai jimat
anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita tersebut tidak hamil dan
anaknya tidak susun paku (Mochtar, 2008).
Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmiah
tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan semen
memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim,
umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan atau sepotong kain perca ke
dalam vagina (Prawiroharjo, 2006).
Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip
berhuruf hirogrif dijumpai keterangan mengenai cara orang Mesir Kuno
menjarangkan kelahiran. Menurut ahli sejarah Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dan
filsuf Arab zaman Persia telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kelahiran
(Prawirohardjo, 2006).
Sejak zaman dulu, di Indonesia telah dipakai obat dan jamu yang
dimaksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan
dan daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat
Hindu Bali sejak dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara
untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya hanya
sampai empat (Mochtar, 2008).
Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada
waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai
membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publikasi, dengan obat yang
ada tentang keluarga berencana. Pada tanggal 23 Desember 1957, mereka mendirikan
wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah
pelopor pergerakan keluarga berencana dan sampai sekarang masih aktif membantu
program keluarga berencana nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi
Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang
bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN
antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijakan, pengawas,
pelaksana dan evaluasi.
Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk
membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi,
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan
beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu,
terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan,
meningkatkan mutu nasehat komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan,
meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktik KB, dan
meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk menjarangkan kehamilan
(BKKBN, 2007).
2.1.2. Pengertian KB
Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk (BKKBN, 2001):
a. Mendapatkan objektif - objektif tertentu.
b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
c. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
d. Mengatur interval di antara kelahiran.
e. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri.
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS).
Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun
swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat
bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter
praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa.
Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, IUD,
implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat
diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa.
Kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan kontrasepsi
jenis, IUD, implant dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
terlatih dan berkompeten (BKKBN, 2001).
2.1.3. Tujuan KB
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini
bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran
dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana.
Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan
pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana.
Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan KB
telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap
pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga
berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus
dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan
KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB, penggalangan
kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan
program di lapangan (BKKBN, 2001).
2.1.4. Visi dan Misi KB
Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional
adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang
berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015″ dijabarkan dalam salah satu
misinya ke dalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi (BKKBN, 2001).
2.2. Kontrasepsi
2.2.1. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah penggunaan alat-alat atau cara-cara untuk mencegah
terjadinya kehamilan atau memperkecil kemungkinan terjadinya pembuahan
(konsepsi) setelah coitus. Ciri-ciri kontrasepsi ideal harus memiliki syarat berdaya
guna, murah, aman, mudah didapat, ideal, dan lama kerjanya dapat diatur menurut
suami istri, tidak mengganggu hubungan dan pemakaiannya dapat dipercaya
(Prawiroharjo, 2006).
Dahulu kala pada abad sebelum Masehi, Hipocrates pernah menganjurkan
wanita-wanita yang terlambat haid dan kebanyakan anak untuk bekerja lebih keras
atau olah raga lebih berat lagi agar mereka mendapat haid lagi. Ada yang mengatakan
bahwa abortus atau pengguguran kandungan mungkin merupakan alat kontrasepsi
tertua di dunia ini, tetapi abortus ini oleh pandangan agama apa pun tidak dibenarkan
dan di anggap berdosa bagi mereka yang melakukan tindakan pengguguran ini,
bahkan undang-undang di beberapa negara pun menganggap bahwa perbuatan ini
adalah ilegal dan bagi pelakunya dikenakan sanksi hukum (Hellboy, 2008).
2.2.2. Jenis-Jenis Kontrasepsi
Memilih alat kontrasepsi berdasarkan pertimbangan sebagai berikut
(Yuwielueninet, 2008):
a. Efektifitasnya tinggi
b. Tidak menimbulkan efek samping
c. Daya kerjanya dapat diatur sesuai kebutuhan
d. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan hubungan seksual
e. Mudah digunakan
f. Harganya terjangkau
Hampir semua pasangan suami-istri memerlukan perencanaan kehamilan dan
sekaligus membatasi jumlah anak. Karena itu, kontrasepsi dibutuhkan. Alasan
jarak kehamilan, sampai menyetop kehamilan, masing-masing pasangan punya
alasan. Mungkin karena urusan sekolah, pekerjaan, usia, kesehatan dan segala
macam. Bisa juga karena sudah memiliki anak dan hendak menunda kehamilan
berikutnya. Atau, ingin berhenti karena anak sudah banyak.
Seperti kita tahu, ada begitu banyak alat kontrasepsi. Secara garis besar,
kontrasepsi itu dibagi dalam tiga bagian besar yaitu kontrasepsi mekanik, hormonal,
dan kontrasepsi mantap (Yuwielueninet, 2008).
a. Kontrasepsi mekanik
Dinamakan mekanik karena sifatnya sebagai pelindung. Maksudnya,
kontrasepsi ini mencegah bertemunya sperma dan sel telur dalam rahim. Ada
beberapa kontrasepsi yang termasuk dalam golongan mekanik ini, yaitu kondom
dan diafragma.
1) Kondom
Dulu kondom terbuat dari kulit atau usus binatang. Setiap akan
digunakan direndam dulu. Kemudian terbuat dari linen. Kini kondom terbuat
dari bahan karet yang tipis dan elastis. Bentuknya seperti kantong. Fungsi
kondom sebenarnya untuk menampung sperma sehingga tidak masuk ke dalam
vagina. Perlindungan tersebut efektif 90 persen. Terlebih jika dipakai bersama
dengan spermisida (pembunuh sperma). Rata-rata, dari 100 pasangan dalam
setahun, sekitar 4 wanita yang hamil. Kondom harganya murah, mudah
didapat, tidak perlu resep dokter, tidak perlu pengawasan dan juga bisa
pemakai alergi terhadap bahan karet. Dan mungkin saja terjadi kebocoran,
karena bahannya yang sangat tipis.
2) Diafragma
Kontrasepsi wanita yang mirip kondom. Bentuknya seperti topi yang
menutupi mulut rahim. Terbuat dari bahan karet dan agak tebal. Kontrasepsi
ini dimasukkan ke dalam vagina, semacam sekat yang dapat mencegah
masuknya sperma ke dalam rahim. Diafragma digunakan jika akan
berhubungan seksual. Setelah itu bisa dilepas lagi atau tetap pada tempatnya.
Karena bahannya lebih tebal dari kondom, kontrasepsi ini tidak mungkin
bocor.
3) Alat kontrasepsi dalam rahim
Alat kontrasepsi dalam rahim/AKDR/IUD lebih dikenal dengan nama
spiral. Berbentuk alat kecil dan banyak macamnya. Ada yang terbuat dari
plastik seperti bentuk huruf S (Lippes Loop). Ada pula yang terbuat dari logam
tembaga berbentuk seperti angka tujuh (Copper Seven) dan mirip huruf T
(Copper T). Selain itu, ada berbentuk sepatu kuda (Multiload). Yang paling
terkenal Copper T dan Multiload. Kontrasepsi tersebut jadi pilihan karena
kenyamanannya. Modifikasi terbaru Copper T, yaitu Nova T memiliki
keunggulan lebih lembut. Alat kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam rahim
oleh dokter dengan bantuan alat. Benda asing dalam rahim ini akan
dibuahi di dalam rahim. Alat ini bisa bertahan dalam rahim selama 2-5 tahun,
tergantung jenisnya dan dapat dibuka sebelum waktunya jika ingin hamil lagi.
Sebagai pemakai, bisa dilakukan pemeriksaan sendiri keberadaan alat
tersebut. Caranya dengan meraba benang alat kontrasepsi tersebut di mulut
rahim. Seandainya Anda sudah melakukan pemasangan kontrasepsi ini, jangan
lupa melakukan pemeriksaan ulang. Apakah itu 2 minggu sekali, 1-2 bulan
sekali, atau setiap enam bulan sampai satu tahun setelah pemasangan.
Pemakaian kontrasepsi tanpa bahan aktif tembaga (copper) dapat terus
berlangsung sampai menjelang menopause. Sedangkan kontrasepsi dengan
bahan aktif tembaga, 3-4 tahun harus diganti. Yang perlu diingat kontrasepsi
ini bukanlah alat yang sempurna. Masih ada kekurangannya. Misalnya,
kehamilan bisa tetap terjadi, perdarahan, atau infeksi. Mungkin akibat benang
dari alat tersebut dapat merangsang mulut rahim sehingga menimbulkan
perlukaan dan mengganggu dalam hubungan seksual. Pemakaian AKDR juga
membuat kita lebih mudah keputihan. Karena itu sebaiknya kontrasepsi ini
tidak digunakan jika terdapat infeksi genetalia atau perdarahan yang tidak
jelas. Keuntungannya, alat ini bisa dipakai untuk jangka panjang. Bahkan sama
sekali tidak mengganggu produksi ASI, jika ibu sedang menyusui. Efektifitas
pemakaian kontrasepsi dalam rahim ini, dari seribu pasangan, sekitar 5 wanita
4) Spermisida
Kontrasepsi ini merupakan senyawa kimia yang dapat melumpuhkan
sampai membunuh sperma. Bentuknya bisa busa, jeli, krim, tablet vagina,
tablet, atau aerosol. Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini
dimasukkan ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan seksual
dapat dilakukan. Penggunaan spermisida ini kurang efektif bila tidak
dikombinasi dengan alat lain, seperti kondom atau diafragma. Dari 100
pasangan dalam setahun, ada 3 wanita yang hamil. Tapi karena sering salah
dalam pemakaiannya, bisa terjadi sampai 30 kehamilan.
Banyak wanita merasa tak nyaman menggunakan spermasida.
Keluhannya, tidak enak dan timbul alergi. Selain itu, pemakaiannya agak
merepotkan menjelang hubungan senggama. Pasangan pun sulit mencapai
kepuasan (Prawirohardjo, 2006).
b. Kontrasepsi hormonal
Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron sampai kombinasi
estrogen dan progesteron. Penggunaan kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk
pil, suntikan, atau susuk (Prawirohardjo, 2006). Pada prinsipnya, mekanisme kerja
hormon progesteron adalah mencegah pengeluaran sel telur dari indung telur,
mengentalkan cairan di leher rahim sehingga sulit ditembus sperma, membuat
lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak layak untuk tumbuhnya hasil
konsepsi, saluran telur jalannya jadi lambat sehingga mengganggu saat
1) Pil atau tablet
Pil bertujuan meningkatkan efektifitas, mengurangi efek samping, dan
meminimalkan keluhan. Sebagian besar wanita dapat menerima kontrasepsi ini
tanpa kesulitan. Di Indonesia, jenis ini menduduki jumlah kedua terbanyak
dipakai setelah suntikan. Pil ini tersedia dalam berbagai variasi. Ada yang
hanya mengandung hormon progesteron saja, ada pula kombinasi antara
hormon progesteron dan estrogen. Cara menggunakannya, diminum setiap hari
secara teratur. Ada dua cara meminumnya yaitu sistem 28 dan sistem 22/21.
Untuk sistem 28, pil diminum terus tanpa pernah berhenti (21 tablet pil
kombinasi dan 7 tablet plasebo). Sedangkan sistem 22/21, minum pil
terus-menerus, kemudian dihentikan selama 7-8 hari untuk mendapat kesempatan
menstruasi. Jadi, dibuat dengan pola pengaturan haid (sekuensial).
Pada setiap pil terdapat perbandingan kekuatan estrogenik atau
progesterogenik, melalui penilaian pola menstruasi. Wanita yang menstruasi
kurang dari 4 hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen tinggi. Sedangkan
wanita dengan haid lebih dari 6 hari memerlukan pil dengan efek estrogen
rendah. Sifat khas kontrasepsi hormonal yang berkomponen estrogen
menyebabkan mudah tersinggung, tegang, berat badan bertambah,
menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi, Sedangkan
yang berkomponen progesteron menyebabkan payudara tegang, menstruasi
berkurang, kaki dan tangan sering kram, liang senggama kering. Penggunaan
Kerugian lainnya, mungkin berat badan bertambah, juga rasa mual sampai
muntah, pusing, mudah lupa, dan ada bercak di kulit wajah seperti flek hitam.
Juga dapat memengaruhi fungsi hati dan ginjal. Kecuali itu, kandungan
hormon estrogen dapat mengganggu produksi ASI. Keuntungannya, pil ini
dapat meningkatkan libido, sekaligus untuk pengobatan penyakit
endometriosis. Haid menjadi teratur, mengurangi nyeri haid, dan mengatur
keluarnya darah haid. Efektifitas penggunaan pil ini 95-98 persen. Jadi, ada
sekitar 7 wanita yang hamil dari 1.000 pasangan dalam setahun.
2) Suntikan
Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini
dilakukan 2-3 kali dalam sebulan. Suntikan setiap 3 bulan (Depoprovera),
setiap 10 minggu (Norigest), dan setiap bulan (Cyclofem). Salah satu
keuntungan suntikan adalah tidak mengganggu produksi ASI. Pemakaian
hormon ini juga bisa mengurangi rasa nyeri dan darah haid yang keluar.
Sayangnya, bisa membuat badan jadi gemuk karena nafsu makan meningkat.
Kemudian lapisan dari lendir rahim menjadi tipis sehingga haid sedikit, bercak
atau tidak haid sama sekali. Perdarahan tidak menentu. Tingkat kegagalannya
hanya 3-5 wanita hamil dari setiap 1.000 pasangan dalam setahun.
3) Susuk
Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit
pada lengan kiri atas. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau
api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul. Kini sedang diuji
coba susuk satu kapsul implanon. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon
atau levonorgestrel. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon tersebut
sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan
menghalangi migrasi sperma (Prawirohardjo, 2006). Pemakaian susuk dapat
diganti setiap 5 tahun (Norplant) dan 3 tahun (Implanon). Sekarang ada pula
yang diganti setiap tahun. Penggunaan kontrasepsi ini biayanya ringan.
Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi.
Efektifitasnya, dari 10.000 pasangan, ada 4 wanita yang hamil dalam setahun.
Efek sampingnya berupa gangguan menstruasi, haid tidak teratur,
bercak atau tidak haid sama sekali. Kecuali itu bisa menyebabkan kegemukan,
ketegangan payudara, dan liang senggama terasa kering. Kendala lainnya
dalam pencabutan susuk yaitu sulit dikeluarkan karena mungkin waktu
pemasangannya terlalu dalam. Hal tersebut dapat menimbulkan infeksi.
c. Kontrasepsi mantap
Dipilih dengan alasan sudah merasa cukup dengan jumlah anak yang
dimiliki. Caranya, suami-istri dioperasi (vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk
wanita). Tindakan dilakukan pada saluran bibit pada pria dan saluran telur pada
wanita, sehingga pasangan tersebut tidak akan mendapat keturunan lagi
d. Aman bagi pasangan baru menikah
Pasangan yang baru menikah dan belum berencana mempunyai anak,
sebaiknya menggunakan metode sederhana untuk menunda kehamilan
(Yuwielueninet, 2008).
1) Kondom
Sperma yang keluar akan ditampung oleh kondom, sehingga tidak
masuk ke dalam rahim. Kegagalan mungkin saja terjadi. Biasanya karena
kondom robek dan bocor.
2) Pantang Berkala
Untuk menghindari kehamilan, lakukan hubungan intim hanya saat istri
dalam masa tidak subur. Ini bisa dilakukan pada pasangan yang istrinya
mempunyai siklus haid teratur. Kerjasama dan pengertian suami sangat
dibutuhkan dalam hal ini.
3) Senggama Terputus
Cara ini mungkin bisa menghindari kehamilan. Konsepnya, mengeluarkan alat
kelamin menjelang terjadinya ejakulasi. Cuma, cara ini memang agak
mengganggu kepuasan kedua belah pihak. Tingkat kegagalannya cukup tinggi,
30-35 persen. Ini lebih disebabkan suami tidak bisa mengontrol, sehingga
sperma tetap saja tertumpah di mulut rahim dan tetap bisa masuk vagina
2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penerimaan Pemakaian Kontrasepsi
Faktor yang berhubungan dengan pemilihan pemakaian alat kontrasepsi,
terlebih dahulu akan diuraikan tentang faktor-faktor yang berkontribusi atas perilaku
kesehatan menurut beberapa ahli, diantaranya seperti menurut di bawah ini:
Menurut teori Green, dalam Notoatmodjo (2005) perilaku kesehatan
seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: predisposing factor, enabling factor dan
reinforcing factor. predisposing factor atau faktor yang memudahkan seperti:
karakteristik, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Enabling
factor atau faktor yang memungkinkan seperti ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : fasilitas dan petugas kesehatan. Untuk
berprilaku sehat, Masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.
Reinforcing Factor atau faktor pendorong seperti tokoh masyarakat, tokoh agama,
keluarga, suami, teman.
Menurut Berthrand (1980) perilaku kesehatan berperan dalam menentukan
keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana. Berthrand menyatakan bahwa
ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi
atau KB yaitu : faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi
1. Faktor sosio demografi
Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup
yang lebih tinggi. Indikator status sosio-ekonomi termasuk pendidikan yang
dicapai, pendapatan keluarga dan status pekerjaan, jenis rumah, gizi.
Beberapa faktor demografi tertentu juga memengaruhi penerimaan KB di
beberapa negara, misalnya di banyak negara-negara sedang berkembang,
penggunaan kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30
tahun yang sudah memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga
memengaruhi adalah suku dan agama.
2. Faktor sosial-psikologi
Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang
dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologis yang penting antara lain
adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB,
komunikasi suami isteri terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan tersebut
perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek
samping alat kontrasepsi.
3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
Program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan salah satu
faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor
yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan dalam kegiatan
yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke
Gambar 2.1. Skema Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Menurut Berthrand
Sumber : Berthrand (1980) a. Pendidikan b. Pendapatan c. Status pekerjaan d. Perumahan e. Status gizi f. Umur g. Suku h. Agama
Faktor sosio-demografi
Faktor sosio-psikologi
a. Ukuran keluarga ideal
Pentingnya nilai anak laki-laki b. Sikap terhadap KB
c. Komunikasi suami-istri
d. Persepsi terhadap kematian anak
Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
a. Keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB
b. Pengetahuan tentang kontrasepsi c. Jarak ke pusat pelayanan
d. Paparan dengan media massa
2.4. Determinan Perilaku Terkait Penelitian 2.4.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) a. Umur
Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga
periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35
tahun), dan kurun waktu reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas
data epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi
anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun
dan meningkat lagi secara tajam lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya
dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut (Siswosudarmo, 2001).
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam
pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih
kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.
Di Cina sekitar 69% PUS kelompok usia 15-49 tahun menggunakan
kontrasepsi, dan sekitar 50% dari jumlah tersebut menggunakan AKDR. Pada
kalangan wanita lebih muda AKDR lebih populer, selebihnya menggunakan alat
kontrasepsi yang lain (Dudlay, 1986).
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara
(1998) bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi.
Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi
yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan
kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan 0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan
penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara
(mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau
tindakan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan
ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran
(Notoatmodjo, 2005).
Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian
kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk
menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecendrungan
lebih sadar untuk menerima program KB.
c. Jumlah Anak
Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang isteri untuk
menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya.
Seseorang isteri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah
anak tertentu dan juga umur anak yang telah dilahirkannya. Seorang isteri mungkin
menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak melahirkan anak,
anak akan sangat memengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan tarif hidup
keluarga secara maksimal.
Penelitian oleh Jennings (1970) yang menyatakan bahwa pengaruh budaya
yang menempatkan anak sebagai simbol prestige dan jaminan keamanan pada usia
tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika.
d. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek
(Notoatmodjo, 2005).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata
tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat
diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang
sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio,
televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).
2.4.1. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
a. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan dan Ketersediaan Alat Kontrasepsi
Menurut Manuaba (2006) faktor-faktor yang memengaruhi alasan pemilihan
metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya
kemampuan membayar bisa tergantung variabel non ekonomi dalam hal selera atau
persepsi individu terhadap suatu barang dan jasa.
Ketersediaan alat terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas
atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan,
pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat. Promosi
metode tersebut melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB,
oleh dokter dan sebagainya dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode
kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin secara nyata pemilihan
kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat dipertimbangkan sebagai
salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli individu juga dipengaruhi oleh ada
tidaknya subsidi dari pemerintah.
2.6.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) a. Dukungan Petugas Kesehatan
Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh
dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam
masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman,
ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang
bersangkutan (Sarwono, 2001).
b. Dukungan Suami
Kaplan dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga, termasuk suami
a. Dukungan emosional
Suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
b. Dukungan informasional
Suami berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)
informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam
dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
c. Dukungan penilaian
Suami bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota
keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian
d. Dukungan instrumental
Suami merupakan seorang memberikan pertolongan atau bantuan secara
langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang
diperlukan, peralatan, meminjamkan uang, sarana pendukung lain dan termasuk di
2.5. Landasan Teori
Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah usia 15-49 tahun. Oleh
karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau
pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk
mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan
segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan Keluarga Berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, kesadaran
dan sikap dari setia pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran,
disamping hal tersebut masih ada masyarakat yang sulit menentukan pilihan
kontrasepsi yang tersedia. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk
perilaku kesehatan.
Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green
(2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada 3 (tiga)
faktor yang memengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposing
(pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan
dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor
pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan).
Konsep tersebut dikombinasi dengan teori Berthrand (1980) faktor-faktor
yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi yaitu : faktor sosiodemografi (pendidikan,
pendapatan, status pekerjaan, perumahan, status gizi, umur, suku, agama), faktor
sosiopsikologis (ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap
(keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang
kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan). Konsep dukungan sosial suami dengan teori
Caplan dalam Friedmen (1998) yaitu : Dukungan emosional, dukungan
informa-sional, dukungan penilaian, dukungan instrumental.
Gambar 2.2. Kerangka Teori Determinan Perilaku, Kelompok dan Komunitas
Sumber: Lawrence Green (2005) Faktor Pemungkin:
1. Ketersediaan sumber 2. Kemudahan untuk
mencapai sumber daya 3. Peraturan/Hukum 4. Ketrampilan
5. Ketersediaan waktu
Faktor Pendorong: 1. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan 2. Panutan
3. Pekerja 4. Teman
5. Pembuat keputusan
Perilaku dari Individu, Kelompok dan Komunitas Faktor Predisposisi:
1. Pengetahuan 1. Sikap
2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka peneliti merumuskan kerangka
konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel independen Variabel dependen
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur,
pendidikan, jumlah anak, pengetahuan), faktor pemungkin (ketersediaan alat
kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan kesehatan), faktor pendorong (dukungan
petugas kesehatan dan dukungan suami), Variabel dependen pemakaian alat
kontrasepsi.
Faktor Predisposisi : 1. Umur
2. Pendidikan 3. Jumlah Anak 4. Pengetahuan
Faktor Pemungkin :
1. Ketersediaan alat kontrasepsi 2. Keterjangkauan pelayanan alat
kontrasepsi
Faktor Pendorong : 1. Dukungan petugas 2. Dukungan suami
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian digunakan adalah explanatory research, bertujuan untuk
menjelaskan pengaruh antara faktor-faktor (umur, pendidikan, pengetahuan, jumlah
anak, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi,
dukungan petugas, dukungan suami) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada
wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo
Lues.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo
Lues. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah rendahnya cakupan KB pada PUS
di wilayah kerja puskesmas tersebut. Selain itu, setelah dilakukan survei pendahuluan
ternyata didapatkan beberapa faktor yang diduga memengaruhi ibu dalam pemakaian
alat kontrasepsi seperti faktor dari dalam diri (karakteristik), faktor dari luar
(ketersediaan alat, keterjangkauan pelayanan, dukungan petugas, dan dukungan
suami)
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama 8 bulan terhitung mulai bulan Januari
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita pasangan usia subur di
wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues tahun 2012. Maka,
berdasarkan data Puskesmas Kota Blangkejeren jumlah populasi pada penelitian ini
adalah 556 orang wanita pasangan usia subur.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari wanita PUS diambil berdasarkan teknik tertentu
dan mampu mewakili populasi atau bersifat representatif. Besar sampel diperoleh
dengan menggunakan rumus Lemeshow (Hidayat, 2007) dapat diformulasikan
yaitu:
Po = Pemanfaatan kontrasepsi diharapkan = Nilai deviasi normal pada β 10% = 1,282
Jadi, sampel pada penelitian ini adalah 126 orang wanita pasangan usia subur
di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues tahun 2012
3.3.3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematis (systematic
sampling). Cara pengambilan sampel ini dilakukan dengan membagi jumlah populasi
dengan sampel, yaitu 556/126 = 4,4. Jadi intervalnya adalah 4. Lalu dari urutan daftar
populasi 1-4 dilakukan pengundian dan diperoleh angka 3, artinya populasi urutan
ketiga adalah sampel pertama. Selanjutnya sampel urutan kedua adalah urutan ketiga
ditambahkan dengan interval 4, yaitu tujuh. Begitu seterusnya sampai diperoleh
sampel sebanyak 126 orang. Selanjutnya orang yang terpilih sebagai sampel akan
dikunjungi untuk diwawancarai (Singarimbun, 1989).
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini meliputi dua jenis, yaitu data primer dan data
sekunder.
3.4.1. Data Primer
Data pada penelitian iniadalah data diperoleh dari responden (sampel) secara
langsung melalui wawancara mengacu pada variabel akan di teliti melalui kuesioner
telah disusun.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data diperoleh melalui pencatatan dari dokumen
tersebut adalah data jumlah pengguna alat kontrasepsi, data cakupan KB, data jumlah
PUS. Selain itu, untuk melengkapi data-data lainnya, mengenai karakteristik daerah
secara umum dan khusus ke bidang kesehatan, data diambil dari Kantor Kecamatan
Kota Blangkejeren dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.4.3.1. Uji Validitas
Kuesioner determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS
pemakaian alat kontrasepsi pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota
Blangkejeren telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan
sebagai alat ukur penelitian bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat
ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 WUS di Kecamatan Blangpegayon
Kabupaten Gayo Lues.
Uji validitas (Arikunto, 2010) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu
ukuran atau nilai menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur
dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel
menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan
jika nilai r-hitung > r-tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya. Nilai r-tabel untuk
30 responden diuji coba adalah sebesar 0,361. Ketentuan kuesioner dikatakan valid
pada penelitian ini, jika :
1. Nilai r-hitung variabel ≥ 0,361 dikatakan valid.
Berdasarkan hasil uji validitas angket diperoleh hasil bahwa seluruh butir soal
dinyatakan valid karena mempunyai nilai >0,361 dan nilai signifikan < 0,05, dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Angket No.
Pengetahuan Dukungan Suami
1 0,753 0,000 Valid 1 0,725 0,000 Valid
Ketersediaan Alat kontrasepsi 9 0,718 0,000 Valid
1 0,845 0,000 Valid 10 0,812 0,000 Valid
Dukungan Petugas Kesehatan
1 0,721 0,000 Valid
3.4.3.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas dapat merupakan indeks menunjukkan sejauhmana suatu alat
pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan