• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Irigasi Tetes (Drip Irrigation) Dengan Pemanfaatan Filter Rokok Sebagai Emiter Alternatif Pada Beberapa Jenis Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Irigasi Tetes (Drip Irrigation) Dengan Pemanfaatan Filter Rokok Sebagai Emiter Alternatif Pada Beberapa Jenis Tanah"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IRIGASI TETES (DRIP IRRIGATION) DENGAN

PEMANFAATAN FILTER ROKOK SEBAGAI EMITER

ALTERNATIF PADA BEBERAPA JENIS TANAH

SKRIPSI

Oleh :

CHRYSTO BUMBUNAN AFRIZAL MANRU

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS IRIGASI TETES (DRIP IRRIGATION) DENGAN

PEMANFAATAN FILTER ROKOK SEBAGAI EMITER

ALTERNATIF PADA BEBERAPA JENIS TANAH

SKRIPSI

Oleh :

CHRYSTO BUMBUNAN AFRIZAL MANRU 040308023/TEP

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

( Ir. Edi Susanto, M.Si ) ( Taufik Rizaldi, STP, MP) Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

CHRYSTO BUMBUNAN AFRIZAL MANRU:Analisis Irigasi Tetes dengan Pemanfaatan Filter Rokok sebagai Emiter Alternatif pada Beberapa Jenis Tanah, dibimbing oleh EDI SUSANTO dan TAUFIK RIZALDI.

Efisiensi pemakaian air irigasi pada sistem irigasi tetes relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi lain. Namun sistem ini hanya dapat diaplikasikan oleh para petani atau pengusaha dengan modal yang besar, karena untuk membangun sistem ini diperlukan biaya investasi yang cukup besar. Pemanfaatan air secara efektif dan efisien sangat penting dilakukan dalam budidaya tanaman pada daerah yang relatif kering, sehingga kebutuhan air tanaman tetap dapat terpenuhi. Irigasi tetes dianggap sebagai salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan air tanaman dalam waktu, jumlah dan mutu yang tepat. Parameter yang diamati adalah kadar air tanah, daerah terbasahi, keseragaman irigasi dan efisiensi penyebaranirigasi tetes.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh nilai daerah terbasahi untuk emiter Gudang Garam; pada tanah Ultisol sebesar 0,03; pada tanah Entisol sebesar 0,03; pada tanah Inceptisol sebesar 0,039 m, keseragaman irigasi untuk emiter filter rokok gudang garam 50 %, untuk emiter filter rokok surya 76,9 %, dan untuk filter rokok ardath 59,2 %. Efisiensi penyebaran irigasi sebesar 99 %. Kata Kunci : Irigasi Tetes, Ultisol, Entisol, Inceptisol, Emiter, Efisiensi.

ABSTRACT

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 April 1986 dari ayah Rambio Manalu dan ibu Ratna boru Lumban Tobing. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Lubuk Pakam dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU, Departemen Teknologi Pertanian Program Studi Teknik Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

Selama mengikuti perkuliahan, penulis masuk dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA), dan aktif dalam organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dibawah koordinasi Komisariat Fakultas Pertanian USU Medan.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus dengan limpah karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Irigasi Tetes dengan Pemanfaatan Filter Rokok sebagai Emiter Alternatif pada Beberapa Jenis Tanah ”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing, Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Taufik Rizaldi,STP,MP. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua saya yang terkasih R. Manalu dan R. br. Lumban Tobing yang telah memberikan dukungan moril dan material, adik – adik saya yang tercinta; Sabrina, Zulfriend,Eko dan Anda, Bang Jhonny dan Bang Dodi. Terimakasih juga kepada yang saya kasihi Rahayu Rezeki yang selalu memberikan dorongan dan semangat. Terimakasih untuk Sumehi Sinaga, Roland CH, Faber, Herwin, Elisbet Andri dan Dotor serta teman – teman angkatan 2004 yang telah membantu saya selama penelitian, serta semua orang yang mendukung saya yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tiada yang sempurna dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat berharap saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa Memberkati kita semua.

(6)

DAFTAR ISI

(7)

Efisiensi Penyebaran Irigasi Tetes ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Klasifikasi v yang disarankan ... 12

2. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan ... 13

3. Kadar air tanah sebelum penelitian ... 27

4. Kadar air tanah sesudah penelitian ... 27

5. Daerah terbasahi menurut rumus dan dilapangan untuk tanah ultisol .... 28

6. Daerah terbasahi menurut rumus dan dilapangan untuk tanah entisol.... 30

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Tabung marihot ... 11 2. Diagram hubungan daerah terbasahi menurut rumus dan pengamatan di

lapangan pada tanah ultisol ... 29 3. Diagram hubungan daerah terbasahi menurut rumus dan pengamatan di

lapangan pada tanah entisol ... 31 4. Diagram hubungan daerah terbasahi menurut rumus dan pengamatan di

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

(11)

ABSTRAK

CHRYSTO BUMBUNAN AFRIZAL MANRU:Analisis Irigasi Tetes dengan Pemanfaatan Filter Rokok sebagai Emiter Alternatif pada Beberapa Jenis Tanah, dibimbing oleh EDI SUSANTO dan TAUFIK RIZALDI.

Efisiensi pemakaian air irigasi pada sistem irigasi tetes relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi lain. Namun sistem ini hanya dapat diaplikasikan oleh para petani atau pengusaha dengan modal yang besar, karena untuk membangun sistem ini diperlukan biaya investasi yang cukup besar. Pemanfaatan air secara efektif dan efisien sangat penting dilakukan dalam budidaya tanaman pada daerah yang relatif kering, sehingga kebutuhan air tanaman tetap dapat terpenuhi. Irigasi tetes dianggap sebagai salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan air tanaman dalam waktu, jumlah dan mutu yang tepat. Parameter yang diamati adalah kadar air tanah, daerah terbasahi, keseragaman irigasi dan efisiensi penyebaranirigasi tetes.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh nilai daerah terbasahi untuk emiter Gudang Garam; pada tanah Ultisol sebesar 0,03; pada tanah Entisol sebesar 0,03; pada tanah Inceptisol sebesar 0,039 m, keseragaman irigasi untuk emiter filter rokok gudang garam 50 %, untuk emiter filter rokok surya 76,9 %, dan untuk filter rokok ardath 59,2 %. Efisiensi penyebaran irigasi sebesar 99 %. Kata Kunci : Irigasi Tetes, Ultisol, Entisol, Inceptisol, Emiter, Efisiensi.

ABSTRACT

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka jumlah bahan pangan juga meningkat, untuk itu Pemerintah Daerah Sumatera Utara (Sumut) berusaha meningkatkan produksi pangan dalam negeri. Banyak cara yang dapat dipakai untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi pertanian. Salah satu caranya adalah mengatur pemberian air sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemberian air secara berlebihan tidak akan menambah hasil bahkan dapat merusak tanaman. Untuk mengantisipasi semakin langkanya penyediaan air, terutama untuk kepentingan pertanian maka aplikasi sistem irigasi yang hemat air semakin dibutuhkan. Langkah tersebut perlu kiranya untuk dilakukan terlebih lagi

orientasi sistem usaha tani di Indonesia sudah diarahkan pada agribisnis (Rochyanto, 1997).

Secara alami sebenarnya tanaman sudah mendapatkan air dari hujan, tetapi sebagian besar air hujan itu hilang melalui penguapan, perkolasi dan aliran permukaan. Sehingga hanya sebagian kecil di sekitar akar, maka air ini sering tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Oleh sebab itu dalam membudidayakan tanaman harus diusahakan agar kebutuhan air selama pertumbuhan dapat tercukupi dengan cara memberikan air dalam jumlah, waktu, cara yang efisien dan efektif melalui sistem irigasi (Najiyati dan Danarti, 1993).

(13)

Irigasi merupakan penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni dengan memberikan air secara teratur pada tanah yang diolah. Irigasi mempunyai ruang lingkup dari pengembangan sumber air, penyediaannya, penyaluran air dari sumber ke daerah pertanian, pembagian dan penjatahan pada areal. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara; dengan penggenangan, menggunakan jalur, dibawah permukaan tanah, penyiraman (sprinkle), sistem tetesan (trickle) (Hansen dkk, 1986).

Saat ini telah banyak digunakan sistem irigasi curah atau tetes. Dengan sistem ini dapat memberikan efisiensi sampai lebih dari 90 % dan efektifitas yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Hal ini akan lebih berhasil jika sistem tetes dirancang dengan tepat dan dioperasikan dengan teratur

sesuai dengan jumlah kebutuhan dan waktu pemberian air (Saprianto dan Nora, 1999).

Menurut Murty (2002) sistem irigasi tetes memiliki beberapa keuntungan antara lain distribusi air yang tertutup ke dekat akar tanaman sehingga efisiensi penyaluran besar, distribusi air yang seragam (merata) dan terkontrol, tidak ada aliran permukaan (run off) seperti faktor yang dapat menyebabkan erosi, aplikasi (pemberian) air dan pupuk dapat dilakukan secara bersamaan, mengurangi (membatasi) pertumbuhan gulma pada daerah yang terbasahi, penyimpanan air yang efisien dan secara umum meningkatkan hasil.

(14)

kelembaban tanah dan permeabilitas tanah. Aliran (debit) dapat diatur secara otomatis untuk menyalurkan volume air sesuai dengan yang diinginkan, ,menurut waktu yang ditentukan, tergantung pada kondisi kelembaban tanah tertentu (Hansen dkk, 1986).

Banyak pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahi tanah di seluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Pada irigasi pemberian air merupakan pengaturan debit air. Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Menurut James dkk, (1982) debit yang terlalu kecil kemungkinan tidak dapat diserap oleh tanah dan tanaman, debit yang terlalu besar menimbulkan aliran permukaan sehingga air yang digunakan tidak akan efisien. Debit yang sesuai dengan kondisi tanah dan tanaman akan menghasilkan efisiensi yang tinggi.

Emiter merupakan alat pemancar air yang dipasang di dekat tanaman dan permukaan tanah. Menurut Keller dan Bliesner (1990) emiter berfungsi sebagai alat pengatur debit. Debit yang besar dan jarak emiter yang dekat satu sama lain merupakan satu pemborosan. Jadi semakin tinggi tangki penampungan maka semakin besar debit yang dihasilkan. Menurut Tusi (2006), penggunaan emiter alternatif menggunakan bahan dari cotton buds dan filter rokok dapat menghemat biaya untuk pembelian bahan emiter dan emiter dari limbah filter rokok ”GG” lebih baik dalam memberikan air dengan tingkat keseragaman yang lebih tinggi dibandingkan cotton buds dan limbah filter rokok ”CM”.

(15)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis irigasi tetes dengan memakai emiter dari beberapa jenis filter rokok dan tabung marihot

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Mahasiswa dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang aplikasi dan efisiensi pemakaian irigasi tetes alternatif.

(16)

TINJAUAN LITERATUR

Irigasi

Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan merupakan bagian dari pengembangan kemanusiaan. Pengembangan fisik irigasi (bangunan berikut jaringan irigasi) berada dalam kedudukan yang sama penting dengan aspek pengelolaan (Sutardjo, 2001).

Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam – tanaman. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara: (1) dengan penggenangan (flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); atau dengan sistem cucuran (trickle) (Hansen dkk, 1986).

Irigasi Tetes

(17)

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi, tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembaban tanah yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Hakim dkk, 1986).

Irigasi tetes dapat dibedakan atas dua jenis yaitu irigasi tetes dengan pompa dan irigasi tetes dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan pompa yaitu irigasi tetes dengan sistem penyaluran air diatur dengan pompa. Irigasi tetes pompa ini umumnya memiliki alat dan perlengkapan yang lebih mahal daripada irigasi sistem gravitasi Irigasi sistem gravitasi adalah irigasi yang menggu nakan gaya gravitasi dalam penyaluran air dari sumber. Irigasi ini biasanya terdiri dari unit pompa air untuk penyediaan air, tangki penampungan untuk menampung air dari pompa, jaringan pipa dengan diameter yang kecil dan pengeluaran air yang disebut pemancar emitter yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam ( Hansen dkk, 1986).

Hal yang perlu diketahui dalam merancang irigasi tetes adalah sifat tanah, jenis tanah, sumber air, jenis tanaman, dan keadaan iklim. Sifat dan jenis tanah yang diperhatikan adalah kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah dan kapasitas penyimpanan air (James dkk, 1982).

(18)

yang memburukkan aerasi tanah. Pedoman yang umum tentang waktu pemberian air adalah sekitar 60 % air yang tersedia di tanah. (Hakim dkk, 1986).

Komponen Irigasi Tetes

Jaringan pipa pada irigasi tetes

Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa lateral, pipa sekunder dan pipa utama komponen penting dari irigasi tetes. Tata letak dari irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas tanah, bentuk dan keadaan topografi. Irigasi tetes tersusun atas dua bagian penting yaitu pipa dan emitter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang

biasanya terbuat dari plastik yang berdiameter 12 mm (1/2 inchi) – 25 mm (1 inchi) (Hansen dkk, 1986).

Ukuran pipa harus cocok dengan pompa yang digunakan. Jaringan irigasi tetes menggunakan pipa PVC (Polyvinylchloride) dan PE (Poly Ethylene). Seluruh pipa tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat pipa utama, pipa sekunder dan kalau ada pipa tersier. Pipa yang digunakan biasanya berukuran 0,5 – 1 inchi (1,27 – 2,54 cm) dan pipa sekunder 0,24 – 0,5 inchi (0,61 – 1,27 cm) (Najiyanti dan Danarti, 1993).

(19)

Pipa pembagi (sub-main, manifold) dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80 - 100µm), katup solenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan diameter antara 50 – 75 mm. Penyambungan pipa pembagi dengan pipa utama (Prastowo, 2003).

Pipa lateral umumnya terbuat dari pipa PVC fleksibel atau pipa politeline dengan diameter 12 mm – 32 mm. Emiter dimasukkan ke dalam pipa lateral pada jarak yang ditentukan yang dipilih sesuai dengan tanaman dan kondisi tanah. Pipa lubang ganda, pipa porus dan pipa dengan perforasi yang kecil digunakan pada beberapa instalasi untuk menggunakan keduanya sebagai pipa pembawa dan sebuah system emitter (Hansen dkk, 1986).

Menurut Keller dan Bliesner (1990) dalam sistem irigasi tetes tersusun atas pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya terbuat dari plastik yang diameter 12 mm (1/2 inchi) – 25 mm (1 inchi).

Emiter

(20)

konstan. Penampang aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emiter (Hansen dkk, 1986).

Menurut Keller dan Bliesner (1990) emiter merupakan alat pembuangan air, emiter dipasang di dekat tanaman dan tanah. Semakin dekat ke tanah semakin efisien air yang diterima tanah dan tanaman karena semakin besar daerah yang terbasahi semakin tinggi kelembaban tanah. Semakin dekat jarak emiter maka semakin banyak daerah yang terbasahi.

Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) On-line

emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau

disambung dengan pipa kecil; (b) In-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral. Penetes juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) Point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) Line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa

porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini (Prastowo, 2003).

Filter rokok

Ada dua jenis rokok, yaitu rokok yang berfilter dan rokok yang tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin. Busa dalam kehidupan nyata biasanya tidak teratur dan memiliki ukuran gelembung yang bervariasi (Lembaga Kesehatan Gigi, 2008).

(21)

terbuka. Busa ini memiliki pori-pori yang berhubungan satu sama lain dan membentuk sebuah jaringa yang saling berhubungan yang relatif lunak. Jenis busa kedua tidak memiliki pori-pori yang saling berhubungan dan disebut busa sel tertutup. Normalnya busa sel tertutup memiliki kekuatan pemampatan yang leih tinggi. Karena lebih padat, busa sel tertutup membutuhkan lebih banyak material dan sebagai konsekuensinya lebih mahal untuk diproduksi. Sel-sel tertutup bisa diisi dengan sebuah gas khusus yang menyediakan insulasi yang unggul. Al ini berlawanan dengan busa sel terbuka yang akan diisi dengan apapaun yang berada di sekelilingnya. Busa sel terbuka menjadi penyekat yang relati bagus saat diisi dengan udara. Tapi jika terisi air, sifat penyekatnya akan berkurang. Salah satu golongan khususnya busa sel tertutup dikenal sebagai busa sintaktik, yang mengandung partikel-partikel berongga yang terbenam di dalam sebuah bahan matriks. Busa struktur sel tertutup memiliki kestabilan dimensi yang lebih tinggi, koefisien serapan kelengasan yang rendah, serta kekuatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan busa berstruktur sel terbuka. Busa adalah sebuah substansi yang terbentuk dengan menjebak banyak sekali gelembung gas dalam benda cair atau padat (Wikipedia, 2010).

Tabung Marihot

Tabung Marihot merupakan tabung untuk mengalirkan air dengan head sesuai dengan rancangan kita (20 cm – 250 cm). Prinsp kerja tabung marihot adalah pengaliran air dengan tekanan atmosfir atau dengan kata lain low

pressure, sehingga air yang keluar pada setiap emiter akan seragam. Tabung

(22)

mengalirkan aliran debit tetap, dan debit akan berubah pada elevasi yang berbeda (pada head yang berbeda). Bagian ini dilengkapi dengan selang-selang kecil untuk saluran pemasukan udara dan saluran pengairan.

Cara kerja tabung marihot yaitu udara luar yang mempunyai tekanan 1 atm masuk ke dalam tabung marihot melalui lubang masuk udara, karena berat udara yang lebih ringan dari larutan nutrisi (air irigasi) maka udara luar yang masuk akan naik ke bagian atas tabung marihot. Udara yang berada di bagian atas tabung akan menekan air irigasi (larutan nutrisi) yang ada dalam tabung marihot dengan tekanan tetap sebesar 1 atm sehingga larutan nutrisi akan mengalir keluar melalui lubang pengaliran dengan kecepatan yang tetap. Adanya tekanan udara dan beda head yang tetap ini akan menyebabkan kecepatan aliran nutrisi tetap.

Gambar 1. Tabung Marihot

Tekanan

Menurut Erizal (2003) keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang dihasilkan emiter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar tinggi air tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan semakin besar.

Penutup dan tempat pemasukan larutan nutrisi.

Kran pembuka laju aliran nutrisi (output)

Selang pemasukan udara dan indicator isi larutan nutrisi dalam tangki

(23)

Debit

Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Umumnya debit rata-rata dari emiter tersedia dari suplier peralatan. Debit untuk irigasi tetes bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum digunakan 4 ltr/jam, namun ada beberapa pengelolaan pertanian menggunakan debit 2, 6, 8 ltr/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi (Keller dan Bliesner, 1990).

Menurut James dkk (1982) pemberian air dalam jumlah yang kecil kemungkinan tidak akan dapat terserap oleh tanah dan tanaman, namun pemberian air dalam jumlah yang besar akan menimbulkan genangan dan aliran permukaan. Pemberian air pada irigasi tetes erat kaitannya dengan debit, hanya saja pada irigasi tetes debit relatif kecil per detiknya.

Variasi Debit Emiter

Emiter yang baik haruslah menghasilkan debit yang sama pada tekanan operasi yang sama. Akan tetapi, setiap emiter tidak dapat dibuat persis sama. Tingkat variasi pabrikasi emiter (coefficient of manufacturing for the emitter), v. Nilai v yang disarankan diklasifikasikan seperti pada Tabel 1 berikut

Tabel 1. Klasifikasi v yang disarankan

Tipe Emiter v Klasifikasi

Point Source < 0.05

(24)

Keseragaman Emisi

Keseragaman pemberian air dari setiap emiter pada keseluruhan sistem irigasi tetes dinyatakan dengan keseragaman emisi (Emission Uniformity,EU). Keseragaman emisi (EU) yang disarankan oleh ASAE seperti yang disajikan pada Tabel 2 berikut

Tabel 2. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan

Tipe Emiter Topografi EU untuk daerah kering (%) Point source pada tanaman

Point source pada tanaman

permanen atau semi permanen b

Seragam Bergelombang

85 – 90 80 – 90

Line source pada tanaman

tahunan dalam baris

Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10% (Prastowo, 2003)

Kadar Air Tanah

Air terdapat di dalam tanah karena diserap oleh massa tanah, air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya – gaya adhesi, kohesi dan gaya gravitasi. Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air dalam tanah tersebut (Hardjowigeno, 1987).

(25)

dikering ovenkan dalam oven pada suhu 100 oC – 110 0C untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan tersebut merupakan sejumlah air yang tergantung dalam tanah tersebut. Air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Air tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses pergerakan air jenuh. Gerakan air ini berlangsung terus selama cukup air ditambahkan dan tidak ada penghalang. Pergerakan air tidak hanya terjadi secara vertikal tetapi juga horizontal. Gaya gravitasi tidak berpengaruh terhadap pergerakan horizontal (Hakim dkk, 1986).

Porositas

Pori – pori tanah adalah bagian bahan padatan tanah tetapi terisi udara dan air. Pori – pori tanah dapat dibedakan atas dua bagian yaitu pori kasar (macro

pore) berisi udara dan gravitasi. Pori halus (micro pore) berisi udara dan air

kapiler. Porositas tanah dipengaruhi kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah (Hardjowigeno, 1987).

Pada umumnya tekstur yang kasar, kerikil, tanah berpasir mempunyai suatu persentase ruang pori yang kecil, dan lempung - lumpur yang mempunyai

tekstur halus serta lempung mempunyai suatu persentase besar (Hansen dkk, 1986).

(26)

Kerapatan isi =

Porositas dapat dihitung dari kerapatan isi dan kerapatan zarah dengan rumus sebagai berikut :

Kerapatan zarah tiap jenis tanah adalah konstan tidak bervariasi, untuk kebanyakan tanah mineral rata – rata 2,56 gr/cm3. Perbedaan kerapatan zarah diantara jenis – jenis tanah tidak begitu besar (Hakim dkk, 1986).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah kehalusan atau kekasaran bahan tanah pada perabaan berkenaan dengan perbandingan berat antar fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1998).

Tekstur tanah penting kita ketahui, oleh karena itu komposisi ketiga fraksi butir – butir tanah tersebut akan menentukan sifat fisik. Pasir ukurannya lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil dibanding dengan liat dan debu. Luas permukaan liat jauh lebih besar dari luas permukaan fraksi debu. Luas permukaan dari ketiga fraksi sangat menentukan penyerapan udara dan air (James dkk, 1982).

(27)

tetapi memiliki ukuran yang besar, maka fungsi utamanya adalah sebagai penyokong tanah dimana sekelilingnya terdapat partikel – partikel liat dan debu yang lebih aktif. Kecuali dalam jumlah yang kecil, maka semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, semakin banyak ruang pori – pori diantara partikel –

partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim dkk, 1986).

Pada tanah yang berat, penyimpanan air dengan metoda irigasi tetes biasanya berkisar antara 20 – 40 %; sementara untuk tanah dengan permeabilitas yang dangkal diduga 50 – 70 % daerah perakaran tanaman mengandung air di sekitar daerah yang terbasahi pada masing – masing outlet, sehingga sistem ini sangat cocok untuk tanah berpasir dengan tingkat perkolasi yang tinggi (Buckman dan Nyle, 1982).

Ukuran partikel menentukan susunan tekstur tanah. Tekstur suatu tanah mempunyai suatu pengaruh yang sangat penting pada aliran air pada tanah, sirkulasi udara dan besarnya transformasi kimia yang penting bagi kehidupan tanaman (Hansen dkk, 1986).

Kedalaman Tanah

(28)

permeabilitasnya tinggi dan kerikil. Tanah dalam yang bertesktur medium dan strukturnya lepas memungkinkan tanaman untuk mengakar secara dalam, memberikan kesempatan untuk menampung volume air irigasi yang besar dalam tanah, dan konsekuensinya mempertahankan pertumbuhan tanaman secara

memuaskan selama periode relatif panjang antara pemberian air (Hansen dkk, 1992).

Tanah Inceptisol

Inceptisol didapatkan dari bahasa Latin inceptum, artinya permulaan. Perkembangan horizon genetik baru saja dimulai dalam Inceptisol, namun masih dianggap lebih tua daripada Entisol. Biasanya, Inceptisol memiliki epipedon ochrik dan memiliki beberapa horizon diagnostik lainnya, dan menunjukkan sedikit bukti eluviasi ataupun illuviasi. Bukti pengaruh cuaca yang hebat belum memadai. Mereka tidak memiliki ciri diagnostik yang memadai untuk dimasukkan ke dalam beberapa dari delapan orde tanah lainnya (Foth, 1978).

Penafsiran Inceptisol untuk pemakaian pertanian dan non pertanian tentu saja berbed. Daerah yang terjal sangat cocok untuk ditanami pohon, cocok juga untuk tujuan rekreasi, atau kehidupan liar, dan Inceptisol yang memiliki drainase buruk bisa digunakan untuk bercocok tanam, asal saja drainase buatan layak atau disediakan (Buol dkk, 1980).

(29)

Tanah inceptisol adalah tanah yang sangat muda. Bahan penyusun tanah ini kebanyakan berupa bahan tanah yang lepas – lepas tanpa atau perkembangan tanah yang sangat lemah. Tanah ini menahan sedikit air. Mempunyai daya tambat air yang rendah tetapi bersifat lolos air (Brady, 1974).

Tanah Entisol

Entisol dicirikan oleh kemudaan dan tentu saja tanpa horizon genetik alami ataupun baru saja memiliki permulaan horizon. Adapun konsep dasar dari Entisol adalah tanah dalam regolith dalam ataupun tanah tanpa horizon kecuali barangkali lapisan bajakan. Namun demikian, sebagian Entisol memiliki horizon plaggen, agrik, atau A2 (albik), dan sebagian memiliki batuan keras yang dekat dengan permukaan (Foth, 1978).

Entisol menunjukkan masalah-masalah teknik dalam banyak wilayah. Erosi oleh air, angin, dan limbah massa adalah penting di daerah terjal ataupun berbukit-bukit hingga daerah pegunungan, dimana hanyutan infiltrasi terjadi dengan cepat. Lahan bebatuan, berpasir memunculkan bahaya-bahaya ini dalam beberapa cara yang berbeda (Buol dkk, 1980).

(30)

juga akan mengalami kejenuhan dan kerusakan akibat masukan teknologi tinggi tersebut. Atas latar belakang tersebut mulai dikembangkan sistem pertanian organik yang dahulu telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita. Beberapa petani di Sleman dan Magelang telah melakukannya, sementara yang lain belum tertarik karena belum mengetahui manfaatnya terutama terhadap perbaikan sifat tanah. Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah.Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik.

Tanah Ultisol

Ultisol memiliki horizon argilik dengan kejenuhan dasar yang rendah, kurang dari 35 %. Jumlah alumunium yang tinggi yang bisa dipertukarkan biasanya dijumpai. Mereka terjadi dalam bagian-bagian dunia yang lebih panas dimana suhu tanah tahunan adalah 47 0F (8 0C) atau lebih dan curah hujan yang melebihi penguapan (Foth, 1978).

(31)

Daerah terbasahi

Jika air bebas diberikan kesempatan merambah ke dalam suatu kolom tanah yang kering dan posisi mendatar dan yang mempunyai keragaman struktur berat isi, tingkat kekeringan , maka akan menunjukkan hubungan yang erat antar jarak perambatan, kecepatan, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai jarak tersebut (Kertonegoro dkk, 1998).

Semua jenis tanah bersifat lolos air, dimana air akan mengalir melalui ruang – ruang kosong yang terdapat diantara butir – butir tanah. Daerah yang dibasahi pada suatu areal tergantung pada kecepatan dan volume dari pemancar emiter. Besarnya daerah terbasahi berhubungan dengan volume air yang diberikan per satuan waktu dan keadaan fisik tanah tersebut yaitu konduktivitas hidrolik atau permeabilitas tanah. Pada irigasi tetes daerah terbasahi tidak memiliki pola penyebaran seperti irigasi sprinkel, air merembes ke dalam tanah di sekitar daerah perakaran mengikuti suatu alur yang berliku –liku diantara partikel – partikel tanah. Untuk mengetahui daerah terbasahi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana : W = lebar daerah terbasahi atau pola penyebaran air (m) Vw = volume air yang diberikan (l)

Cs = permeabilitas tanah (m/s) q = debit emitter (l/jam)

(32)

Uji Tanah

Uji tanah adalah pengukuran sifat kimia dan fisika yang diperlakukan terhadap tanah dan dapat memberikan informasi kepada kebutuhan hara tertentu. Uji tanah memiliki beberapa tujuan. Fitts dan Nelson (1956) dalam Mukhlis (2007) menyatakan analisis tanah tersebut memiliki tujuan :

a. Mengelompokkan tanah atas kelas – kelas tertentu agar dapat ditetapkan tindakan pemupukan dan pengaturan

b. Menduga respon yang diperoleh dari pemberian unsur hara c. Membantu mengevaluasi produktivitas lahan

d. Menentukan keadaan tanah tertentu dalam menetapkan tindakan pemanfaatannya

Efisiensi Penyebaran Irigasi Tetes

(33)

menggambarkan sampai dimana air didistribusikan secara merata sebagai berikut : Ed = 100 (1 – y/d)... (4)

Dimana :

Ed = efisiensi penyebaran

y = angka deviasi rata – rata untuk kedalaman yang ditampung (cm)

d = kedalaman air rata – rata yang ditampung selama pemberian air irigasi tetes (cm)

(34)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Mei 2010.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan – bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut : sumber air untuk penelitian, tabung marihot , pipa lateral memakai pipa PVC unkuran ½ inci, pipa PVC ukura ¾ inci untuk saluran pembagi, pipa PVC ukuran 1 inci untuk pipa utama, tanah inceptisol, ultisol dan entisol, emitter berupa filter rokok yaitu “Gudang Garam”, “Surya”, “Ardath”.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : alat tulis, kamera digital untuk dokumentasi penelitian, kalkulator untuk alat bantu perhitungan data penelitian.

Metode Penelitian

(35)

E1T1 E2T1 E3T1 E1T2 E2T2 E3T2 E1T3 E2T3 E3T3

Parameter

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan pengamatan : 1. Pola pembasahan dari sistem irigasi tetes

2. Kedalaman dan diameter daerah terbasahkan 3. Tingkat pembasahan

4. Debit emiter

5. Koefisien Keseragaman/Koefisien emisi 6. Efisiensi Penyebaran Irigasi Tetes

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan dan Pemasangan Komponen Irigasi Tetes

Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembuatan dari berbagai jumlah emiter pada pipa lateral. Pipa lateral sebagai tempat penghubung ke emiter dilubangi untuk memasukkan emiter sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.

(36)

disambungkan dengan tangki penampungan dengan diameter 55 cm dan tinggi 80 cm. Bagian bawah tangki dilubangi dan dihubungkan dengan pipa utama. Bagian lain pipa utama disambungkan dengan pipa manifol dengan ukuran 0,75 inchi, panjang pipa manifol sekitar 2 m. Dari pipa manifol dihubungkan dengan pipa lateral. Pipa lateral dipasang emiter sesuai dengan jumlah yang diinginkan.

Pengamatan Parameter

Sebelum penelitian dilaksanakan, pengambilan sampel tanah pada lokasi penelitian harus dilakukan untuk menentukan :

a. tekstur tanah (analisa laboratorium) b. porositas tanah (persamaan 2) c. kerapatan isi (persamaan 1)

Dalam penelitian ini parameter yang diamati : 1. Kadar air tanah

- Tanah sesudah mendapatkan perlakuan, tanah diambil sampel dengan menggunakan ring sampel, terlebih dahulu ring sampel ditimbang, tanah dan ring sampel ditimbang, dan dikering ovenkan selama 24 jam dengan suhu 105 oC.

- Tanah yang dikering ovenkan ditimbang kembali - Setelah itu dilakukan perhitungan dengan rumus :

Kadar Air tanah = ×100%

(37)

2. Daerah terbasahi

Permeabilitas jenuh tanah (Cs) ditentukan dengan menganalisa tanah di laboratorium, lalu dihitung daerah terbasahi dengan memakai persamaan (3).

3. Efisiensi Penyebaran irigasi Tetes

Mengukur kedalaman air rata – rata (d) yang dibasahi selama pemberian air dengan membongkar tanah setelah penelitian dan mengukur tinggi kolom tanah yang terbasahi air.

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kadar Air Tanah

Setelah penelitian dilaksanakan, maka diperoleh kadar air tanah seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Kadar Air Tanah Sebelum Penelitian

Tabel 4. Kadar Air Tanah Sesudah Penelitian

Emiter Kadar air tanah (%)

Ultisol Entisol Inceptisol Gudang Garam 22,71 33,62 33,48 Surya 23,55 32,29 26,07 Ardath 26,59 33,77 28,15

Peningkatan kadar air sesudah penelitian tidak begitu besar, hal ini disebabkan porositas tanah yang digunakan pada penelitian juga kecil, dilihat dari tekstur tanahnya berdasarkan nilai persentase pasir, liat dan debu (analisa laboratorium).

Sesuai dengan pernyataan Foth (1978) yang menyatakan bahwa ruang pori tanah total pada tanah berpasir adalah rendah. Persentase volume yang diisi oleh pori-pori kecil pada tanah berpasir adalah rendah, yang menjadi penyebab rendahnya kapasitas penahan air.

Jika dilihat dari tekstur tanah, tanah ultisol yang digunakan bertekstur liat, sehingga mempunyai daya menahan air yang cukup besar, sedangkan tanah entisol dan inceptisol yang digunakan pada penelitian bertekstur lempung berpasir sehingga mempunyai daya menahan air yang rendah. Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah.

Jenis Tanah Kadar air tanah (%)

Ultisol 32,12

Entisol 31,97

(39)

Tanah yang bertekstur kasar mempunyai daya menahan air yang lebih kecil daripada tanah yang bertekstur halus. Tanah bertekstur halus terdiri dari liat dan debu.

2. Daerah Terbasahi

a. Ultisol

Dari hasil analisa permeabilitas tanah di laboratorium Riset dan Teknologi Pertanian USU diperoleh permeabilitas tanah Ultisol 36,26 cm/jam. Daerah terbasahi menurut persamaan dan menurut pengukuran di lapangan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Daerah terbasahi (m) menurut rumus dan pengamatan di lapangan pada tanah ultisol

Jenis Emiter

Lebar daerah terbasahi (m)

Menurut rumus Menurut lapangan

Gudang Garam 0,021 0,03

Surya 0,017 0,02

Ardath 0,017 0,017

(40)

Permeabilitas tergantung pada tekstur tanah. Semakin halus tekstur tanah akan semakin kecil nilai permeabilitasnya. Permeabilitas terutama tergantung pada ukuran pori-pori, bentuk partikel, dan struktur tanah. Secara garis besar makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori-pori tanah sehingga makin kecil nilai permeabilitas tanah tersebut.

Bila dilihat dari Tabel 5 terdapat perbedaan terhadap daerah terbasahi menurut pengamatan di lapangan dengan menggunakan rumus. Perbedaan ini disebabkan karena faktor-faktor lain yang berhubungan dengan keadaan di lapangan seperti kondisi tanah yang merupakan tanah terganggu atau tanah olahan sehingga air yang terserap oleh tanah lebih besar dibandingkan dengan menggunakan rumus.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar hubungan daerah terbasahi menurut rumus dan pengamatan di lapangan sebagai berikut

0

(41)

b. Entisol

Dari hasil analisa permeabilitas tanah di laboratorium Riset dan Teknologi Pertanian USU diperoleh permeabilitas tanah Entisol 50,64 cm/jam. Daerah terbasahi menurut persamaan dan menurut pengukuran di lapangan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Daerah terbasahi (m) menurut rumus dan pengamatan di lapangan pada tanah entisol

Jenis Emiter Lebar daerah terbasahi (m)

Menurut rumus Menurut lapangan

Gudang Garam 0,029 0,03

Surya 0,023 0,023

Ardath 0,024 0,024

Dengan permeabilitas pada tanah tergolong cepat dalam meloloskan air ke dalam tanah, sehingga sebagian air yang diberikan akan tergenang pada permukaan tanah. Genangan air akan membasahi permukaan tanah dan akan bergerak secara horizontal sehingga daerah yang terbasahi akan lebih besar.

Bila dilihat dari Tabel 6 terdapat perbedaan terhadap daerah terbasahi menurut pengamatan di lapangan dengan menggunakan rumus. Perbedaan ini disebabkan karena faktor-faktor lain yang berhubungan dengan keadaan di lapangan seperti kondisi tanah yang merupakan tanah terganggu atau tanah olahan sehingga air yang terserap oleh tanah lebih besar dibandingkan dengan menggunakan rumus.

(42)

0

Gambar 5. Diagram hubungan daerah terbasahi menurut rumus dan pengamatan di lapangan pada tanah entisol

c. Inceptisol

Dari hasil analisa permeabilitas tanah di laboratorium Riset dan Teknologi Pertanian USU diperoleh permeabilitas tanah Entisol 50,64 cm/jam. Daerah terbasahi menurut persamaan dan menurut pengukuran di lapangan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Daerah terbasahi (m) menurut rumus dan pengamatan di lapangan, pada tanah inceptisol

Jenis Emiter Lebar daerah terbasahi (m)

Menurut rumus Menurut lapangan

Gudang Garam 0,039 0,04

Surya 0,031 0,031

Ardath 0,032 0,018

(43)

permukaan tanah. Genangan air akan membasahi permukaan tanah dan akan bergerak secara horizontal sehingga daerah yang terbasahi akan lebih besar.

Bila dilihat dari Tabel 7 terdapat perbedaan terhadap daerah terbasahi menurut pengamatan di lapangan dengan menggunakan rumus. Perbedaan ini disebabkan karena faktor-faktor lain yang berhubungan dengan keadaan di lapangan seperti kondisi tanah yang merupakan tanah terganggu atau tanah olahan sehingga air yang terserap oleh tanah lebih besar dibandingkan dengan menggunakan rumus.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar hubungan daerah terbasahi menurut rumus dan pengamatan di lapangan sebagai berikut.

0

(44)

3. Koefisien Keseragaman (%)

Keseragaman irigasi diperoleh untuk emiter filter rokok GP sebesar 50 %, untuk emiter filter rokok surya sebesar 76 %, untuk emiter filter rokok Ardath adalah sebesar 59,2 %.

Nilai keseragaman irigasi merupakan persentase yang diperoleh dari pengukuran debit pada tiap emiter per jam.

Besarnya nilai keseragaman irigasi pada aplikasi jaringan irigasi ini lebih kecil dari 90 %, ini berarti nilai keseragaman debit keluar emiter masih belum memenuhi standar keseragaman. Sesuai dengan pernyataan Sapei (2003) besarnya nilai keseragaman irigasi tetes haruslah lebih besar dari 90 %. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan irigasi tetes belum mampu mendistribusikan air yang cukup merata pada tiap-tiap emiter dalam setiap perlakuan, disebabkan oleh tekstur dan ruang pori dari filter rokok menyebabkan filter rokok menyempit dan mempengaruhi debit air.

(45)

4. Efisiensi Penyebaran Irigasi Tetes

Parameter yang digunakan untuk mencari efisiensi penyebaran irigasi tetes adalah efisiensi distribusi (Ed) irigasi, yaitu merupakan perbandingan antara deviasi rata-rata absolut kedalaman air yang meresap secara vertikal pada tanah dengan kedalaman rata-rata air meresap dari keseluruhan emiter pada suatu jaringan irigasi tetes. Efisiensi penyebaran irigasi tetes dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Dari hasil perhitungan rumus diperoleh penyebaran irigasi sebesar 99 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa efisiensi penyebaran irigasi pada jaringan irigasi tetes ini dikatakan layak. Sesuai dengan pernyataan Hansen dkk (1986) bahwa suatu jaringan irigasi tetes dikatakan layak apabila efisiensi penyebaran irigasi tetesnya lebih besar dari 90 %.

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tekstur tanah yang digunakan dalam penelitian untuk tanah ultisol adalah liat, tanah entisol dan inseptisol termasuk tekstur lempung berpasir.

2. Nilai Keseragaman Emisi untuk emiter filter rokok GP sebesar 50 %, untuk emiter filter rokok surya sebesar 76 %, untuk emiter filter rokok Ardath adalah sebesar 59,2 %, dengan efisiensi penyebaran irigasi sebesar 99%

3. Permeabilitas diperoleh untuk tanah Ultisol sebesar 36,26 cm/jam; untuk tanah Entisol sebesar 50,64 cm/jam; untuk tanah Inceptisol sebesar 0,94 cm/jam 4. Berdasarkan lebar daerah terbasahi, emiter yang paling baik digunakan adalah

filter rokok Gudang Garam

5. Berdasarkan nilai permeabilitasnya, tanah yang paling baik digunakan adalah tanah ultisol

6. Keseragaman emisi dari tiap-tiap emiter masih belum memenuhi standart keseragaman.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tanah dan emiter yang telah direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian terhadap beberapa jenis tanaman

2. Untuk mencapai nilai keseragaman yang ditetapkan perlu diperhatikan kondisi filter rokok, sehingga hasilnya semakin baik.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Brady,N.C., 1974. The Nature and Properties of Soils 8th Edit. MacMillan

Publishing Co.Inc., New York.

Buckman dan Nyle.C.Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara. Jakarta Buringh,P., 1993. Pengantar Pengajian Tanah – Tanah Wilayah Tropika dan

Subtropika. UGM Press. Yogyakarta

Buol, S.W., F.D. Hole, R.J. Mc Cracken, 1980. Soil Genesis and Classification

2nd Edit. The Iowa State University Press. Ames, Iowa

Erizal, 2003. Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler dan Drip. Lembaga Penelitian IPB. Bogor

Foth, Henry O., 1978. Fundamentals of Soil Science. John Willey and Sons, Inc. Canada

Gandakusuma, R, 1981. Irigasi. Sinar Bandung. Bandung

Hakim, N;Muhammad, Y.N; A.N Lubis; Sutopo, G.N; Muhammad, A.D; Go Ban, H dan H. Bailey, 1986. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Unila Press. Lampung Hansen, V.E., O.W. Israelsen., dan Glen, E.S., 1986. Dasar – Dasar dan Praktek

Irigasi. Erlangga. Jakarta

Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta

James, D.W; O.W. Israelsen and G.E. Stringham, 1982. Modern Irrigated Soils, Departemen of Soil Science and Meteorology. Utah State University. Utah Kertonegoro, B.D; Sri Hastuti, S; Supriyanto, N dan Suci, H., 1998. Panduan

Analisis Fisika Tanah. UGM Press. Yogyakarta

Keller. J and R.D. Bliesner., 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. Publishing by Van Nostrand Reinhold. New York

Lembaga Kesehatan Gigi, 2008. Hemat Rokok, Hemat Uang, Panjang Umur. http//:kesehatan gigi.blogspot.com/2008/archive.html [01 Januari 2008]. Murty, V.V.N., 2002. Land and Water Management Engineering 3rd edition.

Kalyani Publisher. New Delhi, India

Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press, Medan

(48)

Notohadiprawiro, Tejoyuwono, 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Rochdyanto, S., 1997. Kinerja Alat Pencurah Sederhana Pada Sistem Irigasi

Curah. Buletin Agritech, Vol 17 No.02

Sapriyanto dan Nora, H.T., 1999. Efisiensi Penggunaan Air pada Sistem Irigasi

Tetes dan Curah untuk Tanaman Krisan (chrysantenum sp). Buletin

Keteknikan Pertanian. Vol. 13 No.7.

Sutardjo, Prof. Suprojo Puspo, 2001. Pengembangan Irigasi, Usaha Tani

Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air. Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Tusi, Ahmad, 2006. Pemanfaatan Cotton Buds dan Limbah Filter Rokok sebagai

Emitter Alternatif dalam Sistem Irigasi Tetes dengan Tabung Marihot.

Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian. UNILA.

Utami, Sri Nuryani H. dan Suci Handayani, 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem

Pertanian Organik. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM.

Yogyakarta.

Prastowo, 2003. Teknologi Irigasi Hemat Air. Pusat Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika (CREATA), Lembaga Penelitian – IPB

(49)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kadar air tanah sebelum dan sesudah penelitian Kadar air tanah sebelum penelitian

Jenis Tanah Kadar air tanah (%)

Ultisol 32,12

Entisol 31,97

Inceptisol 29,22 Contoh perhitungan kadar air tanah sebelum penelitian

KA = KA =

= 32, 12 % Kadar air tanah sesudah penelitian

Emiter Kadar air tanah (%)

Ultisol Entisol Inceptisol Gudang Garam 22,71 33,62 33,48 Surya 23,55 32,29 26,07 Ardath 26,59 33,77 28,15

Contoh perhitungan kadar air tanah setelah penelitian KA =

KA =

(50)

Lampiran 2. Data debit tertampung untuk tiap jenis emiter filter rokok Debit tertampung untuk tiap jenis emiter filter rokok

Emiter Debit tertampung (ml/jam) Gudang Garam 715,03

Surya 756,33

(51)

Lampiran 3. Lebar daerah terbasahi menurut rumus dan pengamatan di lapangan Lebar daerah terbasahi menurut rumus

Emiter

Lebar daerah terbasahi (m) Ultisol Entisol Inceptisol Gudang garam 0,021 0,029 0,039 Surya 0,017 0,023 0,031 Ardath 0,017 0,024 0,032 Contoh perhitungan lebar daerah terbasahi

W = K (Vw)0,22( )-0,17

= 0,0031 (6,40733)0,22 ( )-0,17 = 0,0031 (1,504) (4,521)

= 0,021 m

Lebar daerah terbasahi menurut pengamatan di lapangan

Emiter

(52)

Lampiran 4. Perhitungan koefisien keseragaman irigasi tetes untuk tiap emiter filter rokok

Untuk Filter rokok Gudang Garam

xi = 1465,6+853,6+277+693,3+1436,6+331,6+415+373,6+589 Untuk Filter Rokok Surya

(53)
(54)

Lampiran 5. Gambar dokumentasi penelitian

Gambar 1. Pengukuran kedalaman pembasahan irigasi tetes pada sampel tanah

(55)

Lampiran 6. Flowchart penelitian

Mulai

Pembuatan menara air

Pemasangan pipa dan emiter

Pengukuran parameter

Analisis

Selesai Pengambilan

Gambar

Gambar 1. Tabung Marihot
Tabel 1. Klasifikasi v yang disarankan Tipe Emiter
Tabel 2. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan Tipe Emiter Topografi
Tabel 3. Kadar Air Tanah Sebelum Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung yang sedang menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Disiplin Kerja dan Fasilitas Kerja terhadap Kinerja Pegawai

EVA KURNIASARY, Hiperrealitas dalam Transformasi Eksistensi Pusat Kebugaran Menurut Jean Baudrillad (Studi pada Sanggar Senam Yuli dan Formula Fitness dan Aerobic..

Analisis pengendalian persediaan dengan metode EOQ menghasilkan kuantitas pemesanan yang optimal untuk rorasol sebesar 20.287,78 kg dengan frekuensi pemesanan sebanyak satu kali

Dalam penelitian ini akan digunakan metode homotopi untuk menyelesaikan persamaan Whitham-Broer-Koup (WBK), yaitu persamaan gerak bagi perambatan gelombang pada

Buku elektronik atau E-Book juga tidak di atur secara jelas di dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 11 tahun 2008

menguraikan hasil evaluasi atau telaahan keterkaitan dan interaksiseluruh dampak penting hipotetik (DPH) dalam rangka penentuan karakteristik dampak rencana usaha dan/atau

bahwa IPA membahas tentang gejala- gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.. [236]

Ciri-ciri khusus persoalan transportasi yaitu memiliki sejumlah sumber dan tujuan tertentu, jumlah barang yang dikirim sesuai dengan kapasitas sumber dan biaya pendistribusian