• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH HARDINESS, KONSEP DIRI, DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN PADA NARAPIDANA REMAJA

Dalam dokumen Prosiding Temu Ilmiah (Halaman 112-127)

Amirra Nur’indah

Abstrak

Masalah kriminal di Indonesia kian hari kian meningkat. Jumlah narapidana kini sudah melampaui batas tampung LP di Indonesia. Tidak hanya narapidana dewasa saja yang berada di dalamnya, remaja yang melakukan tindak pidana pun ditahan dalam lembaga pemasyarakatan. Kehidupan yang terjadi di dalam penjara sangat mempengaruhi fisik dan psikis setiap orang di dalamnya. Dampak ini menyebabkan orang yang berada di penjara memiliki orientasi masa depan yang kurang jelas. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh dari hardiness, konsep diri, dan dukungan sosial terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 140 orang narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Salemba klas II A. Digunakan skala hasil modifikasi skala asli buatan Kobasa (2007), Fitts (1971), dan skala yang disusun berdasarkan teori Nurmi (1991) dan Sarafino (1990). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari hardiness, konsep diri dan dukungan sosial terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan hanya ada dua dimensi yang signifikan dari dukungan sosial yaitu dukungan informasi dan dukungan jaringan.

Kata kunci: hardiness, konsep diri, dukungan sosial, orientasi masa depan, narapidana remaja

Pendahuluan

Masalah kriminal di Indonesia kian hari kian meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah narapidana dalam lembaga pemasyarakatan (LP) setiap tahunnya. Hingga bulan Juni 2014, tercatat 111.334 narapidana yang tersebar menghuni di berbagai lembaga pemasyarakatan Indonesia (smslap.ditjenpas.go.id, 2013). Kapasitas lembaga pemasyarakatan di Indonesia tidak sampai mencapai 95.000 orang (suaramerdeka.com, 2012).

109

Data ini membuktikan akan tingginya tingkat kriminalitas di Indonesia. Ketimpangan sosial, kondisi ekonomi, banyaknya pengangguran, lingkungan yang tidak mendukung, dan banyak hal lainnya yang menjadi pendorong seseorang melakukan tindak kejahatan. Tercatat dalam data terakhir sistem database pemasyarakatan sejumlah 2.446 remaja telah menghuni sel-sel yang terdapat di lembaga pemasyarakatan Indonesia (smslap.ditjenpas.go.id, 2013).

Masa remaja terjadi banyak perubahan, maka pada tahap ini seseorang akan terus mencari dan mencoba segala sesuatu untuk mendapatkan jati dirinya. Mereka mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya (Hurlock, 1980). Dalam proses mencari dan mencoba inilah terkadang merupakan pintu remaja untuk melakukan tindakan yang seharusnya tidak mereka lakukan hingga mengakibatkan mereka masuk rumah tahanan. Memakai dan mengedarkan narkotika, pemerasan dan pengancaman, pemerkosaan, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, pelecehan seksual, kepemilikan senjata api, perjudian, dan penggelapan, merupakan kasus umum yang melatar belakangi seorang remaja masuk ke rumah tahanan.

Keberadaan remaja di penjara membuat mereka terpisah dari orangtua dan harus hidup bersama narapidana lain dengan latar belakang kehidupan yang berbeda pula. Banyaknya peraturan penjara yang sangat menekan, rutinitas kehidupan penjara yang sangat membosankan, dan kehidupan sosial bersama narapidana lain yang sering terjadi keributan, pemerasan, dan tindakan kekerasan yang dirasakan sebagai suatu penderitaan lain disamping hukuman pidana sendiri (Atmasasmita, dalam Yulianti, 2008).

Kehidupan yang terjadi di dalam penjara sangat mempengaruhi fisik maupun psikis setiap orang di dalamnya. Terjadinya penurunan kualitas hidup dalam penjara dapat menekan kondisi psikologis seseorang. Pemenjaraan menyebabkan narapidana anak jauh dari orang tua, teman sebaya, dan lingkungannya. Dampak ini mengakibatkan adanya kondisi sosioekonomi, kesempatan belajar, dan interaksi anak dengan orang tua yang kurang sehingga subyek yang dipenjara memiliki orientasi masa depan yang kurang jelas (Nurmi, 1991). Padahal orientasi masa depan merupakan salah satu tugas remaja. Mereka diharapkan akan sukses di kemudian hari, mengadakan orientasi masa depan yang lebih optimis dan lebih percaya pada pengendalian internal masa

110

depan mereka. Diperkuat oleh Piaget yang mengatakan pemikiran pada masa remaja menjadi abstrak, konseptual, dan berorientasi masa depan atau

future-oriented, (Trommsdorff, 1986).

Nurmi (1991) mendefinisikan orientasi masa depan berkaitan erat dengan harapan, tujuan, standar, rencana, dan strategi pencapaian tujuan di masa akan datang. Orientasi masa depan terbentuk dari pengalaman dan interaksi seseorang dengan lingkungannya. Banyaknya pengalaman yang terjadi pada diri remaja menuntutnya untuk dapat melewati segala kejadian dalam hidupnya. Kehidupan penjara yang keras memerlukan ketahanan diri yang baik.

Kobasa, Maddi, dan Khan (1982) mendefinisikan hardiness sebagai kumpulan karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber resistensi dalam menghadapi situasi yang menimbulkan stres. Hardiness merupakan salah satu karakteristik kepribadian yang dibutuhkan setiap narapidana untuk melewati situasi di dalam penjara maupun di luar penjara. Likhacheva (2013) mengatakan dalam penelitiannya bahwa seseorang yang memiliki hardiness yang rendah ataupun yang tinggi dapat dibedakan berdasarkan target masa depan dan pemahaman tentang cara pencapaian mereka.

Selain ketahanan diri, konsep diri merupakan hal yang penting dalam orientasi masa depan.Untuk membangun orientasi masa depan yang baik, sangat penting seseorang mengenali dan yakin akan kemampuan dirinya sendiri. Fitts (1971) mengatakan bahwa konsep diri adalah diri yang dilihat, dipersepsikan dan dialami oleh individu. Dalam sebuah penelitian didapatkan bahwa adanya hubungan antara konsep diri narapidana dengan jumlah hari ia telah dipenjara (Culbertson, 1975). Penahanan di lembaga untuk penjahat memiliki dampak negatif pada konsep diri, setidaknya bagi mereka yang belum dipenjara sebelumnya.

Sangat penting untuk remaja mendapatkan dukungan, terlebih lagi bagi mereka yang terlibat dalam kenakalan remaja. Rumah tahanan tidak mendukung interaksi yang optimal antara remaja dengan orang tua, sedangkan secara konseptual individu yang mendapat bantuan dan dukungan dari orangtuanya dalam pengambilan keputusan akan membuat individu tersebut lebih percaya diri dengan kemampuannya, lebih memiliki harapan, lebih optimis memandang masa depan, dan memiliki orientasi masa depan yang lebih jelas (Lewin& Wang, dalam Yulianti, 2008).

111

Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterima individu dari orang lain ataupun dari kelompok (Sarafino, 1990). Dalam hasil yang didapat dalam penelitian Rarasati (2012) mengurutkan macam dukungan yang paling berpengaruh hingga yang memiliki sedikit pengaruh dalam orientasi masa depan yaitu, dukungan afeksi, dukungan spiritual, dukungan material, dan dukungan pengarahan (Rarasati, 2012). Remaja di Indonesia cenderung menempatkan penyebab pengalaman sukses mereka pada faktor eksternal. Faktor ini terdiri dari dukungan dari orang tua, teman, dan guru. Dukungan keluarga dan teman sangat penting bagi orang-orang dengan budaya kolektivis (Rarasati, 2012).

Metode

Populasi dalam penelitian ini adalah narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Salemba Klas II A yang berjumlah 154 narapidana. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 140 narapidana remaja di Lembaga Pemasyarakatan Salemba Klas II A. Peneliti hanya dapat menggunakan 140 sampel dikarenakan adanya narapidana yang sedang kunjungan, sidang, dan sakit. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan skala model Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Terdapat empat skala instrumen pengumpulan data yang digunakan, yaitu skala orientasi masa depan, skala hardiness, skala konsep diri dan skala dukungan sosial.

Skala orientasi masa depan

Skala orientasi masa depan yang digunakan disusun berdasarkan toeri Nurmi (1991), yang menyatakan bahwa aspek orientasi masa depan adalah motivasi, perencaaan, dan evaluasi. Skala ini terdiri dari 18 item. Setelah dilakukan uji validitas konstruk dengan menggunakan Confirmatory Factor

Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square = 126.33, df = 106, P-value = 0.08678, RMSEA = 0.037.

Skala hardiness

Skala hardiness yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari artikel AmericanHealth (2007) yang mengacu kepada alat ukur yang dikembangkan oleh Suzanne Ouellette Kobasa dalam artikelnya “How Hardy Are You?” pada tahun

112

1984. Kobasa menyebutkan tiga aspek hardiness yaitu komitmen, kontrol, dan tantangan. Keseluruhan item berjumlah 12 item.

Uji validitas konstruk pada konstruk komitmen dengan menggunakan

Confirmatory Factor Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square =

0.98, df = 1, P-value = 0.32232, RMSEA = 0.000.Uji validitas konstruk pada konstruk kontrol dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square = 8.55, df = 2, P-value = 0.01391, RMSEA = 0.154. Uji validitas konstruk pada konstruk tantangan dengan menggunakan

Confirmatory Factor Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square =

0.68, df = 2, P-value = 0.71166, RMSEA = 0.000.

Skala konsep diri

Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat konsep diri yang d imiliki oleh subyek yaitu dengan menggunakan Tennessee

Self Concept Scale (TSCS) yang dikembangkan oleh William H. Fitts pada tahun

1979, dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Dalam penelitian ini alat ukur dimodofikasi dengan mengurangi item sehingga item yang digunakan berjumlah 55 item. Setelah dilakukan uji validitas konstruk pada konstruk makna hidup dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square = 627,83, df = 945, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.

Skala Dukungan Sosial

Skala dukungan sosial yang digunakan disusun berdasarkan teori Sarafino (1990) yaitu aspek dukungan sosial yang mencakup dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan lima hal tersebut sebagai aspek dari dukungan sosial. Alat ukur ini terdapat 24 item.

Dilakukan uji validitas konstruk pada konstruk dukungan emosional dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square = 1.82, df = 2, P-value = 0.40314, RMSEA = 0.000. Uji validitas konstruk pada konstruk dukungan penghargaan dengan menggunakan

Confirmatory Factor Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square =

113

konstruk dukungan instrumental dengan menggunakan Confirmatory Factor

Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square = 2.26, df = 2, P-value =

0.32371, RMSEA = 0.030. Uji validitas konstruk pada konstruk dukungan informasi dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan chi-square = 3.59, df = 3, P-value = 0.30933, RMSEA = 0.038. Uji validitas konstruk pada konstruk dukungan jaringan dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) diperoleh model fit dengan

chi-square = 4.44, df = 5, P-value = 0.48753, RMSEA = 0.000.

Untuk melihat pengaruh variabel independen yang diteliti yaitu hardiness

(komitmen, kontrol, dan tantangan), konsep diri, dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan) terhadap variabel dependen yaitu orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A, peneliti menggunakan teknik statistik analisis regresi berganda (multiple regression

analysis).

Hasil dan Analisis

Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV seperti yang dijelaskan tabel 1.0 di bawah ini.

Tabel 1. Model Summary R

Dari tabel 1.0 dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0,328 atau 32,8%, artinya proporsi varian dari orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A yang dijelaskan oleh semua independent variable diantaranya hardiness (komitmen, kontrol, dan tantangan), konsep diri, dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan) adalah sebesar 32,8%, sedangkan 67,2% sisanya dipengaruhi variabel

114

lain diluar penelitian ini. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 2.0 di bawah ini.

Tabel 2. Anova seluruh IV Terhadap DV

Dari tabel Anova, diperoleh F hitung sebesar 7.044 (p=0,000) atau lebih kecil dari alpha 5 % (0,000 < 0,05). Ini berarti dari semua variabel dapat digunakan untuk menjelaskan tinggi orientasi masa depan pada narapidana remaja di LP Salemba Klas II A. Artinya seluruh IV yaitu hardiness (komitmen, kontrol, dan tantangan), konsep diri, dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan) dapat memprediksi DV yaitu orientasi masa depan secara signifikan.

Selanjutnya melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent variable seperti hasil koefisien regresi yang tertera pada tabel 3.0.

115

Berdasarkan Tabel 3.0 dapat disimpulkan persamaan regresi; Orientasi Masa Depan = 17.998 - 0.091 (komitmen) – 0.118 (kontrol) + 0.113 (tantangan) + 0.145 (konsep diri) + 0.052 (dukungan emosional) + 0.101 (dukungan penghargaan) – 0.065 (dukungan instrumental) + 0.218 (dukungan informasi) + 0.284 (dukungan jaringan). Untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan dapat dilihat pada nilai sig pada kolom di atas, jika sig< 0.05 maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A dan sebaliknya. Dari hasil di atas terdapat dua koefisien regresi yang signifikan pengaruhnya terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A, yaitu dukungan informasi dan dukungan jaringan.

Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing independent variable (IV) adalah sebagai berikut: nilai koefisien komitmen sebesar -0.091 dengan nilai Sig. sebesar 0.281 (Sig.> 0.05). Hal ini berarti variabel komitmen secara negatif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A namun tidak signifikan berdasarkan hasil analisis statistik. Nilai koefisien kontrol sebesar -0.118 dengan nilai Sig. sebesar 0.078 (Sig. > 0.05). Hal ini berarti variabel kontrol secara negatif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A dan tidak signifikan berdasarkan hasil analisis statistik.

Nilai koefisien tantangan sebesar 0.113 dengan nilai Sig. sebesar 0.220 (Sig.> 0.05). Hal ini berarti variabel tantangan secara positif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A namun tidak signifikan berdasarkan hasil analisis statistik. Nilai koefisien konsep diri sebesar 0.145 dengan nilai Sig. sebesar 0.098 (Sig. > 0.05). Hal ini berarti variabel konsep diri secara positif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A namun tidak signifikan berdasarkan hasil analisis statistik. Nilai koefisien dukungan emosional sebesar 0.052 dengan nilai Sig.sebesar 0.445 (Sig.> 0.05). Hal ini berarti variabel dukungan emososial secara positif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana

116

remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A namun tidak signifikan berdasarkan hasil analisis statistik.

Nilai koefisien dukungan penghargaan sebesar 0.101dengan nilai Sig. sebesar 0.303 (Sig.> 0.05). Hal ini berarti variabel dukungan penghargaan secara positif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A namun tidak signifikan berdasarkan hasil analisis statistik. Nilai koefisien dukungan instrumental sebesar -0.065dengan nilai Sig. sebesar 0.367 (Sig.> 0.05). Hal ini berarti variabel dukungan instrumental secara negatif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A namun tidak signifikan berdasarkan hasil analisis statistik.

Nilai koefisien dukungan informasi sebesar 0.218 dengan Sig. 0.018 (Sig. < 0.05). Hal ini berarti variabel dukungan informasi secara positif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A dan signifikan berdasarkan hasil analisis statistik. Nilai koefisien dukungan jaringan sebesar 0.284 dengan Sig. sebesar 0.003 (Sig. < 0.05). Hal ini berarti variabel dukungan informasi secara positif berpengaruh terhadap orientasi masa depan pada narapidana remaja.

Langkah selanjutnya menguji penambahan proporsi varians dari tiap variabel independen jika IV tersebut dimasukkan satu per satu ke dalam analisis regresi. Besarnya proporsi varians pada ketangguhan mental dapat dilihat pada tabel 4.0 berikut:

117

Dari tabel di atas dapat diterangkan bahwa variabel komitmen memberikan sumbangan sebesar 0,2% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change = 0.312 dan df1 = 1 dan df2 = 138 dengan Sig. F Change = 0.577 (Sig. F Change > 0.05). Variabel kontrol memberikan sumbangan sebesar 3,1% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 4.420 dan df1 = 1 dan df2 = 137 dengan Sig. F Change = 0.037 (Sig. F Change < 0.05).

Variabel tantangan memberikan sumbangan sebesar 3,1% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 4.446 dan df1 = 1 dan df2 = 136 dengan Sig. F Change = 0.037 (Sig. F Change < 0.05). Variabel konsep dirimemberikan sumbangan sebesar 14,0% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 23.703 dan df1 = 1 dan df2 = 135 dengan Sig. F Change = 0.000 (Sig. F Change < 0.05). Variabel dukungan emosional memberikan sumbangan sebesar 1,4% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change = 2.323 dan df1 = 1 dan df2 = 134 dengan Sig. F Change = 0.130 (Sig. F Change > 0.05).

Variabel dukungan penghargaan memberikan sumbangan sebesar 2,9% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 5.034 dan df1 = 1 dan df2 = 133 dengan Sig. F Change = 0.027 (Sig. F Change < 0.05). Variabel dukungan instrumental memberikan sumbangan sebesar 0,2% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change = 0.427 dan df1 = 1 dan df2 = 132 dengan Sig. F Change = 0.515 (Sig. F Change > 0.05).

Variabel dukungan informasi memberikan sumbangan sebesar 3.1% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 5.640 dan df1 = 1 dan df2 = 131 dengan Sig. F Change = 0.019 (Sig. F Change > 0.05).

Variabel dukungan jaringan memberikan sumbangan sebesar 4.8% terhadap varians orientasi masa depan. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 9.367 dan df1 = 1 dan df2 = 130 dengan Sig. F Change = 0.003 (Sig. F Change < 0.05).

118

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan ada pengaruh yang signifikan dari komitmen, kontrol, tantangan, konsep diri, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan terhadap orientasi masa depan remaja. Berdasarkan penelitian ini didapatkan variabel dukungan informasi dan dukungan jaringan memberi pengaruh yang signifikan terhadap orientasi masa depan. Dari arah yang positif tersebut dapat diartikan jika skor dukungan informasi seseorang itu tinggi maka skor orientasi masa depannya akan tinggi pula, begitupun sebaliknya.

Dalam penelitian Rarasati (2012) mengatakan bahwa dukungan informasi merupakan dukungan sosial yang paling kecil pengaruhnya dalam orientasi masa depan. Namun dalam penelitian ini, dukungan informasi merupakan urutan kedua setelah dukungan jaringan yang paling berpengaruh dan signifikan dalam orientasi masa depan. Lewin dan Wang (dalam Yulianti, 2008) memaparkan bahwa seseorang yang mendapat bantuan dan dukungan dari orang tuanya dalam pengambilan keputusan akan membuat individu tersebut lebih percaya diri dengan kemampuannya, lebih memiliki harapan, lebih optimis memandang masa depan, dan memiliki orientasi masa depan yang lebih jelas.

Dukungan informasi menjadi faktor penting untuk orientasi masa depan remaja di lembaga pemasayarakatan salemba klas II A. Keterbatasan informasi dan kehidupan yang monoton di dalam penjara dapat menghambat orientasi masa depan seseorang. Kurangnya informasi ini tidak hanya berasal dari orang tua, tetapi juga dari para sipir, teman setahanan, ataupun teman di luar dari lingkungan mereka sekarang berada. Mereka sangat membutuhkan berbagai macam informasi, terutama dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. Dalam kesehariannya di dalam penjara, sangat penting bagi narapidana remaja untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat untuk dirinya baik dari sipir maupun dari sesama narapidana.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rarasati (2012), bahwa dukungan afeksi selalu menjadi nilai tertinggi dalam kategori orientasi masa depan. Remaja di Indonesia cenderung menempatkan penyebab pengalaman sukses mereka pada faktor eksternal. Faktor ini terdiri dari dukungan dari orang tua, teman, dan guru. Dukungan keluarga dan teman sangat penting bagi orang-orang dengan budaya kolektivis.

119

Ki Hajar Dewantara (dalam Rarasati, 2012) mengatakan bahwa orang tua dan anggota keluarga lainnya adalah orang yang paling penting dalam lingkungan mereka yang dapat sangat mendukung pencapaian kehidupan masa depan remaja. Menurut Cheng & Jacob (dalam Rarasati, 2012) dalam studi keluarga, suku, dan masyarakat memainkan peran penting dalam pendidikan dan karir aspirasi seseorang. Dalam teori psikoseksual Erickson, remaja berada dalam tahap identitas versus kebingungan identitas. Dalam masa remaja identitas kelompok menjadi sangat penting untuk permulaan pembentukan identitas pribadi. Memiliki suatu kelompok menjadi kebutuhan remaja untuk merasa menjadi bagian di dalamnya sehingga dapat memberikan mereka status tertentu.

Remaja berusaha menggabungkan diri dengan teman-teman sebayanya. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dari teman kelompoknya. Berkumpul bersama teman yang memiliki kesamaan dalam bidang tertentu, dapat mengubah kebiasaan-kebiasaan hidupnya dan dapat mencoba berbagai hal yang baru serta saling mendukung satu sama lain. Dalam Lembaga Pemasyarakatan Salemba Klas II A memakai dan mengedarkan narkoba merupakan kasus terbanyak yang melatarbelakangi remaja memasuki sel jeruji. Hal ini merupakan sesuatu yang harus diwaspadai karena adanya interaksi yang intens antara pemakai dan pengedar narkoba. Adanya pertukaran informasi di dalam penjara dapat memperkuat perilaku yang sudah ada bahkan memperluas kenalan dan jaringan tindak kriminalitas.

Dalam penelitian ini, komitmen, kontrol, dan tantangan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap orientasi masa depan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haghighatgoo, Besharat, dan Zebardast (2011) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki hardiness akan memiliki orientasi masa depan yang positif. Hal ini terjadi karena di dalam penelitian sebelumnya, subyek penelitian merupakan para pelajar di Iran. Sedangkan dalam penelitian ini, subyek penelitian merupakan remaja yang berumur 14 tahun – 19 tahun yang berada di lembaga pemasyarakatan salemba klas II A. Dapat diketahui budaya merupakan salah satu faktor pembentuk kepribadian. Perbedaan budaya dari subyek penelitian ini dapat merupakan alasan mengapa penelitian ini tidak sejelan dengan penelitian sebelumnya.

120

Selain itu, kondisi narapidana remaja di lapas memperkecil kemungkinan tumbuhnya daya juang atau hardiness. Narapidana cenderung untuk pesimis, merasa tidak berdaya, serta tidak adanya dorongan untuk berkembang. Banyak dari mereka yang telah putus asa akan statusnya setelah ia bebas nanti. Hal ini membuat narapidana cenderung untuk enggan memikirkan masa depannya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang akan menjalani jalan kehidupan yang sama ketika mereka bebas nanti.

Hal lain dalam penelitian ini yang tidak sejalan dengan penelitian

Dalam dokumen Prosiding Temu Ilmiah (Halaman 112-127)