• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Komunikasi Vertikal ke Bawah terhadap Kinerja

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan variabel tentang komunikasi vertikal ke bawah yang berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana adalah faktor instruksi tugas dan umpan balik. Sedangkan variabel rasionalitas (p=0,558>0,05) dan ideologi (p=0,218>0,05) tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

Komunikasi vertikal ke bawah yang berperan terhadap kinerja perawat pelaksana konsisten dengan pendapat Gordon dalam Sosiawan (2009), yang menyatakan masih sering terdengar komentar dari berbagai kalangan dengan menyatakan bahwa komunikasi model top down sudah bukan lagi jamannya saat ini untuk dikembangkan dan dianut. Pandangan ini tentu tidak salah. Namun juga tidak dapat dibenarkan seratus persen. Dari kondisi tersebut bahwa komunikasi ke bawah tetap diperlukan dalam organisasi seperti yang dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan antara kepala keperawatan dengan perawat pelaksana. Respon negatif atas pelaksanaan komunikasi ke bawah disebabkan oleh kesan yang ditonjolkan oleh kepala keperawatan sebagai sebuah perintah yang mutlak harus dilaksanakan.

Berdasarkan struktur organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan, komunikasi vertikal ke bawah menunjukkan fungsi dari Kepala Seksi Pelayanan Medis dan Keperawatan dengan tenaga medis keperawatan (perawat pelaksana).

Mengacu kepada pendapat Gordon dalam Sosiawan (2009) serta dikaitkan dengan hasil penelitian, maka manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan perlu mengembangkan sistem kepercayaan dan mendukung keterbukaan. Adapun cara yang dapat ditempuh :

1. Pimpinan harus mampu mendeskripsikan sesuatu dengan jelas, namun dengan semata-mata melakukan evaluasi atas kesalahan-kesalahan yang dibuat bawahan. Pimpinan diharapkan tidak menunjukkan sikap agar bawahan mau berubah namun pimpinan sendiri tidak mau untuk berubah.

2. Pimpinan harus mampu ikut ambil bagian dalam persoalan yang tengah dihadapi bukan justru menambah persoalan yang sudah ada menjadi semakin rumit.

3. Pimpinan harus mampu mengembangkan kejujuran, spontanitas serta menunjukkan tujuan dan cara mencapainya kepada bawahan.

4. Atasan perlu mengembangkan prinsip kepada bawahan.

5. Atasan perlu mengembangkan dan memupuk prinsip kesamaan dibandingkan dengan superioritas.

6. Pimpinan harus berani mencoba secara bersama-sama ide atau inovasi baru dengan bawahan daripada sekedar memberikan dogma-dogma.

7. Prinsip kejujuran, keterbukaan diyakini mampu meningkatkan kualitas komunikasi yang dijalankan dalam organisasi

Berdasarkan komunikasi model top down, maka implementasi sistem kepercayaan dan mendukung keterbukaan dalam komunikasi atasan dan bawahan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan, menjadi nilai penting dari hasil penelitian ini untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana.

5.1.1 Pengaruh Instruksi Tugas terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

Hasil penelitian menunjukkan variabel instruksi tugas berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik kepala keperawatan mengkomunikasikan tugas yang harus dilakukan kepada perawat pelaksana maka akan meningkat kinerjanya dalam pelayanan keperawatan.

Komunikasi antara kepala perawatan dengan perawat pelaksana tentang tugas yang harus dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Resmi (2007) tentang hubungan antara persepsi terhadap komunikasi atasan kepada bawahan dengan komitmen organisasi, menyimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap komunikasi atasan kepada bawahan dengan komitmen organisasi pegawai. Instruksi tugas berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana yang ditemukan pada penelitian ini menunjukkan kesamaan arah hasil penelitian Resmi, karena persepsi terhadap komunikasi atasan kepada bawahan searah dengan komunikasi atasan dengan bawahan dalam hal instruksi tugas.

Variabel komitmen organisasi yang digunakan Resmi searah dengan kinerja perawat pelaksana dalam penelitian ini, karena setiap bawahan yang komitmen organisasinya tinggi dapat ditunjukkan dari kinerjanya. Penelitian Resmi menyimpulkan bahwa arah hubungan persepsi terhadap komunikasi atasan kepada bawahan dengan komitmen organisasi bersifat positif, artinya semakin positif persepsi pegawai terhadap komunikasi atasan kepada bawahan maka semakin tinggi komitmen pegawai terhadap organisasinya.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa koefisien regresi pengaruh instruksi tugas terhadap kinerja perawat pelaksana bertanda positif, artinya semakin baik instruksi tugas yang dikomunikasikan akan meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan memberi pengaruh terhadap kinerja. Upaya untuk mengimplementasikan temuan ini, maka seorang pimpinan hendaknya menciptakan hubungan yang harmonis baik secara vertikal, sehingga terjadi pemahaman mengenai kebijakan yang diambil mendorong kerjasama yang lebih efektif untuk mencapai sasaran atau tujuan bersama. di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

5.1.2 Pengaruh Rasionalitas terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel rasionalitas tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa rasionalitas pesan yang dikomunikasikan di rumah sakit belum memungkinkan terjalinnya kaitan satu

aktivitas dengan aktivitas lainnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan perawat sebagai upaya meningkatkan kinerja perawat pelaksana.

Perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan memiliki dualisme dalam bekerja, yaitu kebutuhan akan kepuasan kerja sebagai individu di satu sisi dan keharusan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di sisi lainnya. Menurut Rakhmat (2003), frekuensi komunikasi yang dilakukan secara informal tidak signifikan dalam mereduksi ambiguitas atau dualisme antara pelanggan dan kebutuhan.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa kepuasan kerja perawat pelaksana dapat meningkat bila kualitas komunikasi yang dibangun kepala perawatan bersifat positif dan lebih bermakna. Komunikasi yang saling memberikan

feedback akan mempengaruhi kepuasan kerja perawat pelaksana. Dengan terpenuhinya kebutuhan perawat akan kepuasan kerjanya, maka dengan sendirinya akan berdampak positif bagi peningkatan kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan.

Peran komunikasi yang terbuka dan rasional untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana berbeda dengan temuan penelitian terdahulu yang dilakukan Imron dan Kristiani (2006) tentang hubungan antara keterbukaan komunikasi dengan kepuasan kerja, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterbukaan dalam komunikasi terhadap kinerja. Pemeliharaan hubungan kerja akan tercipta dengan memanfaatkan komunikasi secara efektif dan komunikasi dua arah secara lisan maupun tulisan, informal ataupun formal.

Perbedaan temuan penelitian ini dengan penelitian Imron dan Kristiani kemungkinan akibat tingkat rasionalitas pesan yang dikomunikasikan kepala perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan sebagai institusi yang dikelola oleh lembaga kepolisian berbeda dengan pola komunikasi dan tingkat rasionalitas pesan yang dikomunikasikan pada lembaga pelayanan kesehatan yang dikelola oleh pemerintah daerah seperti puskesmas atau rumah sakit pemerintah. 5.1.3 Pengaruh Ideologis terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan

Hasil penelitian menunjukkan variabel ideologis tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa komunikasi yang dilakukan kepala keperawatan dengan perawat pelaksana belum mampu memperkuat loyalitas, moral, dan motivasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

Komunikasi atasan dengan bawahan dengan pendekatan yang intensif serta adanya perhatian yang besar dari atasan terhadap bawahan yang ditunjukkan dari bantuan-bantuan yang memudahkan bawahan dalam bekerja sebagai bentuk motivasi dapat dijelaskan dari konteks atau teori komunikasi disclosure dan understanding

yang dikembangkan Carl Rogers dalam PPSDM (2005). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa ideologi “honest communication” muncul sebagai konsekuensi dari aliran humanistik dalam psikologi, dan beberapa dari pemikiran tentang apa yang membuat komunikasi interpersonal itu baik dipengaruhi oleh gerakan ini.

Secara psikologi menyatakan bahwa tujuan komunikasi adalah meneliti pemahaman diri dan orang lain dan bahwa pengertian hanya dapat terjadi dengan komunikasi yang benar. Pemahaman interpersonal terjadi melalui self-disclosure, feedback, dan sensitivitas untuk mengenal atau mengetahui orang lain.

Misunderstanding dan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh ketidakjujuran, kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan perasaannya, miskin

feedback, serta self disclosure yang ditahan.

Konsep komunikasi dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit dengan penekanan pada pemahaman interpersonal sebagaimana teori komunikasi disclosure

dan understanding yang sebutkan Carl Rogers dalam PPSDM (2005), telah diadopsi pada lembaga atau institusi pendidikan keperawatan yang dilekola Departemen Kesehatan, dengan memasukkan materi

Berdasarkan k

komunikasi dan motivasi ke dalam kurikulum pendidikan keperawatan.

onsep komunikasi dalam keperawatan di atas, maka dapat jelaskan bahwa komunikasi mempunyai dampak, bahwa komunikasi terkait dengan masalah etik. Karena komunikasi mengandung konsekuensi, maka ada aspek benar-salah dalam setiap tindak komunikasi. Tidak seperti prinsip-prinsip komunikasi yang efektif, prinsip-prinsip komunikasi yang etis sulit dirumuskan. Dampak komunikasi seringkali dapat diamati dan berdasarkan pengamatan dapat dirumuskan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif. Tetapi kebenaran atau ketidakbenaran suatu tindak komunikasi tidak dapat diamati.

Dimensi etik dari komunikasi makin rumit karena etik begitu terkaitnya dengan falsafah hidup pribadi seseorang sehingga sukar untuk menyarankan pedoman yang berlaku bagi setiap orang. Meskipun sukar, pertimbangan etik tetaplah merupakan bagian integral dalam setiap tindak komunikasi. Keputusan yang diambil, dalam hal komunikasi haruslah dipedomani oleh apa yang dianggap benar di samping juga oleh apa yang dianggap efektif.

5.1.4 Pengaruh Umpan Balik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

Hasil penelitian menunjukkan variabel umpan balik berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa kepala keperawatan yang mengkomunikasikan hasil evaluasinya tentang ketepatan perawat pelaksana dalam melakukan pekerjaannya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan meningkatkan kinerjanya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

Komunikasi mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang terlibat dalam komunikasi. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara kepala perawatan dengan perawat pelaksana, efek atau dampak komunikasi yang dilakukan hendaknya dilakukan dengan adanya umpan balik. Pemberian umpan balik sebagai hasil evaluasi komunikasi dapat dijelaskan melalui pendapat Hikmat (2009), bahwa evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja program untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja program.

Pemberian umpan balik dari hasil evaluasi komunikasi antara kepala perawatan dengan perawat pelaksana akan ada konsekuensi yang diterima. Sebagai contoh, pertama, perawat mungkin memperoleh pengetahuan atau belajar bagaimana menganalisis, melakukan sintesis, atau mengevaluasi sesuatu; ini adalah efek atau dampak intelektual atau kognitif. Kedua, anda mungkin memperoleh sikap baru untuk mengubah sikap, keyakinan, emosi, dan perasaan, sehingga afektif. Ketiga, perawat mungkin memperoleh cara-cara atau gerakan baru untuk melakukan hal-hal tertentu, selain perilaku verbal dan nonverbal yang patut; ini adalah dampak atau efek psikomotorik.

Umpan balik adalah informasi yang dikirimkan balik ke sumbernya. Umpan balik dapat berasal dari perawat sendiri atau dari orang lain. Dalam diagram universal komunikasi tanda panah dari satu sumber-penerima ke sumber-penerima yang lain dalam kedua arah adalah umpan balik. Bila kepala keperawatan menyampaikan pesan misalnya, dengan cara berbicara kepada perawat pelaksana, artinya bahwa perawat pelaksana menerima umpan balik dari pesan kepala keperawatan. Perawat pelaksana mendengar apa yang kepala keperawatan katakan, perawat pelaksana merasakan gerakan kepala keperawatan, perawat pelaksana melihat apa yang kepala keperawatan tuliskan.

Kemampuan kepala keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan dalam berkomunikasi akan menentukan kemampuannya membangun sebuah tim keperawatan yang solid. Robbins dan Coulter (2010), menyatakan bahwa kerja tim memiliki kemungkinan yang tinggi untuk membuahkan hasil dengan kualitas

yang tinggi, menurunkan biaya, dan meningkatkan moral karyawan. Komunikasi adalah sarana yang penting pada setiap kerja tim.

5.2 Pengaruh Komunikasi Vertikal ke Atas terhadap Kinerja Perawat

Dokumen terkait