• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komunikasi Organisasi Vertikal ke Bawah, Vertikal ke Atas dan Horizontal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komunikasi Organisasi Vertikal ke Bawah, Vertikal ke Atas dan Horizontal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI VERTIKAL KE BAWAH, VERTIKAL KE ATAS DAN HORIZONTAL TERHADAP KINERJA

PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN

T E S I S

Oleh

UCOK SANGAP SITUMORANG 087012017/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI VERTIKAL KE BAWAH, VERTIKAL KE ATAS DAN HORIZONTAL TERHADAP KINERJA

PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

UCOK SANGAP SITUMORANG 087012017/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI VERTIKAL KE BAWAH, VERTIKAL KE ATAS DAN HORIZONTAL TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN Nama Mahasiswa : Ucok Sangap Situmorang

Nomor Induk Mahasiswa : 087012017

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (

Ketua Anggota dr. Heldy BZ, M.P.H)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 2 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

2. Drs. Amir Purba, Ph.D

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI VERTIKAL KE BAWAH, VERTIKAL KE ATAS DAN HORIZONTAL TERHADAP KINERJA

PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

UCOK SANGAP SITUMORANG

(6)

ABSTRAK

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang menentukan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit melalui pelaksanaan asuhan keperawatan. Kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan melalui pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) selama tiga tahun terakhir belum maksimal, yakni 36,1% tahun 2007, 31,1% tahun 2008, 33,3% tahun 2009 dan dominan dimanfaatkan oleh anggota Polri saja. Kondisi ini diduga terkait dengan kinerja perawat pelaksana yang belum optimal di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi organisasi vertikal ke bawah, vertikal ke atas dan horizontal terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Jenis penelitian survei

explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh perawat berjumlah 79 orang dan sampel adalah perawat pelaksana yang terkait dengan pelaksanaan asuhan keperawatan sebanyak 71 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan komunikasi vertikal ke bawah (instruksi tugas dan umpan balik), komunikasi vertikal ke atas (informasi pekerjaan serta saran dan ide), serta komunikasi horizontal (koordinasi, pemecahan masalah dan konflik, serta pertukaran informasi) berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana. Variabel instruksi pekerjaan paling berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

Disarankan kepada : 1) Manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan melalui komite keperawatan untuk meningkatkan intensitas komunikasi vertikal dan horizontal khususnya dalam hal umpan balik dari tugas dan fungsi yang telah dilaksanakan oleh perawat pelaksana, 2) Perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan perlu meningkatkan komunikasi vertikal dan horizontal khususnya tentang informasi pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam pelayanan asuhan keperawatan dan mengkoordinasikan pertukaran informasi tentang tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam asuhan keperawatan.

(7)

ABSTRACT

The nurse is one of the health professionals who determine the quality of health care in hospitals through the implementation of nursing care. Bhayangkara Hospital region II Medan performance through the achievement of the BOR (Bed Occupancy Rate) over the last three years was not maximized, that was 36.1% in 2007, 31.1% in 2008, 33.3% in 2009 and dominant utilized by the member of the Police only. The condition is related with the performance of the nurse was not optimal in Bhayangkara Hospital region II, yet.

The purpose of this study was to analyze the influence of organizational communication vertically downward, vertically upward and horizontal communication on the performance of nurse at Bhayangkara Hospital region II, with an explanatory survey. The population of this study were all of nurses as many as 79 peoples and 71 of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through questionnaire based interviews. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 0.05.

The results showed that statistically the organizational communication variables include vertically top to bottom communication (instructions and feedback), the vertically bottom up communication (job information, suggestions, and ideas) and the horizontal communication (coordination, problem solving and conflicts, and exchange in information) significantly influenced on the performance of the nurses. The variable of job information was the most dominant influenced on the performance of the nurses in Bhayangkara Hospital region II.

It is recommended that: The management of the Bhayangkara Tingkat II Hospital, through the treatment committee, to increase the intensity of the vertically top to bottom communication, especially in the feedback of the task and function done by the nurses. The nurses in Bhayangkara Hospital region II, should increase the vertically bottom up communication, especially about the job information in healthcare. The nurses in Bhayangkara Hospital region II, should increase the vertical and horizontal communication, especially in coordinating and exchanging information about their tasks in healthcare.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Komunikasi Organisasi Vertikal ke Bawah, Vertikal ke Atas dan Horizontal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(9)

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Heldy BZ, M.P.H selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 5. Drs.Amir Purba, Ph.D dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.Ns selaku penguji tesis

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Direktur Rumah Sakit Kombes Pol. drg.Hasrat Ginting, Sp.BM beserta jajarannya yang telah memberikan izin penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan untuk menyelesaikan penulisan tesis sampai selesai.

8. Teman-teman mahasiswa Administrasi Kebijakan dan Kesehatan 2008 yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

(10)

sehingga penulis selalu mendukung pendidikan ini agar bisa menyelesaikan tepat dengan waktu.

Penulis menyadarinya atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2011 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis Ucok Sangap Situmorang, dilahirkan pada tanggal Lima belas April Tahun Seribu Sembilan Ratus Delapan Puluh di Desa Jumala Kecamatan Sumbul, anak dari S.Situmorang (Alm) dan Ibu T.Br.Sitorus.

Penulis memulai pendidikan formal, pada pendidikan tingkat Sekolah Dasar Negeri Sumbul selesai tahun 1992, melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta di Tanjung Beringin, selesai tahun 1995, SMA Negeri I Sumbul selesai tahun 1998, melanjutkan perguruan tinggi Farmasi, Universitas Indonesia selesai 2005.

(12)

DAFTAR ISI

2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 10

2.1.3 Kinerja Perawat Pelaksana ... 11

2.2 Perawat ... 15

2.2.1 Definisi Perawat ... 16

2.2.2 Peran Perawat ... 18

2.2.3 Fungsi Perawat ... 19

2.2.4 Dokumentasi Asuhan Keperawatan ... 23

2.2.5 Pentingnya Dokumentasi Asuhan Keperawatan ... 24

2.2.6 Tujuan Dokumentasi Asuhan Keperawatan ... 25

2.2.7 Tahap-Tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ... 26

2.3 Komunikasi ... 29

2.3.1 Fungsi Komunikasi ... 30

2.3.2 Tujuan Komunikasi ... 34

2.4 Komunikasi Organisasi Formal ... 34

2.4.1 Komunikasi Organisasi ... 35

2.4.2 Komunikasi Vertikal ... 35

2.4.3 Komunikasi Horizontal ... 45

2.4.4 Metode Komunikasi Horizontal ... 47

(13)

2.5 Organisasi ... 49

2.6 Rumah Sakit ... 51

2.7 Landasan Teori ... 53

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 54

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 55

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 58

3.6 Metode Pengukuran ... 60

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 60

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 61

3.7 Metode Analisis Data ... 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 63

4.2 Identitas Responden ... 66

4.5 Komunikasi Horizontal ... 81

4.5.1 Koordinasi ... 81

4.5.2 Pemecahan Masalah dan Konflik ... 83

4.5.3 Pertukaran Informasi ... 84

4.6 Kinerja Perawat Pelaksana ... 86

4.6.1 Pengkajian ... 86

4.6.2 Diagnosis ... 87

(14)

4.6.4 Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ... 89

4.6.5 Evaluasi Tindakan Keperawatan ... 91

4.7 Analisis Bivariat ... 92

4.8 Analisis Multivariat ... 96

BAB 5. PEMBAHASAN ... 98

5.1 Pengaruh Komunikasi Vertikal ke Bawah terhadap Kinerja Perawat Pelaksana dalam di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 98

5.1.1 Pengaruh Instruksi Tugas terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.. 100

5.1.2 Pengaruh Rasionalitas terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 101

5.1.3 Pengaruh Ideologis terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 103

5.1.4 Pengaruh Umpan Balik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.. 105

5.2 Pengaruh Komunikasi Vertikal ke Atas terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 107

5.2.1 Pengaruh Informasi Pekerjaan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 107 5.2.2 Pengaruh Informasi Masalah dan Keluhan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 109

5.2.3 Pengaruh Saran dan Ide terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 110 5.3 Pengaruh Komunikasi Horizontal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana dalam di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan . 111 5.3.1 Pengaruh Koordinasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 112

5.3.2 Pengaruh Pemecahan Masalah dan Konflik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 113

5.3.3 Pengaruh Pertukaran Informasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan . 114 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

6.1 Kesimpulan ... 117

6.2 Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 60 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 61 4.1 Distribusi Jenis Tenaga di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

Tahun 2011 ... 66 4.2 Distribusi Identitas Responden di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

Medan ... 67 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Instruksi Tugas di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 68 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Instruksi Tugas di Rumah

Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 69 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Rasionalitas di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 70 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Rasionalitas di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 71 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Ideologi dalam Komunikasi di Rumah

Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 72 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Ideologi di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 72 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Umpan Balik di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 74 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Umpan Balik di Rumah

Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 74 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Pekerjaan di Rumah Sakit

(16)

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Informasi Pekerjaan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 76 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Masalah dan Keluhan di

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 78 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Informasi Masalah dan

Keluhan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 78 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Saran dan Ide di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 80 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Saran dan Ide di Rumah

Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 80 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Koordinasi di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 82 4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Koordinasi di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 82 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Pemecahan Masalah dan Konflik di

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 84 4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pemecahan Masalah dan

Konflik di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 84 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Pertukaran Informasi di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 85 4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pertukaran Informasi di

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 86 4.23 Distribusi Kinerja Responden Berdasarkan Pengkajian di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 87 4.24 Distribusi Kinerja Responden Berdasarkan Diagnosis di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan ... 88 4.25 Distribusi Kinerja Responden Berdasarkan Rencana Tindakan di Rumah

Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 89 4.26 Distribusi Kinerja Responden Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan

(17)

4.27 Distribusi Kinerja Responden Berdasarkan Evaluasi Tindakan Keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 91 4.28 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Pelaksanaan

Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 92 4.29 Hubungan Komunikasi Vertikal ke Bawah dengan Kinerja Perawat

Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 93 4.30 Hubungan Komunikasi Vertikal ke Atas dengan Kinerja Perawat

Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 94 4.31 Hubungan Komunikasi Horizontal dengan Kinerja Perawat Pelaksana di

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson et al dalam Ilyas, 2001). ... 10 2.2 Landasan Teori Komunikasi Organisiasi dalam Cangara (2006) dan Kinerja

Robbins (2002) dan Gibson et al dalam Ilyas (2001). ... 53 2.3 Kerangka Konsep Penelitian. ... 54 3.1 Struktur Organisasi Keperawatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 123

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 131

3. Uji Bivariat ... 139

4 Uji Multivariat ... 149

5 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 150

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155

(20)

ABSTRAK

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang menentukan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit melalui pelaksanaan asuhan keperawatan. Kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan melalui pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) selama tiga tahun terakhir belum maksimal, yakni 36,1% tahun 2007, 31,1% tahun 2008, 33,3% tahun 2009 dan dominan dimanfaatkan oleh anggota Polri saja. Kondisi ini diduga terkait dengan kinerja perawat pelaksana yang belum optimal di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi organisasi vertikal ke bawah, vertikal ke atas dan horizontal terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Jenis penelitian survei

explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh perawat berjumlah 79 orang dan sampel adalah perawat pelaksana yang terkait dengan pelaksanaan asuhan keperawatan sebanyak 71 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan komunikasi vertikal ke bawah (instruksi tugas dan umpan balik), komunikasi vertikal ke atas (informasi pekerjaan serta saran dan ide), serta komunikasi horizontal (koordinasi, pemecahan masalah dan konflik, serta pertukaran informasi) berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana. Variabel instruksi pekerjaan paling berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

Disarankan kepada : 1) Manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan melalui komite keperawatan untuk meningkatkan intensitas komunikasi vertikal dan horizontal khususnya dalam hal umpan balik dari tugas dan fungsi yang telah dilaksanakan oleh perawat pelaksana, 2) Perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan perlu meningkatkan komunikasi vertikal dan horizontal khususnya tentang informasi pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam pelayanan asuhan keperawatan dan mengkoordinasikan pertukaran informasi tentang tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam asuhan keperawatan.

(21)

ABSTRACT

The nurse is one of the health professionals who determine the quality of health care in hospitals through the implementation of nursing care. Bhayangkara Hospital region II Medan performance through the achievement of the BOR (Bed Occupancy Rate) over the last three years was not maximized, that was 36.1% in 2007, 31.1% in 2008, 33.3% in 2009 and dominant utilized by the member of the Police only. The condition is related with the performance of the nurse was not optimal in Bhayangkara Hospital region II, yet.

The purpose of this study was to analyze the influence of organizational communication vertically downward, vertically upward and horizontal communication on the performance of nurse at Bhayangkara Hospital region II, with an explanatory survey. The population of this study were all of nurses as many as 79 peoples and 71 of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through questionnaire based interviews. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 0.05.

The results showed that statistically the organizational communication variables include vertically top to bottom communication (instructions and feedback), the vertically bottom up communication (job information, suggestions, and ideas) and the horizontal communication (coordination, problem solving and conflicts, and exchange in information) significantly influenced on the performance of the nurses. The variable of job information was the most dominant influenced on the performance of the nurses in Bhayangkara Hospital region II.

It is recommended that: The management of the Bhayangkara Tingkat II Hospital, through the treatment committee, to increase the intensity of the vertically top to bottom communication, especially in the feedback of the task and function done by the nurses. The nurses in Bhayangkara Hospital region II, should increase the vertically bottom up communication, especially about the job information in healthcare. The nurses in Bhayangkara Hospital region II, should increase the vertical and horizontal communication, especially in coordinating and exchanging information about their tasks in healthcare.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satu di antaranya adalah kinerja perawat. Perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Salah satu unsur yang sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit adalah tenaga kesehatan. Dari tenaga kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang terutama memiliki peranan yang besar adalah perawat.

Perawat merupakan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung, sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat. Perawat adalah orang yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dalam mengasuh, merawat, menyembuhkan pasien dan mengatur bangsal (Hadjam, 2001).

(23)

mendukung pelayanan medik berupa pelayanan keperawatan yang dikenal dengan asuhan keperawatan (Subanegara, 2005).

Perawat memberikan pelayanan di rumah sakit selama 24 jam sehari, serta mempunyai kontak yang konstan dengan pasien. Oleh karena itu pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Kontribusi yang diberikan perawat sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Dengan demikian upaya untuk peningkatan pelayanan rumah sakit melalui kinerja perawat harus diikuti upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan (Nursalam, 2007).

Ilyas (2001), menyatakan bahwa kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja per orangan maupun kelompok dalam suatu organisasi yang merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi.

Mangkunegara (2005), menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya.

(24)

hanya soal sikap ramah atau penyabar, tetapi juga mungkin beban kerja yang terlalu tinggi, komunikasi secara vertikal ke bawah, vertikan ke atas dan horizontal yang kurang harmonis serta peraturan yang belum jelas baik bagi si pasien maupun keluarganya (Aditama, 2003).

Batasan tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi. Menurut Goldhaber dalam Cangara (2006), komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships) meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Menurut Adler et.al (2008), arus komunikasi vertikal tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas, yaitu Downward Communication (komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya) dan Upward communication (komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya) serta horizontal.

(25)

gambaran, pada tahun 2009, jumlah kunjungan total 1.702 pasien yang terdiri dari 133 orang (7,9%) pasien umum dan 1.569 (92,1%) orang anggota Polri yang memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II. Pencapaian kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II tersebut tentu saja terkait dengan kinerja petugas pelayanan kesehatan, salah satunya adalah perawat.

Hasil survei pendahuluan pada bulan September tahun 2010 di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan dengan melakukan wawancara kepada 10 pasien yang di rawat inap menyangkut kinerja perawat. Sebanyak 5 orang (50%) menyatakan perawat masih belum melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik dalam menangani pasien, 7 orang (70%) perawat kurang tanggap atas keluhan pasien, serta 8 orang (80%) perawat kurang ramah dalam berkomunikasi dengan pasien dan antar tenaga paramedis serta atasan di tempat bekerja. Berdasarkan data empirik hasil survei pendahuluan tersebut menggambarkan bahwa rumah sakit tersebut masih banyak menghadapi permasalahan, terutama berkaitan dengan kinerja perawat dalam asuhan keperawatan. Perawat masih belum melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik dalam menangani pasien.

(26)

keterampilan dalam menangani pasien, tidak ada perawat di ruang kerja, komunikasi yang kurang harmonis baik secara vertikal dan horizontal. Pada rumah sakit ini juga ada uraian tugas yang terperinci bagi setiap perawat, namun tidak ada sistem penilaian kinerja perawat. Perawat yang bekerja secara sungguh-sungguh dengan yang biasa sama saja perlakuan yang diterima.

Beberapa ahli yang mengemukakan tentang komunikasi serta penelitian tentang komunikasi adalah:

1. Tappen (2000), mengemukakan bahwa komunikasi sangat penting dalam melakukan aktivitas organisasi karena komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran, perasaan dan pendapat serta memberikan nasehat dimana terjadi antara dua orang atau lebih bekerjasama, yaitu untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, baik dalam tingkat pelaksana maupun dalam tingkat pimpinan.

2. Menurut Cangara (2006), komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling berpengaruh memengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak disengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.

(27)

4. Jusuf dan Almasdi (2000), menyatakan bahwa proses komunikasi didalam organisasi merupakan suatu prinsip atau sikap keterbukaan yang dapat menumbuhkan semangat bagi kehidupan organisasi, karena melalui sikap keterbukaan pihak-pihak berkepentingan dalam organisasi dapat mengikuti roda organisasi secara mendetail, serta memberikan dukungannya demi kemajuan organisasi.

5. Penelitian Wulandari (2009), komunikasi efektif adalah tersampaikannya gagasan, pesan dan perasaan dengan cara yang baik dalam kontak sosial yang baik pula. Demikian juga dengan penelitian Hendrarni (2008), tentang pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja asuhan keperawatan dalam pengkajian dan implementasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan menemukan bahwa kinerja asuhan keperawatan dalam pengkajian dan implementasi perawat pelaksana secara umum masih kurang baik dalam asuhan keperawatan.

Menurut Nurachmah (2001), tugas dan fungsi dari perawat di rumah sakit sangat kompleks, maka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab perawat tentu membutuhkan SDM yang profesional. Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah sakit merupakan sistem pengelolaan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien agar menjadi berdaya guna dan berhasil guna.

(28)

dan kemampuan memimpin orang lain serta keterampilan klinis yang harus dikuasainya. Dalam kondisi demikian maka terjadi interaksi antara sifat komunikasi seorang perawat dalam organisasi dengan lingkungan tempat bekerja. Kombinasi antara komunikasi dan lingkungan tempat bekerja ini akan berdampak terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kesehatan.

Memerhatikan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada RS.Bhayangkara Tingkat II Medan saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti “pengaruh komunikasi organisasi vertikal ke bawah, vertikal ke atas dan horizontal terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan”.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh komunikasi organisasi vertikal ke bawah, vertikal ke atas dan horizontal terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

(29)

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh komunikasi organisasi vertikal ke bawah, vertikal ke atas dan horizontal terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan tentang komunikasi organisasi dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja

2.1.1. Definisi Kinerja

Pencapaian kinerja yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Robbins (2002), menyatakan bahwa kinerja merupakan ukuran hasil kerja, yang hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Triffin dan MacCormick dalam Ilyas (2001), menyatakan bahwa kinerja individu berhubungan dengan individual variabel dan situational variabel. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variabel adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.

(31)

2.1.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Gibson et al dalam Ilyas (2001), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu : Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran tugas. Diagram skematis teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson et al dalam Ilyas, 2001)

Berdasarkan diagram di atas, maka dapat dijelaskan bahwa variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis, mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

(32)

Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial dan pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit untuk diukur, selain itu sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya (Gibson et al dalam Ilyas, 2001).

Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), seperti diuraikan di bawah ini :

a. Faktor Kemampuan (ability).

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor Motivasi (motivation).

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

2.1.3. Kinerja Perawat Pelaksana

(33)

memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Praktik keperawatan profesional mempunyai ciri-ciri : (a) Otonomi dalam bekerja, (b).Bertanggung jawab dan bertanggung gugat, (c) Pengambilan keputusan yang mandiri, (d) Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, (e) Pemberian Pembelaan (advocacy) dan (f) Memfasilitasi kepentingan pasien

Nursalam (2007), menyatakan bahwa dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien (klien), digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.

1. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan, meliputi:

a.Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b.Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: (1) Status kesehatan klien masa lalu.

(2) Status kesehatan klien masa kini.

(34)

(4) Respons terhadap terapi.

(5) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal. (6) Risiko-risiko tinggi masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (Lengkap, Akurat, Relevan, dan Baru).

2. Standar II : Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria proses :

(1) Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

(2) Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

(3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

(4) Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 3. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien, meliputi:

(1) Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.

(35)

(4) Mendokumentasi rencana keperawatan. 4. Standar IV : Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan, meliputi:

(1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. (2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

(3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

(4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

(5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons klien.

5. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan, meliputi:

(1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu, dan terus-menerus.

(2) Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan ke arah percapaian tujuan.

(3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

(36)

(5) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai (Nursalam, 2007).

2.2. Perawat

Perawat merupakan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat (Nursalam, 2002).

Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya dimana pelayanan tersebut dilaksanakan (Nursalam, 2002).

(37)

merupakan penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan secara menyeluruh. Bahkan menurut Nash et.al yang dikutip oleh Nursalam (2007), melaporkan penelitian yang dilakukan oleh ANA (American Nurse’s Association) bahwa 60 % sampai 80 % pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan kualitas pelayanan yang sama.

Berdasarkan uraian tentang paramedis dan pelayanan preventif, maka beban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh perawat maka sering menimbulkan permasalahan, karena perawat merupakan orang yang paling banyak berhubungan dengan pasien dibandingkan dengan petugas lain di rumah sakit, maka pelayanan perawat sangat diperlukan dalam memenuhi kepuasan pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.

2.2.1. Definisi Perawat

(38)

Lokakarya Keperawatan Nasional dalam Hidayat (2004), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.

Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Hidayat, 2004). Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perawat adalah orang yang memberikan pelayanan dalam mengasuh, merawat dan menyembuhkan pasien.

2.2.2. Peran Perawat

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat menetap.

(39)

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.

b. Peran sebagai advokat pasien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi.

c. Peran edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. d. Peran koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

e. Peran kolaborator

(40)

mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Peran konsultan

Di sini perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Peran pembaharu

Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.2.3. Fungsi Perawat

Berdasarkan lokakarya keperawatan nasional tahun 1983 dalam Hidayat (2004), disebutkan bahwa fungsi perawat adalah :

a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.

c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.

(41)

e. Mendokumentasikan proses keperawatan.

f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu dipelajari serta merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan praktek keperawatan.

g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat.

h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.

i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.

Hadjam (2001), mengemukakan beberapa modal dasar perawat dalam melaksanakan pelayanan prima, antara lain :

a. Profesional dalam bidang tugasnya

Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari kemampuan perawat berinspirasi, menjalin kepercayaan dengan pasien, mempunyai pengetahuan yang memadai dan kapabilitas terhadap pekerjaan.

b. Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi

Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama.

c. Memegang teguh etika profesi

(42)

d. Mempunyai emosi yang stabil

Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang stabil dalam menjalankan profesinya. Jika perawat dalam menjalankan tugasnya diiringi dengan ketenangan, tanpa adanya gejolak emosi, maka akan memberikan pengaruh yang besar pada diri pasien.

e. Percaya diri

Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat dituntut untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.

f. Bersikap wajar

Sikap yang wajar akan memberikan makna yang besar bagi pasien bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan keperawatan dan profesionalismenya.

g. Berpenampilan memadai

Perawat dengan penampilan yang bersih, dengan penampilan yang segar dalam melakukan tugas-tugas perawatan diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien.

(43)

dan prososial perawat terhadap kualitas pelayanan pada pasien rumah sakit, menunjukkan bahwa kemampuan empati yang tinggi akan menimbulkan tingginya intensi prososial pada diri perawat. Dengan kata lain jika perawat dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasien maka perawat akan cepat untuk melakukan perbuatan dan tindakan yang ditujukan pada pasien dan perbuatan atau tindakan tersebut memberi keuntungan atau manfaat positif bagi pasien.

Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan harus memiliki empati, karena yang dihadapinya adalah manusia. Dengan empati, seorang perawat akan mampu mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien. Seorang perawat, untuk dapat memberikan pelayanan yang prima harus peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien.

(44)

2.2.4. Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Menurut Depkes RI (2007), dokumentasi asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat. Untuk lebih memahami tentang dokumentasi asuhan keperawatan, sebelumnya harus diketahui pengertian dari dokumen itu sendiri, asuhan keperawatan konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan. Keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien, pada bagian tatanan pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 (lima) komponen yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan evaluasi hasil-hasil tindakan klien, beberapa ahli mengemukakan dokumentasi yang berkaitan dengan dokumentasi keperawatan yaitu :

1. Dokumentasi asuhan keperawatan ialah suatu upaya penyusunan catatan atau dokumentasi yang berisi tentang riwayat klien, prawatan yang di perlukan, dan perawatan yang telah di berikan.

2. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan upaya pencatatan secara tertulis dalam suatu dokumentasi dari status kesehatan klien, perawatan klien, tindakan diagnostik khusus, tindakan-tindakan keperawatan.

(45)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dokumentasi asuhan keperawatan adalah merupakan upaya penyusunan keterangan mengenai riwayat kesehatan klien, keadaan kesehatan klien saat ini, perawatan yang di perlukan dan yang telah di berikan, tindakan-tindakan teurapetik dan diagnostik, serta keterangan tentang respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Semua keterangan tersebut tersusun dalam suatu dokumen.

2.2.5. Pentingnya Dokumentasi Asuhan Keperawatan

(46)

2.2.6. Tujuan Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Dokumentasi asuhan keperawatan mempunyai beberapa tujuan (Depkes RI, 2007), yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai Sarana Komunikasi

2. Sebagai mekanisme pertanggunggugatan 3. Sebagai metode pengumpulan data

4. Sebagai sarana pelayanan secara individual

5. Sebagai sarana untuk evaluasi, baik evaluasi terhadap klien maupun tindakan klien keperawatan yang diberikan

6. Sebagai sarana untuk meningkatkan kerjasama antar disiplin dalam tim kesehatan 7. Sebagai sarana untuk pendidikan lebih lanjut bagi tenaga keperawatan serta metode

pengembangan ilmu keperawatan

8. Sebagai audit : catatan/dokumentasi asuhan keperawatan digunakan untuk memantau kualitas keperawatan yang diterima klien dan kompetensi perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang diberikan.

2.2.7. Tahap-Tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan

Menurut Nursalam (2007), adapun tahap-tahap pendokumentasian asuhan keperawatan

1. Dokumentasi Pengkajian Asuhan Keperawatan

(47)

sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.

Menurut Nursalam (2007), kriteria pengkajian keperawatan meliputi:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : (1) Status kesehatan klien masa lalu.

(2) Status kesehatan klien saat ini.

(3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. (4) Respon terhadap terapi.

(5) Harapan terhadap tingkat kesehatan. (6) Risiko-risiko tinggi masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru).

2. Dokumentasi Diagnosa Asuhan Keperawatan

(48)

yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.

Menurut Nursalam (2007), kriteria proses perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan meliputi :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 3. Dokumentasi Rencana Asuhan Keperawatan

(49)

4. Dokumentasi pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan

Menurut Nursalam (2007), kriteria proses perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan meliputi :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

5. Dokumentasi Evaluasi Asuhan Keperawatan

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawtan yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervesi keperawatan (Nursalam, 2007).

Menurut Nursalam (2007), kriteria proses perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan meliputi :

(50)

2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

4. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

2.3. Komunikasi

(51)

Lasswell dalam Effendy (2001), menyatakan dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society, bahwa cara terbaik untuk menerangkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan : Who Says What in Which Channel to Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa melalui Saluran Apa Kepada Siapa dengan Efek Apa). Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik Laswell tersebut merupakan unsur-unsur proses komunikasi yang meliputi komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek.

Berdasarkan definisi komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan mempergunakan lambang-lambang yang berarti, baik verbal maupun nonverbal, yang dapat terjadi secara langsung maupun dengan mempergunakan media. Adapun tujuan komunikasi adalah agar orang dapat mengerti atau memahami pesan yang disampaikan dan sekaligus dapat mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya.

2.3.1. Fungsi Komunikasi

Menurut Lasswell dalam Effendy (2001), komunikasi terdiri dari tiga fungsi : 1) Pengamatan terhadap lingkungan (the surveillance of the environment),

penyingkapan ancaman dan kesempatan yang memengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur di dalamnya.

(52)

3) Penyebaran warisan sosial (transmission of the social inheritance). Di sini berperan sebagai pendidik, baik dalam kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah, yang meneruskan warisan sosial kepada keturunan berikutnya.

2.3.2. Tujuan Komunikasi

Menurut Widjaja dalam Yulianita (2007), umumnya komunikasi dapat mempunyai beberapa tujuan antara lain :

1. Supaya yang disampaikan dapat dimengerti.

Sebagai pejabat ataupun komunikator harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga komunikan dapat mengikuti apa yang dimaksudkan komunikator.

2. Memahami orang lain.

Komunikator sebagai pimpinan harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang yang diinginkan.

3. Supaya gagasan dapat diterima oleh orang lain.

Harus berusaha agar gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan pendekatan yang persusif dan bukan melaksanakan kehendak.

4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu.

Menggerakkan sesuatu dapat dilakukan bermacam-macam kegiatan, seperti melakukan dorongan yang positif guna memotivasi penerima.

(53)

1. Fact finding adalah mencari dan mengumpulkan fakta-fakta dan data sebelum seseorang melakukan kegiatan komunikasi.

2. Planning, dari yang ada dan data dibuat suatu rencana tentang apa yang akan dikemukakan dan begaimana penyampaiannya.

3. Communicating, setelah planning disusun maka tahap selanjutnya adalah berkomunikasi.

4. Evaluation, penilaian dan menganalisa kembali untuk setiap kali hasil komunikasi tersebut.

Menurut Liliweri (2007), komunikasi yang efektif dapat : 1. Menumbuhkan kesadaran

2. Meningkatkan pengetahuan 3. Memengaruhi sikap

4. Membawa keuntungan dalam mengubah perilaku

5. Menegaskan pengetahuan, sikap dan perilaku yang sudah ada 6. Menunjukkan keterampilan

7. Mendorong aksi yang segera

8. Meningkatkan wawasan untuk layanan 9. Menghilangkan mitos dan kesalahpahaman 10.Memengaruhi norma

(54)

Rakhmat (2003), menyatakan bahwa berkomunikasi juga sangat penting dan berperan dalam kehidupan organisasi, hal ini jika dipandang dari sudut pimpinan maka komunikasi berguna dalam :

a. Menyampaikan kebijaksanaan yang telah ditetapkan b. Memberikan keputusan yang telah diambil

c. Menyampaikan perintah dan instruksi d. Memberikan nasihat

e. Melakukan pembinaan f. Menyampaikan informasi

g. Melakukan tindakan-tindakan disiplin

Komunikasi juga sangat penting diperhatikan dari sudut pandangan para bawahan yaitu :

a. Menyampaikan informasi b. Mengajukan saran dan pendapat

c. Meneruskan keluhan, keberatan dan sejenisnya.

Human Communication dalam Cangara (2006), membagi komunikasi atas lima macam tipe, yakni:

a. Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) b. Komunikasi kelompok kecil (small group communication) c. Komunikasi organisasi (organizational communication) d. Komunikasi massa (massa communication)

(55)

2.4. Komunikasi Organisasi Formal 2.4.1. Komunikasi Organisasi

Komunikasi merupakan suatu medan yang sangat penting dalam manajemen organisasi, organisasi jelas memerlukan informasi, dengan berkembangnya organisasi kebutuhan informasi juga bertambah (Soekanto & Handoko dalam Ruslan (2003). Komunikasi menyediakan alat-alat untuk pengambilan keputusan, melaksanakan keputusan, menerima umpan balik, dan mengoreksi tujuan serta prosedur organisasi. “Apabila komunikasi berhenti maka aktivitas organisasi akan berhenti. Dengan demikian tinggallah kegiatan-kegiatan individu yang tidak terorganisasi” (Suprapto, 2006).

Menurut Katz & Robert kahn dalam Ruslan (2003), bahwa komunikasi adalah pertukaran informasi dan penyampaian makna yang merupakan hal utama dari suatu sistem sosial atau organisasi. Jadi komunikasi sebagai suatu “proses penyampaian informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain, dan satu-satunya cara mengelola aktivitas dalam suatu organisasi adalah melalui proses komunikasi”.

Goldhaber dalam Ruslan (2003), memberikan definisi komunikasi organisasi sebagai berikut, “organizational communications is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationship to cope with

(56)

tujuh konsep kunci yaitu, proses, pesan, jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian.

Menurut Muhammad (2009), meskipun bermacam-macam persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi, ada beberapa hal yang umum yang disimpulkan yaitu:

1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal.

2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah, dan media. 3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya,

dan keterampilan/ skillnya.

2.4.2. Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal merupakan jaringan komunikasi formal dalam organisasi, komunikasi vertikal meliputi komunikasi vertikal ke bawah dan vertikal ke atas.

2.4.2.1. Komunikasi Vertikal ke Bawah (Downward Communication)

Komunikasi vertikal ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepada bawahannya.

a. Tipe Komunikasi Vertikal ke Bawah

(57)

1) Instruksi Tugas

Instruksi tugas/ pekerjaan yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu mungkin bervariasi seperti perintah langsung, deskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya.

2) Rasional

Rasional pekerjaan adalah pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau objektif organisasi. Kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya.

3) Ideologi

Pesan mengenai ideologi lebih mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna memperkuat loyalitas, moral, dan motivasi.

4) Informasi

Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan praktik-praktik organisasi, peraturan-peraturan organisasi, keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan rasional.

5) Balikan

(58)

tidak ada informasi dari atasan yang mengkritik pekerjaannya, berarti pekerjaannya sudah memuaskan.

b. Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Vertikal ke Bawah

Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sebagai berikut.

1) Keterbukaan

Kurangnya sifat terbuka di antara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau memberikan informasi ke bawah bila mereka merasa bahwa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipegangnya.

2) Kepercayaan pada pesan tulisan

Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Hasil penelitian Dahle dalam Muhammad (2009), menunjukkan bahwa pesan itu akan lebih efektif bila dikirimkan dalam bentuk lisan dan tulisan.

3) Pesan yang berlebihan

(59)

cenderung untuk tidak membacanya. Banyak karyawan hanya membaca pesan-pesan tertentu yang dianggap penting bagi dirinya dan yang lain dibiarkan saja tidak dibaca.

4) Timing

Timing atau ketepatan waktu pengiriman pesan memengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan.

5) Penyaringan

Pesan-pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semuanya diterima mereka. Tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan. Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor diantaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya kepada supervisor.

c. Penyempurnaan Komunikasi Vertikal ke Bawah

Menurut Davis dalam Pohan (2005), untuk penyampaian pesan dari atasan kepada bawahan perlu memperhatikan cara-cara sebagai berikut :

1) Pimpinan hendaklah sanggup memberikan informasi kepada karyawan apabila dibutuhkan mereka. Jika pimpinan tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan mereka dan perlu mengatakan terus terang dan berjanji akan mencarikannya. 2) Pimpinan hendaklah membagi informasi yang dibutuhkan oleh karyawan.

(60)

3) Pimpinan hendaklah mengembangkan suatu perencanaan komunikasi, sehingga karyawan dapat mengetahui informasi yang dapat diharapkannya untuk diperoleh berkenaan dengan tindakan-tindakan pengelolaan yang dipengaruhi mereka. 4) Pimpinan hendaklah berusaha membentuk kepercayaan di antara pengirim dan

penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan yang diperlukan antara bawahan dan atasan.

d. Metode Komunikasi Vertikal ke Bawah

1) Metode Lisan, dapat dilakukan melalui: a) rapat, diskusi, seminar, konferensi, b) intervieuw, c) telepon, d) sistem interkom, e) kontak interpersonal, dan g) ceramah

2) Metode Tulisan, dapat dilakukan melalui: a) surat, b) memo, c) telegram, d) majalah, e) surat kabar, f) deskripsi pekerjaan, g) panduan pekerjaan, h) laporan tertulis, dan i) pedoman kebijaksaan

3) Metode Gambar, dapat dilakukan melalui: a) grafik, b) poster, c) peta, d) film, e) slide, f) display, dan g) foto.

Menurut Pohan (2005), setiap organisasi yang mulai tumbuh dan berkembang, struktur jenjang, tugas dan penerapan teknologi tinggi yang makin pasif, serta tingkat pelayanan produksi barang dan jasa semakin variasi dan makin meningkat dalam volume dan kuantitas serta kualitas. Secara komunikatif, organisasi cenderung akan mengalami banyak “kemunduran” yang akan dirasakan karyawannya.

(61)

a) Pertumbuhan dan perkembangan organisasi membuat isolasi beberapa bagian atau departemen dimana isolasi tersebut tidak disadari manajemen puncak, sehingga tidak segera diadakan perbaikan kondisi.

b) Kehilangan arah dan kejelasan sasaran dan tujuan. Hal ini akibat dari kurangnya kontak personal baik informal maupun formal.

c) Karena manajer mungkin hampir tidak pernah melakukan audit internal terhadap terhadap komunikasi organisasi, untuk mengevaluasi sejauh mana jaringan formal yang ada masih efektif dan relevan, ataukah sudah harus diperbaiki atau diganti segera.

d) Munculnya ketidakjelasan mengenai siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab di antara para manajer tingkat atas, menengah atau supervisor (lini bawah) terhadap keberadaan jaringan formal komunikasi ke bawah yang efektif, dan

e) Pemisahan antara personal supervisor dengan yang bukan supervisor, kondisi ini didasarkan pada norma tidak tertulis bahwa terdapat pembedaan dan pemisahan antara keduanya: manajemen dan bukan manajemen.

(62)

a) Membangun tujuan yang jelas dan realistis. Manajer perlu terus-menerus mengkomunikasikannya sehingga karyawan betul-betul memahami.

b) Perlu mempertimbangkan dan memperhatikan isi pesan yang akan disampaikan. c) Teknik yang sesuai dalam cara bagaimana pesan dan informasi tersebut harus

disampaikan kepada para karyawan sehingga lebih efektif. 2.4.2.2. Komunikasi Vertikal ke Atas (Upward Communication)

Menurut Muhammad (2009), para karyawan sebagai bawahan pada berbagai bidang dan divisi tersebut, tidak diminta maupun apalagi jika diminta, memberikan laporan, pertanyaan untuk hal-hal yang belum dipahami, pendapat, usul, saran, dan keluhan, bahkan juga kritik yang diperlukan bagi aktivitas kinerja organisasi. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran, dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan pembaruan.

a. Fungsi Komunikasi Vertikal ke Atas

1) Dengan adanya komunikasi ke atas supervisor dapat mengetahui kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan bagaimana baiknya mereka menerima apa yang disampaikan karyawan

2) Arus komunikasi ke atas memberikan informasi yang berharga bagi pembuatan keputusan.

(63)

4) Komunikasi ke atas membolehkan, bahkan mendorong desas-desus muncul dan membiarkan supervisor mengetahuinya.

5) Komunikasi ke atas menjadikan supervisor dapat menentukan apakah bawahan menangkap arti seperti yang dia maksudkan dari arus informasi yang ke bawah. 6) Komunikasi ke atas membantu karyawan mengatasi masalah-masalah pekerjaan

mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dalam tugas-tugasnya. b. Materi yang Seharusnya Dikomunikasikan ke Atas

1) Menjelaskan materi yang dilakukan bawahan, pekerjaannya, hasil yang dicapainya, kemajuan mereka dan rencana masa yang akan datang.

2) Menjelaskan masalah-masalah pekerjaan yang tidak terpecahkan yang mungkin memerlukan bantuan tertentu.

3) Menawarkan saran-saran atau ide-ide bagi penyempurnaan unitnya masing-masing atau organisasi secara keseluruhan.

4) Menyatakan pikiran dan perasaan mengenai pekerjaannya, teman sekerjanya, dan organisasi.

Hal-hal yang diharapkan pimpinan untuk disampaikan karyawan kepada atasannya melalui komunikasi vertikal ke atas.

c. Kesulitan Mendapatkan Informasi ke Atas

Beberapa hal yang menyebabkan kesulitan mendapatkan informasi ke atas adalah:

Gambar

Gambar 2.2. Landasan Teori Komunikasi Organisiasi dalam Cangara (2006) dan Kinerja Robbins (2002) dan Gibson et al dalam Ilyas (2001)
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Keperawatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan
Tabel 3.1  Aspek Pengukuran  Variabel Bebas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel lingkungan kerja organisasi (uraian tugas, otonomi, target kerja, komunikasi, iklim kerja, peluang berkarier,

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah fungsi komunikasi organisasi dan tingkat motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah

pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.” Dalam hal ini komunikasi interpersonal yang

Fasilitas kerja, Peluang berkarir, Uraian Tugas, Motivasi Ekstrinsik, Komunikasi, Hubungan Kerja, Motivasi Intrinsik, Target Kerja a.. Enter Model 1 Variables Entered Variables