• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

Beauty Suestining Diyah D.*), Susinggih Wijana ,Danang Priambodho

Jurusan Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran No. 1 Malang 65145

*email: beauty_dewanti@yahoo.combeauty_dewanti@ub.ac.id

ABSTRAK

Penggunaan pewarna batik dari bahan pewarna alami saat ini sudah semakin meningkat. Hal ini mendasari dilakukannya penelitian tentang pewarna alami, yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan jenis bahan fiksasi terhadap intensitas warna kain mori batik menggunakan pewarna alami serbuk daun jati. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Tersarang (Nested design). Faktor pertama adalah bahan fiksasi dan faktor kedua konsentrasi bahan fiksasi. Bahan fiksator dan konsentrasinya yaitu tawas (KAl(SO4)2.12H2O) dengan konsentrasi 14% dan 11%, tunjung (FeSO4) dengan konsentrasi 4% dan 1%, serta kapur tohor (CaO) dengan konsentrasi 10% dan 7%. Hasil perlakuan terbaik menggunakan Multiple Attribute, yaitu perlakuan bahan fiksasi tunjung dengan konsentrasi 1% (b/v) dengan nilai RGB yaitu nilai R (Red) sebesar 199 (nilai normalisasi 0.36), nilai G (Green) sebesar 183 (nilai normalisasi 0.33), nilai B (Blue) sebesar 169 (nilai normalisasi 0.30). Gabungan nilai RGB menghasilkan warna yang terlihat mata berwarna abu-abu. Hasil uji nilai RGB menunjukkan bahwa bahan fiksasi tawas memiliki nilai R yang kuat. Bahan fiksasi tunjung memiliki nilai R, G dan B yang dominan. Bahan fiksasi kapur tohor mempunyai nilai G dan B yang dominan. Konsentrasi bahan fiksasi berpengaruh terhadap nilai RGB.

Kata kunci :antosianin, fiksasi, intensitas warna, pewarnaan batik

PENDAHULUAN

Industri batik di Indonesia merupakan industri di bidang tekstil yang memiliki potensi yang sangat besar, dikutip dari Aprilia .dkk (2011). Pada tahun 2006 Indonesia memiliki nilai ekspor mencapai US$ 74,23 juta, dan pada 2008 nilai hampir mencapai US $ 100 juta, karena pengaruh krisis global nilai ekspor batik turun menjadi US$ 76,01 juta di tahun 2009. Batik memiliki nilai jual yang potensial.

Industri batik diawali dari zaman abad ke-17 dimana saat itu perkembangan batik didominasi corak lukisan binatang dan tanaman, kemudian mulai merambat ke arah bentuk awan, dan relief candi, wayang dan sebagainya, dimana jenis dan corak batik tergolong sangat banyak sesuai dengan filosofi budaya masing-masing (Purwanto dkk., 2006).

Menurut Ariviani (2010), pada daun jati muda memiliki kandungan beberapa senyawa pigmen terutama Antosianin. Senyawa Antosianin ini memberikan warna merah, ungu, hingga merah gelap. Antosianin merupakan senyawa Flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Selain itu menurut Kembaren dkk. (2013), kandungan senyawa Antosianin pada daun jati akan menghasilkan pewarna alami yang aman bagi kesehatan maupun lingkungan. Pigmen Antosianin terdapat dalam cairan sel tumbuhan yang ini berbentuk Glukosida, dan menjadi penyebab warna merah.

Proses fiksasi dilakukan setelah proses pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam selesai. Penambahan garam logam, seperti tawas, kapur, dan tunjung digunakan untuk memperkuat zat warna yang sudah terikat di serat kain, selain untuk memperkuat garam logam juga berfungsi untuk merubah arah warna zat pewarna alami. Perubahan arah warna sesuai dengan jenis garam logam yang digunakan. Kebanyakan pewarna alami tawas akan memberikan warna yang searah dengan warna alami, sedangkan tunjung memberikan arah warna lebih gelap / tua (Farida dan Suprapto, 2007).

Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

METODE Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian pendahuluan antara lain yaitu nampan, gelas ukur, kain saring, pengaduk, panci, kompor, timbangan, gelas ukur, canting, gawangan, panci dan kompor kecil. Alat yang digunakan untuk proses fiksasi diantaranya bak penampung, gelas ukur, dan timbangan. Alat yang digunakan untuk uji diantaranya pencitraan digital RGB.

Sedangkan bahan yang digunakan antara lain yaitu 20 gram serbuk pewarna daun jati, 200 ml air sebagai pelarut, dan kain mori primissima. Sedangkan bahan yang digunakan untuk proses fiksasi yaitu yaitu tawas (KAl(SO4)2.12H2O), tunjung (FeSO4) dan kapur tohor (CaO).

Metode Penelitian

Metode penelitian dengan menggunakan Rancangan Acak Tersarang (nested design) yang tersusun dari dua faktor, yaitu faktor A (jenis fiksator), dan faktor B (konsentrasi fiksator). Bahan fiksator dan konsentrasinya yaitu tawas (KAl(SO4)2.12H2O) dengan konsentrasi 14% dan 11%, tunjung (FeSO4) dengan konsentrasi 4% dan 1%, serta kapur tohor (CaO) dengan konsentrasi 10% dan 7%. Tahapan proses fiksasi batik daun jati ;

1. Kain mori di mondanting untuk membuka pori-pori benang, dan membersihkan kain dari kotoran.

2. Proses pewarnaan kain menggunakan bahan pewarna alami daun jati dengan cara dicelupkan sebanyak 10x sesuai perlakuan.

3. Setelah dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikering anginkan.

4. Kain yang telah kering selanjutkan dilakukan proses penguncian warna (fiksasi) dengan konsentrasi bahan fiksator yang ditambahkan air sesuai perlakuan.

5. Proses terakhir adalah mencuci kain batik dengan air sampai bersih dan kemudian mengeringkannya dengan menjemurnya

6. Terbentuk batik tulis sesuai perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai RGB

Hasil pengambilan nilai RGB (Merah, Hijau, Biru) dilakukan dengan pencitraan digital, yaitu dengan mengubah sampel kedalam bentuk 2D dan diproses dengan menggunakan aplikasi pengolahan warna digital untuk menentukan masing-masing nilai RGB dari setiap sampel. Semakin rendah masing-masing nilai RGB, maka arah warna menjadi semakin gelap, sedangkan semakin tinggi nilai arah warna menjaditerang.

Uji nilai R

Hasil analisis ragam pada nilai R (merah) menunjukkan bahwa perlakuan dengan perbedaan fiksator tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Perlakuan dengan konsentrasi fiksator yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai R. Uji BNT pada taraf uji 5% pengaruh perbedaan konsentrasi fiksator terhadap rerata nilai R disajikan pada Tabel 1 Tabel 1. Hasil Uji BNT Pada Taraf Uji 5% Pengaruh Perbedaan konsentrasi Fiksasi Terhadap

Rerata nilai R

Bahan Konsentrasi Notasi Rerata nilai R

Tawas (KAl(SO4)2.12H2O) 11% 194,33 a

14% 216,33 b

Tunjung (FeSO4) 1% 198,67 a

4% 213,67 a

Kapur tohor (CaO) 7% 182,33 a

10% 207,33 b

BNT 15% 17,17

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan beda nyata pada tingkat kesalahan 5%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi fiksator yang berbeda pada tawas Tawas (KAl(SO4)2.12H2O) memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan pada tunjung

Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

fiksator yang berbeda pada kapur tohor (CaO) memberikan pengaruh yang nyata. Tawas dengan konsentrasi bahan yang berbeda memberikan perbedaan nilai R sebesar ∆22 dan kapur tohor

memberikan perbedaan ∆25. Diduga semakin kecil konsentrasi fiksator, maka nilai R (Merah) pada kain batik hasil fiksasi semakin kecil, atau arah warna R (merah) antosianin semakin arah gelap.

Niendyah (2004), menyebutkan degradasi Kestabilan antosianin yang terjadi selama proses pengolahan, dan fiksasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi struktur antosianin antara lain pH, temperatur, sinar dan oksigen, serta faktor lainnya seperti ion logam. Ion logam pada fiksator diduga mempengaruhi arah warna antosianin, ion logam pada tawas (Al3+), tunjung (fe3+) dan kapur tohor (Ca2+) dapat meningkatkan nilai R (merah) pada antosianin, semakin kecil nilai ion arah warna menjadi semakin gelap.

Uji nilai G

Hasil analisis ragam nilai G (hijau) menunjukkan bahwa perlakuan dengan perbedaan fiksator tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai G. Perlakuan dengan konsentrasi fiksator yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai G. Uji BNT pada taraf uji 5% pengaruh perbedaan fiksator terhadap rerata nilai G disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji BNT Pada Taraf Uji 5% Pengaruh Perbedaan Fiksator Terhadap Rerata Nilai G

Perbedaan Fiksator Rerata Nilai G Notasi Tawas(KAl(SO4)2.12H2O) 151,6667 a

Tunjung (FeSO4) 187,5 c

Kapur tohor (CaO) 171,8333 b

BNT 5% 14,45

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan beda nyata pada tingkat kesalahan 5%

Dalam Tabel 2. dapat dilihat bahwa perlakuan fiksator yang berbeda, memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai G, dengan nilai G tertinggi tunjung (187,5), kemudian kapur tohor (171,83), dan tawas (151,66). Tawas dengan nilai G terkecil mampuh memberikan warna lebih gelap kepada nilai G pada antosianin dari pada tunjung dan kapur tohor. Diduga perbedaan fiksator sangat berpengaruh pada nilai G pewarnaan antosianin.

Diniyah (2010), menyebutkan stabilitas antosianin dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti oksigen pH, temperatur, cahaya, ion logam (timah, besi, aluminium, dan magnesium) enzim, dan asam askorbat. Ion logam pada fiksator diduga mempengaruhi arah warna antosianin, ion logam pada tawas (Al3+), tunjung (fe2+) dan kapur tohor (Ca2+) dapat meningkatkan nilai G (hijau) pada antosianin, semakin besar nilai ion arah warna menjadi semakin gelap

Uji nilai B

Hasil analisis ragam pada nilai B (biru) menunjukkan bahwa perlakuan dengan perbedaan fiksator tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai B. Perlakuan dengan konsentrasi fiksator yang berbeda dengan tingkat kesalahan 5% memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai B. Uji BNT pada taraf uji 5% pengaruh perbedaan fiksator terhadap rerata nilai B disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji BNT Pada Taraf Uji 5% Pengaruh Perbedaan Fiksator Terhadap Rerata Nilai B

Perbedaan Fiksator Rerata Nilai

B Notasi

Tawas KAl(SO4)2.12H2O) 160,6667 a

Tunjung (FeSO4) 171,5 a

Kapur tohor (CaO) 169,1667 a

BNT 5% 31,54

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan beda nyata pada tingkat kesalahan 5%

Tabel 3 menunjukan bahwa perlakuan fiksator yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai B, dengan nilai B tertinggi tunjung (171,5), kemudian kapur tohor

Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

(167,166), dan tawas (160,66). Tawas dengan nilai B terkecil mampu memberikan warna lebih gelap kepada nilai B pada antosianin dari pada tunjung dan kapur tohor.

Ion logam pada fiksator diduga mempengaruhi arah warna antosianin, ion logam pada tawas (Al3+), tunjung (fe3+) dan kapur tohor (Ca2+) dapat meningkatkan nilai B (biru) pada antosianin, semakin kecil nilai ion arah warna menjadi semakin gelap.

Perlakuan Terbaik

Hasil perlakuan terbaik yang dipilih yaitu pada perlakuan A2B2 (fiksator tunjung (FeSO4)

dengan konsentrasi 1% (b/v)). Hasil perlakuan terbaik ini dibandingkan dengan kontrol (tanpa fiksator). Perbandingan tersebut didasarkan pada parameternya masing-masing yang disajikan pada

Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Perlakuan Terbaik dan Perlakuan Kontrol (Tanpa Fiksator)

Parameter

Perlakuan Fiksator Tunjung dengan

konsentrasi 1% (A2B2)

Tanpa Fiksator

Nilai R 199 217

Nilai G 183 183

Nilai B 169 178

Pada Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai (nilai R, G, B). Nilai RGB pada perlakuan Tunjung (FeSO4) konsentrasi 1% sebesar 199, 183, 169 sedangkan perlakuan

kontrol 217, 183, 178 selisih keduanya sebesar ∆18 untuk nilai R, tidak ada perbedaan untuk nilai G, dan ∆9 untuk nilai B. Nilai RGB warna tersebut menunjukkan jika kain batik difiksasi menggunakan tunjung, maka nilai R akan berkurang atau arah warna merah menjadi berkurang. Nilai B atau arah warna biru menjadi berkurang juga tetapi kecenderungan warnanya menjadi lebih gelap, pada normalisasi nilai RGB didapat nilai masing-masing 0,36; 0,33; 0,30. Kecilnya perbedaan nilai normalisasi RGB menunjukan arah warna yang dihasilkan dari tunjung konsentrasi 1% adalah warna abu-abu. Diduga perubahan warna antosianin terjadi karna sifat antosianin yang mengalami perubahan warna disebabkan oleh oksidasi, dan nilai kation dari fiksator.

Penggunaan fiksator dari tunjung (FeSO4) dipengaruh kandungan kimia yang terdapat

dalam fiksator, yakni adanya Fe3+ dari larutan tunjung, hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Batik dan Kerajinan Yogyakarta (Anonim, 2002), pada pewarna alami daun jati, kayu nangka, dan daun mangga penggunaan fiksator dari tunjung memberikan warna cenderung gelap atau coklat. Penggunaan nilai RGB sendiri menurut Anonim (2006), menjelaskan semakin tinggi gelombang cahaya dari nilai RGB yang ditransmisikan ke mata menciptakan warna putih, sehingga semakin kecil nilai RGB menciptakan percampuran warna yang cenderung lebih gelap.

Kesetimbangan massa

Proses pembuatan batik dimulai dengan proses mordanting sampai fiksasi, proses fiksasi pada percobaan ini menggunakan dua fiksator yaitu bahan fiksator dan konsentrasi yang digunakan, yaitu Tawas (KAl(SO4)2.12H2O) dengan konsentrasi 14% dan 11%, tunjung (FeSO4)

4% dan 1%, dan kapur tohor (CaO) 10% dan 7%. Untuk memproduksi batik memerlukan input kain premissima leba r 2m2 malam (lilin) yang digunakan 1 kg dengan bahan mordanting 6 gram, 3 liter bahan pewarna digunakan untuk proses pencelupan warna, bahan fiksasi yang digunakan dilarutkan dalam 1 liter air, untuk tawas 140 gram, dan 110 gram, kemudian tunjung 40 gram dan 10 gram, dan kapur tohor 100 gram dan 70 gram.

KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil uji nilai RGB warna menunjukkan bahwa bahan fiksasi tunjung mampu menghasilkan warna coklat tua, kapur tohor coklat muda, dan tawas

Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

kemerahan. Konsentrasi bahan fiksasi berpengaruh terhadap kombinasi RGB warna. Hasil perlakuan terbaik, dan perlakuan paling ekonomis yang dipilih yaitu pada perlakuan dengan bahan fiksasi tunjung dengan konsentrasi 1% (b/v).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Pedoman Penggunaan Zat Pewarna Alami (ZPA) untuk Tekstil dan Produk Tekstil (Batik, Tenun Ikat, Double Ikat). Departemen Perindustrian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik. Yogyakarta.

Anonim 2006. Modul Kuliah Penggunaan Warna. Departemen Ilmu Komputer FMIPA, IPB. Bogor.

Aprilia, EU, .Dkk . 2011. Ekspor batik ditargetkan tumbuh 20 persen. Dilihat 25 desember 2013. http://www. Tempo .co/read/news/2011/09 /28/090358860/Ekspor-Batik Ditargetkan- Tumbuh-20-Persen.

Ariviani S. 2010. Total Antosianin Ekstrak Buah Salam Dan Korelasinya Dengan Kapasitas Anti Peroksidasi Pada Sistem Linoelat. Agrointek 4(2): 121-127.

Diniyah N, DKK. 2010. Uji Stabilitas Antosianin Pada Kulit Terung. Agro-Techno, Vol. I No.9 2010. Fakultas teknologi pertanian, Universitas Jember

Farida, dan Suprapto, H. 2007. Teknologi Pewarnaan Batik dengan Zat Warna Alami Dari Tumbuhan Tumbuhan di UKM. Disampaikan Pada Seminar Internasional Tentang Teknologi Proses Pembuatan Dan Pemanfaatan Zat Pewarna Alami Dari Ekstrak Daun Daunan. Balai besar kerajinan batik. Yogyakarta.

Hayati SN, .Dkk. 2011. Profil asam amino ekstrak cacing tanah (lumbricus rubellus) Terenkapsulasi dengan metode spray drying. Jurnal Teknologi Indonesia 34: 1-7.

Kembaren, BR, .Dkk. 2013. Ekstraksi dan Karakterisasi Serbuk Nano Pigmen dari Daun Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. f). Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Lampung.

Niendyah, H., (2004), Efektivitas Jenis Pelarut dan Bentuk Pigmen AntosianinBunga Kana(canna coccinea mill.) Serta Aplikasinya pada Produk Pangan. Skripsi.Universitas Brawijaya Malang.

Purwanto, E. 2006. Seni Budaya dan Keterampilan Untuk Kelas VI Sekolah Dasar. Grafindo. Bandung.

Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Produksi Metil Ester Sulfonat dari Sisa Hasil Etanolisis PKO