• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perang Uhud Dalam Perkembangan Bidang Militer

BAB IV HASIL PENELITIAN

C. Pengaruh Perang Uhud Dalam Perkembangan Bidang Militer

Nabi Muhammad SAW adalah panglima tertinggi pasukan Islam yang turut mengambil bagian dalam 26 atau 27 kali perang dan ekspedisi. Nabi Muhammad SAW selalu memimpin pasukan Islam dalam semua pertempuran dan perang yang penting seperti perang Badar, Uhud, Hunain dan penaklukan Makkah. Sedangkan ekspedisi yang lebih kecil biasanya dipimpin oleh seorang panglima militer yang diangkat oleh Nabi Muhammad SAW. Apabila ada keperluan untuk mengirim ekspedisi militer, surat perintah dikeluarkan ke seluruh suku bangsa yang bersekutu, dan umat Islam pada umumnya bersatu untuk tujuan tersebut. Pada mulanya, pasukan Islam hanya terdiri atas beberapa kelompok kecil tentara, tetapi selama tahun-tahun terakhir dan masa kehidupan Nabi Muhammad SAW, pasukan Islam berubah menjadi satu pasukan yang sangat besar. Dalam pertempuran Islam yang pertama yaitu perang Badar, pasukan Islam beranggota hanya 313 serdadu, tetapi di perang Tabuk (perang terakhir yang dilakukan Nabi Muhammad SAW) 30.000 serdadu turut mengambil bagian. Pasukan Islam dilatih untuk selalu disiplin dan semuanya diharuskan menjunjung standar moralitas yang tinggi (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 88-89).

Nabi Muhammad SAW tidak memulai perang dengan musuh yang mana pun juga. Tujuan utama strategi perang Nabi Muhammad SAW adalah untuk mempertahankan kepercayaan terhadap ajaran Islam dan menghilangkan rintangan yang mengahalangi Nabi Muhammad SAW dalam usaha mengajarkan Islam sehingga orang-orang yang yakin akan kebenaran ajaran Islam dapat dengan bebas memeluk dan menjalankan ajaran Islam tanpa rasa takut. Tujuan strategi perang Nabi Muhammad SAW bukanlah untuk membunuh atau memusnahkan musuh Islam, tetapi menghentikan serangan musuh terhadap kaum Muslimin yang

ingin menjalankan kepercayaan dengan bebas. Oleh karena itu, seluruh strategi perang Nabi Muhammad SAW disusun dan direncanakan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dengan prisnsip sedikit mungkin melibatkan gerakan militer dan dengan kerugian jiwa yang sekecil mungkin (Afzalur Rahman, 2002: 43).

Ketika semua usaha Nabi Muhammad SAW untuk mengadakan perdamaian gagal dan musuh mulai melancarkan serangan militer terhadap kaum Muslimin, Nabi Muhammad SAW mulai mengerahkan semua sumber daya yang ada serta perlengkapan yang dimiliki. Nabi Muhammad SAW mulai menerapkan strategi perang untuk mencapai tujuan dalam mematahkan perlawanan militer pihak musuh dengan prinsip kehilangan jiwa sedikit mungkin pada kedua belah pihak. Strategi perang Nabi Muhammad SAW didasarkan pada penyelidikan yang realistis atas kekuatan tentara musuh, baik dari segi pasukan maupun perlengkapan perang, strategi dan rencana perang, faktor geografis, medan pertempuran dan yang terpenting adalah kekuatan mental setiap pasukan. Nabi Muhammad SAW mengirim pasukan pengintai dan pasukan tempur ke daerah dekat kedudukan musuh sesuai dengan kebutuhan. Nabi Muhammad SAW juga membuat suatu unit komando untuk mencapai tujuan tertentu secara rahasia tanpa menumpahkan darah dan merusak perdamaian. Suatu unit koloni juga dibentuk untuk menyebarkan desas-desus diantara penduduk musuh untuk menurunkan moral musuh. Unit ini juga bekerja keras untuk mempesiapkan disiplin yang tinggi terhadap pasukan Islam dan semangat untuk berkorban demi kepentingan Islam (Afzalur Rahman, 2002: 44).

Nabi Muhammad SAW sangat cermat dalam memilih lokasi pertempuran sehingga tidak saja meningkatkan efesiensi dan efektivitas militer tetapi juga dapat mengurangi kerugian jiwa manusia. Apabila musuh berusaha untuk melarikan diri, prajurit Muslimin diperintahkan untuk tidak mengejar musuh karena tujuan yang ingin dicapai bukanlah untuk membunuh tetapi untuk mematahkan perlawanan dan rintangan yang dilakukan oleh musuh kepada orang- orang yang akan menunaikan ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW lebih suka berdamai daripada meneruskan perang. Hal tersebut terbukti dengan kebijakan

Nabi Muhammad SAW yang lebih cenderung untuk menerapkan strategi dengan cara melakukan blokade ekonomi terhadap kaum Quraisy daripada melanjutkan peperangan dengan musuh. Kesimpulannya, strategi perang Nabi Muhammad didasarkan pada prinsip kejutan, kecepatan, keamanan, serangan, dan pengorbanan jiwa manusia yang sekecil mungkin (Afzalur Rahman, 2002: 46).

Perang Uhud telah memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan militer tentara Muslim. Pasukan Muslim semakin meningkatkan kedisiplinan dalam militer. Strategi-strategi perang yang baru mulai diterapkan untuk menghadapi musuh-musuh Islam. Hal tersebut dapat terlihat dalam berbagai perang yang terjadi setelah perang Uhud, misalnya dalam perang Handaq. Pada tahun 672 M, kaum Quraisy Makkah, suku-suku Badui, dan golongan Yahudi membentuk pasukan gabungan sejumlah 10.000 pasukan tempur untuk dikerahkan menggempur Madinah. Diantara gabungan pasukan tersebut terdapat 600 tentara berkuda yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Ketika Nabi Muhammad SAW menyadari akan adanya ancaman serangan dari pihak musuh, Nabi mengerahkan 3.000 pejuang muslim Madinah agar bersiap siaga menghadapi musuh. Atas dasar saran Salman al-Farisi, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membuat sistem pertahanan dengan menggali parit besar mengintari perbatasan kota Madinah. Nabi Muhammad SAW juga memindahkan penduduk yang tinggal di luar kota Madinah untuk bertempat tinggal di dalam kota Madinah. Pekerjaan menggali parit dikerjakan oleh seluruh pasukan Madinah. Nabi Muhammad SAW juga ikut bekerja menggali parit bersama-sama dengan yang lainnya sambil mengatur strategi pertahanan perang.

Pasukan Quraisy Makkah merasa heran ketika mengetahui strategi pertahanan yang dipersiapkan oleh Nabi Muhammad SAW karena strategi perang yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW belum pernah ada dalam peperangan besar bangsa-bangsa Eropa sekalipun. Pasukan gabungan Quraisy Makkah, Yahudi, dan suku-suku Badui mulai mengepung kota Madinah. Pasukan Quraisy Makkah selalu mengalami kegagalan setiap kali berusaha menyerang dan menerobos pertahanan pasukan Muslimin di dalam kota Madinah. Pasukan Quraisy memutuskan untuk menunda penyerangan terhadap kota Madinah sambil

memikirkan cara agar dapat menerobos masuk kota Madinah. Pasukan Quraisy mendirikan tenda-tenda di sekitar kota Madinah. Selama berhari-hari pasukan Quraisy tidak mendapatkan hasil dalam usaha menerobos kota Madinah dan melakukan penyerangan terhadap pasukan Muslimin. Pada saat persediaan bekal pasukan Quraisy mulai menipis, tiba-tiba datang serangan badai disertai hujan deras yang merobohkan tenda-tenda pasukan Quraisy dan membuat pasukan Quraisy tidak berdaya dalam menghadapi serangan badai padang pasir tersebut. Dalam kondisi kritis ini, Abu Sufyan mengambil inisiatif membubarkan pasukan gabungan agar segera kembali ke Makkah.

Perang Handaq tercatat sebagai kemenangan pasukan Muslimin setelah kekalahan yang dialami pasukan Muslimin dalam perang Uhud. Operasi gabungan militer kafir Quraisy beserta Yahudi dan suku-suku Badui yang berlangsung selama berhari-hari sama sekali tidak membawa hasil. Peristiwa ini merupakan catatan buruk bagi pihak musuh sehingga menyebabkan kedudukan militer kaum Quraisy menjadi menurun dan menimbulkan dampak melemahnya kekuatan militer kaum Quraisy Makkah. Kemenangan perjuangan pasukan Muslimin dalam perang Handaq mampu membuktikan keberhasilan strategi pertahanan Nabi Muhammad SAW dalam melemahkan serangan musuh. Setelah kemenangan pasukan Muslimin dalam perang Handaq, kekuatan militer Islam semakin mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Semenjak saat itulah Islam mulai tersebar dengan pesat ke berbagai wilayah di sekitar Madinah (K. Ali, 2003: 83- 85).

D. Sikap Quraisy Makkah Terhadap Islam Madinah Seusai Perang

Dokumen terkait