• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M – 630 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M – 630 M"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh: Fitria Kusumawati

NIM: K 4405019

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii Oleh : Fitria Kusumawati

NIM: K 4405019

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

iii

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Saiful Bachri, M.Pd NIP. 19520603 198503 1 001

(4)

iv

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Djono, M.Pd ...

Sekretaris : Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum ....………

Anggota I : Dra. Saiful Bachri, M.Pd ...

Anggota II : Drs. A. Arif Musadad, M.Pd ...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

(5)

v

PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M-630 M. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Oktober 2009.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Latar belakang terjadinya perang Uhud, (2) Dampak perang Uhud terhadap perkembangan ajaran agama Islam di Jazirah Arab, (3) Pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer tentara Muslim, (4) Sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai perang Uhud.

Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yang berupa Al Qur’an dan sumber data

sekunder yang berupa buku-buku yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu sejarah Islam. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisa yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

(6)

vi

ISLAM DEVELOPMENT IN ARAB PENINSULA DURING 625–630 AC. Thesis, Surakarta: Faculty of Education and Teacher Training. Sebelas Maret University, October 2009.

The aim of this research is describing: (1) the background of the historic of Uhud war, (2) the effect of Uhud war on the Islam doctrine development in Arab

Peninsula, (3) the effect of Uhud war on the Moslem soldiers’ military

development, (4) QurayshMecca’s attitude on Medina Moslem after Uhud war.

The research uses historical method. The data resource used in the research is primary data resource, such as Al-Quran, and secondary data resource, such as books related to the research theme, Islam history. The technique of collecting data uses literature study. The technique of data analysis uses historical analysis technique, analysis that majoring incisive style in processing of a historic data. The research procedure through four steps activities: heuristic, criticism, interpretation, and historiography.

Based on the result of research, it can be concluded that: (1) Uhud war was initiated with the Quraysh willingness to take a revenge on the Prophet Muhammad SAW as well as the Moslem in Medina for their defeat in Badar war, (2) The defeat the Moslem encountered in Uhud war had given a valuable lesson for the Moslem that every instruction and statement from the Prophet Muhammad SAW is the truth that should be complied with, (3) The Uhud war had brought about big effect on the military sector of Moslem soldiers. Having defeated in Uhud war, the new fighting strategies began to apply in facing the Quraysh. One of fighting strategies proven can defeat the enemy is the ditch strategy constituting

the new initiative from one of Prophet Muhammad SAW’s best friends that is

(7)

vii

(Q.S Al Insyirah: 6)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri

(8)

viii

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta 2. Adikku tersayang 3. Mas Luntoro

(9)

ix

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan

Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui permohonan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Drs. A. Arif Musadad, M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang setimpal.

Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Oktober 2009

(10)

x

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

ABSTRAK....…... v

ABSTRACT... vi

HALAMAN MOTTO... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ... 12

1. Konflik ... 12

a.Pengertian Konflik……… 12

b. Ciri-ciri Konflik ………. 14

c. Jenis-jenis Konflik...………. 15

d.Penyebab Terjadinya Konflik………... 16

e. Akibat Konflik...………. 17

f. Cara Penyelesaian Konflik………... 18

2. Agama Islam... 20

a.Pengertian Agama Islam……….… 20

b. Dasar Pokok Agama Islam……… 23

(11)

xi

b. Konsep Militer... 30

c. Konsep Strategi Militer... 31

B. Kerangka Berfikir ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Metode Penelitian ... 37

C. Sumber Data ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

E. Teknik Analisis Data ... 41

F. Prosedur Penelitian ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Terjadinya Perang Uhud ... 47

1. Madinah Sebelum Terjadinya Perang Uhud ... 47

2. Pecahnya Perang Uhud ... 65

a. Persiapan Perang Uhud... 65

b. Jalannya Perang Uhud... 68

c. Akhir Perang Uhud... 77

B. Dampak Perang Uhud Terhadap Perkembangan Ajaran Islam di Jazirah Arab... 80

C. Pengaruh Perang Uhud Dalam Perkembangan Bidang Militer Tentara Muslim... 83

D. Sikap Quraisy Makkah Terhadap Islam Madinah Seusai Perang Uhud... 86

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 88

B. Implikasi... 90

1. Teoritis ... 90

(12)

xii

(13)

xiii

(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Islam lahir di Makkah, karena di Makkah itulah pertama kali Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT. Akan tetapi, agama Islam mengalami perkembangan yang pesat di Madinah (A. Syalabi, 1983: 116). Makkah adalah lembah yang sangat tandus. Kondisi geografis negeri ini berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Makkah bertemperamen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam. Sementara itu, Madinah merupakan wilayah pertanian yang subur yang menghasilkan produk pertanian yang melimpah. Suhu tropisnya tidak sepanas di Makkah. Masyarakat Madinah berhati lembut, penuh pertimbangan dan cerdas dalam berpikir sehingga seruan Islam lebih mudah diterima pada latar belakang masyarakat seperti Madinah daripada masyarakat yang berlatar belakang seperti Makkah. Selain itu, Islam memperoleh landasan yang lebih cocok di Madinah daripada di Makkah pada masa penyebarannya yang pertama. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempercepat dilakukannya hijrah oleh Nabi Muhammad SAW. Hijrah, yang mengakhiri periode Makkah dan merupakan awal periode Madinah, merupakan suatu hal penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Tahun-tahun penghinaan, penganiayaan, dan kegagalan telah berakhir, dan tahun-tahun keberhasilan telah dimulai. Nabi Muhammad SAW telah dihina dan dilecehkan oleh kaummnya di Makkah, sedangkan di Madinah Nabi Muhammad SAW diterima sebagai seorang pemimpin yang sangat dihormati.

(15)

Madinah lebih mudah dan lebih berhasil dibandingkan di Makkah. Di Madinah, kekuasaan serta kedudukan Nabi Muhammad SAW semakin besar dan Islam memperoleh landasan yang kuat dari hari ke hari. Nabi Muhammad SAW dengan bebas dapat menyampaikan dakwahnya diantara masyarakat yang sesat, dan pada akhirnya mereka mengikuti ajaran beliau.

Kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Madinah disambut baik oleh segenap kalangan masyarakat Madinah (Yatsrib) yang kemudian mengubah nama

kota ini menjadi “Madinatun Nabi”, artinya kota Nabi (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 46). Hal pertama yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Madinah ialah membangun sebuah masjid. Dalam membangun masjid tersebut, Nabi Muhammad SAW bekerja sebagaimana para pekerja lainnya. Masjid yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW berfungsi sebagai wadah kesatuan sosial muslim. Di masjid inilah Nabi Muhammad SAW beserta para pengikut dan sahabatnya melakukan shalat berjamaah, beribadah dan mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada para sahabatnya serta menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi. Masjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW mempunyai peranan penting dan besar artinya untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertahankan jiwa mereka dalam satu kesatuan.

Setelah memantapkan diri di Madinah, Nabi Muhammad SAW membawa keluarganya ke sana. Pada waktu kedatangan Nabi Muhammad SAW, Madinah didiami oleh beberapa kelompok masyarakat yang berbeda. Para pengikut setia Nabi Muhammad SAW yang telah meninggalkan kampung halaman mereka dan telah mengikuti Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dikenal dengan gelar Muhajirin atau para “Pengungsi”. Pengabdian para

Muhajirin terhadap Nabi Muhammad SAW sangat besar. Mereka bersedia berhijrah dan memutuskan ikatan persahabatan serta kekeluargaan dengan kaum Quraisy. Selain itu, para Muhajirin berani untuk menghadapi segala penderitaan dan cobaan dalam usaha menegakkan Islam.

Orang Madinah yang baru masuk Islam yang telah membantu Nabi Muhammad SAW baik dalam suka maupun duka menerima gelar Anshar atau

(16)

SAW di tengah-tengah mereka dan sesuai dengan perjanjian di Aqabah, mereka akan tetap berada di samping beliau baik dalam suka maupu duka. Kaum Anshar terlibat aktif dalam semua peperangan, dan pada beberapa kesempatan mereka memberi dana keuangan bagi tujuan Islam. Mereka menyediakan rumah dan makanan bagi para pengungsi atau para Muhajirin. Persaudaraan diantara kaum Anshar dan Muhajirin begitu akrab sehingga mereka dapat saling mewariskan harta kekayaan bila mereka meninggal.

Pada permulaan kedatangan Nabi Muhammad SAW, para penyembah berhala Madinah tidak berani untuk menjalankan aktivitas sesat mereka. Hal ini tampak jelas bahwa seluruh kelompok masyarakat, baik yang beriman maupun yang tidak beriman, siap untuk melindungi Nabi Muhammad SAW. Perkembangan Islam yang semakin pesat di Madinah telah mengakibatkan para penyembah berhala iri terhadap kedudukan Nabi Muhammad SAW. Abdullah ibnu Ubay merupakan seorang tokoh Yahudi Madinah yang menaruh benci dan iri hati atas supremasi politik Nabi Muhammad SAW. Abdullah ibnu Ubay terkenal licik dan mempunyai sejumlah pengikut yang terdiri dari orang-orang munafik yang berusaha menentang Nabi Muhammad SAW secara sembunyi-sembunyi. Abdullah ibnu Ubay ingin sekali memperoleh kekuasaan kedaulatan di Madinah. Segalanya sudah dipersiapkan untuk memperoleh kendali kekuasaan, tetapi kedatangan Nabi Muhammad SAW merupakan rintangan bagi semua rencananya.

Selain para penyembah berhala, ada juga kelompok yang tidak senang pada peranan Nabi Muhammad SAW yang meluas. Akan tetapi, antusiasme yang besar dari masyarakat Madinah terhadap ajaran Islam memaksa kelompok ini mengakui Islam secara nominal. Kelompok ini menentang Nabi Muhammad SAW secara rahasia. Oleh karena itu, mereka disebut kaummunafikun. Kelompok masyarakat ini lebih berbahaya daripada musuh yang terang-terangan.

(17)

menganggap bahwa mereka akan mampu membawa Nabi Muhammad SAW berada di pihaknya. Akan tetapi, ketika mereka menyadari bahwa harapan mereka tidak terpenuhi, sedikit demi sedikt mereka menarik dukunganya dan menjadi musuh utama Islam.

Setelah datang di Madinah, Nabi Muhammad SAW mencurahkan perhatiannya pada organisasi kenegaraan. Dalam perkembangannya, Nabi Muhammad SAW menjadi penguasa yang mutlak di Madinah. Selama enam bulan pertama di Madinah, beliau dibiarkan tidak diganggu. Akan tetapi, kekuasaan Nabi Muhammad SAW yang terus bertambah menimbulkan kecemburuan dan permusuhan kaum Quraisy yang cenderung ingin membinasakan Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya. Kemarahan kaum Quraisy menimpa pula orang Madinah yang memberi perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya di kota Madinah. Kaum Quraisy menyatakan umat Islam sebagai pemberontak dan mereka menginginkan untuk menghukum Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya.

Meskipun orang Madinah menerima misi Nabi Muhammad SAW, tapi keragu-raguan dan kecemburuan telah menguasai hati banyak orang. Mereka tidak menerima dengan ikhlas kekuasaan Nabi Muhammad SAW di Madinah dan mereka berusaha untuk mengusir Nabi Muhammad SAW dari negeri mereka. Orang Musyrik Madinah yang sebelumnya memihak Nabi Muhammad SAW, sekarang mereka bersekutu dengan Quraisy di bawah pimpinan Abdullah ibnu Ubay yang sejak awal berharap menjadi penguasa negeri Madinah tetapi terhalang oleh kedatangan Nabi Muhammad SAW. Kerjasama orang Musyrik Madinah yang munafik itu mulai menambah kekuatan musuh. Kaum Yahudi secara rahasia mulai berkomplot dengan kaum Quraisy untuk mengurangi kekuasaan Nabi Muhammad SAW yang terus menanjak. Di samping itu, kaum Quraisy sering melakukan penjarahan di luar kota Madinah.

(18)

Amar bin Hazrami, seorang pemimpin Quraisy. Peristiwa Nakhlah itu menyebabkan permusuhan semakin berkobar di antara kedua belah pihak. Pada waktu itu, desas-desus menyebar luas bahwa Abu Sufyan diserang umat Islam ketika ia kembali dari Syria. Karena itu, kaum Quraisy di bawah pimpinan Abu Jahal mengirim satu pasukan besar untuk menyerang Madinah. Ketika Nabi Muhammad SAW diberitahu tentang hal ini, beliau memanggil suatu dewan perang dan kemudian memutuskan untuk menyerang kafilah Abu Sufyan dalam perjalanan pulang dari Syria. Karena itu, pertempuran antara kaum Quraisy dan pengikut Nabi Muhammad SAW tidak bisa dihindarkan lagi. Peristiwa ini merupakan penyebab terjadinya suatu peperangan yang sangat besar antara pihak Nabi Muhammad SAW dengan kaum Quraisy, yang terkenal dengan perang Badar yang terjadi pada hari Jumat pagi, tanggal 17 Ramadhan 2 Hijriah atau tanggal 13 Maret 624 Masehi (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 52).

Perang Badar pada dasarnya merupakan konflik antara kekuatan cahaya dan kegelapan, antara kebenaran dan kepalsuan, cahaya atas kegelapan. Kemenangan pasukan Islam pada peperangan Badar atas kekuatan yang jumlahnya jauh lebih besar memberi harapan baru bagi umat Islam dan mendorong mereka untuk keberhasilan di masa depan. Dalam perang Badar ini, kekuatan Quraisy dihancurkan dan harga diri mereka dihinakan. Sementara itu, pengaruh Nabi Muhammad SAW dan kekuatan Islam semakin besar dan bahkan sampai ke luar Madinah. Perang Badar juga memberikan pengaruh yang besar terhadap orang Yahudi, begitu pula terhadap suku bangsa Badui yang berdekatan yang menyadari bahwa telah muncul di Arabia satu kekuatan yang tidak terkalahkan. Sebelumnya orang Yahudi sangat meremehkan umat Islam. Akan tetapi, sekarang mereka mulai merasakan kekuatan umat Islam. Untuk sementara waktu, orang tidak berani berlaku sombong terhadap Nabi Muhammad SAW. Perang Badar membantu umat Islam mengkonsolidasi kekuatan Islam di Madinah, dan memungkinkan mereka mampu menghadapi orang jahat dari kota itu dengan berani.

(19)

kaum Quraisy yang menganggapnya sebagai suatu ancaman besar bagi kepentingan politik dan perdagangan mereka. Di samping itu, munculnya Bani Hasyim di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW tidak menyenangkan bagi Bani Umayah. Oleh karena itu, konflik antara kedua cabang suku Quraisy yaitu Bani Hasyim dan Bani Umayah tidak bisa dielakkan lagi sehingga memunculkan serentetan peperangan-peperangan yang lainnya.

Kekalahan yang diderita oleh kaum Quraisy di peperangan Badar merupakan suatu pukulan yang hebat bagi mereka. Kaum Quraisy senantiasa teringat atas kehancuran mereka dan derita kekalahan pada perang Badar yang sangat memalukan mereka. Pemuka-pemuka mereka seperti Abu Jahal, Utbah, mati terbunuh dalam perang tersebut. Kekalahan mereka dalam perang Badar telah memunculkan rasa dendam yang besar terhadap kaum Muslimin. Dalam waktu yang singkat mereka berhasil menyusun kekuatan di Makkah. Abu Sufyan bersumpah bahwa ia tidak akan menyentuh perempuan sebelum kekalahan mereka terbalas. Selanjutnya pasukan kaum Quraisy menyiagakan diri dengan perlengkapan perang bahkan mereka mengundang suku-suku Badui bersekutu melawan musuh mereka yakni pasukan Muslim Madinah. Selain itu, kaum Quraisy bertekad untuk tidak membelanjakan semua harta kekayaan kafilah perniagaan agar nantinya dapat digunakan untuk membelanjai atau membiayai peperangan yang akan dilancarkan terhadap kaum Muslimin.

Kaum Quraisy sangat khawatir kalau kekalahannya pada perang Badar akan terulang lagi. Untuk melancarkan perang berikutnya mereka mengadakan persediaan yang besar. Dikumpulkanlah oleh Abu Sufyan 3000 pemanggul senjata terdiri dari orang-orang Quraisy, Arab Tihamah, Kinanah, Bani al Harits, Bani al Haun dan Bani al Mushtaliq. Keluarga (istri-istri) dari orang-orang besar Quraisy pun dibawa Abu Sufyan ke medan perang supaya mereka dapat menghalangi laki-laki yang melarikan diri dari medan perang. Membawa kaum wanita dengan maksud demikian, telah menjadi adat kebiasaan bagi bangsa Arab.

(20)

orang-orang yang dulu tidak ikut serta dalam perang Badar, mengusulkan kepada Nabi Muhammad SAW agar kaum Muslimin ke luar kota Madinah untuk menghadapi musuh di luar kota. Ada pula beberapa orang sahabat mengusulkan agar kaum Muslimin jangan ke luar kota Madinah, tetapi bertahan saja dalam kota Madinah, dan mengadakan perlawanan dan pembelaan dari rumah-rumah dan lorong-lorong kota.

Rasulullah sendiri cenderung kepada pendapat yang kedua, tetapi pendapat yang pertama banyak mendapat dukungan dari kaum Muslimin. Oleh karena itu keluarlah Rasulullah bersama 1000 orang pemanggul senjata yang terdiri dari kaum Muslimin untuk menghadapi musuh yang menyerang. Baru saja beliau berangkat timbullah keretakan dalam barisan kaum Muslimin. Seorang munafik bernama Abdullah ibnu Ubay mengundurkan diri dan kembali ke Madinah membawa sekelompok kaum munafik yang terdiri ± 300 tentara. Alasan Abdullah ibnu Ubay atas pengkhianatan yang dilakukannya ialah karena Nabi Muhammad SAW tidak menerima usulnya, melainkan hanya menerima usul pemuda-pemuda yang mengusulkan agar musuh dihadapi di luar kota.

Laskar tentara yang masih setia kepada Nabi Muhammad SAW terus berangkat bersama beliau. Akhirnya Nabi Muhammad SAW beserta laskar Muslimin sampai ke Bukit Uhud. Setelah itu Nabi mulai mengatur posisi atau penempatan laskar-laskar tersebut. Ada 50 orang laskar pemanah di bawah pimpinan Abdullah ibnu Jabir diletakkan oleh Nabi pada suatu tempat untuk menutup jalan laskar berkuda Quraisy karena menurut taktik perang, laskar kaum Quraisy dapat memutar jalannya masuk dari tempat itu untuk memukul kaum muslimin dari belakang (A. Syalabi, 1983: 175).

(21)

menyaksikan peristiwa itu segera menyerbu pasukan Muslimin dari garis belakang. Serangan tersebut membuat pasukan Muslimin mulai bercerai-berai dan melarikan diri dari medan tempur. Nabi Muhammad SAW berusaha membawa mereka kembali, tetapi gagal. Pada saat itu seorang pemuka kafir yang bernama Ibnu Kamia, sempat melemparkan batu ke arah Nabi Muhammad SAW yang mengakibatkan salah satu gigi depan Nabi Muhammad SAW patah. Beliau jatuh ke tanah dan desas-desus mulai menyebar bahwa Nabi Muhammad SAW telah terbunuh. Padahal sebenarnya Nabi Muhammad SAW hanya pingsan. Setelah beberapa menit kemudian, beliau siuman kembali dan dipapah menuju Bukit Uhud dimana sebagian besar anggota pasukan Muslim menunggunya. Pasukannya sangat gembira karena mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW masih hidup (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 60).

Akibat perang Uhud ini, 70 tentara Muslim gugur dalam pertempuran itu dan dari pihak musuh terdapat 23 orang yang terbunuh. Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan menyobek perut Hamzah bin Abdul Muthalib kemudian mengeluarkan hatinya dan mengunyahnya untuk memuaskan rasa balas dendamnya atas kematian ayahnya yang terbunuh oleh Hamzah dalam perang Badar.

Kecakapan dan taktik militer Khalid bin Walid, hembusan angin yang kencang, pasukan Muslim yang kurang disiplin, dan kelalaian para serdadu Muslim terhadap tugas, merupakan faktor utama kekalahan kaum Muslim dalam perang Uhud. Khalid bin Walid, seorang pemimpin Quraisy, menyerbu pasukan Islam pada saat yang tepat, yaitu saat mereka meninggalkan tempat strategis yang paling penting bagi perang. Selain itu, pasukan Muslim tidak bisa membedakan antara kawan dan lawan karena hembusan angin yang kencang.

(22)

mengejek dan mencemoohkan kaum Muslimin. Kondisi demikian tidak menyebabkan kaum Muslimin menjadi lemah dan terus berusaha dengan sekuatnya untuk menghilangkan kesan-kesan kekalahan yang telah dialami oleh kaum Muslimin dalam perang Uhud. Kaum Muslimin ingin memperlihatkan kepada kaum Quraisy bahwa mereka masih unggul dan kuat.

Meskipun umat Islam dikalahkan dalam perang Uhud, namun mereka dapat memperoleh kembali kedudukan semula, bahkan memperbaikinya pada bulan-bulan berikutnya. Kaum Quraisy tidak dapat membanggakan diri dengan kekuatan umat Islam Madinah yang terus bertambah. Mereka mengetahui bahwa kekuatan umat Islam yang terus bertambah merupakan ancaman bagi kedudukan sosial, agama, dan juga kemajuan perdagangan mereka. Setelah perang Uhud berakhir, golongan Yahudi yakni Bani Nadzir diusir dari Madinah oleh kaum Muslim Madinah karena pengkhianatan dan kejahatan mereka, dan sejak itu mereka menghasut orang Quraisy dan Badui untuk melawan orang Islam.

Perang Uhud telah memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat Islam khususnya dan masyarakat di Jazirah Arab pada umumnya bahwa perintah seorang Rasulullah harus ditaati karena apa yang disabdakan oleh Rasulullah merupakan suatu petunjuk kebenaran. Selain itu, perang Uhud juga telah membawa suatu perubahan-perubahan yang lain, misalnya perubahan dalam strategi militer. Kekalahan pasukan Muslimin dalam perang Uhud tidak menjadikan pasukan Muslimin lemah tetapi memberikan suatu motivasi untuk menyusun strategi-strategi baru dalam bidang kemiliteran untuk memerangi musuh-musuh Islam.

(23)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar belakang terjadinya perang Uhud?

2. Bagaimanakah dampak perang Uhud terhadap perkembangan ajaran agama Islam di Jazirah Arab?

3. Bagaimanakah pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer tentara Muslim?

4. Bagaimanakah sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai perang Uhud?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya perang Uhud.

2. Untuk mengetahui perkembangan ajaran agama Islam di Jazirah Arab setelah perang Uhud.

3. Untuk mengetahui pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer tentara Muslim.

4. Untuk mengetahui sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai perang Uhud.

D. Manfaat Penelitian

Dalam mengadakan penelitian penulis berharap dapat memberikan suatu kemanfaatan bagi dunia pendidikan. Adapun manfaat dari penelitian ini penulis golongkan menjadi dua yaitu:

1. Manfaat Teoritis

(24)

b. Sebagai salah satu sumber bagi penelitian-penelitian selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan kemanfaatan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Dapat menambah khasanah pustaka baik program Pendidikan Sejarah,

(25)

12

A. Kajian Pustaka

1. Konflik a. Pengertian Konflik

Kata konflik berasal dari kata Latin confligere yang berarti “saling memukul”. Dalam pengertian sosiologis, konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang terdiri dari dua orang atau kelompok yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghacurkanya atau membuatnya tidak berdaya. Jenis bentrokan yang paling sering terjadi di dalam kehidupan manusia ialah perang dengan menggunakan senjata yang ditandai dengan dua atau lebih dari suku bangsa yang saling bertempur dengan maksud mengahancurkan pihak lawan (D. Hendropuspito OC, 1989: 247).

Menurut Kartini Kartono (1988: 173), definisi konflik berasal dari kata

confligere, conflictum, yang artinya semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonistis atau bertentangan. Sedangkan menurut Clinton F. Fink yang dikutip oleh Kartini Kartono (1988: 173), definisi konflik adalah:

1) Relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interest-interest eksklusif yang tidak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur nilai yang berbeda.

2) Interaksi yang antagonis, mencakup: tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan yang halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan, perjuangan tidak terkontrol, benturan latent, pemogokan, huru-hara, makar, gerilya perang dan lain-lain.

(26)

bermasyarakat karena konflik merupakan salah satu produk dari hubungan sosial (social relations).

Konflik juga dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pertentangan atau perbedaan pendapat antara paling tidak dua orang atau kelompok. Konflik seperti ini dapat dinamakan konflik lisan atau konflik non-fisik. Apabila konflik tersebut tidak dapat diselesaikan, maka dapat berubah menjadi konflik fisik, yaitu suatu konflik yang melibatkan benda-benda fisik dalam menyelesaikan perbedaan pendapat diantara dua orang atau kelompok.

Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary of the

English Language yang dikutip oleh Dean G. Pruitt dan Jeffery Z. Rubin (2004: 9), istilah “conflict” berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan”,

yaitu suatu bentuk konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Konflik merupakan persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan, artinya sulit untuk menemukan suatu titik temu dalam menyelaraskan aspirasi pihak yang sedang berkonflik.

Berdasarkan beberapa definisi tentang konflik, Margaret M. Poloma (2003: 107) menyatakan bahwa:

Konflik merupakan bentuk interaksi bahwa tempat, waktu serta intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan sebagaimana dengan isi segitiga yang berubah. Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.

(27)

(out group conflict) juga mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi. Semakin besar permusuhan terhadap kelompok luar, maka semakin besar pula adanya proses integrasi di dalam suatu solidaritas kelompok untuk membentuk kekuatan dalam mengahadapi pihak lawan atau musuh (phil. Astrid S. Susanto, 1999: 103).

Konflik atau pertentangan yang terdapat di dalam masyarakat mengenal beberapa fase, yaitu fase disorganisasi dan fase disintegrasi. Suatu kelompok sosial yang selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial, maka pertentangan akan berkisar pada penyesuaian diri atau penolakan dari faktor-faktor sosial tersebut. Sebagian besar konflik muncul dalam posisi yang saling bertentangan dalam berbagai masalah yang dihadapi oleh kelompok yang berkonflik. Masing-masing kelompok yang terlibat dalam konflik mempunyai tujuan tertentu, misalnya mempertahankankan atau memperluas wilayah maupun demi kepentingan keamanan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik merupakan suatu bentuk pertentangan, pertikaian dan perbedaan pendapat antara dua orang atau kelompok yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan sehingga mengakibatkan pihak yang satu berusaha untuk menyingkirkan pihak yang lain dengan berbagai cara.

Konflik yang terjadi di dalam perang Uhud pada dasarnya merupakan konflik antara Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya dengan kaum Musyrikin Makkah atau kaum Quraisy. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy dalam peristiwa perang Badar. Kaum Quraisy menderita kerugian yang besar atas kekalahan mereka dalam perang Badar sehingga memicu keinginan untuk melakukan balas dendam terhadap kaum Muslimin.

b. Ciri-ciri Konflik

(28)

1) Ada dua atau lebih pihak yang terlibat, yakni melibatkan orang atau pihak lain yang berjumlah minimal satu sehingga ada pihak lain yang menjadi saingan.

2) Adanya keterlibatan dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi, yakni bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik secara terang-terangan menunjukkan sikap yang berlawanan dengan yang lain sehingga menimbulkan reaksi pertentangan dan permusuhan dari pihak lain.

3) Adanya penggunaan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan, melukai, dan mengahalangi lawannya. Pada ciri ini didasarkan atas pandangan bahwa konflik selalu bersifat konflik fisik.

4) Konflik merupakan sebuah tingkah laku yang nyata dan dapat diamati. Konflik haruslah berwujud tindakan (behavior) yang berbentuk tindakan-tindakan konkret. Oleh karena itu, pertentangan antara dua orang yang hanya ada dalam pikiran masing-masing tidak dapat disebut konflik.

c. Jenis-jenis Konflik

Menurut Maswadi Rauf (2001: 6), dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik maka konflik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Konflik individual, yakni konflik yang terjadi antara dua orang yang tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor penyebab konflik ini adalah masalah pribadi sehingga yang terlibat dalam konflik hanyalah orang-orang yang bersangkutan saja.

(29)

Menurut Coser yang dikutip oleh Margaret M. Poloma (2003: 107), konflik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1) Konflik realistis, adalah konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terdapat di dalam hubungan masyarakat dan kekecewaan tersebut ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan.

2) Konflik yang tidak realistis, adalah konflik yang bukan berasal dari persaingan antara kedua belah pihak tetapi dari kebutuhan untuk meredakan masalah, paling tidak dari salah satu pihak.

Konflik yang terjadi di dalam perang Uhud dapat digolongkan ke dalam jenis konflik kelompok yaitu konflik yang terjadi antara kaum Quraisy dengan kaum Muslimin. Selain itu, konflik yang terjadi antara kaum Quraisy dan kaum Muslimin juga dapat digolongkan ke dalam konflik realistis yaitu konflik tersebut bersumber dari kekecewaan yang dialami oleh kaum Quraisy akibat kekalahan kaum Quraisy dalam perang Badar.

d. Penyebab Terjadinya Konflik

Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah hal-hal yang terjadi pada tingkat individual (Maurice Duverger, 2003: 175-176). Duverger juga menyinggung rasa frustasi sebagai penyebab terjadinya konflik. Orang frustasi lebih mudah terlibat dalam konflik dengan pihak lain yang dianggap sebagai penyebab frustasi tersebut.

Konflik juga bisa disebabkan karena adanya persaingan atau kompetisi yang terjadi dalam suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi, tidak sepenuhnya konflik muncul karena adanya persaingan diantara kelompok. Konflik bisa disebabkan karena adanya perbedaan pendirian antara kelompok termasuk tujuan yang hendak dicapai.

(30)

dianutnya adalah yang terbaik bagi semua orang, di samping alasan untuk mendominasi. Oleh karena itu, kecenderungan manusia untuk menarik orang lain agar menganut ideologi atau agama yang dianutnya merupakan salah satu sumber konflik terpenting dalam masyarakat (Maswadi Rauf, 2001: 7).

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 76-78), terdapat dua hal yang menjadi sumber terjadinya konflik yaitu:

1) Adanya orang-orang yang menduduki posisi-posisi tertinggi, sehingga kepentingan mereka berbeda dengan golongan yang menduduki posisi yang lebih rendah.

2) Ada golongan-golongan tertentu yang lebih disukai daripada golongan-golongan lain dalam kelompok tersebut.

Berkaitan dengan perang Uhud maka penyebab konflik perang Uhud adalah karena keinginan untuk melakukan balas dendam dari pihak Quraisy Makkah terhadap Muslim Madinah akibat kekalahan yang dialami oleh pihak Quraisy pada saat perang Badar. Semenjak kekalahan Quraisy dalam perang Badar, pihak Quraisy semakin membenci kaum Muslimin dan berusaha untuk menghancurkan kaum Muslimin khususnya Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya.

e. Akibat Konflik

Terlepas dari teori konflik yang menganggap konflik bernilai positif, sejarah dan kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa konflik fisik selalu mendatangkan akibat negatif. Bentrokan antara individu dengan individu, kerabat dengan kerabat, suku dengan suku, bangsa dengan bangsa, golongan agama yang satu dengan agama yang lain, umumnya mendatangkan penderitaan bagi kedua belah pihak yang terlibat, seperti korban jiwa, material dan spiritual serta berkobarnya kebencian dan balas dendam.

(31)

kemacetan. Apabila konflik terjadi di suatu negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bersifat separatif, konflik juga menghambat persatuan bangsa serta integrasi sosial dan nasional (D. Hendropuspito OC, 1989: 249).

Konflik yang terjadi dalam perang Uhud telah memunculkan berbagai akibat yang merugikan bagi pasukan Muslimin. Kekalahan yang dialami oleh pasukan Muslimin dalam perang Uhud tidak hanya menyebabkan kerugian secara materiil. Akan tetapi, juga berdampak pada melemahnya semangat pasukan Muslimin. Meskipun pasukan Muslimin mengalami cobaan yang besar akibat kekalahan dalam perang Uhud, namun pasukan Muslimin tidak pantang menyerah. Setelah perang Uhud berakhir, pasukan Muslimin menghimpun kekuatan militer dan menciptakan strategi perang yang baru dalam menghadapi pihak musuh. Usaha pasukan Muslimin untuk membalas kekalahan dalam perang Uhud tidak sia-sia. Hal tersebut terbukti dengan kemenangan yang diperoleh pasukan Muslimin saat menghadapi pihak Quraisy dalam perang Ahzab dengan menggunakan strategi perang parit.

f. Cara Penyelesaian Konflik

Menurut D. Hendropuspito OC (1989: 250-251), ada 5 cara penyelesaian konflik yang lazim dipakai, yaitu:

1) Konsiliasi atau perdamaian (conciliatio), yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses ini, pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ketiga. Namun dalam hal lain, pihak ketiga tidak bertugas secara menyeluruh dan tuntas. Ia hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik kepada kedua belah pihak yang berselisih untuk menghentikan persengketaan.

(32)

memberikan keputusan yang mengikat, keputusannya hanya bersifat konsultatif. Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.

3) Arbitrasi (arbitrium), yaitu suatu cara penyelesaian konflik melalui pengadilan dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Abitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati.

4) Paksaan (coersion), yaitu suatu cara penyelesaian konflik atau pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah.

5) Detente, yaitu suatu cara penyelesaian konflik dengan mengurangi hubungan ketegangan antara dua pihak yang bertikai. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka pembicaraan tentang langkah-langkah mencapai perdamaian. Dalam hal ini, belum ada penyelesaian secaradefinitifdan belum ada pihak yang dinyatakan kalah atau menang.

Menurut Maswadi Rauf (2001: 10-12), ada dua cara penyelesaian konflik, yaitu:

(33)

2) Penyelesaian secara koersif (coersive), yaitu suatu cara penyelesaian konflik dengan menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Cara koersif menghasilkan penyelesaian konflik dengan kualitas yang rendah karena konflik sebenarnya belum selesai secara tuntas. Titik temu atau mufakat terbentuk secara terpaksa sehingga pihak yang lebih lemah menyetujui pendapat yang lebih kuat tidak atas dasar kesadaran dan keinginan sendiri.

Konflik yang terjadi dalam perang Uhud diselesaikan secara koersif, yaitu penyelesaian konflik dengan menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Hal tersebut terbukti dengan adanya sejumlah perlawanan-perlawanan yang berasal dari kaum Muslimin maupun kaum Quraisy. Kedua kelompok tersebut saling beradu kekuatan dengan kepentingan yang berbeda-beda. Kaum Quraisy memiliki ambisi yang besar untuk menghancurkan Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya yang telah mengalahkan mereka dalam perang Badar. Selain itu, kaum Quraisy juga memiliki keinginan yang kuat untuk memperluas daerah kekuasaan mereka sampai wilayah Madinah. Sementara itu, kaum Muslimin memiliki tujuan untuk menegakkan kebenaran di atas kebathilan dengan berusaha menyebarkan agama Islam yang merupakan wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

2. Agama Islam a. Pengertian Agama Islam

Agama bukan berasal dari bahasa Arab, sebab dalam bahasa Arab tidak

dikenal istilah “Ga”. Dalam bahasa Arab dikenal istilah “Addin” artinya

kepatuhan, kekuasaan atau kecenderungan. Menurut bahasa Sansekerta, agama

berasal dari gabungan kata “a” artinya tidak dan “gama” artinya kacau sehingga

(34)

terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan (Aminuddin, 2002: 12-13).

Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya (U. Maman Kh, 2006: 93).

Agama merupakan produk kebudayaan atau pengembangan dari aktivitas manusia sebagai makhluk pencipta kebudayan. Menurut pandangan sarjana sosiologi, agama bisa dianggap sebagai suatu sarana kebudayaan bagi manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya termasuk dirinya sendiri, anggota-anggota kelompoknya, alam, dan lingkungan lain yang dia rasakan sebagai sesuatu yang transendental (tidak terjangkau oleh penalaran manusia) (Elizabeth K. Nottingham,1994: 9).

Agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi, dan membantu manusia untuk mengenal dan menghargai sesuatu yang sakral lewat pengalaman beragama (religious experience), yaitu penghayatan kepada Tuhan sehingga manusia menjadi memiliki kesanggupan, kemampuan dan kepekaan rasa untuk mengenal dan memahami eksistensi sang illahi.

Berpijak dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut agama adalah kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan.

Menurut pengertian secara istilah, Islam berarti damai atau selamat, artinya agama itu membawa kedamaian dan keselamatan bagi dunia, baik yang menganut maupun yangtidak menganut agama Islam (Abu Su’ud,2003: 137).

(35)

diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diakui oleh seluruh Nabi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW (Ahmad Khurshid, 1989: 3).

Hal yang sama mengenai definisi Islam diungkapkan oleh Aminuddin (2002: 14) yang menyatakan bahwa:

Islamberasal dari kata “salima” artinya selamat sejahtera dan “aslama”

artinya patuh dan taat. Ada juga yang berpendapat bahwa Islam berasal

dari kata “as-salmu”, “as-silmu”, “as-salamu” dan “as-salamatu” yang

berarti selamat dan bersih dari kecacatan lahir dan batin, aman dan damai, tunduk dan taat. Agama Islam dengan demikian dapat diartikan sebagai agama selamat sentosa atau agama yang bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin, agama yang aman dan damai atau agama yang berdasar kepada tunduk dan taat.

Menurut Endang Saifuddin Anshari (1980: 23), Agama Islam adalah agama wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia, sepanjang masa dan di setiap tempat. Islam merupakan suatu sistem keyakinan dan tata ketentuan yang mengatur segala aspek kehidupan manusia dalam berbagai hubungan, baik hubungan manusia dengan Tuhan maupun hubungan manusia dengan sesama manusia, ataupun hubungan manusia dengan alam lainnya, yang bertujuan untuk mencari keridhaan Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Islam adalah agama kebenaran, melingkupi segala aspek kehidupan yang diwahyukan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia agar dijadikan sebagai tuntunan hidup. Guna menopang perkembangannya, manusia memerlukan dua hal pokok, yaitu: (1) sumber daya untuk mencukupi kebutuhan materi bagi pribadi dan masyarakat, (2) pengetahuan tentang prinsip-prinsip perilaku dan masyarakat sehingga manusia dapat memenuhi keperluan sendiri serta menjaga keadilan dan ketenangan dalam kehidupan manusia.

(36)

disembah; (2) kitab-kitab suci yang merupakan pokok ajaran agama-agama terdahulu, yang terdiri dari Taurat, Injil, dan Quran; (3) para malaikat, yaitu jenis makhluk rohani yang bertugas untuk melaksanakan seluruh karsa atau kemauan Allah dalam melaksanakan kekuasaan terhadap hamba Allah lainnya; (4) Rasulullah, yaitu para nabi yang sekaligus bertugas untuk menyebarluaskan agama Allah; (5) meyakini akan datangnya hari kiamat, yaitu hari kebangkitan kembali seluruh umat manusia setelah masa kehancuran, untuk mempertanggungjawabkan seluruh amalan dalam hidup, dan terakhir adalah beriman terhadap adanya (6) qadla dan qadar, yaitu ketentuan atas nasib baik atau buruk dari makhluk yang berada di tangan Allah (Abu Su’ud,2003: 142).

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan agama Islam adalah suatu kepercayaan untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diwahyukan Allah kepada manusia dengan perantaraan Rasul. Agama Islam dapat didefinisikan pula sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang tertera dalam

Al-Qur’an dan As-Sunnah berupa perintah, larangan serta petunjuk untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

b. Dasar Pokok Agama Islam

Menurut Ahmad Khurshid (1989: 17), agama Islam mempunyai dasar pokok diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Percaya akan keesaan Allah.

2) Percaya akan kerasulan Muhammad SAW serta kepada ajaran yang disampaikaanya.

3) Percaya akan kehidupan sesudah mati serta pertanggungjawaban di depan Allah di hari kiamat kelak.

c. Sumber Ajaran Agama Islam

(37)

1) Al-Qur’an

Al-Qur’an menurut bahasa mempunyai arti yang bermacam -macam, salah satunya menurut pendapat yang lebih kuat adalah bahwa Al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an juga mempunyai beberapa definisi yaitu firman Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril yang disampaikan kepada kita dan diperintahkan untuk membacanya, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.

2) Hadist / Sunnah

Pengertian hadist secara luas ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW atau para sahabat Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) maupun sifat dan keadaannya. 3) Ijtihad

Ijtihad menurut bahasa berarti mengerjakan sesuatu dengan penuh kesungguhan. Sedangkan menurut istilah, yang disebut ijtihad adalah menetapkan hukum terhadap masalah-masalah baru yang ketetapan hukumnya belum ada. Keberadaan ijtihad diakui sebagai salah satu sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Hadist.

Nabi Muhammad SAW pernah menetapkan hukum dengan ijtihad dan memberi fatwa bukan melalui wahyu, terutama terhadap masalah-masalah yang tidak terkait dengan halal dan haram. Dalam hal ini, ijtihad Nabi Muhammad SAW adakalanya benar dan adakalanya salah. Rasulullah ditegur oleh Allah SWT melalui wahyu apabila ijtihadnya salah. Salah satu contohnya adalah kasus Khawlah binti

Tsa’labah yang telah mendapat pernyataanzhihardari suaminya Aus ibn

(38)

SAW ini mendapat teguran dengan turunnya Q.S. Al-Mujadilah ayat 1-4, yang menjelaskan bahwazhihar itu tidak termasuk talak. Suami yang telah mengucapkan kalimat zhihar kepada istrinya harus melakukan

kafarat atau sanksi sesuai dengan yang disebutkan oleh Q.S. Al-Mujadilah ayat 1-4, salah satunya adalah dengan memerdekakan seorang budak sebelum suami ingin mencampuri istrinya (Supiana dan M. Karman, 2001: 278).

Ijtihad sebagai salah satu hukum Islam ketiga setelah

Al-Qur’an dan Hadist memiliki bebarapa bentuk, diantaranya adalah sebagai berikut:

(1)Ijma’

Ijma’ menurut bahasa artinya berkumpul. Sedangkan menurut

istilah adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad (mujtahid) dalam menetapkan hukum suatu masalah atau kejadian yang belum ada ketentuan hukumnya berdasarkan kepada dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist. Hukum yang ditetapkan oleh seluruh mujtahid

pada dasarnya adalah hukum yang dikehendaki umat. Oleh sebab itu,

mujtahid dijadikan sebagai wakil dari umat dalam menetapkan hukum (Aminuddin, 2002: 65).

(2) Qiyas

Qiyasmenurut bahasa berarti mengukur atau mempersamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut istilah, qiyas berarti menetapkan hukum suatu masalah atau kejadian yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan suatu masalah yang sudah ada ketentuan hukumnya.

(39)

d. Fungsi Agama Islam

Menurut Faridi (2002: 18), fungsi agama Islam baik bagi perorangan (individu) maupun bagi masyarakat (sosial) diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Menghormati akal sekaligus memfungsikannya secara baik, agar manusia dapat berpikir cerdas tentang kejadian alam semesta serta dapat mengambil pelajaran dari alam, bahwa kejadian terbentuknya alam yang indah menjadi bukti nyata atas kekuasaan Allah Yang Maha Besar, Pencipta Alam dan pengaturnya.

2) Menyinari jiwa agar tunduk kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

3) Menyucikan hati manusia agar berakhlakul karimah sehingga ia hidup dalam ketenangan baik jasmani maupun rohani.

4) Menjadi obor penerang agar manusia dapat menempuh jalan kebaikan, itulah sebabnya diadakan tata cara berhubungan dengan Allah SWT, masyarakat dan keluarga.

5) Menjamin kebaikan bagi seluruh masyarakat agar kehidupan tetap stabil.

(40)

masih menyembah berhala. Meskipun demikian, mereka juga menyambut dengan baik kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah.

Agama Islam dapat berkembang dengan pesat di Madinah karena masyarakat Madinah sejak awal sudah terkondisikan untuk menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW. Di Madinah, Nabi Muhammad SAW tidak mendapatkan kesulitan dalam menyebarkan agama Islam, menyampaikan petunjuk-petunjuk Islam kepada masyarakat yang tersesat hingga pada akhirnya mereka memeluk agama Islam.

3. Strategi Militer a. Pengertian Strategi

Strategi berasal dari kata Yunani yaitu strategisyang diartikan sebagai seni (the art of the general). Jauh sebelum abad ke-19 nampak bahwa kemenangan suatu bangsa atas peperangan banyak tergantung pada adanya panglima-panglima perang yang ulung dan bijaksana (Lemhamnas, 1980: 116).

Menurut Liddle Hart yang dikutip Lemhamnas (1980: 116), seorang ilmuwan dari Inggris yang hidup dalam abad ke-20 dan telah mempelajari sejarah perang secara global, mengatakan bahwa strategi adalah seni untuk mendistribusikan dan menggunakan sarana-sarana militer untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Strategi juga dapat diartikan sebagai suatu seni perang, khususnya mengenai perencanaan gerakan pasukan, kapal, dan sebagainya menuju posisi yang layak.

Menurut Ali Moertopo (1974: 4), strategi adalah hasil suatu interaksi yang kompleks antara elemen-elemen metafisis, sosiologis, praktis maupun yang bersifat teknis mekanistis.

(41)

mana yang akan diambil atau dipilih kelak, guna menghadapi realisasi dari setiap kemungkina tersebut (T. May Rudy, 2002: 1).

Berdasarkan beberapa pendapat tentang definisi strategi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pada dasarnya merupakan suatu kerangka rencana dan tindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaian pentahapan yang masing-masing merupakan jawaban yang optimal terhadap tantangan-tantangan baru yang mungkin terjadi sebagai akibat dari langkah sebelumnya dan keseluruhan proses ini terjadi dalam suatu arah tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam abad modern sekarang ini, arti strategi telah meluas jauh dari artinya semula menurut pengertian militer. Pengertian strategi tidak lagi terbatas pada konsep ataupun seni seorang panglima di masa perang, tetapi sudah berkembang dan menjadi tanggungjawab dari seorang pimpinan. Terdapat beberapa rumusan tentang strategi, tetapi dari rumusan-rumusan yang ada tersebut tetap ada persamaan pandangan bahwa strategi tidak boleh lepas dari politik dan bahwa strategi tidak dapat berdiri sendiri.

Pada umumnya, strategi disusun atas tiga bagian yang terpisah, yaitu: 1) Sasaran yang direncanakan

Sasaran dari suatu strategi bisa bersifatofensifmaupundefensif

dan dalam banyak hal dinyatakan untuk menjamin dan mempertahankan status quo, baik politically ataupun territorially. Oleh karena itu, pencapaian sasaran-sasaran strategi tidak bergantung kepada kemenangan militer.

2) Sarana-sarana yang tersedia untuk melaksanakannya

Sarana yang dikembangkan bagi realisasi atas sasaran dapat juga memberikan refleksi pada strategi tertentu dan dapat ditambahkan pula bahwa dalam menyediakan sarana-sarana untuk suatu strategi tidak harus memerlukan keterlibatan aksi-aksi militer.

(42)

Menyusun strategi memerlukan formulasi dari suatu program untuk pencapaian sasaran-sasaran yang direncanakan.

(Piet Ngantung, 1975: 11)

Strategi merupakan sebuah metode yang khusus untuk mencapai suatu tujuan yang objektif dan menemukan kebutuhan atau keinginan yang baru. Oleh karena itu, diperlukan suatu taktik untuk mewujudkan strategi. Perbedaan antara strategi dengan taktik sangat tipis karena taktik pada dasarnya merupakan bagian dari strategi.

Taktik merupakan suatu proses atau sumber yang disusun oleh strategi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Taktik hanya berlaku dalam kurun waktu yang pendek atau jangka waktu yang singkat sehingga dapat pula dikatakan bahwa apa yang disebut strategi dalam suatu tingkat atau level tertentu adalah merupakan taktik pada tingkat atau level yang lebih tinggi. Penyusunan taktik sendiri berfokus pada perbuatan atau tindakan dan juga perencanaan serta pengimplementasiannya tanpa memandang tujuan akhir yang ingin dicapai. Taktik hanya berlaku selama kurun waktu tertentu saja sehingga seseorang yang menyusun strategi untuk jangka waktu panjang maka ia harus pula menyusun taktik untuk menyiasati problem-problem dan saingan-saingan yang mungkin akan dihadapi dalam kurun waktu yang relatif singkat.

Istilah strategi maupun taktik sangat identik dengan perang dan pertempuran. Seperti halnya strategi dan taktik, antara perang dan pertempuran juga terdapat perbedaan yang sangat tipis. Menurut Oppenheim dalam G.P.H. Haryomataram (1994: 4), perang merupakan persengketaan antara dua negara dengan maksud menguasai lawan dan membangun kondisi perdamaian seperti yang diinginkan oleh pihak yang mendapatkan kemenangan. Perang juga dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi persengketaan bersenjata antara dua negara atau lebih yang melibatkan semua aspek kehidupan sosial untuk mengalahkan pihak musuh dengan tujuan untuk mewujudkan suatu perdamaian.

(43)

maka perdamaian akan mudah untuk diwujudkan. Akan tetapi, jika pihak yang kalah tidak bersedia menerima syarat-syarat perdamaian yang diajukan oleh pihak yang menang, maka kemungkinan besar perang sulit untuk diselesaikan bahkan bisa terjadi peperangan yang berkepanjangan diantara kedua belak pihak yang bertikai.

Pertempuran pada dasarnya merupakan bagian dari perang. Pertempuran dan perang sama-sama merupakan persengketaan diantara pihak-pihak yang saling bermusuhan dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Akan tetapi, di dalam pertempuran tidak melibatkan semua aspek kehidupan sosial seperti yang terjadi di dalam perang. Pertempuran hanya melibatkan kelompok-kelompok militer dalam usaha untuk menjatuhkan pihak lawan. Ruang lingkup pertempuran lebih kecil jika dibandingkan dengan perang. Biasanya pertempuran hanya terjadi di dalam suatu negara tertentu dan tidak melibatkan dua negara atau lebih seperti yang terjadi dalam perang.

Berdasarkan konsep mengenai perang dan pertempuran, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peristiwa Uhud merupakan perang bukan pertempuran karena di dalam perang Uhud semua aspek kehidupan sosial baik agama maupun militer dilibatkan untuk mengalahkan kaum Quraisy.

b. Konsep Militer

Menurut Amos Perltmutter (1988: 2), militer merupakan sebuah organisasi yang sering melayani kepentingan umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi itu. Militer adalah suatu organisasi sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu pekerjaan di dalamnya, namun juga bersifat memaksa karena para anggotanya tidak bebas untuk membentuk suatu hierarki birokrasi. Suatu kekuatan militer memerlukan pengetahuan yang mendalam untuk mampu mengorganisir, merencanakan dan mengarahkan aktivitasnya, baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan damai.

(44)

kebijaksanaan. Pada tingkat pengambilan keputusan, biasanya militer bekerja dalam satu kesatuan dengan para elite politik ( Louis Irving Horowitz, 1985: 8).

Birokrasi militer seringkali tampil dan berfungsi sebagai unsur penentu yang dominan di dalam masyarakat. Selain itu, birokrasi militer juga merupakan sebuah unsur yang menjamin otonomi suatu negara tertentu. Hal ini sangat beralasan karena secara ekonomis elit militer lebih mungkin melepaskan diri dari kelas dominan tertentu yang ada di dalam masyarakat daripada kaum birokrat sipil. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya unsur kekuatan untuk menghancurkan aliansi atau persekutuan antarkelas baik internal maupun eksternal yang menghambat jalannya perkembangan suatu bangsa (Louis Irving Horowitz, 1985: 221).

c. Konsep Strategi Militer

Strategi dalam istilah militer menunjukkan pemanfaatan praktis atas semua sumber daya yang tersedia yang dimiliki oleh suatu negeri untuk mencapai tujuannya dengan cara militer. Apabila terjadi pertentangan kepentingan maka pertentangan tersebut dapat diselesaikan dengan jalan damai, tetapi jika pada pihak lain kemungkinan untuk mencapai pemecahan secara damai telah hilang maka satu-satunya pemecahan yang tersisa adalah tindakan militer (Afzalur Rahman, 2002: 39).

Menurut Clausewitz yang dikutip oleh Afzalur Rahman (2002: 39), terdapat lima unsur yang membentuk strategi militer, yaitu:

1) Unsur psikologi dan moral.

2) Adanya organisasi kekuatan militer.

3) Posisi dan gerakan pasukan dan hubungannya dengan rintangan dan tujuan, misalnya situasi medan pertempuran.

4) Medan pertempuran. 5) Adanya jalur logistik.

(45)

terbentuknya suatu strategi militer. Clausewitz juga memberikan penekanan pada pentingnya memiliki posisi yang lebih baik di medan pertempuran.

Dalam mengembangkan suatu strategi militer, perlu diperhatikan bahwa strategi militer merupakan pernyataan yang jelas tentang semua sasaran-sasaran militer yang ingin dicapai oleh pemerintah dengan menggunakan kekuatan militer (military power) dalam suatu jangkauan waktu yang ditentukan. Kekuatan militer disini adalah suatu keseimbangan (balance) antara tenaga manusia (manpower) dan peralatan (equipment) sedemikian rupa sehingga dapat disediakan suatu

“Military Force” (kekuatan militer) yang diperlukan untuk jangkauan suatu periode strategis (Piet Ngantung, 1975: 58-59).

Kekuatan militer senantiasa terwujud sebagai hasil kombinasi yang sesuai antara unit-unit militer dengan persenjataan dan perlengkapan militer dihubungkan dengan keperluannya untuk mendukung strategi militer. Sedangkan yang dimaksud dengan keseimbangan berkisar pada perbandingan dari tenaga manusia dengan senjata dan perlengkapan yang dibutuhkan dan yang dapat diperoleh.

Nabi Muhammad SAW dapat dikatakan sebagai guru pertama ilmu militer dalam Islam yang membuat rencana strategi perang, membuat suatu taktik, dan mengadakan operasi militer. Nabi Muhammad SAW membuat sendiri strategi perangnya dan menerapkan strategi tersebut kepada pasukannya sendiri untuk mengalahkan rencana dan taktik musuh. Nabi Muhammad SAW mampu membuat kejutan terhadap musuhnya dengan gerakan strategisnya dalam setiap pertempuran dan tidak pernah melakukan taktik strategi yang sama dalam dua pertempuran. Beliau selalu melakukan serangan dengan sangat rahasia dan tidak pernah membiarkan musuhnya mengetahui maksudnya sampai beliau benar-benar berada di medan pertempuran (Afzalur Rahman, 2002: 47).

(46)

tidak memberikan perlawanan di medan perang tidak dibunuh, tetapi hanya dijadikan sebagai tawanan perang. Nabi Muhammad SAW tidak pernah panik atau memperlihatkan ketidakberdayaan di medan pertempuran. Hal tersebut dapat dilihat pada peristiwa perang Uhud yaitu ketika pasukan panah meninggalkan kedudukannya dan melanggar perintah yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, tiba-tiba musuh menyerang dari semua jurusan sehingga pasukan Muhammad mulai mundur dalam keadaan kacau dan berantakan. Meskipun dalam kondisi demikian, beliau tetap tenang dan penuh kepercayaan seperti sebelumnya, memanggil prajuritnya dan memberikan semangat baru kepada mereka dan merapatkan barisan di sekelilingnya serta bertempur dengan gagah berani sampai musuh mengundurkan diri.

Pengaturan patroli untuk memperoleh berbagai informasi tentang musuh dan medan peperangan untuk keamanan kota dan penduduk merupakan contoh dari kecerdikan dan kejelian Nabi Muhammad SAW sebagai seorang komandan militer. Nabi Muhammad SAW dapat mengumpulkan informasi penting tentang musuh tanpa membiarkan informasi tersebut bocor atau diketahui oleh musuh sebelum waktunya. Patroli sering dikirim ke daerah sekitar musuh untuk mengumpulkan informasi yang tepat tentang kekuatan musuh, maksud dan gerakannya. Biasanya Nabi Muhammad SAW mengirimkan mata-mata ke daerah musuh untuk memperoleh beberapa informasi penting tentang musuh. Keberhasilan sistem patroli inilah yang memungkinkan Nabi Muhammad SAW untuk menyusun sistem pertahanan yang kuat di Madinah. Bukti lain dari kebesaran Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin militer adalah pembentukan unit intelijen militer dan penggunaannya yang efektif untuk memperoleh informasi penting tentang musuh dan menurunkan moral tentara musuh untuk kepentingan keamanan dan untuk melindungi eksistensi negara Islam.

(47)

Muhammad SAW mengirim dua orang utusan yaitu Anas dan Munis untuk memperhatikan gerak-gerik musuh. Kemudian seorang penunjuk jalan bernama Hubab Ibn al Mundhir dikirim untuk mengukuhkan semua informasi yang telah diterima tentang kondisi musuh. Begitu juga sebelum pertempuran Ahzab, Nabi Muhammad SAW menerima informasi dari orang kepercayaan Nabi Muhammad SAW tentang kondisi musuh. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk menggali parit atas usulan dari sahabat Nabi yaitu Salman al Farisi untuk mempertahankan Madinah terhadap serangan musuh.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan dengan judul penelitian ini yaitu Dampak Perang Uhud Terhadap Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M–630 M maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Perkembangan Militer Muslim

Madinah

Konflik antara Quraisy dengan Muslim

Perang Uhud

Perkembangan Ajaran Islam Di

Jazirah Arab

Sikap Quraisy Makkah Terhadap

(48)

Keterangan:

Kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy dalam perang Badar menyebabkan munculnya keinginan kaum Quraisy untuk melakukan balas dendam terhadap kaum Muslimin. Hal tersebut diwujudkan dalam suatu peperangan yaitu perang Uhud. Dalam peperangan ini, pasukan Quraisy mampu membuktikan strategi pertempuran yang tangguh sehingga menimbulkan kekalahan yang besar bagi pasukan Muslimin. Penyebab kekalahan pasukan Muslimin dikarenakan mereka tidak mendengarkan apa yang diperintahkan oleh pemimpin mereka yaitu Nabi Muhammad SAW. Pasukan pemanah Muslimin meninggalkan pos mereka karena mereka beranggapan bahwa pasukan Quraisy telah menyerah. Selain itu, mereka berbuat demikian untuk mengambil bagian dalam penjarahan harta rampasan perang karena mereka menganggap perang telah usai. Tiba-tiba pasukan Quraisy menyerang pasukan Muslimin dari arah belakang sehingga menimbulkan kekalahan yang besar di pihak kaum Muslimin. Kekalahan yang dialami oleh kaum Muslimin telah memberikan suatu pelajaran yang penting bagi kaum Muslimin, sehingga muncullah strategi-strategi militer yang baru untuk menghadapi musuh dalam perang-perang selanjutnya. Salah satunya adalah stategi militer pada perang Handaq. Atas dasar saran dari Salman al-Farisi, Nabi Muhammad SAW memutuskan sistem pertahanan dengan menggali parit besar mengintari perbatasan kota Madinah. Strategi perang parit ini terbukti mampu mengalahkan pasukan Quraisy yang ingin menyerang pasukan Muslimin di Madinah. Kekalahan pasukan Muslimin dalam perang Uhud telah tergantikan dengan kemenangan yang mereka peroleh dalam peran Handaq.

(49)

36

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Suatu penelitian memerlukan tempat untuk dijadikan objek guna memperoleh data yang diperlukan berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang berjudul “Dampak Perang Uhud Terhadap Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M – 630 M” ini dilakukan dengan cara studi pustaka, yaitu suatu cara untuk memperoleh data atau fakta sejarah dengan membaca buku-buku literatur, dokumen atau arsip di perpustakaan. Data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi di perpustakaan sebagai tempat penelitian. Adapun perpustakaan yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah sebagai berikut:

a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

d. Perpustakaan Daerah Kota Surakarta.

e. Perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta. f. Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Waktu Penelitian

(50)

Tabel 1 : Jadwal Penelitian

No. Jenis Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt

1. Persetujuan judul

2. Proposal

3. Perijinan

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

6. Laporan

B. Metode Penelitian

Keberhasilan dalam penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh metode yang digunakan. Seorang peneliti dalam melakukan penelitian dapat menggunakan satu macam metode yang sejalan dengan permasalahan yang diteliti. Tujuan umum dari suatu penelitian adalah untuk memecahkan masalah, maka langkah-langkah yang ditempuh haruslah relevan dengan masalah yang dirumuskan. Menurut Koentjaraningrat (1986: 7), kata metode berasal dari bahasa Yunani,methodosyang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut Helius Sjamsudin (1996: 2) yang dimaksud dengan metode adalah suatu prosedur, proses atau teknik yang sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek atau bahan-bahan yang diteliti.

(51)

rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan pada data yang diperoleh guna menentukan proses historiografi. Metode historis menurut Gilbert J. Garragham dalam Dudung Abdurrahman (1999: 33) didefinisikan sebagai seperangkat asas dan kaidah-kaidah yang sistematis, yang digunakan secara efektif untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis dan menyajikan suatu sintesa yang dicapai pada umumnya dalam bentuk tulisan. Metode sejarah bertujuan untuk memastikan dan menyatakan kembali fakta-fakta masa lampau. Menurut Hadari Nawawi (1995: 78), metode penelitian sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode sejarah atau historis adalah kegiatan mengumpulkan, menguji, menganalisis secara kritis data-data peninggalan masa lampau dan menyajikannya sebagai hasil karya melalui historiografi. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengumpulan sumber-sumber sejarah, menguji data-data sejarah supaya data tersebut valid dan reliabel kemudian menganalisisnya secara kritis untuk menghasilkan suatu penulisan sejarah atau historiografi.

Penggunaan metode historis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fakta sejarah yang berkaitan dengan dampak perang Uhud terhadap perkembangan Islam di Jazirah Arab tahun 625 M – 630 M. Pertimbangan mendasar penggunaan metode sejarah atau historis dalam penelitian ini yaitu karena metode ini lebih sesuai dengan data masa lampau yang telah diuji dan dianalisis secara kritis berdasarkan sumber-sumber sejarah yang diproleh.

C. Sumber Data

Gambar

Tabel 1 : Jadwal Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dila- pangan, diperoleh data Pendapatan Sektor Pariwisata dan Budaya Kabupaten Kutai Kartanegara yang terdiri dari Pajak Hotel,

 Peningkatan kadar IgG 4x atau lebih pada serum berpasangan yaitu serum fase akut dan penyembuhan  mengkonfirmasi adanya infeksi dengue3.  Deteksi

Sosialisasi terkait PPI pada saat rapat ruangan dimasing-masing unit Sesuai dengan jadwal rapat

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada Matakuliah Aplikasi Komputer terapan tata busana, ditemukan kendala dalam pelaksanaan perkuliahan, yaitu: (1)

Desain Eksperimen adalah suatu prosedur atau langkah-langkah lengkap yang perlu diambil sebelum eskperimen dilakukan agar data yang diperlukan dapat diperoleh, sehingga analisis

Pada laporan ini penulis akan membahas bagaimana cara merancang shot yang digunakan dalam animasi Tarman: Dendam Kesumat.. Perancangan shot ini digunakan sangat penting dilakukan

Maka dari itu penulis tertarik untuk membuat sebuah penelitian pengenai Dampak Pemberian Remisi terhadap Pengulangan Tindak Pidana dalam Perspektif Tujuan Pemidanaan (Studi di

Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran writing in the here and now dalam menulis bahan ajar mahasiswa