• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Predisposisi Terhadap Pemberian ASI Eksklusif .1 Pengaruh Umur Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

HASIL PENELITIAN

3. Cakupan ASI Eksklusif

5.5 Pengaruh Faktor Predisposisi Terhadap Pemberian ASI Eksklusif .1 Pengaruh Umur Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian ternyata dari 303 responden yang paling banyak pada kelompok umur > 28 tahun sebanyak 157 responden (51,8) jika dibandingkan

dengan kelompok umur 18 - 28 tahun. Pada kelompok umur 18 - 28 tahun diperoleh responden yang memberikan ASI Eksklusif lebih sedikit (3,4%) jika dibandingkan dengan responden kelompok umur > 28 tahun 6 orang (3,8%).

Jika di lihat hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1,000 > 0,05 berarti tidak ada pengaruh umur terhadap pemberian ASI Eksklusif. Mengacu pada hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa umur responden > 28 tahun mempunyai keinginan yang lebih tinggi untuk memberikan ASI Eksklusif dibandingkan kelompok umur 18 - 28 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Septa (2005) yang menyatakan semakin tua umur ibu semakin tinggi kecenderungan menyusui bayinya. Hal ini disebabkan karena makin tua umur seorang ibu semakin banyak pengalamannya dalam merawat dan menyusui bayi.

5.5.2 Pengaruh Pendidikan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh responden dengan tingkat pendidikan menengah (SMK/SMA) sebanyak 181 orang (59,7%) dan yang lebih banyak memberikan ASI Eksklusif (5,5%) jika dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan dasar dari 96 orang responden (31,7%) hanya 1 orang responden (1,0%) yang memberikan ASI Eksklusif sedangkn responden dengan pendidikan tinggi tidak seorangpun (0%) yang memberikan ASI Eksklusif. Dari hasil uji statistik dengan diperoleh p = 0,141 > 0,05 artinya tidak ada pengaruh tingkat pendidikan responden terhadap pemberian ASI Eksklusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Septa (2005) bahwa pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pemberian

ASI, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin rendah prevalensi menyusui. Faktor lain adalah karena ibu-ibu yang berpendidikan tinggi cenderung bekerja sehingga mengurangi kesempatan ibu untuk menyusui bayinya.

5.5.3 Pengaruh Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Menurut hasil penelitian bahwa terdapat 59 responden yang bekerja dari 303 responden yang diteliti. Ternyata dari 11 responden yang memberikan ASI Eksklusif hanya 2 responden (3,4%) yang memberikan ASI Eksklusif dari 59 responden yang bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bekerja mempunyai kecenderungan yang lebih kecil untuk memberikan ASI Eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1,000 > 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Menurut Daldjoni (1982) bahwa semua orang berusaha untuk meningkatkan status sosial ekonominya dengan bekerja. Salah satu upaya yang dilakukan ialah mengikut sertakan wanita atau ibu di dalam keluarga untuk mencari nafkah, hal ini banyak mendorong ibu untuk menggantikan ASI dengan makanan lain karena tuntutan kebutuhan ekonomi sehingga harus meninggalkan bayinya. Berdasarkan hasil penelitian Afriana (2004) menunjukkan bahwa ibu yang bekerja merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif.

5.5.4 Pengaruh Lama Waktu Kerja Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa responden dengan lama waktu kerja ≤ 6 jam per hari mempunyai kecenderungan untuk memberikan ASI Eksklusif (20%),

2 orang dari 10 responden dibandingkan dengan responden dengan waktu kerja > 6 jam per hari tidak seorang respondenpun (0%) yang memberikan ASI Eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,026 < 0,05 hal ini menunjukkan ada pengaruh lama waktu kerja responden terhadap pemberian ASI Eksklusif. Mengacu pada hasil uji statistik, lama waktu kerja berpengaruh pada pemberian ASI Eksklusif karena memengaruhi terhadap frekuensi pemberian ASI terhadap bayi. Hal ini disebabkan karena ibu berada di luar rumah untuk bekerja sehingga kurang waktu untuk menyusui bayinya. Padahal bekerja bukan merupakan suatu alasan agar ibu tidak dapat memberikan ASI secara Eksklusif. Hal ini dapat diatasi dengan memerah ASI selama ibu bekerja, karena ASI tidak basi sampai dengan 8 jam, dan tahan sampai 3 bulan bila dalam freezer. Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner dari 10 responden yang bekerja dengan lama waktu kerja ≤ 6 jam per hari , jenis pekerjaan responden tersebut adalah 4 responden sebagai tukang jahit, 4 orang berjualan dirumah, dan 2 orang sebagai pembantu rumah tangga. Sepuluh responden tersebut mempunyai banyak waktu di rumah daripada luar rumah walaupun responden tersebut bekerja.

Menurut data Susenas (2001) bahwa rendahnya proporsi menyusui Eksklusif di kalangan ibu bekerja disarankan agar perlu adanya dukungan di tempat kerja agar pemberian ASI Eksklusif dapat terlaksana di kalangan ibu bekerja seperti dengan menyiapkan ruang khusus untuk menyusui bayi.

5.5.5 Pengaruh Paritas Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh, dari 278 responden dengan paritas 1-3 kali memberikan ASI Eksklusif ada 11 responden, sedangkan dari 25 responden dengan paritas 4-5 kali tidak seorang respondenpun yang memberikan ASI Eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,609 > 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh paritas terhadap pemberian ASI Eksklusif. Dari hasil kuesioner dan wawancara dengan responden, dari 303 orang responden 278 orang (91,75%) yang melahirkan pada bidan, 6 orang melahirkan di rumah dan 272 responden di klinik dan Rumah Sakit, dan 25 orang responden (8,25%) yang melahirkan dengan dokter di Rumah Sakit. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zaenab R. dan Joeharno (2006) yang mengatakan bahwa paritas ibu merupakan faktor risiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Status gizi ibu selama hamil dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan ibu selama hamil yang akan berdampak terhadap bayi yang lahir dengan berat badan rendah, bukan terhadap pemberian ASI.

5.5.6 Pengaruh Cara Lahir Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dari 269 responden yang melahirkan tanpa tindakan yang memberikan ASI Eksklusif ada 10 orang (3,7%) dibandingkan dengan responden yang melahirkan dengan tindakan (vacum) sebanyak 1 orang (2,9%) dari 34 responden. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1,000 > 0,05 hal ini menunjukkan tidak ada pengaruh cara lahir terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Zaenab R dan Joeharno (2006) di RS. Al-Fatah Ambon yang mengatakan bahwa cara lahir dipengaruhi oleh status gizi ibu sewaktu hamil bukan terhadap pemberian ASI. Disamping itu tindakan pemisahan bayi dengan ibu setelah melahirkan menyebabkan ibu tidak dapat memberikan ASI Eksklusif kepada bayi selama di rumah sakit atau di tempat melahirkan. Berdasarkan hasil kuesioner dari 303 responden ternyata 94,0% klinik atau rumah sakit belum melaksanakan rawat gabung terhadap bayi dan hanya 41,5% yang baru melaksanakan program Inisiasi Menyusu Dini (menyusu bayi 30 menit setelah kelahiran). Hal ini bertentangan dengan Kep.Menkes No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI Eksklusif sebagai salah satu Langkah Menuju keberhasilan Menyusui (LMKM).

5.5.7 Pengaruh Berat Badan Lahir Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Menurut hasil penelitian dari 299 responden yang melahirkan bayi berat badan lahir 2500 gram, 10 responden memberikan ASI Eksklusif (3,3%) dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan bayi lahir < 2500 gram dari 4 responden hanya 1 orang responden yang memberikan ASI Eksklusif (25%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,138 artinya tidak ada pengaruh berat badan bayi lahir terhadap pemberian ASI Eksklusif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Zaenab R. dan Joeharno di RS. Al-Fatah (2006) mengatakan bahwa BBLR erat kaitannya dengan status gizi ibu selama hamil. Namun demikian bayi yang lahir dengan berat badan rendah menyebabkan bayi tersebut harus dirawat lebih intensif

dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah akan diberi ruang dan perawatan khusus sehingga harus terpisah dari ibunya sampai berat badannya normal. Hal ini mengakibatkan kesempatan ibu untuk menyusui bayinya lebih kecil.

5.5.8 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari 61 responden dengan pengetahun kategori baik cenderung memberikan ASI Eksklusif pada bayi 6 orang (9,8%)) jika dibandingkan dengan 204 responden dengan kategori pengetahuan kurang baik, 5 orang responden (2,5%) yang memberilkan ASI Eksklusif dan dari 38 responden dengan kategori pengetahuan tidak baik tidak seorangpun yang memberikan ASI Eksklusif (0%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,020 < 0,05 hal ini berarti ada pengaruh pengetahuan terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2004) yang mengatakan bahwa pengetahuan memengaruhi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif. Menurut Notoatmodjo (2005) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Dari hasil kuesioner dan wawancara kepada beberapa responden ada sebanyak 155 orang (51,16%) ibu tidak mengerti tentang ASI Eksklusif, tetapi responden tahu manfaat dari ASI itu sebagai makanan yang paling baik karena

mengandung cukup gizi dan membuat bayi sehat sehingga sangat baik diberikan kepada bayi. Namun demikian alasan ibu untuk tidak menyusui karena ASI yang lambat keluar dan bayi yang rewel maupun alasan takut bentuk tubuh ibu berubah.

5.5.9 Pengaruh Sikap Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Dari hasil penelitian diperoleh, dari 128 responden dengan sikap setuju sebanyak 7 orang (5,5%) yang memberikan ASI Eksklusif, dari 170 responden yang mempunyai sikap kurang setuju sebanyak 4 orang (2,4%) yang memberikan ASI