• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0 – 6 Bulan di Kota Medan Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0 – 6 Bulan di Kota Medan Tahun 2009"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PEMBERIAN

ASI EKSKLUSIF PADA BAYI UMUR 0 – 6 BULAN

DI KOTA MEDAN TAHUN 2009

T E S I S

Oleh

SRI MARYATI

077012022/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

ASI Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi dari umur 0 – 6 bulan. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 hanya 8% bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI Eksklusif sementara target yang diharapkan (80%). Rendahnya angka cakupan ASI Eksklusif dapat menimbulkan masalah kesehatan pada bayi sehingga berdampak bagi kualitas sumber daya manusia yang akan datang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi umur 0 – 6 bulan di enam kecamatan (Medan Labuhan, Medan Area, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Maimun dan Medan Perjuangan) di Kota Medan Tahun 2009. Desain penelitian adalah cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 6 – 11 bulan di Kota Medan sebanyak 24.199 orang. Sampel penelitian sebanyak 303 responden yang diperoleh dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan dari 303 responden, hanya 11 responden (3,6%) yang memberikan ASI Eksklusif. Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji uji chi-square diperoleh ada hubungan penolong persalinan (p = 0,001), promosi susu formula (p = 0,002), lama waktu kerja (p = 0,026), pengetahuan (p = 0,039) dengan pemberian ASI Eksklusif. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pemberian ASI Eksklusif adalah penolong persalinan (p = 0,004).

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan pengawasan terhadap penolong persalinan di Rumah Sakit maupun di Klinik Bersalin tentang penggunaan susu formula serta mengadakan pendidikan dan pelatihan secara rutin bagi penolong persalinan dalam upaya meningkatan cakupan ASI Eksklusif di Kota Medan. Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada ibu melalui petugas kesehatan di puskesmas dalam upaya meningkatkan pengetahuan tentang manfaat ASI Eksklusif serta dampak pemberian susu formula yang terlalu dini pada bayi.

(3)

Exclusive breastfeeding is breastfeeding without the other additional food and drink to the baby of 0 – 6 months old. Based on the result of the Indonesia Health Demography Survey (SDKI) conducted in 2002 – 2003 only 8% baby in Indonesia got exclusive breastfeeding whereas the expected target is 80%. This low rate remains health problem in the babies that it can bring impact to the quality of human resources in future.

The purpose of this study was to analyze the factors that have influenced the exclusive breastfeeding to the baby of 0 – 6 months old in six sub-districts of Medan (Medan Labuhan, Medan Area, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Maimun, and Medan Perjuangan) in 2009. The design of this study was cross sectional study. The population of this study were mothers’ with all babies of 6 – 11 months old in Medan as 24.199 persons. The technique of sampling was simple random sampling and 303 of them were selected to be sample. Data were collected through questionnaire-based interviews. Data Analysis in univariate, bivariate and multivariate with multiple logistic regression test.

The result of this study showed that only 11 (3,6%) of the 303 respondents gave exclusive breastfeeding. The bivariate analysis with Chi-square test showed that there were relationship of delivery assistant (p = 0,001), promotion of formula milk (p = 0,002), length of working hours (p = 0,026), and knowledge (p = 0,039) with the exclusive breastfeeding. The result of multiple logistic regression test showed that the variables which had significant influence on the exclusive breastfeeding was delivery assistant (p = 0,004).

It is expected to Medan District Health Office to evaluate the delivery assistant in hospitals and delivery clinics about usage of formula milk to the babies, provide routine education and training for the delivery assistant to increase the coverage of exclusive breastfeeding in the city of Medan. The health service through his health workers were also suggested to socialize the benefit of exclusive breastfeeding and the impact of giving formula milk on their babies early.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang

telah memberi petunjuk kepada penulis sehingga selesainya penyusunan tesis ini.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang meneliti “Faktor-Faktor

yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0 – 6 Bulan di

Kota Medan Tahun 2009”.

Dalam penulisan tesis ini tentunya banyak pihak yang turut serta

memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

dr. Ria Masniari Lubis, MSi atas kesempatan yang telah diberikan untuk

menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr.Drs.Surya Utama, MS dan Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku

Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes dan dr. Yusniwarti Yusad, MSi

sebagai komisi pembimbing atas segala ketulusan menyediakan waktu

untuk penulis dalam memberikan bimbingan, dorongan, saran dan

(5)

4. Dr. Ir. Evawani Y. Aritonang, MSi dan Masnelly Lubis, S.Kp, MARS

selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, masukan dan

saran untuk perbaikan tesis.

5. Dr. H. Edwin Effendi, MSc selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan

yang telah memberikan izin untuk penelitian ini.

6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

pengajaran, bimbingan dan pengarahan serta bantuan selama pendidikan.

7. Para teman sejawat yang telah banyak membantu penulis dalam proses

penyusunan tesis.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis menyampaikan

terima kasih kepada Ayahanda Drs. H. Umar Baki dan Ibunda Hj. Aisyah Ismail

telah membesarkan, mendidik, memberikan pandangan serta dukungan kepada

penulis.

Akhirnya terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada suami tercinta

Ir. Yhonny PH. Siagian dan putra-putri tercinta M. Azka Fauzan Siagian dan

Annisa Khairina Putri Siagian yang telah memberikan dorongan dan semangat.

Dalam penulisan tesis, penulis menyadari masih banyak kekurangan, kritik dan

saran diterima dengan senang hati. Penulis berharap kiranya tesis ini bermanfaat

bagi petugas kesehatan dalam upaya peningkatan cakupan ASI Eksklusif dimasa

yang akan datang.

Medan, Oktober 2009

(6)

RIWAYAT HIDUP

Sri Maryati dilahirkan di Medan pada tanggal 15 Maret 1971, anak

keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. H. Umar Baki

dan Ibunda Hj. Aisyah Ismail. Menikah dengan Ir. Yhonny PH. Siagian pada

tanggal 20 Juni 1999 dan telah dikarunia seorang putra dan seorang putri yaitu :

M. Azka Fauzan Siagian dan Annisa Khairina Putri Siagian yang bertempat

tinggal di Jl. M. Nawi Harahap Blok B no. 1 Sp. Limun Medan Propinsi

Sumatera Utara.

Memulai pendidikan di SD Inpres No. 064029 Medan dan lulus tahun

1984, melanjutkan pendidikan di SMP Negeri No. 13 Medan dan lulus tahun

1987. Kemudian melanjutkan penididkan di SMA Negeri No. 5 Medan, lulus

tahun 1990. Selanjutnya meneruskan pendidikan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan lulus tahun 1995.

Pernah bekerja sebagai tenaga pengajar di Akademi Keperawatan Rumah

Sakit Haji Medan pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1998. Pada tahun 1998

diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ditempatkan di Dinas Kesehtan

Kabupaten Aceh Timur sampai dengan tahun 2000. Pada tahun 2000 pindah

tugas ke Dinas Kesehatan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat sampai tahun 2003.

Pada tahun 2003 pindah ke Dinas Kesehtan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Permasalahan ……….. 7

1.3 Tujuan Penelitian……….... 7

1.4 Hipotesis ……… 8

1.5 Manfaat Penelitian…...……… 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Susu Ibu ……….………. 9

2.2 ASI Eksklusif ……….……….. 13

2.2.1 Manfaat Pemberian ASI bagi Bayi….……….… 16

2.2.2 Manfaat pemberian ASI bagi Ibu.………... 19

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif... 22

2.4 Landasan Teori……….. 33

2.5 Kerangka Konsep……….. 34

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……….. 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...…….……….. 35

3.3 Populasi dan Sampel………. 36

3.3.1 Populasi………. 36

3.3.2 Sampel ………. 36

3.4 Metode Pengumpulan Data….………... 39

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ………. 39

3.5.Variabel dan Definisi Operasional………. 41

3.5.1 Variabel.……….. 41

3.5.2 Definisi Operasional.……….. 41

3.6 Metode Pengukuran……….. 43

3.7 Metode Analisis Data..……….. 46

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian………. 47

(8)

4.1.2 Kependudukan ……….... 47

4.2.2 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi... 54

4.2.3 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendukung... 64

4.2.4 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendorong... 65

4.3 Analisis Bivariat... 66

4.4 Analisis Multivariat... 73

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif ... 77

5.2 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi ... 78

5.3 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendukung ... 80

5.4 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendorong... 81

5.5 Pengaruh Faktor Predisposisi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif ... 82

5.5.1 Pengaruh Umur Terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 82

5.5.2 Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 83

5.5.3 Pengaruh Pekerjaan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 84

5.5.4 Pengaruh Lama Waktu Kerja Terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 84

5.5.5 Pengaruh Paritas Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 85

5.5.6 Pengaruh Cara Lahir Terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 86

5.5.7 Pengaruh Berat Badan Lahir Terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 87

5.5.8 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 88

5.5.9 Pengaruh Sikap Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 89

5.6 Pengaruh Faktor Pendukung Responden Terhadap pemberian ASI Eksklusif... 89

5.6.1 Pengaruh Promosi Susu Formula Terhadap Pemberian ASI Eksklusif... 89

(9)

5.7.1 Pengaruh Tindakan Penolong Persalinan Terhadap

Pemberian ASI Eksklusif... 91 5.7.2 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pemberian ASI

Eksklusif... 92

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 93 6.2 Saran... 93

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Besar Sampel Untuk Masing – Masing Kecamatan

Berdasarkan Hasil Perhitungan Besar Sampel... 38

2. Hasil Perhitungan Validitas Dan Reliabilitas... 40

3. Definisi Operasional Variabel Bebas Dan Variabel Terikat. 41

4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kota Medan Tahun 2008... 48

5. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

di Kota Medan Tahun 2008... 49

6. Jumlah Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Medan

Tahun 2008... 49

7. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan di

Kota Medan Tahun 2008... 50

8. Angka Cakupan ASI Eksklusif di Kota Medan Tahun 2008... 51

9. Distribusi Pemberian ASI Eksklusi pada Bayi Umur 0-6 Bulan

Di Masing-Masing Kecamatan di Kota Medan Tahun 2009... 53

10. Distribusi Responden Berdasarkan faktor Predisposisi Terhadap Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi

Umur 0-6 Bulan di Kota Medan Tahun 2009... 56

11. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan

Pengetahuan Tentang ASI Eksklusif di Kota Medan Tahun 2009 58

12. Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Terhadap

Pernyataan Sikap di Kota Medan Tahun 2009... 63

13. Distribusi Responden Berdasarkan faktor Pendukung Terhadap Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0-6 Bulan

di Kota Medan Tahun 2009... 65

14. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendorong Terhadap Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0-6 Bulan

(11)

15. Hubungan Faktor Predisposisi Responden dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Kota Medan

Tahun 2009... 70

16. Hubungan Faktor Pendukung Responden dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Kota Medan Tahun 2009... 71

17. Hubungan Faktor Pendorong Responden dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Kota Medan Tahun 2009... 72

18. Nilai Signifikansi Hasil Analisis Pengaruh Variabel Independen Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 73

19. Nilai Signifikasi Hasil Analisis Hubungan Antar Variabel Independen... 74

20. Alternatif Model Multivariat Berdasarkan Nilai Percentage Correct dan Nilai Signifikansi... 75

21. Nilai Signifikansi Hasil Interaksi Variabel Independen... 75

22. Hasil Pemeriksaan Konfounder... 76

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Teori Perilaku Model Green (1980) Pada faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi

Umur 0-6 Bulan……….. 33

2. Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Memengaruhi

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi

Umur 0-6 Bulan di Kota Medan Tahun 2009... 99

2. Uji Normalitas Data... 107

3. Tabel Distribusi Frekuensi ... 108

4. Hasil Analisis Bivariat... 111

5. Hasil Analisis Multivariat... 123

6. Surat Izin Penelitian dari Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara...

(14)

ABSTRAK

ASI Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi dari umur 0 – 6 bulan. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 hanya 8% bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI Eksklusif sementara target yang diharapkan (80%). Rendahnya angka cakupan ASI Eksklusif dapat menimbulkan masalah kesehatan pada bayi sehingga berdampak bagi kualitas sumber daya manusia yang akan datang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi umur 0 – 6 bulan di enam kecamatan (Medan Labuhan, Medan Area, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Maimun dan Medan Perjuangan) di Kota Medan Tahun 2009. Desain penelitian adalah cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 6 – 11 bulan di Kota Medan sebanyak 24.199 orang. Sampel penelitian sebanyak 303 responden yang diperoleh dengan cara simple random sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan dari 303 responden, hanya 11 responden (3,6%) yang memberikan ASI Eksklusif. Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji uji chi-square diperoleh ada hubungan penolong persalinan (p = 0,001), promosi susu formula (p = 0,002), lama waktu kerja (p = 0,026), pengetahuan (p = 0,039) dengan pemberian ASI Eksklusif. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pemberian ASI Eksklusif adalah penolong persalinan (p = 0,004).

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan pengawasan terhadap penolong persalinan di Rumah Sakit maupun di Klinik Bersalin tentang penggunaan susu formula serta mengadakan pendidikan dan pelatihan secara rutin bagi penolong persalinan dalam upaya meningkatan cakupan ASI Eksklusif di Kota Medan. Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada ibu melalui petugas kesehatan di puskesmas dalam upaya meningkatkan pengetahuan tentang manfaat ASI Eksklusif serta dampak pemberian susu formula yang terlalu dini pada bayi.

(15)

Exclusive breastfeeding is breastfeeding without the other additional food and drink to the baby of 0 – 6 months old. Based on the result of the Indonesia Health Demography Survey (SDKI) conducted in 2002 – 2003 only 8% baby in Indonesia got exclusive breastfeeding whereas the expected target is 80%. This low rate remains health problem in the babies that it can bring impact to the quality of human resources in future.

The purpose of this study was to analyze the factors that have influenced the exclusive breastfeeding to the baby of 0 – 6 months old in six sub-districts of Medan (Medan Labuhan, Medan Area, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Maimun, and Medan Perjuangan) in 2009. The design of this study was cross sectional study. The population of this study were mothers’ with all babies of 6 – 11 months old in Medan as 24.199 persons. The technique of sampling was simple random sampling and 303 of them were selected to be sample. Data were collected through questionnaire-based interviews. Data Analysis in univariate, bivariate and multivariate with multiple logistic regression test.

The result of this study showed that only 11 (3,6%) of the 303 respondents gave exclusive breastfeeding. The bivariate analysis with Chi-square test showed that there were relationship of delivery assistant (p = 0,001), promotion of formula milk (p = 0,002), length of working hours (p = 0,026), and knowledge (p = 0,039) with the exclusive breastfeeding. The result of multiple logistic regression test showed that the variables which had significant influence on the exclusive breastfeeding was delivery assistant (p = 0,004).

It is expected to Medan District Health Office to evaluate the delivery assistant in hospitals and delivery clinics about usage of formula milk to the babies, provide routine education and training for the delivery assistant to increase the coverage of exclusive breastfeeding in the city of Medan. The health service through his health workers were also suggested to socialize the benefit of exclusive breastfeeding and the impact of giving formula milk on their babies early.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang 

Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif dan diteruskan dengan Program Pemberian Makanan Pendamping

Air Susu Ibu (MP-ASI) merupakan program prioritas, karena dampaknya yang luas

terhadap status gizi dan kesehatan balita. Rekomendasi WHO bersama World Health

Assembly (WHA) menetapkan jangka waktu pemberian ASI Eksklusif selama enam

bulan (Depkes RI, 2006).

ASI Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu tanpa makanan dan minuman

lain pada bayi yang berumur 0 – 6 bulan. Namun bukan berarti setelah pemberian

ASI Eksklusif pemberian ASI dihentikan, akan tetapi tetap diberikan kepada bayi

sampai bayi berusia 2 tahun (WHO, 2004).

Air Susu Ibu bukanlah sekedar makanan tetapi sebagai penyelamat

kehidupan. Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi di Indonesia dan 1,3 juta bayi di

seluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI,

2004).

Angka kematian bayi yang cukup tinggi di dunia sebenarnya dapat dihindari

dengan pemberian Air Susu Ibu. Meski penyebab langsung kematian bayi pada

umumnya penyakit infeksi, seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut, diare, dan

campak, tetapi penyebab yang mendasari pada 54% kematian bayi adalah gizi

kurang. Penyebab gizi kurang adalah pola pemberian makanan yang salah pada bayi,

(17)

yaitu pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat atau terlalu lama

(Suradi, 2007).

Berkaitan dengan angka kematian bayi status gizi kurang dan buruk pada bayi

juga dipengaruhi oleh kecukupan gizi ibu selama hamil dan tingkat paritas yang

tinggi. Hal ini akan mengakibatkan bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR), yang berdampak pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan

memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak serta berpengaruh terhadap

kecerdasan anak (Depkes RI, 2006).

Berbagai penelitian telah dilakukan dan menerangkan sejumlah kelebihan

bayi yang diberi ASI eksklusif. Pada suatu penelitian di Brazil Selatan menyatakan

bahwa bayi-bayi yang tidak diberi ASI mempunyai kemungkinan meninggal karena

mencret 14,2 kali lebih banyak daripada bayi ASI eksklusif. ASI juga akan

menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan

penyakit alergi. Bayi yang mendapat ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat dan

lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif.

Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa

anak-anak usia 9,5 tahun yang mendapat ASI eksklusif mempunyai IQ 12,9 poin

lebih tinggi daripada yang seusia yang tidak diberi ASI. Suatu penelitian di Inggris

menyebutkan perbedaan rata-rata IQ bayi yang diberi ASI lebih tinggi dibandingkan

dengan bayi yang tidak diberi ASI. Pada penelitian Rivai (1997) ditemukan bahwa

bayi yang diberi ASI eksklusif, ketika berumur 9,5 tahun mempunyai tingkat IQ 12,9

point lebih tinggi dibanding anak yang ketika bayi tidak diberi ASI eksklusif

(18)

Di Indonesia menurut data dari Depkes RI tahun 2006 Angka Kematian Bayi

(AKB) masih yang tertinggi di negara-negara ASEAN yaitu sebesar 35 per 1.000

kelahiran hidup dan hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan angka kematian bayi di

Negara Malaysia, hampir 2 kali dibandingkan dengan Negara Thailand dan 1,3 kali

dibandingkan dengan Negara Philipina. Salah satu upaya untuk menurunkan angka

kematian bayi tersebut adalah dengan pemberian ASI secara benar dan tepat.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003 sekitar

95,9% balita sudah mendapat ASI tetapi hanya 38,7% yang mendapatkan ASI

Eksklusif (Depkes RI, 2008).

Menurut data SUSENAS tahun 2005 angka cakupan ASI Eksklusif tahun

2006 sebesar 18,1%, dan tahun 2007 cakupan ASI eksklusif meningkat menjadi

21,2% (Depkes RI, 2007). Berdasarkan data dari Depkes RI persentasi pemberian

ASI berbeda pada setiap kelompok umur bayi, yaitu 46% pada bayi umur 2-3 bulan

dan 14% pada umur 4-6 bulan dan yang lebih memprihatinkan adalah 13% bayi

dibawah umur 2 bulan telah diberikan susu formula dan 30% bayi berumur 2-3 bulan

telah diberikan makanan tambahan (Depkes RI, 2006).

Departemen Kesehatan pada saat diadakannya Pekan ASI bulan Agustus

tahun 2007 dengan tema menyusui 1 jam pertama dapat menyelamatkan lebih dari 1

juta bayi. Hal ini juga didukung dengan ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan

nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu secara Eksklusif

pada bayi di Indonesia. Untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif Departemen

Kesehatan melakukan Training of Trainer (TOT) untuk bidan dan tim konseling

(19)

melaksanakan program Rumah Sakit Sayang Ibu Bayi (RSSIB) dan sampai dengan

Juli 2007 ada 19 RS yang melaksanakan kebijakan ASI eksklusif. Depkes juga telah

membuat surat edaran agar seluruh RS melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI

eksklusif selama 6 bulan (Suradi, 2007).

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008

dalam Profil Kesehatan Indonesia 2007, bahwa wilayah Sumatera Utara tergolong

memiliki persentase terendah (30,31%) untuk daerah perkotaan dan (30,01%) untuk

daerah pedesaan dalam kategori anak umur 2-4 tahun yang pernah disusui selama

≥ 24 bulan setelah Propinsi Maluku (25,22%) di daerah perkotaan dan (19,35%) di

daerah pedesaan. Berdasarkan Depkes RI angka tersebut masih di bawah angka

indikator Indonesia sehat 2010 sebesar 80%.

Di Propinsi Sumatera Utara angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2007

sebesar 33 % dan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka cakupan

tahun 2006 sebesar 36%. (Dinkes Prop. Sumut, 2007).

Kota Medan dengan wilayah kerja 39 puskesmas dan 40 Pustu yang tersebar

di 21 kecamatan mempunyai angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2006 sebesar

4,8 %, tahun 2007 sebesar 1,8%, dan pada tahun 2008 cakupan ASI eksklusif sebesar

3,04% (Dinkes Kota Medan, 2009).

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kota Medan

tahun 2008, cakupan ASI eksklusif tertinggi terdapat di Kecamatan Medan Labuhan

(14,38%), kemudian Kecamatan Medan Area (11,75%) dan Kecamatan Medan

(20)

Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Baru, dan Kecamatan Medan

Perjuangan dengan angka cakupan masing-masing 0%.

Dari data-data tersebut diatas diketahui bahwa cakupan ASI Eksklusif masih

cukup rendah dan belum mencapai target yang diharapkan (80%).

Dari survei pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Medan Maimun

(Puskesmas kampung Baru) pada petugas gizi dan petugas KIA bahwa perilaku ibu

sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayinya.

Perilaku merupakan faktor kedua terbesar setelah faktor lingkungan yang

memengaruhi kesehatan individu kelompok atau masyarakat. Oleh karena itu upaya

untuk mengubah perilaku seseorang tidak mudah untuk dilakukan. Perubahan

perilaku yang tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi tidak akan

bertahan lama. Untuk menganalisis masalah perilaku, konsep yang sering digunakan

adalah konsep dari Lawrence W.Green (1980). Menurut Lawrence W. Green dalam

Notoatmodjo (2007) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu : faktor

predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Pihak puskesmas dalam hal ini

melalui petugas kesehatan telah berupaya melakukan penyuluhan ke rumah-rumah

melalui kegiatan posyandu yang dilakukan 1 bulan sekali dan pada kegiatan pos

kesehatan kelurahan, namun kenyataannya masih banyak ibu yang tidak memberikan

ASI secara eksklusif kepada bayinya. Di Kecamatan Medan Maimun yaitu di

kelurahan Hamdan dan Kampung Baru banyak ditemui ibu yang bekerja sebagai

buruh dan pembantu rumah tangga dan dengan tingkat ekonomi yang belum

memadai sehingga ibu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

(21)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati (2003) tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian ASI pada bayi usia 4 bulan

(Analisis Data Susenas 2001). Populasi adalah ibu yang mempunyai bayi usia 4

bulan. Dari hasil analisis ditemukan bahwa variabel pendidikan, status pekerjaan,

sosial ekonomi rendah mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pemberian

ASI.

Demikian juga halnya penelitian yang dilakukan oleh Padang (2007) tentang

Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ibu dalam Pemberian MP-ASI Dini di

Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah pada bayi usia 6 – 24 bulan dengan

populasi seluruh ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dengan sampel 147

orang. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sikap, keterpaparan media dan

dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI. Variabel yang tidak berpengaruh

adalah umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jarak pelayanan kesehatan

dan dukungan petugas kesehatan terhadap pemberian MP-ASI.

Berbagai penelitian di atas menunjukkan banyak faktor yang memengaruhi

keberhasilan pemberian ASI eksklusif kepada bayi, baik dari faktor ibu, keterpaparan

media seperti iklan/promosi susu formula maupun dari pengaruh keluarga seperti

suami, orangtua dan mertua maupun pengaruh lingkungan sosial dan adat istiadat

atau kebiasaan di suatu daerah.

Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis

(22)

1.2 Permasalahan

Di kota Medan dalam tiga tahun terakhir yaitu tahun 2006 – 2008 belum

ada dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

pemberian ASI eksklusif. Hal ini disebabkan karena data yang kurang lengkap dan

tidak akurat dan sedikitnya jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif. Faktor ibu

sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI kepada bayinya. Berdasarkan uraian

latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai

berikut: Faktor-faktor apakah yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada

bayi umur 0 - 6 bulan di Kota Medan tahun 2009.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis faktor predisposisi (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,

paritas, cara lahir, berat badan bayi lahir, pengetahuan, sikap), faktor pendukung

(promosi susu formula), faktor pendorong (penolong persalinan dan dukungan

keluarga) yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0 - 6 bulan

di Kota Medan tahun 2009.

1.4 Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh faktor-faktor (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama

waktu kerja, paritas, cara lahir, berat badan bayi lahir, pengetahuan, sikap, promosi

susu formula, penolong persalinan dan keluarga) terhadap pemberian ASI Eksklusif

(23)

9

1.5 Manfaat penelitian

a. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan dalam upaya meningkatkan cakupan

ASI Eksklusif di Kota Medan.

b. Sebagai informasi bagi petugas kesehatan dalam upaya meningkatkan cakupan

ASI Eksklusif di wilayah kerjanya masing-masing.

c. Sebagai informasi bagi ibu agar ibu mau menyusui bayinya sejak umur

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu

Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik bagi bayi pada awal kehidupannya.

Hal ini bukan saja karena ASI mengandung cukup zat gizi yang sesuai dengan

kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya tetapi juga karena ASI mengandung

zat immunologik yang melindungi bayi dari penyakit (WHO, 2004). ASI merupakan

makanan yang paling aman dan dapat membantu mencegah terjadinya alergi semasa

bayi (Santosa, 2007).

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu

yang komposisinya tidaklah sama selama periode menyusui dan pada akhir menyusui

(Munasir, 2008).

Payudara adalah bagian tubuh yang ada pada makhluk yang menyusui. Di

tengah payudara terdapat puting payudara yang dikelilingi oleh bagian yang

berwarna gelap yang disebut aerola. Kelenjar-kelenjar kecil disekeliling puting susu

menyediakan pelumasan sehingga dapat mencegah tejadinya infeksi karena kontak

payudara ibu saat menyusui bayinya. Pembentukan ASI telah dimulai sejak ibu

mulai hamil (mengandung). Saat itu hormon-hormon dalam tubuh ibu mulai berubah.

Proses pembentukan ASI dalam payudara dapat dibagi dalam 4 fase yaitu fase

persiapan payudara, produksi ASI, pengeluaran ASI dan pengeluaran ASI yang

berlanjut. Saat pertama sekali bayi menghisap puting payudara ibu, syaraf-syaraf di

dalam aerola merangsang kelenjar pituitari yang terletak di dasar otak untuk.

(25)

melepaskan hormon prolaktin dan oksitoksin. Prolaktin akan membuat sel pembuat

air susu ibu di dalam payudara. Meningkatnya prolaktin dalam darah merangsang

kelenjar penghasil ASI untuk menghasilkan lebih banyak ASI. Inilah sebabnya

jumlah ASI yang dihasilkan tergantung dari isapan bayi pada payudara. Stimulasi

syaraf di puting juga mengirimkan pesan refleks ke bagian belakang kelenjar pituitari

untuk mengeluarkan hormon oksitoksin. Oksitoksin menggerakkan otot-otot halus di

sekitar kelenjar penghasil ASI. Hasilnya alveolus berkontraksi dan ASI dikeluarkan

ke saluran ASI menuju ke saluran air susu di sekitar puting payudara. Lalu keluarlah

air susu ibu ke mulut bayi yang sedang menghisap puting payudara ibunya.

ASI merupakan makanan yang mengandung zat-zat makanan yang

diperlukan untuk pertumbuhan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap,

mengandung zat-zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit

infeksi dan alergi, zat kekebalan ini tidak terdapat pada susu formula atau makanan

tambahan lainnya. Namun demikian masih banyak ibu yang belum mengetahui arti

pentingnya pemberian ASI eksklusif untuk perkembangan anak. Keberadaan susu

formula sangat mendominasi masyarakat dengan janji-janji mengandung

Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) ataupun omega 3 dan

omega 6 yang diperlukan untuk perkembangan bayi dan mempunyai kandungan gizi

yang hampir sama dengan susu formula. Padahal kandungan gizi yang dimiliki oleh

ASI tidak dapat ditandingi atau digantikan dengan apapun bahkan oleh susu formula

(26)

Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal, di dalam

Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF

merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu :

1. Memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah

bayi lahir;

2. Memberikan hanya air susu ibu saja atau pemberian ASI secara eksklusif

sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan ;

3. Memberikan MP-ASI sejak bayi berumur enam bulan sampai 24 bulan ; dan

4. Meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 24 bulan atau lebih

(Depkes RI, 2006).

Setiap bayi mempunyai hak untuk mendapatkan ASI secara eksklusif selama

enam bulan pertama kehidupannya. Pemerintah dan semua lapisan masyarakat

mempunyai tugas memastikan bahwa tidak ada hambatan bagi ibu untuk menyusui

anaknya. Bentuk dukungan tersebut telah dikeluarkan berbagai kesepakatan baik

yang bersifat global maupun nasional yang bertujuan melindungi, mempromosikan

dan mendukung pemberian ASI. Dengan demikian setiap ibu di seluruh dunia dapat

melaksanakan pemberian ASI dan setiap bayi di seluruh dunia memperoleh haknya

mendapatkan ASI (Besar, 2008).

Manfaat menyusui bagi ibu tidak hanya menjalin kasih sayang, tetapi terlebih

lagi dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemulihan

kesehatan ibu, menunda kehamilan, mengurangi resiko terkena kanker payudara dan

merupakan kebahagian tersendiri bagi ibu. Namun demikian masih banyak ibu yang

(27)

Berbagai penelitian melaporkan, bayi yang diberi susu formula terancam

mengalami obesitas. Kebanyakan susu formula berbasis susu sapi yang mengandung

protein jauh lebih banyak daripada protein manusia. Tidak mengherankan jika ada

sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa bayi yang mendapat ASI tidak segemuk

bayi yang mendapat susu formula. Pertumbuhannya lebih bagus dan jarang sakit.

Tidak sedikit bayi terserang diare akibat susu formula karena gula susu sapi (laktosa)

pada beberapa bayi. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2002, cakupan pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat selama kurun

waktu antara 1997 sebesar 10,8% menjadi 32,4% pada tahun 2002.

Susu formula di pasar kini banyak mengandung tambahan nutrisi berupa asam

lemak, seperti AA dan DHA, yang dipercaya dapat mencerdaskan anak. Namun, bayi

tidak memiliki kemampuan mencerna semua zat gizi tersebut. Pada bayi, produksi

enzim belum sempurna untuk dapat mencerna lemak, sedangkan dalam ASI sudah

disiapkan enzim lipase yang membantu mencerna lemak dan enzim ini tidak terdapat

pada susu formula atau susu hewan. Lemak yang ada pada ASI dapat dicerna

maksimal oleh tubuh bayi dibanding lemak yang ada pada susu formula.

ASI mempunyai nilai nutrisi yang secara kuantitas seimbang dan kualitas

yang unggul. Komposisi nutrien (zat gizi) yang terdapat dalam ASI sangat tepat dan

ideal untuk tumbuh kembang anak. Keunggulan dan keistimewaan ASI sebagai

nutrisi bagi bayi sudah tidak diragukan lagi. Volume dan komposisi nutrien ASI

berbeda pada saat menyusui dan penyapihan. Kandungan zat gizi awal dan akhir pada

(28)

diproduksi antara 1 – 5 hari menyusui kaya akan zat gizi sehingga tidak boleh

dibuang (Hendarto, 2008).

2.2 ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan

makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan,

kecuali obat dan vitamin (Dinkes PropSU, 2005).

Sejak November 1999, UNICEF merekomendasikan agar bayi disusui

eksklusif sampai berumur 6 bulan. Arti eksklusif di sini benar-benar hanya ASI yang

diberikan pada bayi tanpa ada tambahan makanan/cairan lain, bahkan air putih,

diketahui tambahan makanan padat atau cair dapat membawa kuman, mencetuskan

alergi, dan menyebabkan bayi kenyang sehingga membuatnya minum ASI lebih

sedikit. Bukti ilmiah terakhir menyebutkan, pemberian makanan padat sebelum 6

bulan justru akan merugikan kesehatan bayi tanpa adanya keuntungan berupa

peningkatan berat badan bayi. UNICEF menyatakan 30 ribu kematian bayi di

Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia tiap tahun bisa dicegah melalui

pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya tanpa

harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi (Roesli, 2007).

Setelah pemberian ASI eksklusif sampai jangka waktu 6 bulan, bayi harus

diperkenalkan dengan makanan padat sedangkan ASI tetap dapat diberikan sampai

bayi berumur 2 tahun. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat

(29)

Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya

pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan.

Dalam Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration) pada tahun 1990, oleh

WHO/UNICEF yang bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan memberi

dukungan pada pemberian ASI. Deklarasi ini juga ditandatangani Indonesia yang

memuat hal-hal sebagai berikut : “Sebagai tujuan global untuk meningkatkan

kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan

Air Susu Ibu (ASI) dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai berumur

4-6 bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping/padat yang

benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai umur 2 tahun atau lebih.

Pemberian makanan ini dapat dicapai dengan cara menciptakan pengertian, serta

dukungan dari berbagai pihak seperti keluarga, petugas kesehatan ketersediaan

fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga ibu-ibu dapat menyusui secara eksklusif”.

Rekomendasi terbaru UNICEF dan World Health Assembly (WHA) yang

diselenggarakan di negara Italia menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif

selama 6 bulan. Pemberian ASI sampai 6 bulan tetap diberikan kepada bayi sampai

bayi berumur 2 tahun yang disertai dengan pemberian makanan pendamping

(Roesli, 2007).

Menurut pendapat Roesli (2007) dukungan keluarga terhadap pemberian ASI

Eksklusif pada ibu sangat diperlukan. Keluarga seperti halnya suami, ibu ataupun

orang tua merupakan bagian yang sangat berperan terhadap keberhasilan dan

kegagalan menyusui. Banyak suami berpendapat bahwa menyusui adalah urusan ibu

(30)

memengaruhi kelancaran refleks pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh

keadaan emosi atau perasaan ibu.

Berdasarkan KepMenkes RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian

ASI eksklusif pada bayi di Indonesia terdapat 10 Langkah Menuju Keberhasilan

Menyusui (LMKM) yaitu :

1. Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan secara tertulis dalam

Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) yang dikomunikasikan kepada

semua petugas;

2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan

untuk menerapkan kebijakan tersebut ;

3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan

penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai

umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui ;

4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan,

yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi caesar bayi

disusui ibu setelah sadar 30 menit ;

5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara

mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayi atas indikasi

medis;

6. Tidak memberikan makanan ataupun minuman apapun selain ASI kepada

bayi baru lahir ;

7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam

(31)

8. Membantu ibu menyusui semau bayi, tanpa pembatasan terhadap lama dan

frekuensi menyusui ;

9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI ;

10.Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan

merujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit/rumah

bersalin/sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Berikut ini akan dijelaskan beberapa manfaat pemberian Air Susu Ibu adalah:

1. Manfaat Pemberian ASI bagi bayi

a. ASI sebagai nutrisi

Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber zat gizi yang sangat ideal dengan

komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangan bayi (Depkes RI, 2004). Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang

paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui

yang baik dan benar, Air Susu Ibu sebagai makanan tunggal akan mencukupi

kebutuhan tumbuh bayi normal dari bayi lahir sampai bayi tersebut berumur 6

bulan. Setelah umur 6 bulan, bayi harus diberi makanan pendamping atau makanan

tambahan lain, tetapi Air Susu Ibu masih harus tetap diteruskan sampai bayi

berumur 2 tahun atau lebih (Roesli, 2007).

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan

tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun

segera setelah lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak

(32)

kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi

belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi.

Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI, karena ASI

adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari

berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur. Oleh karena itu bayi perlu

mendapatkan kolostrum yang mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak

dari susu matang (mature) dan bayi harus mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan

untuk menjamin kecukupan gizi (Kompas, 2007).

Bayi dengan ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat dibandingkan dengan

bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Anak yang sehat tentu akan lebih

berkembang kepandaiannya dibanding anak yang sering sakit terutama bila sakitnya

berat.

c. ASI Eksklusif meningkatkan kecerdasan

Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan akan

menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasaan anak secara optimal. Hal

ini selain sebagai nutrien yang ideal, dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan

dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung zat gizi khusus yang diperlukan otak

bayi agar tumbuh optimal. Zat gizi khusus tersebut tidak terdapat atau sedikit terdapat

pada susu sapi. Zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan otak bayi yang tidak ada

atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi, antara lain:

1. Taurin yaitu asam amino yang berfungsi untuk membantu perkembangan sel otak

(33)

2. Laktosa merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit sekali

terdapat pada susu sapi.

3. Asam lemak ikatan panjang (DHA, AA, omega-3, omega-6) merupakan asam

lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit dalam susu sapi.

Mengingat hal-hal tersebut, dapt dimengerti bahwa pertumbuhan otak bayi yang

diberi ASI secara eksklusif selama 6 bulan akan optimal dengan kualitas yang

optimal pula. Hasil penelitian terhadap 1.000 bayi prematur membuktikan bayi-bayi

prematur yang diberi ASI eksklusif mempunyai IQ lebih tinggi 8,3 poin (Lucas,

1993).

d. ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang

Bayi yang sering berada dalam dekapan atau pelukan ibu karena menyusu

akan merasakan kasih sayang ibunya. Bayi juga akan merasa aman dan tenteram,

terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal

sejak bayi tersebut berada dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi

inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan akan membentuk

kepribadian anak dengan rasa percaya diri dan dasar spiritual yang baik di masa

yang akan datang (Roesli, 2007).

2. Manfaat bagi Ibu

Selain memberi keuntungan bagi bayi, menyusui jelas memberikan

keuntungan pada ibu. Menurut Soetjiningsih (1997) beberapa manfaat pemberian

ASI bagi ibu:

(34)

Apabila bayi disusui segera setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadinya

perdarahan setelah melahirkan (post partum) akan berkurang. Hal ini karena pada ibu

menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk

kontriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti.

Hal ini juga akan mengurangi terjadinya anemia sehingga akan menurunkan angka

kematian ibu yang melahirkan.

b. Menjarangkan kehamilan

Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah, dan cukup berhasil.

Selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil pada 6

bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berumur 12

bulan.

c. Mengecilkan rahim dan lebih cepat langsing 

Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim

kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses pengecilan ini akan lebih cepat dibanding

pada ibu yang tidak menyusui. Oleh karena menyusu memerlukan energi, maka tubuh

akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat

badan ibu yang menyusui secara eksklusif akan lebih cepat menurun atau berkurang.

Praktek pemberian ASI eksklusif membantu menurunkan berat badan yang

naik selama masa kehamilan dibandingkan dengan mereka yang tidak

mempraktekkan pemberian ASI eksklusif. Pada Penelitian Anderson dkk dari Italia

membandingkan berat badan 24 ibu pada masa pra-kehamilan dan 4-12 minggu

pasca-kelahiran. Tujuh belas ibu memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka,

(35)

dan ASI pada bayi mereka. Menurut hasil penelitian tersebut selama 4 minggu

pertama pasca-kelahiran, kelompok ibu yang memberikan kombinasi susu formula

mengalami penurunan berat badan lebih banyak pada saat melahirkan dibandingkan

kelompok ibu yang memberikan ASI Eksklusif. Namun demikian, setelah 8-12

minggu pasca kelahiran, kecenderungan ini menjadi terbalik. Kecenderungan

penurunan berat badan ini merupakan bukti yang nyata kendati kalori yang

dikonsumsi lebih besar dan tingkat aktivitas para ibu yang memberikan ASI Eksklusif

lebih rendah, dibandingkan dengan kelompok para ibu yang memberikan susu

formula. Keberanian para ibu untuk memberikan ASI Eksklusif pada bayi mereka

adalah satu cara untuk membantu wanita-wanita ini menghindari kelebihan berat

badan atau mengalami kegemukan.

d. Mengurangi kemungkinan menderita kanker

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan mengurangi

kemungkinan terjadinya kanker payudara dan penyakit indung telur. Jika semua

wanita dapat melanjutkan menyusui sampai 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian

kanker payudara akan berkurang sampai sekitar 25 %, dan resiko terkena kanker

indung telur berkurang 20-25%.

e. Lebih ekonomis/murah 

Dengan memberikan ASI berarti menghemat pengeluaran untuk membeli susu

formula, perlengkapan menyusui, dan persiapan pembuatan minum susu formula.

Selain itu, pemberian ASI juga menghemat pengeluaran untuk berobat bayi, misalnya

biaya jasa dokter, biaya pembelian obat-obatan, bahkan mungkin biaya perawatan di

(36)

f.Tidak merepotkan dan hemat waktu 

ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak

air, juga tanpa harus mencuci botol, dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu

panas. Pemberian susu botol akan lebih merepotkan terutama pada malam hari.

Apalagi kalau persediaan susu habis pada malam hari maka kita harus repot

mencarinya.

g. Portabel dan praktis 

Mudah dibawa kemana-mana (portable) sehingga saat bepergian tidak perlu

membawa berbagai alat atau perlengkapan untuk minum susu formula dan tidak

perlu membawa alat listrik untuk memasak atau menghangatkan susu. Air susu ibu

dapat diberikan di mana saja dan kapan saja dalam keadaan siap makan/minum, serta

dalam suhu yang selalu tepat (Roesli, 2007).

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Ibu mempunyai peran penting dalam menentukan kelangsungan pemberian

ASI secara eksklusif. Akibat kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula

sama baiknya bahkan lebih baik daripada ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat

memberikan susu formula jika merasa ASInya kurang atau terbentur kendala

menyusui. Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif ibu perlu menguasai

informasi tentang keuntungan pemberian ASI, kerugian pemberian susu formula,

pentingnya rawat gabung, cara menyusui yang baik dan benar, dan siapa yang harus

dihubungi jika terdapat keluhan menyusui.

Hambatan utama tercapainya ASI eksklusif adalah kurang sampainya

(37)

tentang menyusui berarti kehilangan akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat

memberikan perawatan terbaik pada bayinya dan seorang bayi akan kehilangan

sumber makanan yang penting baginya. Pengetahuan yang kurang tentang ASI

eksklusif terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan

pemberian pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI di pedesaan (Roesli, 2007).

Hasil penelitian Amiruddin (2006) terhadap 86 orang ibu yang mempunyai

bayi 6-11 bulan dikelurahan Pa’ Baeng – Baeng Makasar tahun 2006 yaitu untuk

mengetahui faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi

6-11 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara

promosi susu formula dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 6-11 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian Simbolon (2004) yang meneliti hubungan

perilaku ibu menyusui terhadap pemberian ASI di wilayah kerja puskesmas Teluk

Nibung Tanjung Balai pada 100 orang ibu yang pernah menyusui dan mempunyai

balita usia 2-4 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan pemberian ASI Eksklusif.

Sebagaimana kita ketahui perilaku sangat memengaruhi seseorang dalam

bertingkah-laku. Menurut Laurence W.Green dalam Notoatmodjo (2007), perilaku

dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu : 1. faktor predisposisi (predisposing factors),

yaitu : faktor pencetus timbulnya perilaku seperti : umur, pengetahuan, pengalaman,

pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan, paritas, dan lain sebagainya. 2. faktor

pendukung (enabling factors) yaitu : faktor yang mendukung timbulnya perilaku

seperti lingkungan fisik, dana dan sumber-sumber yang ada di masyarakat misalnya :

(38)

menyediakan susu formula. 3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu :

faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal

dari orang lain misalnya : peraturan dan kebijakan pemerintah, promosi susu

formula, petugas kesehatan secara tidak langsung mempromosikan bahkan menjual

susu formula, tindakan oleh petugas kesehatan untuk memisahkan ibu dari bayinya

setelah ibu melahirkan bayi setelah beberapa jam kelahirannya, maupun dari pihak

keluarga.

Pada masyarakat tertentu, perilaku ibu terhadap pemberian ASI eksklusif

tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun temurun dan juga

dianggap sudah merupakan kebiasaan dari masyarakat bersangkutan. Upaya untuk

meningkatkan perilaku ibu yang mempunyai bayi khususnya ASI eksklusif masih

kurang. Pemberian makanan secara dini sehingga menggagalkan terlaksananya

ASI eksklusif pada bayi yang seharusnya sampai usia enam bulan sejak lahir

(Depkes RI, 2004).

Pelaksanaan ASI eksklusif dapat terlaksana dengan baik tentu saja karena

adanya pengetahuan, keterampilan, kemauan dan kesadaran seorang Ibu. Namun

selain pemberdayaan seorang ibu juga sangat diperlukan adanya dukungan suami,

keluarga, lingkungan tempat bekerja dan masyarakat (Dinkes Prop.SU, 2005).

Selain itu tingkat pendidikan ibu memengaruhi pengetahuan ibu tentang

manfaat ASI bagi bayinya. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil

kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan

bayi yang siap saji, susu buatan bayi mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan

(39)

ibu menganggap bahwa makanan tersebut lebih baik daripada ASI. Status ibu sering

keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugas-tugas lainnya, maka susu

sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang

ditinggalkan di rumah. Adanya anggapan bahwa dengan memberikan susu botol

kepada bayi sebagai salah satu simbol kehidupan dengan tingkat sosial yang lebih

tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman (Siregar, 2004).

Alasan psikologis bahwa ibu takut dengan menyusui bayinya bentuk payudara

dan tubuhnya akan berubah dan menjadi tidak cantik lagi. Disamping Kurangnya

informasi dan koordinasi antara petugas kesehatan kepada ibu bersalin agar

menganjurkan setiap ibu menyusui bayi mereka, serta praktek yang keliru dengan

memberikan botol kepada bayi yang baru lahir. Selain itu sering juga ditemui ibu

menyusui bayinya karena terpaksa baik karena terjadinya bendungan ASI yang

mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya menyusu, luka pada puting susu

yang sering menyebabkan rasa nyeri, kelainan pada puting susu dan adanya

penyakit tertentu seperti Tuberkulosa (Depkes RI, 2007).

Berbagai mitos tentang ASI yang berkaitan dengan bentuk tubuh ibu bahwa

menyusui dikhawatirkan akan membuat tubuh ibu sukar kembali ke bentuk aslinya

dan takut ditinggal suami. Padahal timbunan lemak yang terjadi selama masa

kehamilan akan lebih mudah menghilang karena digunakan dalam proses menyusui.

Makin sering menyusui makin banyak produksi ASI yang dihasilkan sehingga

kebutuhan bayi akan ASI dapat tercukupi. Hendaknya semua perempuan sadar bahwa

payudara yang dimilikinya adalah karunia tuhan agar bisa menyusukan bayi (Roesli,

(40)

Memburuknya gizi pada anak dapat juga terjadi akibat ketidaktahuan ibu

mengenai cara-cara pemberian ASI kepada anaknya. Hal lain dapat juga disebabkan

oleh kurangnya pemenuhan nutrisi selama ibu hamil yang berakibat melahirkan bayi

dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Faktor lain yang berpengaruh adalah

paritas ibu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Zaenab R. dan Joeharno tentang

beberapa faktor resiko kejadian BBLR di rumah sakit Al-Fatah pada bulan

Januari-Desember 2006 di Ambon. Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) =

2,438 sehingga dapat dikatakan bahwa paritas ibu merupakan faktor resiko terhadap

kejadian BBLR. Pada penelitian tersebut juga diuraikan bahwa status gizi ibu seperti

anemia pada ibu hamil akan berpengaruh terhadap berat badan bayi lahir rendah

(59,2%). Hal ini nantinya berpengaruh terhadap proses atau cara persalinan ibu. Usia

ibu pada waktu hamil juga berpengaruh terhadap terjadinya bayi berat badan lahir

rendah.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI adalah sikap ibu .

Sikap (attitude) menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan atau kesediaan seseorang

untuk bertingkah laku atau merespons sesuatu baik terhadap rangsangan positif

maupun rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi

seseorang untuk berperilaku. (Green, 1980).

Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu :

komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif

(conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

(41)

Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif

seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen konatif merupakan aspek

kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang.

Interaksi antara ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila

dihadapkan dengan suatu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus

mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila salah satu diantara ketiga komponen

sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang

menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga

konsistensi itu tercapai kembali (Azwar, 2007).

Berdasarkan penelitian Syarifah (2000) terhadap 97 orang ibu yang

mempunyai bayi usia 4 – 6 bulan di puskesmas Gandus Kecamatan Hilir Barat II

Palembang yang meneliti faktor determinan terhadap pola pemberian ASI ditemukan

4 variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan pola pemberian ASI yaitu :

pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dorongan keluarga. Hasil

analisis multivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara keempat

variabel tersebut dengan pemberian ASI.

Menurut Suhendro yang dikutip oleh Septa (2005) terdapat beberapa faktor

yang memengaruhi pemberian ASI, antara lain:

a. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan peresepsi terhadap objek. Penginderaan terjadi melalui panca

(42)

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai tingkat yang berbeda-beda yang secara garis besar dapat dibagi dalam

enam tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (know) : Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, termasuk

mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang diterima.

2. Memahami (comprehension) : Pada tingkatan ini orang sudah paham dan

dapat menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar juga.

3. Aplikasi (application) : Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis) : Sudah ada kemampuan untuk menjabarkan materi yang

telah dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis) : Kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi yang ada dengan cara meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation) : Berkaitan dengan kemampuan untuk menilai terhadap

suatu objek baik berdasarkan kriteria yang dibuat sendiri atau berdasarkan

(43)

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Septa (2005) tentang pengetahuan

ibu dalam pemberian ASI, terdapat 52,9% (36 responden) dari 68 responden yang

memiliki pengetahuan dengan kategori sedang, dan 35,3% (24 responden) dengan

kategori kurang dan hanya 11,8% (8 responden) saja dengan kategori baik. Melalui

penelitian ini dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu sudah mengetahui pentingnya

ASI bagi bayi dan hal-hal yang terbaik yang seharusnya dilakukan sehubungan

dengan pemberian ASI bagi bayi. Namun demikian, jumlah responden yang masih

memiliki pengetahuan yang kurang juga cukup besar dibandingkan dengan yang

memiliki pengetahuan baik. Banyak faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan

ini, salah satunya adalah pendidikan formal seseorang.

Beberapa tradisi yang berlaku di suatu daerah bahwa kehamilan merupakan

salah satu alasan untuk melakukan penyapihan dini (sebelum bayi berumur 1 tahun).

Keadaan ini merupakan suatu tradisi yang merugikan sepanjang diketahui bahwa

kehamilan tidak memengaruhi gizi ASI baik kualitas maupun kuantitas. Tradisi

tersebut menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi ibu dalam hal pemberian ASI

bagi bayinya. Keadaan ini akan sangat merugikan bagi bayi mengingat begitu

pentingnya ASI bagi bayi. Pengetahuan ibu tentang ASI akan membentuk sikap ibu

terhadap pemberian ASI dan selanjutnya akan mendorong ibu untuk bertindak,

tindakan yang dapat menolak maupun menerima dengan baik akan pentingnya ASI

bagi bayi. Dengan kata lain, pengetahuan ibu akan pentingnya memberikan ASI pada

bayinya tentunya akan mendorong ibu dalam memberikan ASI kepada bayinya

(Septa, 2005).

(44)

Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh dalam pemberian ASI, makin

tinggi pendidikan ibu makin rendah prevalensi menyusui. Dalam penelitian Sanjaya

(1980) yang dikutip dari Septa (2005) diperoleh kecendrungan ibu-ibu berpendidikan

sekolah lanjutan atas di Jakarta untuk tidak lagi memberikan ASI kepada bayinya.

Hal ini terjadi karena ibu-ibu yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)

akan ikut bekerja sehingga mengurangi kesempatan ibu untuk menyusui bayinya.

Menurut hasil penelitian Sanjaya (1980) di Bogor menyatakan bahwa

penyapihan di daerah pedesaan dilakukan pada bayi umur 1-2 tahun. Dalam

penelitian ini juga ditemukan bahwa tingkat pendidikan ibu yang semakin tinggi

mengakibatkan penyapihan lebih awal. Dalam kutipan Septa (2005) tentang hasil

penelitian Purnomo dan kawan-kawan (1987) bahwa adanya pergeseran pola

penyapihan anak yang semakin cepat pada kelompok ibu yang berpendidikan tinggi.

Demikian juga halnya penelitan yang dilakukan oleh Ridwan Amiruddin (2006) pada

86 orang ibu yang mempunyai bayi berumur 6-11 bulan di Makasar mengatakan

bahwa tingkat pendidikan memengaruhi pengetahuan responden terhadap pemberian

ASI eksklusif.

Pada penelitian di Pakistan, tingkat kematian anak pada ibu-ibu yang lama

pendidikannya lima tahun adalah 50 % lebih rendah daripada ibu-ibu yang buta

huruf. Demikian juga di Indonesia bahwa pemberian makanan padat yang terlalu dini

sebagian besar dilakukan oleh ibu-ibu yang berpendidikan rendah, mungkin faktor

ketidaktahuan adalah sebagai penyebabnya.

(45)

Penyakit yang diderita ibu seperti puting susu yang pecah-pecah dan luka

kelenjar susu yang mengalami peradangan dan penyakit-penyakit berat lainnya

seperti tuberkulosa yang dapat menyebabkan ibu tidak memberikan ASI kepada

bayinya. Persalinan dengan tindakan seperti : sectio caesarea dapat menyebabkan ibu

tidak memberikan ASInya, karena adanya indikasi medis atau disebabkan oleh hal

lain.

d. Umur

Semakin tua umur ibu, semakin tinggi kecenderungan menyusui bayinya

dibandingkan dengan ibu-ibu muda, hal ini disebabkan karena makin tua seorang ibu

maka semakin banyak pengalamannya dalam merawat dan menyusui bayi.

e. Pendapatan Keluarga

Semakin tinggi keadaan ekonomi keluarga, semakin berkurang prevalensi

menyusui. Dewasa ini keadaan ekonomi yang mengalami krisis menuntut setiap

individu agar dapat memenuhi segala kebutuhan hidup yang terus meningkat secara

tidak seimbang bila dibandingkan dengan pendapatan masyarakat. Tekanan ekonomi

yang dialami masyarakat membuat persaingan dalam berusaha dan bekerja semakin

sulit. Semua orang berusaha untuk meningkatkan status sosial ekonominya, jika

pemenuhan kebutuhan dianggap kurang maka berbagai usaha akan dicoba untuk

bertahan, salah satunya adalah mengikut sertakan wanita atau ibu di dalam keluarga

untuk mencari nafkah. Hal inilah yang banyak mendorong ibu untuk mengganti ASI

dengan makanan lain karena kesibukannya (Daldjoni, 1982).

Pada dasarnya dengan menyusui secara eksklusif ibu tidak perlu

(46)

demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula

dan peralatannya serta mengurangi biaya yang harus dikeluarkan jika bayi sakit.

Suatu penelitian Cohen dan kawan-kawan (1995), yang melakukan penelitian

terhadap 567 ibu bekerja menunjukkan bahwa ibu yang bekerja dan memberikan ASI

eksklusif lebih jarang bolos (25%) dibandingkan dengan ibu dengan bayi yang

diberi susu formula (75%), karena bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang sakit.

Dengan demikian akhirnya akan menghemat pengeluaran negara dan mencegah

kemungkinan terjadinya generasi yang hilang (lost generation).

   

 

 

 

 

 

 

 

 

(47)

 

2.4 Landasan Teori  

Landasan Teori yang digunakan untuk menganalisis faktor‐faktor yang memengaruhi 

pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0 – 6 bulan   adalah teori perilaku model Green 

(1980) yang dapat dilihat pada skema di bawah ini : 

Faktor Predisposisi : - Tingkat Pendidikan - Status sosial ekonomi - Tradisi dan kepercayaan Masyarakat

- Pengetahuan - Sikap

- Keyakinan

Pemberian ASI Eksklusif Faktor Pendukung:

- Ketersediaan dan kemudahan sarana prasarana

- Dana

Faktor Penguat : - Keluarga

- Petugas kesehatan - Status sosial Budaya - Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah

Sumber : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (Notoatmodjo, S.)

Gambar 2.1 Teori Perilaku Model Green pada Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi

(48)

34

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari skema Green (1980) seperti

yang dapat dilihat di bawah ini :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor predisposisi

- Umur

- Tingkat Pendidikan - Pekerjaan

- Lama Waktu kerja - Paritas

- Cara Lahir

- Berat Badan Bayi Lahir - Pengetahuan

- Sikap

Faktor pendorong

- Penolong Persalinan - Keluarga

Pemberian ASI Eksklusif Faktor Pendukung

- Promosi Susu Formula

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Gambar

Gambar 2.1 Teori  Perilaku  Model  Green pada Faktor-Faktor yang
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Tabel 3.1     Besar   Sampel  untuk  masing-masing   Kecamatan   Berdasarkan
Tabel 3.3 Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

TUJUAN DAN METODE: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.. Penelitian ini dilakukan

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 4 – 6

450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia yaitu “Pemberian ASI eksklusif, diwajibkan bagi bayi baru lahir sampai bayi berumur 6 bulan

Perlu dilakukan dan mempertahankan pemberian ASI eksklusif karena sangat berbeda antara perkembangan bayi yang diberi dan tidak diberi ASI eksklusif sehingga ibu

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan keluarga dan faktor sosial budaya terhadap pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 0 – 6 Bulan di Wilayah

Beberapa hal yang layak untuk dipertimbangkan adalah diharapkan angka pemberian ASI ekslusif dengan peningkatan berat badan pada bayi umur 0- 6 bulan di Wilayah Kerja

Hubungan Persepsi Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pada Bayi Umur 6–24 Bulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 81 responden tentang hubungan

faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada ibu yang mempunyai bayi 7-24 bulan Di Desa Srigading, Sanden, Bantul diperoleh faktor dominan yang mempengaruhi