BAB III PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DI INDONESIA
F. Pengaturan Organisation for Economic Co-Operation and Development
Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) adalah organisasi internasional yang didirikan untuk mempererat kerjasama dan pembangunan ekonomi antar negara demi mewujudkan stabilitas perekonomian yang berkelanjutan dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas.120 Organisasi ini pertama kali berdiri pada tahun 1948 dengan nama Organisation for European Economic Co-Operation (OEEC) yang dibentuk untuk menjalankan The Marshall Plan yang didanai AS untuk rekonstruksi Eropa yang telah rusak oleh Perang Dunia II. Kemudian pada tanggal 14 Desember 1960 ditandatangani sebuah konvensi yang merubah OEEC menjadi OECD, dan konvensi ini mulai berlaku pada tahun 1961. Pasal 1 konvensi ini menjelaskan tujuan dari OECD, yaitu untuk mempromosikan kebijakan yang dirancang:
a) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja tertinggi yang berkelanjutan dan peningkatan standar hidup di negara-negara Anggota, sambil menjaga stabilitas keuangan, dan dengan demikian berkontribusi pada pengembangan ekonomi dunia;
b) untuk berkontribusi pada ekspansi ekonomi yang sehat di negara-negara Anggota serta non-anggota dalam proses pembangunan ekonomi; dan
120 OECD, diakses dari https://www.oecd.org/about/, pada 16 April 2021
103
c) untuk berkontribusi pada perluasan perdagangan dunia dengan dasar multilateral, non-diskriminatif sesuai dengan kewajiban internasional.
Hingga saat ini ada 37 negara yang menjadi anggota OECD, yaitu Australia, Austria, Belgium, Canada, Chile, Colombia, Czech, Republic, Denmark, Estonia, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Israel, Italy, Japan, South Korea, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan 5 negara yang menjadi mitra utama (Key Partners) yaitu, Brazil, China, India, Indonesia, dan South Africa.121 Walaupun Indonesia belum menjadi negara anggota OECD, namun KPPU Indonesia telah tiga kali ditunjuk sebagai regular observer pada Komite Persaingan OECD, yaitu pada tahun 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013, dan status tersebut merupakan status keanggotaan tertinggi bagi negara non-OECD.122
OECD menyediakan forum di mana Pemerintah dapat bekerja bersama untuk berbagi pengalaman dan mencari solusi permasalahan umum. Pemerintah negara Anggota dan Mitra yang bekerja dengan Organisasi untuk memahami pendorong utama perubahan lingkungan, sosial, dan ekonomi. OECD mengukur produktivitas serta jalur perdagangan dan investasi global, menganalisis dan membandingkan data untuk memprediksi tren di masa mendatang, dan menetapkan standar internasional ke beragam masalah.123 OECD juga telah mengembangkan berbagai perangkat hukum berdasarkan kerja substantif yang dilakukan dalam Komite Organisasi, banyak yang telah menjadi standar global.
Perangkat hukum ini didasarkan pada pelaporan dan analisis mendalam yang
121 Ibid
122 KPPU, Laporan Tahunan 2011, hal. 23, Pada 21 April 2021
123 OECD, Aktif Bersama Indonesia, Oktober 2018, hal. 60
dilakukan dalam Sekretariat dan mencakup berbagai topik,124 salah satu diantaranya yaitu mengenai persaingan usaha yang sehat khususnya dalam bidang pengadaan publik, OECD berupaya untuk meningkatkan proses pengadaan publik di negara-negara anggotanya serta negara pelaku ekonomi di luar anggota, sehingga pada tahun 2009 OECD mengeluarkan sebuah pedoman untuk mengatasi persekongkolan tender dalam pengadaan publik (Guidelines for Fighting Bid Rigging in Public Procurement), pedoman ini dibuat untuk mengurangi resiko terjadinya persekongkolan dalam pengadaan publik dengan membuat sebuah rancangan proses pengadaan dan mendeteksi dugaan persekongkolan dalam proses pengadaan.125
Dalam pedoman ini, OECD menjelaskan bahwa persekongkolan dalam tender dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti:126
1. Penawaran Palsu (Cover Bidding) 2. Pengaturan Penawaran (Bid Suppresion) 3. Rotasi Penawaran (Bid Rotation)
4. Alokasi Pasar (Market Allocation)
OECD juga menjelaskan karakteristik sektor industri, produk, dan jasa yang dapat menjadi indikasi terjadinya suatu kolusi, yaitu:
1. Jumlah Perusahaan Yang Sedikit
Semakin sedikit jumlah penjual, maka akan semakin mudah bagi mereka dalam membuat perjanjian dalam mengatur persekongkolan.
124 Ibid, hal. 62
125 OECD, Guidelines for Fighting Bid Rigging in Public Procurement, diakses dari https://www.oecd.org/daf/competition/guidelines for fighting bid rigging in public procurement.htm, Pada 16 April 2021
126 OECD, Pedoman Untuk Mengatasi Persekongkolan Tender Dalam Pengadaan Publik, 2009, hal. 2
105
2. Sedikit Atau Tiada Hambatan Masuk
Ketika terdapat jumlah perusahaan yang sedikit dalam memasuki pasar atau akan memasuki pasar karena biaya yang cukup besar, susah untuk dimasuki, perusahaan dalam pasar tersebut akan dilindungi dari tekanan perusahaan akibat pemain baru yang potensial
3. Kondisi Pasar
Suatu aliran permintaan sektor public yang tetap dan dapat diprediksi cenderung meningkatkan resik kolusi.
4. Asosiasi Perusahaan
Ketika asosiasi dirubah menjadi tujuan yang ilegal dan anti persaingan, asosiasi tersebut dapat digunakan oleh pelaku usaha untuk bertemu dan membahas mengenai cara dan metode untuk mencapai dan melaksanakan suatu perjanjian persekongkolan tender.
5. Pengadaan yang Berulang
Frekuensi pengadaan membantu para anggota persekongkolan untuk mengalokasikan kontrak di antara mereka.
6. Produk atau Jasa yang Mirip atau Sederhana
Ketika suatu produk atau jasa yang dijual individu atau perusahaan adalah serupa atau sangat mirip, maka akan semakin mudah bagi perusahaan untuk membuat perjanjian dalam hal struktur harga penawaran yang sama.
7. Substitusi yang Sedikit
Ketika terdapat sedikit, atau sama sekali tidak terdapat, produk atau jasa alternatif yang dapat disubtitusi dengan produk atau jasa yang sedang dibeli, perusahaan atau individu yang berkeinginan untuk mengatur tender
akan lebih aman karena mengetahui bahwa pembeli memiliki alternatif yang terbatas dan upaya menaikkan harga mereka akan lebih berhasil.
8. Sedikit atau Ketiadaan Perubahan Teknologi
Sedikit atau ketiadaan inovasi produk atau jasa akan membantu perusahaan untuk membuat perjanjian dan mempertahankan perjanjian tersebut untuk jangka waktu yang cukup lama.
Untuk mengurangi resiko terjadinya persekongkolan tender, OECD telah membuat pedoman daftar periksa (checklist) untuk menyusun proses pengadaan yaitu:127
1. Mencari informasi sebelum menyusun proses tender
2. Menyusun proses tender untuk memaksimalkan partisipasi penawar potensial yang bersaing
3. Menentukan persyaratan yang jelas demi menghindari adanya kerancuan atau multitafsir oleh peserta tender
4. Merancang proses tender untuk secara efektif mengurangi komunikasi diantara peserta tender
5. Hati-hati dalam memilih kriteria untuk mengevaluasi dan mengumumkan pemenang tender
6. Meningkatkan kesadaran akan resiko persekongkolan dalam tender, seperti dengan melakukan pelatihan profesional untuk memperkuat kesadaran pejabat pengadaan mengenai isu persaingan usaha di pengadaan publik.
127 Ibid, hal. 5-12
107
Persekongkolan tender sangat sulit dideteksi karena umumnya dilakukan secara rahasia, oleh karenanya OECD juga membuat pedoman checklist untuk mengidentifikasi persekongkolan tender dalam pengadaan publik:128
1. Mencari tanda atau pola peringatan ketika perusahaan sedang mengajukan penawaran
2. Perhatikan indikasi persekongkolan dalam semua dokumen yang disampaikan
3. Perhatikan indikasi persekongkolan dan pola terkait dengan harga, karena harga penawaran dapat digunakan untuk menemukan telah terjadi atau tidaknya sebuah kolusi.
4. Selalu perhatikan pernyataan yang mencurigakan, yang menyarankan bahwa perusahaan dapat mencapai perjanjian atau mengkoordinasikan harganya atau perilaku penjualannya.
5. Selalu perhatikan perilaku yang mencurigakan, cari tahu mengenai pertemuan atau acara dimana para pemasok dimungkinkan memiliki kesempatan untuk membahas harga, atau perilaku yang menyarankan suatu perusahaan mengambil tindakan tertentu yang hanya menguntungkan perusahaan lainnya.
6. Perhatikan indikator persekongkolan tender, karena ketika pola mencurigakan dalam pengadaan diketahui atau ketika pejabat pengadaan mendengar pernyataan atau mengamati perilaku yang aneh, investigasi lanjutan atas persekongkolan tender dibutuhkan.
128 Ibid, hal.13-18
7. Terdapat langkah-langkah yang harus diperhatikan jika terjadi dugaan persekongkolan dalam tender, yaitu:
a. Miliki pemahaman atas hukum mengenai persekongkolan tender di negaramu.
b. Jangan bahas permasalahanmu dengan peserta yang mencurigakan.
c. Simpan semua dokumen, termasuk dokumen penawaran, korespondensi, amplop, dan sebagainya.
d. Simpan catatan detil mengenai perilaku dan pernyataan yang mencurigakan, termasuk tanggal, siapa yang terlibat, dan siapa yang hadir dan apa yang sesungguhnya terjadi atau yang dikatakannya.
Catatan harus dibuat sepanjang proses tender atau ketika masih teringat jelas di pikiran pejabat pengadaan, sehingga masih dapat ditulis penjelasan yang akurat mengenai kejadian tersebut.
e. Hubungi lembaga persaingan usaha di negaramu.
f. Setelah berkonsulasi dengan staf hukum internal, pertimbangkan apakah layak untuk meneruskan pengadaan tersebut.
Persekongkolan dalam tender merupakan praktek tidak sah pada seluruh Negara anggota OECD dan dapat diperiksa dan dijatuhi sangsi di bawah hukum dan aturan persaingan usaha. Untuk mendorong terciptanya sebuah integritas dan mencegah terjadinya persekongkolan, maka OECD mengeluarkan OECD Principles For Integrity In Public Procurement, yaitu prinsip OECD untuk meningkatkan integritas dalam pengadaan publik. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:129
129 OECD, OECD Principles for Integrity in Public Procurement, 2009, hal. 21
109
1. Keterbukaan (Transparancy)
2. Tata Kelola Yang Baik (Good Management)
3. Pencegahan Pelanggaran, Kepatuhan dan Pemantauan (Prevention of Misconduct, Compliance and Monitoring)
4. Akuntabilitas dan Kontrol (Accountability and Control)
Prinsip-prinsip ini dibuat untuk memandu pemerintah dalam mengembangkan dan mengimplementasikan suatu kerangka kerja kebijakan yang memadai untuk meningkatkan integritas dalam pengadaan publik.
OECD juga mengeluarkan pedoman yang mengatur mengenai pembuktian tidak langsung yaitu Prosecuting Cartel Without Evidence atau pedoman pembuktian kartel menggunakan indirect evidence.
Dalam pedoman ini dijelaskan bahwa:
Circumstantial evidence is evidence that does not specifically describe the terms of an agreement, or the parties to it. It includes evidence of communications among suspected cartel operators and economic evidence concerning the market and the conduct of those participating in it that suggests concerted action.130
Dalam pedoman tersebut dijelaskan bahwa bukti tidak langsung terbagi menjadi dua bentuk yaitu:
1. Bukti Komunikasi131, dimana para pelaku kartel berkomunikasi akan tetapi tidak menggambarkan substansi telah melakukan komunikasi satu dengan yang lain. Yang termasuk dalam bukti tidak langsung adalah:
a) Melihat jejak rekaman telepon tetapi bukan substansi isi percakapannya, misalnya dalam perjalanan menuju rapat/tempat bertemu selama konferensi perdagangan antar pesaing.
130 OECD, Prosecuting Cartels Without Direct Evidence of Agreement, 2007, hal. 1
131 Ibid, hal. 2
b) Bukti lain bahwa para pihak berkomunikasi tentang subjek tertentu misalnya dengan melihat catatan pertemuan yang menunjukkan dimana harga, permintaan, atau pemanfaatan kapasitas dibahas; dokumen internal yang membuktikan pemahaman tentang strategi penetapan harga pesaing, seperti kesadaran akan kenaikan harga kemudian oleh pelaku usaha.
2. Bukti Ekonomi132, yaitu melihat kegiatan ekonomi sebagai bukti untuk mengindikasi telah terjadi kegiatan kartel. Terdapat 2 bentuk bukti ekonomi yaitu:
a) Melihat bukti perilaku oleh perusahaan di pasar dan industri secara keseluruhan. Bukti perilaku ekonomi juga mencakup praktik fasilitasi yaitu praktik yang dapat mempermudah pesaing untuk mencapai atau mempertahankan kesepakatan. Praktik fasilitasi termasuk pertukaran informasi, penyepakatan harga, pemerataan pengiriman, perlindungan harga dan kebijakan negara yang paling disukai, dan standar produk yang tidak dibatasi. Penting untuk dicatat bahwa perilaku yang digambarkan sebagai praktik fasilitasi tidak selalu melanggar hukum.
Tetapi ketika otoritas persaingan telah menemukan bukti tidak langsung lainnya yang menunjukkan adanya perjanjian kartel, keberadaan praktik fasilitasi dapat menjadi pelengkap penting.
132 Ibid, hal. 2-3
111
b) Bukti struktural, yaitu terjadinya perubahan konsentrasi pasar, hambatan pasar, integrasi vertikal tingkat tinggi dan produk-produk yang sama.