• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Dalam Perbankan Syariah

Dalam dokumen BUKU HUKUM PERBANKAN SYARIAH Baru (Halaman 88-99)

DAFTAR PUSTAKA

B. Pengawasan Dalam Perbankan Syariah

Sebagai upaya pengendalian, meskipun suatu lembaga telah menyandang nama syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Dalam menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah berupaya menjaga dan memilihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya.44

1. Melalui sturuktur organisasi

a. Dewan Pengawasan Syariah (DPS)

Dalam sturuktur organisasi bank syariah, ada lembaga yang bertugas dan

bertanggung jawab memberikan

pengawasan terhadap operasional bank syariah, yakni dewan pengawas syariah (DPS). Lemabaga ini biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan pengawas syariah ditetapkan oleh rapat pemegang saham dari calon yang 44 Ardian Sutedi, S.H., M.H. Perbankan Syariah Tinjauan Dan Beberapa Segi Hukum. Ghalia Indonesia. 2009. hal 124

telah mendapat rekomendasi dari dewan syariah nasional.45

Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalanyya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena trasnsaksi-transaksi yang berlaku dalam syariah sangat khusu jika disbanding bank konvensional. Karena itu diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengatur. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh dewan sayriah nasional.46

b. Dewan Syariah Nasional (DSN)

Sejalan dengan berkembangnya lembaga keungan syariah di tanah air berkembang pula lah jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragam DPS di 45 Op. cit., Andrian Sutedi, hal 124

46 Muhammad Syafi’I Antonio. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Gema Insan Press, 2001. Hal. 31

masing-masing lembaga keungan syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebgai paying dari lembaga dan organsasi keislaman di tanah air, mengganggap perl dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keungan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan syariah nasional atau DSN47. Lembaga ini

didirikan pada taun 1997, yang merupakan lembaga otonomi dibawah majelis ulama Indonesia, yang ketua dan sekretarisnya umumnya secara ex oficio dijabat oleh ketua dan sekretaris mejelis 47 Op. cit., Syafi’I Antonio, hal 32

ulamaindonesia. Tugas lembaga ini adalah sebagai berikut48 :

1) Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain- lain.

2) Meneliti dan member fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank syariah yang diajaukan oleh menajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari dewan pengawas syariah.

3) Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawasan syariah dalam mengawasi bank-bank syariah.

4) Merekomendasikan para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan pengawasan syariah. Dalam melaksanakan fungsinya, DSN dapat memberikan teguran kepada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan 48 Op. cit., Andrian Sutedi, hal 125

apabila lembaga tersebut menyimpang dari garis panduan yang ditetapkan. Hal ini terjadi antara lain apabila dewan syariah nasional menerima laporan dari dewan pengawas syariah tentang penyimpangan tersebut.

Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, dewan syariah nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan departemen keungan, untuk memberikan saksi agar perusahaan tersebut tidak menegembangkan lebih jauh tindak-tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah.49

Undang-undang yang mengatur Dewan Pengawas Mengenai keharusan adanya DPS dalam sturuktur kepengurusan BUS maupun BPRS diatur dalam pasal 19 ayat 2 peraturan bank Indonesia (PBI no. 6/24/PBI/2004 dan pasal 27 PBI no. 6/17/PBI/2004 50. yang kemudian diperkuat

49 Op. cit., Syafi’I Antonio, hal 33

50 Drs. Cik basir, S.H., M,I. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Pengadilan Agama Dan Mahkamah Syar’iah. Jakarta 2009.Hal 55

dengan ketentuan pasal 3251 dan 5052 UU no.

21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Ketentuan tentang dewan pengawasan syariah dalam pasal 32 UU perbankan syariah merupakan penegasan dan pengulangan terhadap ketentuan yang ada dalam pasal 109 UU no. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Dengan begitu, keberadaan dewan syariah mempunyai status hokum yang sangat kuat karena diatur di dalam UU sekaligus.53

C. Perlindungan Konsumen 1. PengertianKonsumen

DalamUndang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentangPerlindunganKonsumenmendefinisik ankonsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Berdasarkan dari

51 Zubairi Hasan. Undang-Undang Perbankan Syariah Titik Temu Hokum Islam Dan Hokum Nasional. Rajawali Pers, 2009. Hal 281

52 Op., cit. Zubairi Hasan. Hal 288

pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa.

D. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bias dilakukan dengan penuh optimisme.

Di Indonesia, dasarhukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:

 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli danPersaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

 UndangUndang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa

 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001

tentang Pembinaan Pengawasandan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota

Dengan diundang-undangkannya masalah

perlindungan konsumen, dimungkinkan

dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bias mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).

BAB III PENUTUP

1. KESIMPULAN

Bank Indonesia adalah : “Bank Sentral Republik Indonesia, denga ntujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang akan dicapai melaluipelaksanaan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.”

Pada Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, peran dan tugas utama Bank Indonesia difokuskan pada tiga sub system perekonomian yang terdiri atas moneter, perbankan, dan pembayaran.

Daftar Pustaka

Ardian Sutedi, S.H., M.H. Perbankan Syariah Tinjauan Dan Beberapa Segi Hukum. Ghalia Indonesia. Cetakan pertama : Juli 2009

Muhammad Syafi’I Antonio. Bank Syariah dari teori dan praktik., penyunting Dadi M.H. Basri, Farida R. Dewi. Cwt.1 Jakarta Gema Insan pres, 2001.

Zubairi Hasan. Undang-Undang Perbankan Syariah Titik Temu Hukum Islam Dan Hukum Nasional. Ed. 1. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Drs. Cik basir, S.H., M,I. penyelesaian sengketa perbankan syariah di pengadilan agama dan mahkamah syar’iah. Jakarta 2009. Ed. 1. Cet 1.

MATERI VI

Rambu-rambu prudential bank dan kerahasiaan bank OLEH : Nama NIM Bahrul Rozi 1110044100052 Moh. Adib MS 1110044100081 Muhammad Irfan 1111044100006 Andi Asyraf 1111044100031

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam dokumen BUKU HUKUM PERBANKAN SYARIAH Baru (Halaman 88-99)