• Tidak ada hasil yang ditemukan

UU No 30 thn 1999 tentang arbritase dan alternatif penyelesaian sengketa

Dalam dokumen BUKU HUKUM PERBANKAN SYARIAH Baru (Halaman 150-172)

MATERI VIII Perjanjian/kontrak pembiayaan

8. UU No 30 thn 1999 tentang arbritase dan alternatif penyelesaian sengketa

4. Faktor-faktor penyebab Pembiayaan Bermasalah

Kredit atau pembiayaan bermasalah pada bank disebabkan oleh berbagai factor, baik factor internal maupun eksternal , diantaranya:

84 http://khanaqwa.blogspot.com/2011/06/penanganan- pembiayaan-bermasalah-bank.html

a. Factor internal (bank)

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan kepada nasabah, pejabat bank diwajibkan mlaksanakan prinsip kehati- hatian (prudential principle) dalam

operasionalnya serta rambu-rambu

keshatanbank (prudential standards) sesuai dengan undang-undang no 10 tahun 1998 tentang perbankan . adapun factor-faktor internal (bank) penyebab kredit atau pembiayaan bermasalah diantaranya:

1. Kebijakan kredit atau pembiayaan yang ekspansif

2. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur pembiayaan

3. Ijtihad kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai bank

4. Lemahya system informasi kredit atau pembiayaan bermasalah85

B. factor eksternal (nasabah)

85 Dahlan siamat, manajemen lembaga keuangan, ed. I, cet. I, (jakarta :LP FE UI, 2001), h, 176.

Ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya kredit atau pembiayaan bermasalah yang berasal dari nsabah, yaitu:

a. Nasabah menyalahgunakan kredit atau pembiayaan yang diperoleh :

b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya

c. Nasabah beritikad tidak baik

d. Musibah terhadap nasabah atau terhadap kegiatan usaha nasabah.86

5. Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah Bank syariah dalam memberikan pembiayaan berharap bahwa pembiayaan tersebut berjalan dengan lancar, nasabah mematuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian dan membayar lunas bilamana jatuh tempo. Akan tetapi bisa terjadi dalam jangka waktu pembiayaan nasabah mengalami kesulitan dalam pembayaran yang berakibat kerugian bagi bank syariah.87

86 Gatot supramono, perbankan dan masalah kredit: suatu tinjuan yuridis, h. 134

87 Trisadini Prasastinah Usanti,” Karakteristik Prinsip Kehati- Hatian Pada Kegiatan Usaha Perbankan Syariah”, Disertasi, Universitas Airlangga, Surabaya, 2010, h.244

Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk menyelamatkan pembiayaan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/PBI/2008 mengenai Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah . Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui: a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu

perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;

b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi:

1) perubahan jadwal pembayaran; 2) perubahan jumlah angsuran;

3) perubahan jangka waktu;

4) perubahan nisbah dalam pembiayaan

mudharabah atau musyarakah;

5) perubahan proyeksi bagi hasil dalam

pembiayaan mudharabah atau

musyarakah; dan/atau:

6) pemberian potongan.

c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain meliputi:

1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;

2) konversi akad Pembiayaan;

3) konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah; dan/atau;

4) konversi Pembiayaan menjadi

penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah, yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.

6. Langkah-langkah Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah

Hal yang biasanya ditempuh oleh para pihak ketika terjadi sengketa adalah sebagai berikut:

a. Membalikan kepada butir-butir akad yang telah ada sebelumnya, yang mana dalam sebuah akad biasanya memuat klausula penyelesaian sengketa yang terdiri atas pemilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum/lembaga penyelesaian sengketa (choice of forum)

b. Para pihak yakni bank dan nasabah kembali bersama untuk mendudukkan persoalan dengan focus terhadap masalah yang dipersengketakan.

c. Mengedepankan musyawarah dan

kekeluargaan

d. Pengadilan hendaknya dijadikan solusi terakhir jika memang diperlukan.

BAB III Penutup

Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Dasar hukum dari mulai Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988 Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988 sampai dikeluarkannya UU No. 30 thn 1999

tentang arbritase dan alternatif penyelesaian sengketa.

Kemudian dalam kredit atau pembiayaan bermasalah pada bank terdapat factor-faktor didalamnya diantaranya:

1. factor internal yaitu Bank

2. Factor eksternal yaitu pada pihak Nasabah

Penyelamatan pembiayaan bermasalah

diantaranya: penjadwalan kembali (rescheduling), Persyaratan kembali (reconditioning), Penataan kembali (restructuring).

Tindak pidana perbankan

OLEH :

Nama NIM

Muhammad rudini 109044100028

Syams elias bahri 1111044100040

BAB I

PENDAHULUAN

Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakaat dalam

bentuk simpanan88. Di Indonesia terdapat bank

yang berasaskan konvensional, dan bank yang berasaskan syariah yang disebut Islamic bank atau bank syariah.

Sebagai negara hukum, sudah sepatutnya Indonesia mempunyai hukum yang mengatur tentang permasalahan- permasalahan di negaranya. Karena manusia adalah makhuk zoon

politicon yang saling membutuhkan, tidak jarang

dalam interaksi terebut terjadi pergeseran, yang disebabkan karena kesengajaan maupun karena ketidak sengajaan. Oleh karena itu hukum diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Dalam hal perbankan, Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan yang mengatur tentang tindak pidana perbankan, yang di dalamnya terdapat ketentuan- ketentuan tentang perbankan, serta dijelasakan tindakan 88 Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana: Jakarta. 2008. H. 8

apa saja yang tergolong ke dalam tindakan pidana perbankan, dan hukumannya.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian

Tindak pidana di bidang ekonomi adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan lazimnya dilakukan oleh orang- orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan mempunyai posisi penting dalam masyarakat atau pekerjaannya.

Secara umum tindak pidana ekonomi adalah tindakan melanggar hukum yang dilakukan karena atau untuk motif- motif ekonomi89. Conklin

merumuskan dan mengidentifikasi unsur- unsurnya sebagai berikut:

89 Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana: Jakarta. 2008. H. 148

 Suatu perbuatan yang melawan hukum yang diancam dengan sanksi pidana

 Yang dilakukan oleh seseorang atau

korporasi di dalam pekerjaannya yang sah atau di dalam pencarian/ usahanya dibidang industri atau perdagangan.

 Untuk tujuan memperoleh uang atau kekayaan, menghindari pembayaran uang atau menghindari kehilangan atau kerugian kekayaan, memperoleh keuntungan bisnis atau keuntungan pribadi.

Adapun bentuk dari pelanggaran ekonomi tersebut, yaitu antara lain:

 Pelanggaran penghindaran pajak.

 Penipuan, atau kecurangan di bidang perkreditan (credit fraud).

 Penggelapan dana- dana masyarakat

(embezzlement of public funds), dan penyelewengan- penyelewengan dana- dana

masyarakat (misappropriation of public funds).

 Pelanggaran terhadap peraturan- peraturan keuangan atau violation of currency regulations.

 Spekulasi dan penipuan dalam transaksi

tanah (speculation and swindling in

landtransactions), penyelundupan

(smuggling).

 Delik- delik lingkungan (environmental offences).

 Menaikan harga (over pricing)serta melebihi

harga faktur (over invoicing), juga mengekspor dan mengimpor barang- barang di bawah standard an bahkan bahan produksi yang membahayakan (export and import of substandard and even dangerously unsafe products).

 Eksploitasi tenaga kerja (labour

 Penipuan konsumen (consumer froud).

Selanjutnya menurut Prof. B. Mardjono Reksodipuro, SH., MH., kejahatan ekonomi adalah setiap perbuatan yang melanggar peraturan

perundang- undangan dalam bidang

perekonomian dan keuangan serta mempunyai sanksi pidana.

Sedangkan Edwin H. Sutherland,

mengemukakan bahwa kejahatan ekonomi merupakan white collar crime, yaitu suatu kejahatan yang dilakukan oleh orang yang dihormati dan mempunyai status social yang tinggi dalam pekerjaannya90.

Dari beberapa pengertian serta unsur- unsur tindak pidana ekonomi yang dikemukakan di atas dapat kita simpulkan bahwa tindak pidana ekonomi adalah tindakan pidana atau perbuatan melanggar hukum di bidang ekonomi, yang dilakukan oleh perorangan atau koorporasi untuk

kepentingannya yang telah ditentukan sanksi- sanksinya.

Ketentuan tentang tindak pidana perbankan ini telah diatur dalam:

 UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dalam pasal 46-50.

 UU RI No. 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah dalam Bab XI tentang ketentuan pidana dalam pasal 59-66.

 UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

B. Macam- Macam Tindak Pidana Perbankan Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk tindak pidana dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kejahatan dan pelanggaran91. Adapun mengenai

tindak pidana kejahatan dan pelanggaran diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 sebagai berikut:

1. Kejahatan

Yang termasuk ke dalam tindak pidana kejahatan perbankan telah dikategorikan dalam pasal 51 ayat 1. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa semua tindakan yang terkandung dalam pasal 46, pasal 47, pasal 47 A, pasal 48 ayat (1), pasal 49, pasal 50, dan pasal 50 A adalah kejahatan.

2. Pelanggaran

Kemudian mengenai pelanggaran dalam perbankan telah dijelaskan dalam pasal 51 ayat 2. Adapun tindak pidana perbankan yang tergolong ke dalam pelanggaran menurut pasal 51 ayat 2 adalah segala tindakan yang termasuk ke dalam pasal 48 ayat

Dari pemaparan pasal- pasal mengenai tindak kejahatan dan pelanggaran perbankan di atas dapat kita simpulkan bahwa adanya perbedaan antara kategori tindakan yang tergolong dalam kejahatan dan pelanggaran, yaitu:

a) Tindakan yang tergolong dalam kejahatan adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh pelakunya.

b) Tindakan yang tergolong dalam pelanggaran adalah tindakan yang dilakukan tidak sengaja atau karena kelalaian dari pelakunya.

c) Sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak kejahatan lebih berat dari sanksi yang diberikan terhadap pelaku pelanggaran.

C. Tindak Pidana Diluar UU Perbankan

Bahwa tindak pidana di bidang perbankan yang diatur dalam Undang- undang perbankan, baik yang dikategorikan sebagai kejahatan

ataupun pelanggaran belumlah cukup memadai untuk mencegah dan menindak kejahatan di bidang perbankan92.

Keadaan yang demikian tentu memerlukan adanya peraturan perundang- undangan lain yang dapat diterapkan. Antara lain adalah UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantaasan korupsi dan UU No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencuciaan uang dan UU No. 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas UU No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencuciaan uang.

1. Tindak pidana pencucian uang

Tindak pidana pencucian uang dijelaskan dalam pasal 1 UU No. 8 Tahun 2010 adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur- unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini. Unsur- unsur yang dimaksud dalam pasal 1 UU No, 8 Tahun 2010 ini adalah 92 Ibid, H. 158

ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam pasal 3- 5 dalam UU No 8 Tahun 2010 ini.

Tindak Pidana Pencucian Uang ( money laundering) secara populer dapat dijelaskan sebagai aktivitas memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan oleh

organized crime maupun individu yang

melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotik dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa uang tersebut berasal dari kegiatan illegal.93

Dari pemaparan pasal 3- 5 UU No. 8 Tahun 2010 tersebut dapat kita pahami bahwa pencucian uang adalah suatu tindakan dengan tujuan menyamarkan asal- usul harta yang dilakukan seseorang atau korporasi terhadap 93 Yunus Husein, “PPATK: Tugas, Wewenang, dan Peranannya Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucuian Uang”, Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 22 No.3, 2003), hal.26.

harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana.

Unsur- unsur tindakan pencucian uang, yaitu:

 Adanya pelaku dalam hal ini bisa perseorangan ataupun korporaasi.

 Adanya tindakan yang bertujuan menyamarkan harta kekayaan.

 Harta kekayaan tersebut merupakan hasil

dari tindak pidana. 2. Tindak pidana korupsi

Kata korupsi berasal dari Korup yang berarti busuk, palsu, suap , buruk, rusak, suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang/ dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi (kamus Hukum, 2002)

Dalam Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001, korupsi adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud memperkaya

diri/orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat merugikan keuangan Negara.

KESIMPULAN

Secara umum tindak pidana ekonomi adalah tindakan melanggar hukum yang dilakukan karena atau untuk motif- motif ekonomi. Tindak pidana perbankan terbagi dalam 2 jenis yaitu pelanggaran, dan kejahatan. Secara umum perbedaan tindak pidana perbankan pelanggaran dan kejahatan adalah:

 Tindakan yang tergolong dalam kejahatan adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh pelakunya.

 Tindakan yang tergolong dalam pelanggaran

adalah tindakan yang dilakukan tidak sengaja atau karena kelalaian dari pelakunya.

 Sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak kejahatan lebih berat dari sanksi yang diberikan terhadap pelaku pelanggaran.

Ketentuan tentang tindak pidana perbangkan telah diatur dalam:

 UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dalam pasal 46-50.

 UU RI No. 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah dalam Bab XI tentang ketentuan pidana dalam pasal 59-66.

 UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

DAFTAR PUSTAKA

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, 2008, Jakarta: Kencana

Yunus Husein, “PPATK: Tugas, Wewenang, daan Peranannya Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucuian Uang”, Jurnal

Dalam dokumen BUKU HUKUM PERBANKAN SYARIAH Baru (Halaman 150-172)