• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan dan Peraturan Perbankan Indonesia

Dalam dokumen PT BANK PUNDI INDONESIA TBK (Halaman 112-119)

RAMONO SUKADIS

C. Pengawasan dan Peraturan Perbankan Indonesia

Sejak diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992, sebagaimana diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimuat dalam Lembaran Negara No.182 tahun 1998, Tambahan Lembaran Negara No.3790 (”Undang-undang Perbankan”), dan sesuai dengan Undang-undang No.23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999, tentang BI, yang dimuat dalam Lembaran Negara No.66 tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara No.3843, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.3 Tahun 2004 tanggal

Untuk menunjang tugas pokoknya, BI diberikan wewenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran Rupiah. BI juga menerbitkan kebijakan mengenai wewenang kesehatan, solvabilitas dan likuiditas bank, mengatur lalu lintas pembayaran kredit, menyelenggarakan kliring, dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.

Undang-undang Perbankan dan Undang-undang BI adalah landasan hukum utama yang mengatur pemberian ijin-ijin usaha dan pengaturan sektor perbankan. Undang-undang ini memberikan kewenangan yang besar kepada BI. Perbankan Indonesia juga tunduk pada peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan peraturan pelaksanaan yang diterbitkan oleh BI dan Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Perubahan Penghitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/Pensiunan

Berdasarkan Surat Edaran BI No.8/3/DPNP tanggal 30 Januari 2006 mengenai Perubahan Penghitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Pegawai/ Pensiunan, dalam penghitungan ATMR, kredit pegawai/pensiunan dikenakan bobot risiko sebesar 50,00% (lima puluh persen). Kredit pegawai/ pensiunan yang dapat dikenakan bobot risiko tersebut adalah kredit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

i. Karyawan/pensiunan karyawan penerima pinjaman haruslah:

a. PNS, anggota TNI/POLRI atau pegawai lembaga negara atau pegawai BUMN/BUMD; atau b. Pensiunan PNS, pensiunan TNI/POLRI, pensiunan dari pegawai lembaga negara atau pensiunan

dari pegawai BUMN/BUMD.

ii. Plafon kredit keseluruhan maksimum sebesar Rp500 juta per pegawai/pensiunan;

iii. Pegawai/pensiunan karyawan wajib dilindungi dengan asuransi jiwa dari perusahaan asuransi yang berstatus sebagai BUMN atau perusahaan asuransi swasta yang memiliki peringkat paling kurang peringkat investasi dari lembaga pemeringkat yang diakui BI;

iv. Pembayaran cicilan/pelunasan pinjaman harus berasal dari gaji/uang pensiun berdasarkan surat kuasa memotong gaji/pensiun kepada bank pemberi kredit. Dalam hal pembayaran gaji/pensiun dilakukan melalui bank lain atau BUMN lain, maka bank pemberi kredit harus memiliki perjanjian kerjasama dengan bank lain atau BUMN lain pembayar gaji/pensiun untuk melakukan pemotongan gaji/pensiun dalam rangka pembayaran angsuran/pelunasan kredit; dan

v. Bank-bank pemberi pinjaman wajib menyimpan asli sertifikat atau surat pengangkatan karyawan atau surat keputusan pensiun atau kartu registrasi induk pensiun (KARIP) serta polis asuransi jiwa atas nama peminjam.

Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum

Berdasarkan Peraturan BI No.7/15/PBI/2005 tanggal 1 Juli 2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, bank wajib memenuhi modal inti paling kurang sebesar Rp80.000 juta pada tanggal 31 Desember 2007, dan selanjutnya wajib memenuhi jumlah modal inti paling kurang sebesar Rp100.000 juta pada tanggal 31 Desember 2010.

Pemenuhan Kewajiban Modal Minimum Bank

Berdasarkan PBI No.10/15/PBI/2008 ditetapkan bahwa bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8,00% (delapan persen) dari ATMR.

Pengawasan dan Pengaturan Bank Indonesia

Sejak diberlakukannya Undang-undang Perbankan dan sesuai dengan ketentuan Undang-undang BI, BI menjadi lembaga pemerintah utama yang mengawasi perbankan Indonesia.Sebelumnya tugas pengawasan terhadap sistem perbankan Indonesia dilakukan secara bersama-sama oleh BI dan Menteri Keuangan Republik Indonesia.Menteri Keuangan Republik Indonesia saat ini terus mengeluarkan

Tugas pokok BI adalah untuk:

a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan c. mengatur dan mengawasi bank.

Untuk menunjang tugas pokoknya, BI diberikan wewenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran Rupiah. BI juga mengeluarkan kebijakan mengenai kesehatan, solvabilitas dan likuiditas bank, mengatur lalu lintas pembayaran kredit, menyelenggarakan kliring, dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.

Undang-undang Perbankan dan Undang-undang BI adalah landasan hukum utama yang mengatur pemberian ijin-ijin usaha dan pengaturan sektor perbankan. Undang-undang ini memberikan kekuasaan yang besar kepada BI. Perbankan Indonesia juga tunduk pada peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh BI dan Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Perijinan dan Pembatasan Kegiatan Bank

Berdasarkan Undang-undang Perbankan dan Undang-undang BI, setiap pihak yang melakukan kegiatan perbankan termasuk kegiatan penerimaan simpanan dan penyaluran kredit, harus mendapatkan ijin dari BI. Pembukaan kantor cabang serta kantor perwakilan di luar negeri juga harus mendapatkan ijin dari BI. Bank umum di Indonesia dibatasi dalam melakukan kegiatan usahanya antara lain tidak dapat: 1. memiliki saham pada perusahaan lain, kecuali:

i. penyertaan modal pada bank atau pada perusahaan lain yang bergerak dalam bidang keuangan (yang meliputi sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, dan asuransi serta perusahaan yang menawarkan jasa kliring, penyelesaian dan kustodian);

ii. penyertaan sementara sehubungan dengan restrukturisasi kredit non-performing atau kegagalan pembiayaan yang diberikan oleh Bank berdasarkan prinsip syariah (sebagaimana didefinisikan dalam Undang-undang Perbankan).

2. bergerak dalam bidang asuransi (kecuali untuk penyertaan saham atau modal atau untuk menawarkan produk pihak ketiga); atau

3. melakukan kegiatan yang dilarang Undang-undang Perbankan, seperti bertindak selaku penjamin emisi dalam penerbitan surat berharga (commercial paper) atau melakukan kegiatan perdagangan saham di bursa efek.

Kepemilikan Bank

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum, bank hanya dapat mencatatkan sahamnya di bursa efek sebanyak-banyaknya 99,00% (sembilan puluh sembilan persen) dari jumlah modal disetor bank yang bersangkutan dan seluruh saham yang dicatatkan tersebut dapat dibeli oleh investor asing. Sisanya sebesar 1,00% (satu persen) harus dimiliki oleh pemegang saham warga negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia serta tidak dicatatkan di bursa efek.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi BI No.32/50/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembelian Saham Bank Umum, setiap pihak yang dapat membeli saham bank adalah pihak-pihak yang:

Penilaian kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai bahwa pemegang saham pengendali atau calon pemegang saham pengendali suatu bank memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan. Faktor integritas meliputi: (i) akhlak dan moral yang baik, (ii) komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, (iii) komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat dan (iv) tidak termasuk dalam daftar orang yang dilarang untuk menjadi pemegang saham bank. Faktor kelayakan keuangan meliputi penilaian atas hal-hal sebagai berikut: (i) persyaratan kemampuan keuangan dimana jika calon pemegang saham bank berbentuk badan hukum maka calon pemegang saham tersebut harus menyampaikan analisa kemampuan keuangan dan proyeksinya untuk jangka waktu minimal 3 (tiga) tahun yang disusun oleh konsultan independen, (ii) tidak termasuk dalam daftar kredit macet, (iii) tidak memiliki hutang yang jatuh tempo dan bermasalah, (iv) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu bank dinyatakan pailit dalam jangka waktu 5 tahun sebelum pencalonan, dan (v) kesediaan untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Pembelian saham oleh investor secara langsung atau melalui bursa yang menyebabkan kepemilikan mencapai 25,00% atau lebih dari modal bank yang disetor atau kurang dari 25,00% namun mengakibatkan beralihnya pengendalian, wajib terlebih dahulu mendapatkan ijin dari BI. Akan tetapi, ijin tersebut tidak diharuskan apabila pembeli saham bank tersebut tidak bermaksud mencatatkan kepemilikannya dalam Daftar Pemegang Saham. Pengertian ”investor” mencakup individu dan badan hukum. Pelaporan kepemilikan saham kepada Bapepam dan LK dan BI wajib dilakukan apabila investor membeli saham baik secara Iangsung maupun melalui bursa efek tidak kurang dari 5,00% sampai dengan kurang dari 25,00% dari modal ditempatkan dan modal disetor. Pelaporan kepada Bapepam dan LK dan BI dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak investor tersebut tercatat sebagai pemegang saham dalam Daftar Pemegang Saham bank yang bersangkutan.

Apabila investor tidak memenuhi persyaratan sebagai pemegang saham maka investor wajib mengalihkan saham tersebut kepada pihak lain yang memenuhi persyaratan dalam waktu 90 hari sejak pemberitahuan dari BI kepada pemilik saham yang bersangkutan. Dalam hal pengalihan tidak dilakukan dalam jangka waktu tersebut maka investor tersebut dilarang untuk bertindak sebagai pemegang saham bank dan bank dilarang untuk mencatatkan saham tersebut dalam Daftar Pemegang Saham dan/atau dilarang untuk memberikan hak-hak apapun sebagai pemegang saham kepada investor tersebut, termasuk hak untuk hadir dan memberikan suara dalam RUPS dan hak untuk menerima dividen.

Divestasi atau penurunan kepemilikan saham sampai dengan jumlah dibawah 10,00% harus dilakukan apabila pemegang saham yang telah ada dianggap tidak memenuhi persyaratan kelayakan dan kepatutan oleh BI.

Manajemen Bank

Di Indonesia, bank umum dikelola oleh Direksi dibawah pengawasan komisaris. Berdasarkan Peraturan BI No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum tanggal 30 Januari 2006 sebagaimana diubah dengan Peraturan BI No.8/14/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan BI No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum tanggal 5 Oktober 2006, anggota Direksi bank umum harus terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang sementara anggota Dewan Komisaris bank umum harus terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi. Bank umum yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing, dapat menempatkan warga negara asing sebagai anggota Dewan Komisaris dan Direksi, dengan syarat bahwa sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris dan 1 (satu) orang Direksi yang berkewarganegaraan Indonesia.

Calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi wajib memperoleh persetujuan dari BI sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pejabat eksekutif pada bank, perusahaan, dan/atau lembaga lain. Di samping itu anggota Direksi dilarang baik sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki saham melebihi 25,00% dari modal disetor pada suatu perusahaan lain.

Sesuai peraturan BI, semua bank umum wajib menugaskan salah seorang anggota Direksi sebagai direktur kepatuhan yang memastikan bahwa bank telah memenuhi seluruh peraturan BI, peraturan-peraturan Iainnya yang mengatur kegiatan bank dan seluruh perjanjian serta komitmen yang dibuat oleh bank kepada BI.

Sesuai dengan peraturan pasar modal, suatu perusahaan terbuka harus mempunyai :

a. Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30,00% dari jumlah anggota Dewan Komisaris di perusahaan tersebut

b. Sedikitnya 1 (satu) orang direktur yang tidak terafiliasi

c. Sekretaris Perusahaan dengan tugas sebagai penghubung antara perusahaan, Bapepam dan LK dan publik, serta

d. Komite Audit yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris serta membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya.

Ketentuan Permodalan Modal Disetor Minimum

Peraturan BI mensyaratkan bank-bank di Indonesia untuk menjaga tingkat minimum modalnya. BI mengharuskan bank-bank umum yang baru didirikan untuk memiliki modal disetor minimal sebesar Rp3 triliun.

Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio / CAR)

Pada tahun 1991, BI mengeluarkan ketentuan mengenai Rasio Kecukupan Modal (CAR) yang didasarkan pada standar Bank for International Settlements (BIS) yang tercakup dalam Basel Accord 1988 dengan beberapa modifikasi. CAR adalah kewajiban bank untuk menjaga modal minimum pada persentase tertentu atas ATMR seperti yang telah ditentukan oleh BI. BI telah mengeluarkan peraturan tanggal 13 Desember 2001 yang merubah persyaratan dan cara perhitungan CAR. Berdasarkan peraturan ini, bank-bank Indonesia diharuskan untuk mempertahankan CAR minimal 8,00% dari ATMR pada akhir Desember 2001. Bank-bank di Indonesia yang tidak memenuhi ketentuan ini dapat ditempatkan dibawah pengawasan khusus berdasarkan peraturan yang berlaku.

CAR suatu bank berasal dari pembagian antara “jumlah modal” dengan rata-rata ATMR. Berdasarkan peraturan BI, jumlah modal terdiri dari modal inti (Tier I) dan modal pelengkap (Tier II) dan harus bersih dari penyertaan ekuitas eksternal yang dilakukan oleh Bank. Modal Tier I terdiri dari (A) modal disetor, dan (B) cadangan yang telah ditentukan penggunaanya, dan harus bersih dari goodwill. Peraturan ini menetapkan bahwa cadangan yang telah ditentukan penggunaannya terdiri dari (i) tambahan modal (agio, tambahan modal diterima dari penjualan saham-saham bank pada harga premium), (ii) modal pinjaman, (iii) provisi dari laba ditahan, (iv) cadangan, (v) laba ditahan setelah dikurangi pajak (termasuk laba ditahan tahun sebelumnya yang belum ditentukan penggunaannya), (vi) 50,00% dari laba bersih tahun berjalan (vii) ketidaksesuaian nilai tukar (positif) dari cabang luar negeri dan (viii) provisi modal (tambahan dana dibayar yg ditujukan untuk tambahan modal tetapi belum disetujui pemegang saham). Cadangan yang telah ditentukan penggunaannya ini harus dikurangi (i) pengurangan modal (pengurangan modal sebagai akibat dari penjualan saham bank dengan harga yang lebih rendah dari harga nominal) (ii) rugi dari tahun sebelumnya (iii) rugi pada tahun berjalan, (iv) ketidaksesuaian nilai tukar (negatif) dari cabang luar negeri, dan (v) penurunan nilai portfolio. Semua kalkulasi laba dan rugi, akun dan provisi digunakan untuk kalkulasi CAR dengan tidak memperhitungkan pajak tangguhan. Tier II terdiri dari (i) selisih penilaian kembali aset tetap, (ii) penyisihan penghapusan aset produktif maksimum 1,25% dari ATMR, (iii) berbagai macam kredit yang memiliki karakteristik seperti modal, (iv) pinjaman subordinasi

BI akan terus melakukan evaluasi terhadap bank-bank umum setiap enam bulan untuk menjamin bahwa bank-bank tersebut memenuhi target minimum untuk CAR. Apabila CAR suatu bank lebih rendah dari 4,00%, maka pemegang saham bank diharuskan untuk menyuntikkan dana sehingga kebutuhan minimum CAR terpenuhi. Berdasarkan peraturan BI, BI dapat mengkategorikan bank umum dalam pengawasan khusus, jika berdasarkan evaluasi BI, CAR bank umum tersebut: (a) sama dengan atau kurang dari 6,00%, (b) lebih dari 6,00% dan kurang dari 8,00% dan tidak mengajukan rencana perbaikan permodalan, (c) lebih dari 6,00% dan kurang dari 8,00% dan tidak melaksanakan rencana perbaikan permodalan, (d) lebih dari 6,00% dan kurang dari 8,00% dan BI tidak menyetujui revisi rencana perbaikan permodalan. Pada tahun 2008, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, yang didasari pada perkembangan standar internasional mengenai Basel II dan standar akuntansi yang terkait dengan perhitungan kecukupan modal serta mengantisipasi perkembangan pasar keuangan global yang telah mengeluarkan berbagai varian instrumen modal. Bank diwajibkan menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko baik bank secara individual maupun secara konsolidasi dengan entitas anak. Bank wajib menyediakan modal inti minimal 5% selain itu bank juga dapat memiliki modal inovatif setinggi-tingginya atau sama dengan 10% dari modal inti (Tier 1). Modal pelengkap (Tier 2) terdiri dari modal pelengkap level atas dan modal pelengkap level bawah. Untuk modal level atas setinggi-tingginya atau sama dengan sebesar 100% dari modal Tier 1 sedangkan modal pelengkap level bawah setinggi-tingginya atau sama dengan 50% dari modal Tier 1. Modal pelengkap tambahan (Tier 3) hanya dapat digunakan untuk menghitung Risiko Pasar. Modal pelengkap tambahan (tier 3) setinggi-tingginya atau sama dengan sebesar 250% dari modal Tier 1 yang dialokasikan untuk menghitung Risiko Pasar serta jumlah jumlah modal Tier 2 ditambah modal tier 3 setinggi-tingginya atau sama dengan modal Tier 1. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) mencakup ATMR Risiko Kredit dan ATMR Risiko Operasional sedangkan bagi bank yang memenuhi kriteria tertentu ditambah ATMR untuk Risiko Pasar. Perhitungan beban modal Risiko Operasional dalam perhitungan ATMR Risiko Operasional dilakukan secara bertahap, yaitu:

• Sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan 30 Juni 2010 perhitungan beban modal Risiko Operasional sebesar 5% dari rata-rata pendapatan bruto positif tiga tahun terakhir.

• Sejak tanggal 1 Juli 2010 sampai dengan 31 Desember 2010 perhitungan beban modal Risiko Operasional sebesar 10% dari rata-rata pendapatan bruto positif tiga tahun terakhir.

• Sejak tanggal 1 Januari 2011 perhitungan beban modal Risiko Operasional sebesar 15% dari rata-rata pendapatan bruto positif tiga tahun terakhir.

Kualitas Aset Produktif, Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif dan Restrukturisasi Kredit

Bank Indonesia telah melakukan beberapa revisi atas peraturan mengenai kualitas aset produktif, pembentukan penyisihan penghapusan aset produktif dan restrukturisasi kredit.

Kualitas Aset Produktif (KAP)

Bank Indonesia mengharuskan bank-bank umum untuk mengklasifikasikan aset produktif dalam salah satu dari lima kategori. Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan tingkat minimum penyisihan penghapusan aset produktif yang harus dilakukan oleh bank umum. Kredit lancar terbagi dalam dua kategori yaitu ”lancar” dan ”dalam perhatian khusus”. Kredit Non-Performing terbagi dalam tiga kategori, yang masing-masing memiliki tingkat pembentukan penyisihan yang berbeda, yaitu kategori ”kurang lancar”, ”diragukan”, dan ”macet”. KAP dinilai berdasarkan tiga kriteria yaitu: (a) prospek usaha, (b) kondisi keuangan dalam penekanan pada arus kas debitur dan (c) kemampuan membayar.

Peraturan atau ketentuan tersebut juga menetapkan bahwa pendapatan dari aset produktif dengan kualitas ”kurang lancar”, ”diragukan”, dan ”macet”, hanya boleh diakui apabila telah diterima secara tunai. Pendapatan dari aset produktif dengan kualitas ”lancar” dan ”dalam perhatian khusus” yang telah diakui secara akrual, harus dikoreksi apabila kualitas aset produktif menjadi ”kurang lancar”, ”diragukan” dan ”macet”.

Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP)

BI mewajibkan bank umum untuk membentuk PPAP. Bank wajib membentuk PPAP berupa cadangan umum dan cadangan khusus untuk menutup risiko kemungkinan kerugian. Cadangan umum PPAP sekurang-kurangnya sebesar 1,00% dari Aset Produktif yang digolongkan ”lancar” (tidak termasuk SBI dan Surat Utang Pemerintah). Cadangan khusus PPAP ditetapkan sekurang-kurangnya 5,00% dari Aset Produktif yang digolongkan ”dalam perhatian khusus”; 15,00% dari Aset Produktif yang digolongkan ”kurang lancar” setelah dikurangi nilai agunan; 50,00% dari Aset Produktif yang digolongkan ”diragukan” setelah dikurangi nilai agunan; dan 100,00% dari Aset Produktif yang digolongkan ”macet” setelah dikurangi nilai agunan.

Bank umum diberikan waktu untuk membentuk PPAP yang diberikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dan sekarang telah dilaksanakan penuh dan telah dilaporkan sesuai dengan tabel di bawah ini :

Periode Laporan Cadangan Umum Cadangan Khusus

Lancar Perhatian Kurang Diragukan Macet

Khusus Lancar 31-12-1998 s/d 31-05 -1999 0,25% 1,25% 3,75% 50,00% 100,00% 30-06-1999 s/d 30-11-1999 0,50% 1,88% 5,50% 50,00% 100,00% 31-12-1999 s/d 31-05-2000 0,63% 2,50% 7,50% 50,00% 100,00% 30-06-2000 s/d 30-11-2000 0,75% 3,00% 10,00% 00,00% 100,00% 31-12-2000 s/d 30-05-2001 0,88% 4,00% 12,50% 00,00% 100,00% 30-06-2001 dan seterusnya 1,00% 5,00% 5,00% 5,00% 100,00%

Penilaian agunan wajib dilakukan oleh penilai independen untuk aktiva produktif kepada debitur atau kelompok peminjam dengan jumlah lebih dari Rp 5 miliar.

X. IKHTISAR DATA KEUANGAN PENTING

Di bawah ini disajikan ikhtisar data keuangan penting Perseroan untuk periode tiga bulan yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2012 yang diambil dari laporan keuangan Perseroan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Kosasih, Nurdiyaman, Tjahjo & Rekan dengan pendapat Wajar dalam semua hal yang material dengan paragraf penjelasan mengenai penerapan beberapa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tertentu yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2012 yang diterapkan secara prospektif. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2011 yang diambil dari laporan keuangan Perseroan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Kosasih, Nurdiyaman, Tjahjo & Rekan dengan pendapat Wajar dalam semua hal yang material dengan paragraf penjelasan mengenai penerapan beberapa Standar Akuntansi Keuangan tertentu. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010 yang diambil dari laporan keuangan Perseroan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Kosasih, Nurdiyaman, Tjahjo & Rekan dengan pendapat Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai penerapan awal PSAK 50 (revisi 2006) tentang “Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan” dan PSAK 55 (revisi 2006) tentang “Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran”, untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2009 yang diambil dari laporan keuangan Perseroan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Kosasih, Nurdiyaman, Tjahjo & Rekan dengan pendapat Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kelangsungan usaha, serta 31 Desember 2008 dan 2007 dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Ishak, Saleh, Soewondo dan Rekan, dengan pendapat Wajar dalam semua hal yang material dengan paragraf penjelasan mengenai risiko Perseroan di masa depan yang dapat secara langsung mempengaruhi kinerja Perseroan, sebagai berikut:

Dalam dokumen PT BANK PUNDI INDONESIA TBK (Halaman 112-119)