• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan

METODELOGI PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

7. UNIT ELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) 8.Kelompok jabatan fungsional

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1. Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan

Batubara

Pengawasan merupakan salah satu instrument model, yaitu untuk mengawal dan mengarahkan agar rencana program pada saat implementasi tetap berada pada rel, kriteria, dan kaidah-kaidah yang menjadi landasan program tersebut dirancang. Menurut Djoko widodo pelaksanaan suatu

kebijakan tidak akan berjalan baik tanpa adanya pengawasan dari dinas terkait. Adapun strategi yang dapat digunakan dalam pengawasan kebijakan yaitu pelaku kontrol kebijakan, standar operasional prosedur, sumber daya dan peralatan, dan jadwal pelaksanaan kontrol.

Pemerintah daerah Kabupaten Lebak telah mengatur kebijakan di bidang usaha pertambangan yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 tentang Penyelanggaraan Usaha pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.7 Tahun 2004 tentang pengelolaan pertambangan umum. Dalam melaksanakan peraturan daerah tersebut agar berjalan lancar sesuai dengan tujuan yang diharapkan, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak merupakan pelaksana teknis dan adminstratif dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Lebak, baik dari tahap pemberian rekomendasi izin hingga pada tahap pasca tambang. Dalam pelaksanaannya pengawasan menjadi unsur penting yang harus dilakukan. Berdasarkan kriteria Djoko Widodo maka strategi pengawasan yang dilakukan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dipengaruhi oleh berikut ini:

1. Pelaksana Kontrol Kebijakan

Pelaku kontrol kebijakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelaku kontorl internal dan pelaku kontrol eksternal. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak mnerupakan pelaksana kontrol internal dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral

dan batubara. Sesuai dengan fungsi DISTAMBEN dalam bidang pertambangan yaitu:

a. Pelaksanaan perencanaan dan perumusan kebijakan teknis pertambangan dan energi

b. Pelaksanaan bimbingan, pembinaan dan mempersiapkan ijin usaha pertambangan dan energi

c. Pelaksanaan pengawasan terhadap usaha pertambangan dan energi serta pembimbingan terhadap pelaksanaan konservasi dan reklamasi.

Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara, DISTAMBEN memiliki seksi tersendiri yaitu seksi bimbingan dan pengawasan, hal tersebut di ungkapkan oleh I.1 (RT) sebagaiberikut:

“Pengawasan dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara yang diatur dalam perda baru no 1 tahun 2011 ini sebagai pengganti perda kabupaten lebak no 7 tahun 2004 merupakan tugas dari Bidang Pertambangan Umum yang didalamnya terdapat seksi bimbingan dan pengawasan, seksi konservasi dan dampak lingkungan pertambangan, dan seksi pengusahaan pertambangan. sedangkan yang berwenang dalam pengawsan yaitu Seksi Bimbingan dan Pengawasan Pertambangan Umum (BINWAS). Binwas sendiri berfungsi melakukan pengawasan dari penerbitan izin hingga reklmasi pasca tambang.” (wawancara, 3/5/2011, 10:45 kantor distamben)

Pelaksana pengawasan dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak memang hanya sedikit dengan cakupan wilayah Kabupaten Lebak dengan luas wilayah 304.472 ha. Yang terdiri dari 28

kecamatan. Luasnya cakupan wilayah tidak diimbangi dengan petugas pengawasan yang ada, hal ini diungkapkan oleh I.2 (AN) sebagai berikut:

“dalam melakukan pengawasan bidang pertambangan itu merupakan kewenangan seksi binwas, namun hingga saat ini kami masih kekurangan personil, baru 2 pegawai yang memiliki SK sebagai PIT hal tersebut menjadi kendala kami dalam melakukan pengawasan dengan cakupan wilayah yang luas serta kondisi geografis yang tidak mudah.” (wawancara: 3/5/2011, 14:35 kantor DISTAMBEN)

Petugas inspeksi tambang (PIT) berfungsi sebagai berikut: 1. Melakukan pemeriksaan/inspeksi;

2. Melakukan penyelidikan kecelakaan tambang dan/atau kejadian berbahaya;

3. Melakukan penyelidikan terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;

4. Melakukan pengujian atas peralatan tambang;

5. Melakukan pengujian terhadap lingkungan tempat kerja;

6. Melakukan pengujian terhadap kondisi limbah cair, padat, maupun gas;

7. Melakukan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja;

8. Melakukan pembinaan lingkungan pada kegiatan usaha pertambangan umum;

9. Memberikan perintah, larangan dan petunjuk baik yang dicatat dalam buku tambang maupun secara lisan;

10.Menyusun laporan tertulis mengenai hasil pemeriksaan, membuat berita acara penyelidikan kecelakaan tambang dan/atau kejadian berbahaya, pencemaran lingkungan dan pelanggaran ketentuan dalam peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan pertambangan umum yang berlaku.

Petugas Inspeksi Tambang (PIT) berwenang untuk menutup seluruh atau sebagian kegiatan usaha tambang dilakukan secara langsung, namun tidak berhak mencabut izin hanya membuat surat penutupan sementara. Pengawasan DISTAMBEN terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan umum di Bayah dan daerah lain terkendala karena petugas kontrol yang tidak proporsional dan professional hal tersebut dapat dilihat dari jumlah pegawai yang ada yaitu sebagai berikut:

Tabel. 4.1

Jumlah Pegawai Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak

No Golongan Jumlah

1. Gol I -

2. Gol II 5 orang 3. Gol III 23 orang 4. Gol VI 2 orang

5. TKK 1 orang

6. TKS 6 orang

(Sumber: DISTAMBEN)

Tidak hanya masih mininya jumlah pegawai tapi juga disebabkan tingkat pendidikan para pegawai DISTAMBEN sebagai berikut:

Tabel.4.2

Jumlah Pegawai Berdasarkan Latarbelakang Pendidikan No Golongan Jumlah

1. SD 1 orang

2. SLTP 2 orang

3. SLTA 20 orang

4. Sarjana Muda/D III

-5. Sarjana 12 orang

6. Pasca Sarjana 2 orang

(Sumber:DISTAMBEN)

Jumlah personil dan latarbelakang pendidikan menjadi hal penting terhadap kinerja pengawasan yang dilakukan. Dalam pengawasan penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya serta dengan aparatur tingkat kecamatan. Hal tersebut diungkapkan I.1 (RT) sebagai berikut:

“DISTAMBEN sendiri dalam pelaksanaan perda ini, telah berkoordinasi dengan dinas lain yaitu koordinasi dengan badan Lingkungan Hidup kabupaten lebak, KPPT selaku penerbitan izin, Dinas perhubungan berkaitan dengan pengangkutan hasil tambang, serta berkoordinasi dengan pihak muspika kecamatan.” (wawancara: 3/5/2011, 10:45, Kantor DISTAMBEN)

Koordinasi yang dilakukan di harapkan akan mempermudah pengawasan dalam pelaksanaan peraturan yang telah ada karena Dinas Pertambangan Kabupaten Lebak belum memiliki Unit Pelaksana Tugas Dinas (UPTD) di masing-masng kecamatan terutama yang memiliki potensi pertambangan yang besar. Hal ini diungkapkan I.1. (RT) Sebagai berikut:

“…memang sampai saat ini kita belum memiliki UPTD.” (wawancara: 3/5/2011, 10:45, kantor DISTAMBEN)

Dikarena belum memiliki UPTD, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak berkoordinasi dengan Kecamatan setempat, hal ini diungkapkan oleh I.3 (US) berikut ini:

“tentunya kami berkoordinasi dengan DISTAMBEN terhadap usaha pertambangan yang ada di Bayah, DISTAMBEN selalu melibatkan pihak Kecamatan dengan muspika terutama dalam operasi penertiban karena Kecamatan juga berfungsi sebagai pengaman peraturan daerah, kalau berbicara masalah usaha pertambangan itu menjadi urusan kasi ketentraman dan ketertiban atau Mantri Polisi (MP).” (wawancara:9/5/2011, 09:30, Kantor Kecamatan Bayah)

Koordinasi yang dibangun dalam pengawasan penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Lebak ternyata masih kurang optimal dikarenakan masih banyaknya kegiatan usaha pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan. Tidak berjalan baikknya koordinasi tersebut diungkapkan oleh I.2 (AN) sebagai berikut:

“pelaksanaan koordinasi dengan dinas lain terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini menjadi salah satu kendala kami.” (wawancara:3/5/2011, 14:35, kantor DISTAMBEN)

Selain pengawasan internal yang dilakukan dinas terkait, menurut Djoko Widodo Pengawasan akan berjalan baik dengan adanya pengawasan eksternal yaitu dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta adanya pengawasan dari organisasi kemasyarakatan atau lembaga swadaya masyarakat. dengan adanya pengawasan dari organisasi eksternal diharapkan akan menjadi penyeimbang dalam

pelaksanaan pengawasan dari organsasi internal yaitu Dinas Pertambangan dan Engergi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Daerah. Pengawasan secara eksternal terhadap keberadaan uaha pertambagan dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat di daerah atau kecamatan masing-maisng yang berperan aktif sebagai pengawas independent dengan melakukan teguran-teguran yang disampaikan kepada dinas terkait maupun media masa mengenai permaslahan yang muncul. Sedangkan pengawasan yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu berupa himbauan saja kepada dinas terkait maupun muspika kecamatan setempat.

2. Standar Operasional Prosedur Pengawasan

Standar Operasional Prosedur kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat digambarkan dengan cara organisasi harus menetapakan serangkaian tujuan yang dapat diukur dari aktivitas yang telah direncanakan, Alat montoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu, program, atau system secara keseluruhan, pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi setiap penyimpanagn yang berarti, tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi rencana kearah mendekati (mencerminkan kinerja).

Standar operasional prosedur kontrol yang dilakukan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No 1 Tahun 2011 yaitu pertama menyusun tujuan yang diharapkan, tujuan yang diharapkan yaitu terselenggaranya usaha pertambangan mineral dan batubara yang berwawasan lingkungan, menigkatkan penerimaan daerah maupun negara dengan keberadaan pengusahaan potensi pertambangan, mengurangi keberadaan pertambangan tanpa izin, menciptakan iklim investasi yang kondusif di bidang pertambangan, serta berkurangnya kecelakaan tambang.

Pengawasan dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara meliputi penetapan WPR penetapan dan pemberian WIUP mineral bukan logam dan batuan, pemberian WIUP mineral logam dan batubara penerbitan IPR, penerbitan IUP, dan penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh pemegang IPR dan IUP. Sedangkan pengawasan pengelolaan usaha yaitu meliputi teknis pertambangan, pemasaran,keuangan, pengelolaan data mineral dan batubara, konservasi sumber daya mineral dan batubara, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang, pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa serta rancang bangun dalam negeri, pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan, pengembangan dan pemberdayaan

masyarakat setempat, penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan, kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum, pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR, atau IUPK, dan jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.

Standar Operasional Prosedur (SOP) pengawasan kebijakan disusun sebagai langkah kerja yang dilakukan Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak terhadap usaha pertambangan berizin dan tidak berizin. Untuk standar operasional pengawasan usaha berizin dilakukan dengan melakukan pengawasan usaha pada kegiatan pertambangan secara teknis yang meliputi K3 dan kelestarian lingkungan. dari awal dikelurkannya ijin hingga habis batas perijinan dan reklamasi pasca tambangan. Sedangkan untuk pertambangan tanpa izin dilakukan peringatan terlebih dahulu atau dengan menyita tempat penyimpanan (stockfield), kemudian melakukan bimbingan terhadap penambang ilegal agar mereka mendatarkan usahanya sehingga memiliki legalitas yang sah. Sebelum pada tahap penertiban Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak terlebih dahulu memberikan peringatan atau teguran. Teguran atau peringatan terkadang tidak menjerat para pengusaha tambang ilegal atau “gurandil” mereka cenderung kembali melakukan aktivitas setelah tim pengawas tidak ada.

Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam melakukan pengawasan dalam penyelenggaraan usaha pertambangan

mineral dan batubara telah menyusun rencana strategis yaitu program pembinaan dan pengawasan yang diharapkan program ini dapat menigkatkan usaha bidang pertambangan dan menurunya jumlah PETI. Sedangkan pembinaan dilakukan dengan sosialisasi pengolahan briket, karena sbagian besar pengusaha pertambangan di Bayah hanya menjual barang mentah sehingga tidak memiliki nilai jual yang tinggi, diharapkan dengan adanya program tersebut dapat menciptakan lapangan pkerjaan baru dan meningkatkan perekonomian masyarakat serta daerah. Dalam hal pengawasan dinas bekerja sama dengan satuan di kecamatan, adapun rincian kegiatan pengawasan dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel.4.3

Program Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak

Program Sasaran Uraian Indikator kinerja

Indikator Rencana capaian Pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan Jumlah unit usaha Unit usaha PETI 20 unit usaha 20 PETI Pengawasan dan penertiban pertambangan umum Masukan: Jumlah dana Jumlah SDM Keluaran: Terlaksananya kegiatan pengawasan dan penertiban Hasil yang dicapai:

Menigkatnya usaha pertambangan yang memilki ijin Menurunya PETI Manfaat: terkendalinya K-3 Lingkungan dan produksi pertambangan

Dampak:

Menigkatnya K-3

lingkungan dan produksi pertambangan

Pengawasan DISTAMBEN juga meliputi K3 pertambangan, karena salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat tekhnologi, serta beresiko tinggi. dalam rangka menjamin kelancaran operasi menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi kesehatan, dan keselamatan kerja pada kegiatan pertambangan.

Kecelakaan tambang sering terjadi pada pertambangan dengan sistem pertambangan bawah tanah (underground minning). Di Bayah sendiri kecelakaan tambang sering terjadi pada pertambangan batubara, biasanya disebabkan karena longsor, penggunaan bahan peledak, dan gas beracun pada lorong-lorong tambang tersebut. Hal ini menjadi perhatian penting dalam usaha pertambangan, seperti yang diungkapakn I.2 (AN) sebagai berikut:

“…terjadi kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha, kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. kehilangan SDM adalah kerugian yang sanagt besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak tergantikan oleh tekhnologi apapun. terjadinya kecelakaan tambang pada saat eksploitasi menjadi juga tanggungjawab DISTAMBEN terutama untuk pertambangan berizin, kami akan turun ke lapangan jika terjadi kecelakaan tambang.” (wawancara, 3/5/2011, 14:35, kantor DISTAMBEN)

Adanya kecelakaan tambang menjadi perhatin penting dalam jaminan kerja para buruh tambang. Sangat disayangkan bahwa para buruh tambang tersebut tidak memiliki jaminan kesehatan dari pengusaha pertambangan. Tidak sama halnya dengan buruh pabrik yang

diberikan jaminan kesehatan, buruh tambang bekerja dengan resiko yang besar tanpa adanya jaminan. Hal ini diungkapkan oleh I.12 (ES) sebagai berikut:

“mun urang mah gawe teh gawe bae, te aya eta ngarana jaminan jeng kesehatan, paling ogeh mun aya kecelakaan di lokasi ti pihak bos the sok mere duit, trus mun aya anu maot di lokasi eta the sok secara kekeluargaan bae dibereskena.”(kalau kita bekerja kita kerja saja, tidak ada namanya jaminan kesehatan, hanya saja jika terjadi kecelekaan di lokasi dari pihak bos memberikan uang, kemudian jika menelan korban jiwa diselesaikan secara kekeluargaan.) (wawancara, 26/5/2011, 15:00 lokasi tambang-desa Bayah Barat)

Tidak adanya jaminan bagi buruh tambang tersebut juga dibenarkan oleh I.7(MB) sebagai berikut kepada peneliti:

“memang neng sistemnya di usaha tambang ini, kami tidak memberikan jaminan kesehatan bagi para buruh tambang, istilahnya mah mereka itu buruh kasar. Lagian mereka tidak menuntu hal itu. Dalam usaha ini kita sudah saling mengerti akan resiko yang bisa terjadi, hal itu sudah menjadi resiko masing-masing, atu kalau ada yang meniggal kita juga memberikan uang kepada keluarga.” (wawancara, 26/5/2011, 13:00, lokasi tambang-desa Bayah Barat)

Masih minimnya jaminan kesehatan yang diterima buruh tambang menjadi semakin ironis, dengan upah yang kecil ditambah tidak ada jaminan kesehatan dari pihak pengusaha atau penyandang dana. Terutama untuk pertambangan rakyat, tidak ada jamianan pasti terhadap keselamatan dan kesehatan mereka dalam bekerja.

Dalam melaksanakan pengawasan jika menemukan pelanggaran atau kesalahan yang tidak sesuai dengan aturan teknis pertambangan yang ada, dalam melakukan inpeksi, penyelidikan, Dinas berwenang

untuk memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat, menghentikan sementara waktu sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan mineral dan batubara apabila kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan keselamatan pekerja/buruh tambang, keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan kemudian mengusulkan penghentian.

Standar operasional prosedur pengawasan yang dilakukan DISTAMBEN yaitu dengan adanya program pengawasan dan pembinaan. Keberadaan PETI ini tentunya menunjukan masih adanya penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah. DISTAMBEN selalu melakukan pengarahan dan bimbingan terhadap penambang ilegal namun terkadang tidak mendapat respon positif dari sasaran program tersebut. Terhadap penambang ilegal ada tahap-tahap untuk mengarahkan mereka pertama yaitu danya peringatan terlebih dahulu dengan teguran-teguran jika tidak dihiraukan maka akan diberikan surat peringatan agar usaha tambang tersebut segera didaftarkan menjadi legal, namun jika tidak juga didaftarkan DISTAMBEN akan melakukan operasi penertiban yang bekerjasama dengan instansi lain yaitu Satpol PP, Kepolisian setempat, dan pihak kecamatan. berikut ini gambar salah satu pengawasan DISTAMBEN dalam operasi penertiban tambang ilegal di Kecamatan Bayah

Gambar.4.2 Operasi Penertiban PETI

Gambar.4.3 Operasi penertiban PETI

3. Sumberdaya dan Peralatan

Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan alat yang memadai. Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan. Sumber anggaran untuk melaksanakan pengawasan berasal dari APBN dan APBD.

Pengawasan dalam penyelenggaraan usaha pertambangan tentunya membutuhkan sumber daya keuangan atau anggaran agar pengawasan berjalan dengan baik, serta perlu didukung dengan peralatan yang berhubungan dengan teknis pertambangan. anggaran yang disiapkan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak diungkapkan oleh I.1

(RT):

“anggaran yang dialokasikan untuk pengawasan di bidang pertambangan yaitu kurang lebih 250jt setiap tahunnya. alokasi anggaran untuk pengawasan dari APBD memang menurut kami belum memadai, kami berharap adanya penigkatan anggaran dari pemerintah terkait dengan pengawasan DISTAMBEN pada tahun depan.” (wawancara, 3/5/2011, 10:45, kantor DISTAMBEN)

Adapun rincian anggran untuk pengawasan bidang pertambangan dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel.4.3

Anggaran Pengawasan Pertamabangan umum Tahun Anggaran 2009 207.926.000 2010 216.243.000 2011 224.892.000 2012 233.887.000 2013 243.242.000 2014 252.971.000 Jumlah 1.379.161.000 (sumber: DISTAMBEN)

Masih minimnya anggaran untuk pengawasan tersebut berbanding dengan apa yang telah diperoleh daerah dari sektor pertambangan. Sektor pertambangan di Kabupaten Lebak merupakan penyumbang terbesar

kedua terhadap pendapatan asli daerah. Dalam Pengawasan yang dilakukan juga tidak didukung perlatan pengawasan yang memadai hal tersebut diungkapkan oleh I.2 (AN) sebagai berikut:

“…kita masih minim di anggaran serta peralatan yang digunakan terutama untuk teknis pertambangan seperti gas kitektor untuk mengetahui kecelakaan tambang, pengukur pencemaran lingkungan, nah alat-alat seperti itu belum kita milki, diperparah kita kekurangan kendaraan operasional untuk melakukan pengawasan.” (Wawancara: 3/5/2011, 14:35, Kantor DISTAMBEN)

Peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung pengawasan berjalan baik masih minin terutama peralatan yang berhubungan denga teknis pertambangan. Serta kendaraan operasional yang di miliki distamben yang hanya memiliki 4 buah kendaraan roda empat sedangkan harus di bagi untuk berbagai bidang yang ada di dinas tersebut. Hal tersebut tentunya membuat pengawasan yang dilakukan dinas menjadi kurang optimal.

4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol

Pelaksanaan pengawasan dilakukan pada awal dan akhir tahun, yaitu secara regular. Sebenarnya Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak tidak memiliki jadwal pengawasan yang pasti, dimana DISTAMBEN melakukan pengawasan ke lokasi jika hanya ada kejadian atau pelanggaran, contohnya adanya kecelakaan pekerja tambang. Namun Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak berkoordinasi dengan muspika di kecamatan.

Pengawasan yang dilakukan Dinas Pertambangan masih kurang intensif hal ini tentunya membuka peluang besar terjadianya penyimpangan atau pemalsuan kadar bahan galian yang diperoleh sehingga mengurangi jumlah beban pajak yang harusnya dibayarkan pegusaha pertambangan.

Dari aspek-aspek pengawasan yang dilakukan DISTAMBEN diatas tentunya perlu adanya pengawasan yang intensif dalam satu tahun. Hal ini diungkapkan oleh I.2 (AN) sebagai berikut:

“pengawasan yang kita lakukan saat ini belum intensif, dengan jadwal pengawasan hanya dua kali dalam satu tahun dengan wilayah yang juga cukup luas. hal ini dikarenakan juga masih rendahnya anggaran untuk melakukan pengawasan, kami berharap adanya penigkatan pengawsan mendapay perhatian lebih besar dalam APBD, karena PAD dari sektor pertambangan termasuk terbesar di Kabupaten Lebak. tapi pengawasan juga kami lakukan melalui evaluasi terhadap laporan rencana dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IPR, dan IUPK, inspeksi ke lokasi IUP, IPR, dan IUPK” (wawancara, 3/52011, 14:35 Kantor DISTAMBEN)

Pengawasan yang kurang intensif dari DISTAMBEN juga dikeluhkan oleh I.8 (BH) sebagai berikut:

“kalau berbicara pengawasan DISTAMBEN jarang sekali neng, setahun sekali juga engga, terutama tentang teknis pertambangan, paling-paling pengawasannya buat operasi penertiban saja. Tapi kan kita juga diharuskan meberikan laporan dan rencana kerja usaha pertambangan.” (wawancara, 28/5/2011, 13:30, kediaman informan)

Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak merupakan pengawasan internal, namun jadwal pengawasan yang dilakukan masih kurang intensif dilakukan. Karena jadwal pengawasan

tidak disusun secara periodik hanya berdasarkan pada adanya laporan penyimpangan di lokasi pertambangan. Berdasarkan pada sistem implementasi yang sukses menurut Carter dalam (Parson, 2006:447) melibatkan empat tipe kontrol yaitu koordinasi sepanjang waktu, koordinasi pada waktu tertentu, detail logistic dan penjadwalan, Penjagaan dan pemeliharaan batasan struktural. Tidak adanya jadwal pengawasan yang intensif tersebut merupakan salah satu penyebab masih kurangnya kinerja pengawasan tersebut.

4.2.2. Dampak Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara