• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Kebijakan dalam Program Malaria

2.4.4 Pengawasan Penyakit Malaria

Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari fasilitas kesehatan di lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria, untuk mendeteksi dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan survei untuk menghitung prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian yang esensial dari pengawasan malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat seperti penyemprotan insektisida diperlukan penelitian lebih dulu untuk menentukan jenis populasi nyamuk dan habitatnya. Idealnya, tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk memonitor daerah-daerah dengan parasit yang resisten terhadap obat-obatan malaria.

2.5. Sejarah Perkembangan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia 2.5.1. Periode 1959-1968 (Periode Pembasmian Malaria)

Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959 dengan adanya Komando Pembasmian Malaria (KOPEM) di pusat dan di daerah didirikan Dinas Pembasmian Malaria yang merupakan integrasi institut Malaria, serta untuk pelatihan didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4 pusat latihan lapangan di luar Jawa. Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode pembasmian, dimana fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan Lampung. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan insektisida, pengobatan dengan klorokuin dan profilaksis. Pada tahun 1961-1964 penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar wilayah Jawa dan Bali. Upaya ini cukup berhasil di daerah Jawa dan Bali dengan adanya penurunan parasite rate.

Tahun 1966, upaya pemberantasan malaria menghadapi berbagai kendala, yang disebabkan karena pembiayaan menurun baik dari pemerintah maupun dari bantuan luar, meluasnya resistensi Anopheles aconitus terhadap Dichloro-Diphenyl- Trichloroethana (DDT) dan Dieldrin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, adanya resistensi Plasmodium falciparum dan Plasmodium malarie terhadap Pirimetamin dan Proguanil serta meningkatnya toleransi Plasmodium falciparum terhadap Primakuin di Irian Jaya. Selanjutnya tahun 1968, KOPEM diintegrasikan ke dalam Ditjen P4M (Pencegahan Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular), sehingga tidak lagi menggunakan istilah pembasmian melainkan pemberantasan.

2.5.2. Periode 1969-2000 (Pemberantasan Malaria)

Dengan terintegrasinya upaya pengendalian malaria dengan sistem pelayanan kesehatan, maka kegiatan malaria dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit maupun sarana Pelayanan kesehatan lainnya. Seiring dengan perubahan ekologi, tahun 1973 mulai dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum di Yogyakarta, bahkan tahun 1975 di seluruh provinsi di Indonesia, disertai dengan kasus resistensi Plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Tahun 1973 ditemukan penderita import dari Kalimantan Timur di Yogyakarta dan pada tahun 1991 dilaporkan adanya kasus resistensi Plasmodium vivax terhadap klorokuin di Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara.

2.5.3. Periode 2000-Sekarang (Periode Eliminasi Malaria)

Sejak dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin (hampir di seluruh provinsi di Indonesia) dan terhadap Sulfadoksin- Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia, maka sejak tahun 2004 kebijakan pemerintah menggunakan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP yaitu dengan kombinasi Artemisinin. Pada tahun 2000 dilahirkan penggalangan pemberantasan malaria melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gebrak Malaria. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dengan slogan “Ayo Berantas Malaria”. Selanjutnya tahun 2004 dibentuk Pos Malaria Desa sebagai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).

Mengingat malaria masih menjadi masalah di tingkatan global, dalam pertemuan WHO 60 tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang berkomitmen untuk meng-Eliminasi malaria. Eliminasi Malaria sangat mungkin dilaksanakan mengingat telah tersedia 3 kunci utama yaitu :

• Ada obat ACT

• Ada teknik diagnosa cepat dengan RDT

Ada teknik pencegahan dengan menggunakan kelambu LLIN’s (Long Lasting Insectized Net’s), yang didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemda setempat.

Kebijakan Eliminasi :

 Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat setempat.

 Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia.

 Strategi Program :

 Diagnosis Malaria : Semua kasus malaria klinis dikonfirmasi dengan miikroskop atau RDT.

 Pengobatan : ACT  Pencegahan :

Pendistribusian kelambu LLIN’s, Indoor Residual Spraying/IRS, dan lain- lain. Kelambu LLIN’s efektif sampai 3-5 tahun dan dapat dicuci secara teratur 3 bulan sekali.

 Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria Mitra Potensial Pengendalian Malaria yaitu : • DPRD :

- Legislatif, bersama eksekutif, contoh : penyusunan Peraturan daerah “Pengawasan Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk” pada sektor Wisata. - Penganggaran, dll • BAPPEDA : - Perencanaan program - Penganggaran, dll • Sektor Pariwisata :

Penggerakan “resort”, hotel dan institusi disektor pariwisata untuk meniadakan tempat perindukan nyamuk di lingkungan sekitar masing-masing, dll.

• Sektor Informasi/Humas :

- Penyebarluasan upaya penghindaran diri dari gigitan nyamuk - Penyebarluasan upaya pencarian pengobatan, dll

• Sektor Kimpraswil :

- Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK (Mandi Cuci Kakus) - Program sungai bersih, dll

• Sektor Peternakan :

Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle barier”, dll • Sektor Pertanian :

Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun, dll • Sektor Perikanan & Kelautan :

- Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) untuk ditebarkan di kolam, badan air - Penanaman kembali pohon bakau, dll

• Sektor Pendidikan Nasional :

Menjadikan pengetahuan upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran Muatan Lokal (MULOK), dll.

• Sektor Agama :

- Bersama Sektor pendidikan Nasional upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran MULOK.

- Materi penanggulangan malaria disebarluaskan melalui khotbah Jum’at atau kebaktian Minggu, dll

• PKK :

Penggerakan ibu rumah tangga dalam pencegahan gigitan nyamuk dan upaya pencarian pengobatan, dll

• LSM

- Penggerakan masyarakat dalam pencegahan dan KIE. - Penemuan dan pengobatan malaria.

Bupati Kabupaten Deli Serdang H. Ashari Tambunan menerima Sertifikat Eliminasi Malaria dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Nafsiah Mboi, Sp.A.MPH, pada rangkaian peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) dan peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) dengan tema nasional : “BEBAS MALARIA, INVESTASI MASA DEPAN BANGSA”, Sabtu tanggal 26 April 2014 di Hotel Grand Sahid Jaya di Jakarta. Yang dihadiri Pimpinan WHO Representative to Indonesia dr. Khonchit Limpakarnjanarat, Pejabat Kemenkes RI, Gubernur Kaltim Drs H O Faroek Ishak, Wagub Sulteng H Sudarto, 45 Bupati /Walikota perwakilan se Indonesia , Pimpinan Organisasi propesi, Ormas , Tokoh Agama dan undangan lainnya.

Kadis Kesehatan Deli Serdang dr. Aida Harahap, MARS yang turut mendampingi Bupati menerima Sertifikat Eliminasi Malaria tersebut di Jakarta menjelaskan diterimanya sertifikat Eliminasi Malaria tersebut, karena Kabupaten Deli Serdang dinilai telah mampu mengurangi perkembangan nyamuk bahkan kasus penyakit malaria, demam berdarah maupun penyakit cikungunyak sangat rendah

dengan perbandingan < satu / 1000 penduduk atau 0,008/1000 penduduk. Meskipun kita telah mendapatkan prestasi yang menggembirakan ini, tetapi kita harus tetap waspada serta berupaya untuk mengurangi bahkan menghapuskan perkembangan nyamuk dengan melakukan gerakan kebersihan yang terkoordinasi dengan instansi terkait bersama masyarakat (

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.

www.deliserdangkab.go.id).

Indikator keberhasilan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010- 2014 adalah menurunkan angka kesakitan malaria dan kematian penyakit malaria pada tahun 2015 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian kelambu dan pengendalian vektor. Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan penyakit malaria, di Kabupaten Deli Serdang telah dilaksanakan pembagian kelambu pada tahun 2009, 2010 dan 2011 bantuan dana dari GF Malaria. Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian vector terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan

dinding rumah dengan insektisida /IRS atau menggunakan kelambu berinsektisida. Pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (Rational, Effective, Efisien, Suntainable, Affective dan Affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vector yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan petugas malaria serta masyarakat dalam pengendalian vektor malaria (Kemenkes RI, 2013).

Dokumen terkait