• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KINERJA PETUGAS MALARIA DALAM PENEMUAN DAN PENGOBATAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Oleh

ERIKA MARLINA MARPAUNG 127032115/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

THE ANALYSIS ON THE PERFORMANCE OF MALARIA PERSONNEL IN FINDING AND MEDICATION OF MALARIA CASE AT

PUSKESMAS OF DELI SERDANG DISTRICT, IN 2014

THESIS

BY

ERIKA MARLINA MARPAUNG 127032115/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ANALISIS KINERJA PETUGAS MALARIA DALAM PENEMUAN DAN PENGOBATAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERIKA MARLINA MARPAUNG 127032115/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(4)

Judul Tesis : ANALISIS KINERJA PETUGAS MALARIA DALAM PENEMUAN DAN PENGOBATAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Erika Marlina Marpaung

Nomor Induk Mahasiswa : 127032115

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H) (dr. Heldy BZ, M.P.H

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 26 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

(6)

PERNYATAAN

ANALISIS KINERJA PETUGAS MALARIA DALAM PENEMUAN DAN PENGOBATAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

(7)

ABSTRAK

Tidak tercapainya konfirmasi laboratorium dengan menggunakan mikroskop/RDT yang ditargetkan sebesar 29.208 sedangkan realisasi yang diperoleh hanya sebesar 7.117 atau hanya 32 % tahun 2013. Berbagai dukungan dana juga banyak diperoleh dari negara pendonor yaitu Global Fund ATM, akan tetapi kinerja petugas malaria masih rendah dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria. Oleh karena itu kinerja petugas malaria di Puskesmas harus ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan masalah dilakukan dengan analisis deskriptif, yaitu wawancara secara mendalam kepada informan dan studi literatur. Penelitian ini akan dilakukan di 12 Puskesmas endemis di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dengan menjadikan petugas malaria dan kepala puskesmas juga sebagai informan pelengkap. Penelitian ini menggunakan snowball sampling untuk menentukan sumber data. Data dianalisa pertama kali dengan analisis domain, kemudian analisis toksonomi, analisis komponensial dan analisis tema.

Pengetahuan, strategi kerja, dan sarana/prasarana yang dimiliki oleh petugas malaria tidak berpengaruh terhadap kinerja. Pengetahuan, strategi kerja, dan sarana/prasarana dari petugas malaria tergolong baik, tetapi kinerjanya buruk. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor pengetahuan tentang lingkungan, faktor kepemimpinan dan perilaku kerja serta faktor pelatihan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang harus membuat pelatihan dan sosialisasi dan koordinasi lintas program dan sektoral yang rutin, serta merancang strategi yang terintgrasi dengan daerah, setelah itu menyediakan sarana dan prasarana yang belum lengkap di puskesmas.

(8)

ABSTRACT

That laboratory confirmation had not been achieved by using microscope/RDT which was targeted 29.208, while the realization was only 7.117, or only 32% in 2013. Various financing supports were obtained from donor countries like Global Fund ATM, but the performance of malaria personnel was still low in the finding and in the medication of malaria. Therefore, the performance of malaria personnel at Puskesmas should be improved.The objective of the research was to find out some factors which were correlated with the performance of malaria personnel in the finding and the medication of malaria at Puskesmas, Deli Serdang District.

The research used qualitative and descriptive analytic approach by conducting in-depth interviews with the informants and library study. It was conducted in 12 endemic puskesmas at the Health Service of Deli Serdang District; malaria personnel and the heads of puskesmas were used as the supplementary informants. The research used snowball sampling technique to determine data source. The data were analyzed for the first time by domain analysis, followed by taxonomy analysis, componential analysis, and thematic analysis.

Knowledge, work strategy, and facility/infrastructure owned by the personnel did not have any influence on the performance. The personnel’s knowledge, work strategy, and facility/infrastructure were good, but their performance was bad. Some other factors which influenced the performance were knowledge of environment, leadership, work behavior, and training.

It is recommended that the Health Service of Deli Serdang District should provide training, socialization, and coordination of cross-sectoral program regularly, and design integrated strategy with local governments, and provide complete facility and infrastructure at puskesmas.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan YME karena berkat rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 ”.

Dalam proses penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr. Heldy BZ, M.P.H, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu, membimbing dan memberikan masukkan dalam penulisan tesis ini. 5. dr. Fauzi, S.K.M, selaku Ketua Komisi Penguji dan drh. Rasmaliah, M.Kes

(10)

6. dr. Hj. Aida Harahap, MARS selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan dr. Herri Kurnia, MARS selaku Kepala Bidang P2P yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas Dinkes Kab. Deli Serdang .

7. Seluruh Kepala Puskesmas dan Petugas Malaria Puskesmas endemis malaria, atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.

8. Seluruh staf dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pembelajaran selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Kementrian Kesehatan RI (PPSDM) yang telah memberi kesempatan dan dukungan dana selama proses pendidikan S2 sampai selesai.

10. Ayahanda tercinta Peter Marpaung dan Mama tersayang Dengsi br. Panjaitan serta keluarga besar, abangku tersayang Henrry Marpaung dan kakakku tersayang Shinta Hotmian Marpaung yang selalu berdoa dan memberikan dukungan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

11. Teristimewa buat suami tercinta Poltak Martupa Simamora dan anak-anakku tersayang abang Mikhael Sanford Simamora, kakak Amanda Rivanie Paulina Simamora dan adek Laura Dewitri Paulina Simamora atas pengertian, kesabaran dan doa serta dukungan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 12. Mama mertu Hularia br. Pasaribu yang telah memberikan support dan doa

(11)

13. Rekan-rekan mahasiswa peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) IKM FKM USU 2012, atas bantuan, doa dan supportnya serta kebersamaan dalam pembelajaran selama ini.

14. Semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Erika Marlina Marpaung, lahir di Medan, 18 Desember 1977, beragama Kristen Protestan, penulis lahir dari orang tua Peter Marpaung dan Dengsi br. Panjaitan, penulis menikah dengan Poltak Martupa Simamora dan telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak yaitu Mikhael Sanford Simamora, Amanda Rivanie Paulina Simamora dan Laura Dewitri Paulina Simamora.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 060793 Medan (1991), SMP Negeri 2 Medan (1994), SMAK Dharma Analitika Medan (1997), S-1 STISIPOL Merdeka Manado (2003). Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2012).

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Definisi Malaria ... 10

2.2 Cara Penularan Malaria... 11

2.3 Pos Malaria Desa ... 12

2.4 Kebijakan dalam Program Malaria ... 15

2.4.1 Komitmen International ... 15

2.4.2 Strategi dalam Pemberantasan Malaria ... 15

2.4.3 Kegiatan Program Malaria ... 16

2.4.4 Pengawasan Penyakit Malaria ... 16

2.5 Sejarah Perkembangan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia ... 17

2.5.1. Periode 1959-1968 (Periode Pembasmian Malaria)... ... 17

2.5.2. Periode 1969-2000 (Periode Pemberantasan Malaria) ... 18

2.5.3. Periode 2000-Sekarang (Periode Eliminasi Malaria) ... 18

2.6 Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria ... 24

2.7 Pengertian dan Peran Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria ... 27

2.7.1. Indikator Petugas Malaria ... 31

2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan dalam Kegiatan Petugas Malaria ... 33

2.8 Landasan Teori... 36

2.8.1. Pengetahuan ... 37

2.8.2. Strategi ... 41

(14)

2.9. Alur Pikir Penelitian ... 48

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 49

3.1. Jenis Penelitian ... 49

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

3.3. Informan Penelitian ... 50

3.4. Instrumen Penelitian... 50

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 51

3.6. Definisi Operasional... 51

3.7. Metode Pengolahan Data ... 52

3.8. Metode Analisa Data ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang ... 54

4.1.2. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang ... 56

4.1.3. Gambaran Umum Puskesmas Endemis Malaria ... 57

4.1.4. Karakteristik Informan ... 60

4.2. Penyajian dan Analisis Data ... 62

4.2.1. Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang ... 62

4.3. Kinerja Petugas Malaria ... 71

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1. Analisis Data tentang Pengetahuan Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas 74 5.2. Analisis Data tentang Strategi yang dipakai Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 79

5.3. Analisis Data tentang Sarana/Prasarana Petugas Malaria Puskesmas dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 83

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

6.1. Kesimpulan ... 88

6.2. Saran ... 89

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Data Persentase Realisasi Jumlah Konfirmasi Kasus yang diperiksa dengan menggunakan Mikroskop/RDT di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 5 4.1. Daftar Kecamatan dan Puskesmas yang memiliki Petugas Malaria

Tahun 2014 ... 57 4.2. Indikator Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria Bulanan di

Puskesmas Tahun 2013 ... 58 4.3. Fasilitas Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun

2013... 58 4.4. Data Jumlah Sarana Pendukung Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 59 4.5. Karakteristik Informan ... 60 4.6. Kesimpulan Analisa DomainkKepada Informan Perihal Pengetahuan

dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 65 4.7. Kesimpulan Analisa Domain kepada Informan Perihal Strategi yang

dipakai dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 67 4.8. Kesimpulan Analisa Domain kepada Informan Perihal

Sarana/Prasarana dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas ... 70 4.9. Rata-Rata Pencapaian Kinerja Petugas Malaria Berdasarkan

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

(18)

ABSTRAK

Tidak tercapainya konfirmasi laboratorium dengan menggunakan mikroskop/RDT yang ditargetkan sebesar 29.208 sedangkan realisasi yang diperoleh hanya sebesar 7.117 atau hanya 32 % tahun 2013. Berbagai dukungan dana juga banyak diperoleh dari negara pendonor yaitu Global Fund ATM, akan tetapi kinerja petugas malaria masih rendah dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria. Oleh karena itu kinerja petugas malaria di Puskesmas harus ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan masalah dilakukan dengan analisis deskriptif, yaitu wawancara secara mendalam kepada informan dan studi literatur. Penelitian ini akan dilakukan di 12 Puskesmas endemis di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dengan menjadikan petugas malaria dan kepala puskesmas juga sebagai informan pelengkap. Penelitian ini menggunakan snowball sampling untuk menentukan sumber data. Data dianalisa pertama kali dengan analisis domain, kemudian analisis toksonomi, analisis komponensial dan analisis tema.

Pengetahuan, strategi kerja, dan sarana/prasarana yang dimiliki oleh petugas malaria tidak berpengaruh terhadap kinerja. Pengetahuan, strategi kerja, dan sarana/prasarana dari petugas malaria tergolong baik, tetapi kinerjanya buruk. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor pengetahuan tentang lingkungan, faktor kepemimpinan dan perilaku kerja serta faktor pelatihan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang harus membuat pelatihan dan sosialisasi dan koordinasi lintas program dan sektoral yang rutin, serta merancang strategi yang terintgrasi dengan daerah, setelah itu menyediakan sarana dan prasarana yang belum lengkap di puskesmas.

(19)

ABSTRACT

That laboratory confirmation had not been achieved by using microscope/RDT which was targeted 29.208, while the realization was only 7.117, or only 32% in 2013. Various financing supports were obtained from donor countries like Global Fund ATM, but the performance of malaria personnel was still low in the finding and in the medication of malaria. Therefore, the performance of malaria personnel at Puskesmas should be improved.The objective of the research was to find out some factors which were correlated with the performance of malaria personnel in the finding and the medication of malaria at Puskesmas, Deli Serdang District.

The research used qualitative and descriptive analytic approach by conducting in-depth interviews with the informants and library study. It was conducted in 12 endemic puskesmas at the Health Service of Deli Serdang District; malaria personnel and the heads of puskesmas were used as the supplementary informants. The research used snowball sampling technique to determine data source. The data were analyzed for the first time by domain analysis, followed by taxonomy analysis, componential analysis, and thematic analysis.

Knowledge, work strategy, and facility/infrastructure owned by the personnel did not have any influence on the performance. The personnel’s knowledge, work strategy, and facility/infrastructure were good, but their performance was bad. Some other factors which influenced the performance were knowledge of environment, leadership, work behavior, and training.

It is recommended that the Health Service of Deli Serdang District should provide training, socialization, and coordination of cross-sectoral program regularly, and design integrated strategy with local governments, and provide complete facility and infrastructure at puskesmas.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi, bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu dengan malaria. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program pemberantasan malaria mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa kegiatan terpadu, yaitu diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria secara cepat dan tepat. Berdasarkan konsep Blum, perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang cukup dominan dalam mempengaruhi status kesehatan seseorang (Kemenkes RI, 2011).

(21)

puskesmas. Melalui penyuluhan yang di berikan oleh petugas malaria puskesmas dalam penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta penyehatan lingkungan guna menghilangkan tempat perindukan vektor malaria harus dilakukan secara berkesinambungan dan melibatkan partisipasi masyarakat agar tercipta derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang setinggi-tingginya.

Indonesia sebagai negara tropis termasuk negara yang rawan terhadap penularan penyakit malaria dan diperkirakan 45 % penduduk Indonesia beresiko tertular penyakit malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Infeksi ini dapat menyebabkan anemia dan penurunan produktivitas pada penderitanya bahkan menyebabkan kematian. Dampak ekonomi disebabkan kehilangan waktu bekerja, biaya pengobatan sampai terjadinya penurunan tingkat kecerdasan dan produktivitas kerja, dampak lain adalah menurunnya kunjungan wisatawan. Penyebaran malaria disebabkan berbagai faktor yang komplek seperti perubahan lingkungan, vektor, sosial budaya masyarakat, resistensi obat dan akses pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

(22)

tahun 2030), dengan menurunnya kasus malaria positif (API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program pemberantasan malaria mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa kegiatan terpadu, yaitu diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria secara dini. Global Malaria Action Plan (GMAP) menargetkan 80% penduduk terlindungi dari penyakit malaria dan mendapat pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy (ACT). Karena pentingnya penanggulangan malaria, maka beberapa partner internasional salah satunya Global Fund, memberikan bantuan untuk pengendalian malaria. Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup guna terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030

(23)

endemisitas tidak terpantau secara rinci penurunan dan peningkatan disetiap wilayah, serta informasi selalu terlambat diterima oleh Dinas Kesehatan. Pemerintah memandang malaria sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama pada rakyat miskin yang hidup pada daerah terpencil. Hal ini tercermin dan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor : 5 Tahun 2010 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2010 – 2014 dimana malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi (Kemenkes RI, 2013).

Eliminasi malaria di daerah yang sudah rendah malarianya akan berhasil bila penanggulangan dilaksanakan secara intensif yaitu dengan memberikan pelatihan penyegaran mikroskopis bagi petugas laboratorium puskesmas dalam menegakkan diagnosis secara mikroskopis/RDT (Rapid Diagnose Test), memberikan pengobatan yang tepat kepada penderita malaria yaitu dengan pengobatan ACT dan pencegahan serta pengamatan kasus dan vektor yang intensif dan upaya memutuskan rantai penularan antara lain dengan penyediaan kelambu yang melindungi 80% penduduk sasaran dan penyemprotan rumah. Ini perlu didukung dengan komitmen yang kuat dari pemerintah setempat dan melibatkan masyarakat (Kemenkes RI, 2013).

Terdapat empat tahapan dalam mencapai eliminasi malaria yaitu : tahap pemberantasan, tahap praeliminasi, tahap eliminasi dan tahap pemeliharaan.

(24)

terjadi KLB malaria. Dari hasil observasi pendahuluan di lapangan terhadap data API di Kabupaten Deli Serdang, yaitu : data API tahun 2011 adalah 0,2 ‰, data API tahun 2012 adalah 0,02 ‰ dan data API tahun 2013 adalah 0,017 ‰. Berdasarkan data API tersebut, kasus malaria Kabupaten Deli Serdang mengalami penurunan tetapi berdasarkan jumlah target konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 29.208 (Dinkes Kab. Deli Serdang, 2013). Di Kabupaten Deli Serdang ada 12 Puskesmas yang masuk wilayah endemis malaria sebagai berikut :

Tabel 1.1. Data Persentase Realisasi Jumlah Konfirmasi Kasus Malaria yang diperiksa dengan Menggunakan Mikroskop/RDT di Puskesmas

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

No Nama

Puskesmas

Jumlah Penduduk

Target Jlh Konfirmasi Kasus Malaria

Menggunakan Mikroskop/RDT

Realisasi Jlh Konfirmasi Kasus Malaria Menggunakan Mikroskop/RDT

% Realisasi

1 Biru-Biru 35.090 1.363 444 33

2 Talun Kenas 31.547 1.225 795 65

3 Galang 38.213 1.484 534 36

4 Dalu Sepuluh 82.440 3.202 608 19

5 Hamp. Perak 99.226 3.854 1.132 29

6 Kota Datar 55.394 2.151 398 18

7 Pematang Johar 22.595 878 483 55

8 Bdr. Khalipah 178.997 6.952 981 14

9 Tanjung Rejo 110.043 4.273 411 10

10 Pantai Labu 44.440 1.726 555 32

11 Karang Anyar 33.295 1.293 463 36

12 Aras Kabu 20.783 807 313 39

Sumber : Bidang P2P Propil Dinas Kesehatan Kab. Deli Serdang Tahun 2013

(25)

maupun Pustu/Polindes, dimana target jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksan dengan menggunakan mikroskop/RDT di Kabupaten Deli Serdang sebesar 29.208, padahal pada tahun 2011 jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 30.222 kasus dan kasus malaria positif sebesar 148, dan terjadi penurunan jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 15.700 kasus dan kasus malaria positif sebesar 16 pada tahun 2012 serta terjadi pula penurunan jumlah konfirmasi kasus malaria yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT sebesar 7.117 kasus, kasus malaria positif sebesar 16 pada tahun 2013.

(26)

Berdasarkan survey pendahuluan diketahui bahwa petugas malaria kurang maksimal dalam menjalankan program malaria. Selain itu pelaksanaan P2 Malaria kurang intensif dilakukan, kemudian sering terlambatnya laporan bulanan malaria dari petugas malaria puskesmas ke Dinas Kesehatan Dati II. Berbagai dukungan banyak diperoleh baik dari pemerintah maupun bantuan internasional kepada Dinas Kesehatan Deli Serdang dalam mengatasi permasalahan malaria. Salah satu bantuan internasional adalah bantuan Global Fund sejak desember tahun 2008 telah bergabung untuk memberantas malaria. Akan tetapi sampai sekarang petugas malaria belum menunjukkan kinerja yang maksimal mengingat telah banyak dana yang telah dikeluarkan baik dari dana APBD Kab. Deli Serdang dan dana Global Fund yang memberi berupa insentif bulanan kepada petugas malaria dan juga petugas mikroskop. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang petugas, menurut Notoatmodjo S (2007) bahwa tentang rendahnya kinerja petugas malaria puskesmas tersebut disebabkan pengetahuan yang rendah, strategi dan sarana/ prasarana yang minim.

(27)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Masih rendahnya kinerja petugas malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang, padahal telah mendapat dukungan dana dari pemerintah daerah dan Internasional untuk menunjang kinerja petugas malaria puskesmas.”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : a. Petugas malaria

Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan kinerja dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria di wilayah kerja puskesmas.

b. Kepala Puskesmas

Sebagai bahan infomasi dan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja petugas malaria dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria.

c. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

(28)

d. Ilmu Pengetahuan

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Malaria

Malaria adalah suatu penyakit yang akut maupun kronis yang disebabkan parasit plasmodium yang ditandai dengan gejala demam berkala, menggigil dan sakit kepala yang sering disertai dengan anemia dan limpha yang membesar. Penyakit ini menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium (Kemenkes RI, 2011).

Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang.

(30)

(urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.

2.2. Cara Penularan Malaria

Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:

a. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles. Bila nyamuk anopheles mengigit orang yang sakit malaria, maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembang biak. Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk tersebut mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di tularkan ke orang tersebut. Didalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak, menyerang sel-sel darah merah. Dalam waktu kurang lebih 12 hari, orang tersebut akan sakit malaria. b. Penularan yang tidak alamiah.

a) Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.

b) Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tidak steril.

(31)

Plasmodium falciparum dan paling panjang pada Plasmodium malarie. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita.

2.3. Pos Malaria Desa

Pos Malaria Desa (PMD) adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Tujuan dibentuknya PMD adalah :

- Meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria melalui peran aktif masyarakat dan dirujuk kefasilitas kesehatan terdekat

- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria Posmaldes diperlukan karena:

• Sekitar 45% dari desa endemis malaria merupakan daerah terpencil

(transportasi dan komunikasi sulit, akses pelayanan kesehatan rendah, sosial ekonomi masyarakat rendah, cakupan penemuan kasus malaria oleh Puskesmas rendah, pengobatan tidak sempurna karena banyak obat malaria dijual bebas)

• Posmaldes merupakan embrio berbagai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis

(32)

a. Pokok-Pokok Kegiatan :

1. Penemuan dini dan pengobatan penderita

2. Meningkatkan akses pelayanan yang berkualitas (konfirmasi dengan mikroskop/RDT)

3. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat

4. Meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) 5. Menggalang kemitraan

6. Meningkatkan sistem surveilans

7. Meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi 8. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia. b. Intensifikasi dan Integrasi Malaria

1. Mass Blood Survey (MBS) dan Mass Fever Survey (MFS)

2. Pengobatan malaria dan pembagian kelambu pada ibu hamil, bayi dan balita 3. Pengobatan malaria dan pembagian kelambu pada bayi dengan imunisasi

lengkap

4. Pembagian kelambu integrasi dengan pengobatan massal malaria 5. Pembentukan Pos Malaria Desa dengan kader malaria

(33)

gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi). Jenis Plasmodium falcifarum yang paling banyak ditemukan di Kabupaten Deli Serdang.

(34)

2.4. Kebijakan dalam Program Malaria 2.4.1. Komitmen International

Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui pendekatan Roll Back Malarie (RBM), suatu komitmen internasional dengan strategi sebagai berikut : deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan Promosi Kesehatan (Kemenkes RI, 2012).

2.4.2. Strategi dalam Pemberantasan Malaria

(35)

2.4.3. Kegiatan Program Malaria

Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas delapan kegiatan, yaitu : diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu dengan insektisida; penyemprotan rumah; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti larvaciding; dan peningkatan kemampuan (capacity building). Untuk menanggulangi galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.

2.4.4. Pengawasan Penyakit Malaria

(36)

2.5. Sejarah Perkembangan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia 2.5.1. Periode 1959-1968 (Periode Pembasmian Malaria)

Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959 dengan adanya Komando Pembasmian Malaria (KOPEM) di pusat dan di daerah didirikan Dinas Pembasmian Malaria yang merupakan integrasi institut Malaria, serta untuk pelatihan didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4 pusat latihan lapangan di luar Jawa. Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode pembasmian, dimana fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan Lampung. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan insektisida, pengobatan dengan klorokuin dan profilaksis. Pada tahun 1961-1964 penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar wilayah Jawa dan Bali. Upaya ini cukup berhasil di daerah Jawa dan Bali dengan adanya penurunan parasite rate.

(37)

2.5.2. Periode 1969-2000 (Pemberantasan Malaria)

Dengan terintegrasinya upaya pengendalian malaria dengan sistem pelayanan kesehatan, maka kegiatan malaria dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit maupun sarana Pelayanan kesehatan lainnya. Seiring dengan perubahan ekologi, tahun 1973 mulai dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum di Yogyakarta, bahkan tahun 1975 di seluruh provinsi di Indonesia, disertai dengan kasus resistensi Plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Tahun 1973 ditemukan penderita import dari Kalimantan Timur di Yogyakarta dan pada tahun 1991 dilaporkan adanya kasus resistensi Plasmodium vivax terhadap klorokuin di Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara.

2.5.3. Periode 2000-Sekarang (Periode Eliminasi Malaria)

(38)

Mengingat malaria masih menjadi masalah di tingkatan global, dalam pertemuan WHO 60 tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang berkomitmen untuk meng-Eliminasi malaria. Eliminasi Malaria sangat mungkin dilaksanakan mengingat telah tersedia 3 kunci utama yaitu :

• Ada obat ACT

• Ada teknik diagnosa cepat dengan RDT

Ada teknik pencegahan dengan menggunakan kelambu LLIN’s (Long Lasting

Insectized Net’s), yang didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemda setempat.

Kebijakan Eliminasi :

 Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat setempat.

 Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan

(39)

 Strategi Program :

 Diagnosis Malaria : Semua kasus malaria klinis dikonfirmasi dengan

miikroskop atau RDT.  Pengobatan : ACT  Pencegahan :

Pendistribusian kelambu LLIN’s, Indoor Residual Spraying/IRS, dan lain-lain. Kelambu LLIN’s efektif sampai 3-5 tahun dan dapat dicuci secara teratur 3 bulan sekali.

 Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria

Mitra Potensial Pengendalian Malaria yaitu : • DPRD :

- Legislatif, bersama eksekutif, contoh : penyusunan Peraturan daerah “Pengawasan Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk” pada sektor Wisata.

- Penganggaran, dll • BAPPEDA :

- Perencanaan program - Penganggaran, dll • Sektor Pariwisata :

(40)

• Sektor Informasi/Humas :

- Penyebarluasan upaya penghindaran diri dari gigitan nyamuk - Penyebarluasan upaya pencarian pengobatan, dll

• Sektor Kimpraswil :

- Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK (Mandi Cuci Kakus) - Program sungai bersih, dll

• Sektor Peternakan :

Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle barier”, dll • Sektor Pertanian :

Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun, dll • Sektor Perikanan & Kelautan :

- Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) untuk ditebarkan di kolam, badan air - Penanaman kembali pohon bakau, dll

• Sektor Pendidikan Nasional :

Menjadikan pengetahuan upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran Muatan Lokal (MULOK), dll.

• Sektor Agama :

- Bersama Sektor pendidikan Nasional upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran MULOK.

(41)

• PKK :

Penggerakan ibu rumah tangga dalam pencegahan gigitan nyamuk dan upaya pencarian pengobatan, dll

• LSM

- Penggerakan masyarakat dalam pencegahan dan KIE. - Penemuan dan pengobatan malaria.

Bupati Kabupaten Deli Serdang H. Ashari Tambunan menerima Sertifikat Eliminasi Malaria dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Nafsiah Mboi, Sp.A.MPH, pada rangkaian peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) dan peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) dengan tema nasional : “BEBAS MALARIA, INVESTASI MASA DEPAN BANGSA”, Sabtu tanggal 26 April 2014 di Hotel Grand Sahid Jaya di Jakarta. Yang dihadiri Pimpinan WHO Representative to Indonesia dr. Khonchit Limpakarnjanarat, Pejabat Kemenkes RI, Gubernur Kaltim Drs H O Faroek Ishak, Wagub Sulteng H Sudarto, 45 Bupati /Walikota perwakilan se Indonesia , Pimpinan Organisasi propesi, Ormas , Tokoh Agama dan undangan lainnya.

(42)

dengan perbandingan < satu / 1000 penduduk atau 0,008/1000 penduduk. Meskipun kita telah mendapatkan prestasi yang menggembirakan ini, tetapi kita harus tetap waspada serta berupaya untuk mengurangi bahkan menghapuskan perkembangan nyamuk dengan melakukan gerakan kebersihan yang terkoordinasi dengan instansi terkait bersama masyarakat (

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.

www.deliserdangkab.go.id).

(43)

dinding rumah dengan insektisida /IRS atau menggunakan kelambu berinsektisida. Pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (Rational, Effective, Efisien, Suntainable, Affective dan Affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vector yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan petugas malaria serta masyarakat dalam pengendalian vektor malaria (Kemenkes RI, 2013).

2.6. Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria

(44)

Pengendalian malaria selalu mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi, saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT. Pada tahun 2011, dari 1.191.626 kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 237.394 kasus yang positif menderita malaria, dan dari yang positif malaria, 211.676 (89,17%) mendapat pengobatan ACT. Pencapaian ini jauh lebih tinggi daripada laporan Riskesdas tahun 2010, yang mendapatkan bahwa pengobatan efektif baru mencapai 33%. Sebahagian besar pengobatan belum efektif, sehingga perlu ada upaya baik dari pemerintah daerah dan pusat agar lebih memperhatikan aksesibilitas/jangkauan pelayanan penderita malaria dan ketersediaan obat dan tenaga analis di daerah risiko tinggi malaria (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dilakukan dan masih menjadi andalan adalah pengobatan terhadap penderita malaria dengan tepat dan cepat. Pengobatan yang efektif ini harus memenuhi tiga kategori, yaitu (1) jenis obat yang diperoleh adalah ACT, (2) obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan (3) dosis obat diperoleh untuk 3 hari dan diminum seluruhnya.

(45)

penanganan malaria berat ialah pemakaian artesunate intravena untuk menurunkan mortalitas 34% dibandingkan dengan penggunaan kina.

Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu: 1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

2. Pengobatan supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik). 3. Pengobatan terhadap komplikasi.

(46)

2.7. Pengertian dan Peran Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas

Pengertian petugas malaria adalah seorang yang melakukan kegiatan terus menerus, teratur dan sistematis di bidang penyakit malaria dalam pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data malaria untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan penemuan dan pengobatan kasus malaria secara cepat dan tepat disesuaikan dengan kondisi setempat (Kemenkes RI, 2014). Kegiatan petugas malaria, terbagi menjadi 3 periode, yaitu:

1. Periode kewaspadaan sebelum KLB atau surveilans Periode Peringatan Dini (PPD) : Suatu kegiatan untuk memantau secara terartur perkembangan penyakit malaria di suatu wilayah dan mengambil tindakan pendahuluan untuk mencegah timbulnya KLB malaria.

2. Periode KLB : Kegiatan yang dilakukan dalam periode dimana kasus malaria menunjukan proporsi kenaikan dua kali atau lebih dari biasanya/ sebelumnya dan terjadi peningkatan yang bermakna baik penderita malaria klinis maupun penderita malaria positif atau dijumpai keadaan penderita Plasmodium falciparum dominan atau ada kasus bayi positif baik disertai ada kematian karena atau diduga malaria dan adanya keresahan masyarakat karena malaria.

(47)

secara periodik pada lokasi KLB (MBS/MFS) juga melakukan survei vektor dan lingkungan.

Kegiatan petugas malaria puskesmas terdiri dari : 1. Pengumpulan Data

Jenis data kasus malaria yang dikumpulkan di setiap jenjang baik di tingkat Puskesmas, Kabupaten, Propinsi dan Pusat merupakan data situasi malaria . 2. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara memindahkan data dari formulir yang satu ke formulir yang lain. Pengolah data tersebut dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan membagi sesuai dengan kebutuhan “Pedoman Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data” yang telah ditetapkan dan berlaku bagi setiap tingkat/jenjang unit organisasi. Pengolahan data dalam rangka pemberantasan malaria mencakup beberapa hal, antara lain: a) Kasus Malaria Klinis atau Malaria Positif

Laporan kasus malaria klinis dan positif dapat diolah dengan menggunakan rumus :

Rata-rata per bulan =

12 bulan

Jumlahkasus selama satu tahun

b) Data Daerah Malaria

• Puskesmas dengan Pemeriksaan Klinis diperiksa Laboratorium

(48)

API = Jumlah kasus positif selama satu tahun Jumlah Penduduk endemis

x 1000‰

Setelah ditentukan desa-desa dengan API>50‰, dan selanjutnya dibuat juga tabel desa yang melakukan pemberantasan vektor yang mencakup : jumlah jiwa, jenis pemberantasan vektor, demikian juga dengan Parasite Rate (PR) dari hasil malariometrik survei evaluasi.

c) Pemetaan

Hasil pengolahan data yang ada selanjutnya dibuat data stratifikasi wilayah puskesmas dengan batas desa, kemudian daerah itu dibagi berdasarkan reseptivitas, infrastrukur, data entomologi, pemberantasan vector dan API per desa. API dikelompokkan sebagai berikut :

HCI (High Case Incidence), API> 5‰ penduduk, diberi warna merah. MCI (Moderate Case Incidence), API< 5‰ penduduk, diberi warna kuning. LCI (Low Case Incidence), API< 1‰ penduduk, diberi warna hijau.

d) Pola Musim Penularan

• Menentukan pola musim penularan pada penyakit malaria yang bersifat

musiman dapat dihitung dengan menghimpun data dengan unit waktu bulanan selama minimal lima tahun.

• Langkah-langkah menentukan pola musim penularan perlu dilakukan

(49)

3. Pelaporan Data

Pelaporan data petugas malaria dilakukan dengan alur sebagai berikut : • Data awal diperoleh dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes dan Polindes • Data dari ketiga elemen tersebut diperoleh oleh Puskesmas

• Kemudian data dari Puskesmas dan rumah sakit dilaporkan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten

• Dari Dinas Kesehatan Kabupaten dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi

bersama data dari rumah sakit di wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Laboratorium kesehatan daerah Provinsi.

• Dari Dinas Kesehatan Propinsi kemudian dilaporkan ke Ditjen PPM&PLP Subdit

Malaria. 4. Tindak Lanjut

Bila terjadi kecenderungan peningkatan penderita malaria, dilakukan upaya penanggulangan sebagai berikut :

1. Mass Fever Survey (MFS)

• Pemeriksaan spesimen darah tersangka malaria pada semua penderita demam

dan dilakukan pengobatan klinis atau pengobatan radikal terhadap semua penderita malaria positif.

• Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan untuk mengetahui apakah kasus

(50)

2. Pengamatan Vektor, dilakukan pengamatan vektor untuk mengetahui jenis vektor yang sudah dikonfirmasi maupun suspek vektor, dan perilaku vektor.

3. Pemberantasan Vektor, untuk menekan penularan malaria, dilakukan upaya pemberantasan vektor dengan berbagai metode yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

4. Jejaring

• Tingkat Kabupaten : Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kesehatan

Lingkungan, LSM/NGO, Bappeda, DPRD.

• Tingkat Propinsi : Rumah Sakit, Labkesda, Kesehatan Lingkungan, Dinas

Kabupaten/Kota, DPRD, Bappeda, Universitas, Surveilans/pengamatan. • Tingkat Pusat, Subdit Malaria, Kesehatan Lingkungan, Subdit Pengamatan

Epidemiologi Penyakit, Pusdakes, BPP, Subdit Pengendalian vektor, Ditlabkes, Dit Promosi Kesehatan.

2.7.1. Indikator Petugas Malaria A. Indikator Input

a) Proporsi puskesmas yang mempunyai peta stratifikasi b) Proporsi puskesmas endemis malaria

c) Proporsi desa endemis malaria

d) Proporsi tenaga pengelola malaria yang sudah dilatih e) Proporsi tenaga mikroskopis yang sudah dilatih

(51)

g) Proporsi puskesmas yang mempunyai mikroskop yang berfungsi h) Proporsi puskesmas dengan reagensia yang cukup

i) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pemberantasan vektor yang cukup

j) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pengamatan vektor yang cukup

k) Proporsi puskesmas yang sudah memperoleh pedoman (Juknis dan Juklak) l) Proporsi puskesmas/pustu yang mempunyai kebutuhan obat anti malaria yang

cukup

m) Proporsi puskesmas dengan kebutuhan biaya operasional yang cukup B. Indikator Proses

a) Proporsi cakupan penemuan penderita

b) Proporsi puskesmas yang melakukan diagnosa malaria dengan laboratorium c) Proporsi penderita malaria klinis yang diperiksa secara laboratorium

d) Proporsi penderita yang memperoleh pengobatan klinis

e) Proporsi penderita malana positif yang memperoleh pengobatan radikal f) Proporsi penderita yang dilakukan penyelidikan epidemiologi

g) Proporsi penderita malaria yang dilakukan follow up

h) Proporsi lokasi yang dilakukan pemberantasan vektor yang didukung data epidemiologi dan entomologi (evidence base)

(52)

j) Proporsi tenaga mikroskopis yang melakukan kesalahan pemeriksaan laboratorium > 5%.

C. Indikator Out Put a) Parasit Rate (PR)

b) SPR (mengukur ketepatan diagnosa)

c) Parasit formula (% Pls. falcifarum, Pls. vivax) d) Proporsi gagal obat

e) Kepadatan vektor (MBR) D. Indikator Out Come

a) Case Fatality Rate (CFR)

b) Annual Parasite Incidence (API) c) Annual Malaria Incidence (AMI)

2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan dalam Kegiatan Petugas Malaria A. Kekurangan dalam kegiatan petugas malaria

 Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan malaria rutin dan non rutin di fasilitas

kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dari evaluasi yang dilakukan pada petugas malaria masih ada desa/dusun/kota yang tinggi kasus malaria tetapi tidak mengirimkan laporan secara rutin ke puskesmas atau rumah sakit.

 Data laporan rutin dan data survei yang tidak dipisahkan sehingga tidak dapat

(53)

 Kesalahan pada SDM petugas malaria puskesmas yang belum memasukkan data

tepat waktu, sudah diolah tapi tidak dianalisis, petugas puskesmas mengalami hambatan menyebarkan informasi dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria.

 Informasi yang dihasilkan belum dilaksanakan secara optimal untuk pengambilan

keputusan.

 Kesulitan mengakses data dan informasi dan banyaknya data yang hilang.

 Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat di daerah risiko

tinggi malaria agar pengobatan malaria lebih efektif dilakukan, yaitu dengan pengobatan ACT yang diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan dosis obat diperoleh untuk 3 hari serta diminum seluruhnya, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria dan mencegah resistensi.

 Kurangnya tenaga profesional, dana, serta sarana/prasarana untuk pelaksanaan

kegiatan petugas malaria.

B. Kelebihan dalam Kegiatan petugas malaria

Kelebihan dalam kegiatan petugas malaria di Indonesia meliputi :

 Sistem yang ada saat ini merupakan bagian dari SIKNAS (Sistem Informasi

Kesehatan Nasional) mendukung program Indonesia sehat 2015.

 Sistem yang saat ini berfokus pada penyakit yang dapat menyebabkan KLB

(54)

 Alur sistem malaria di Indonesia memiliki jenjang pengumpulan informasi yang

jelas mulai dari tingkat pelayanan kesehatan dasar hingga tingkat pengelolahan dan penyebaran data.

 Sudah ditetapkan jumlah tenaga kesehatan yang melakukan kegiatan survailens

epidemiologi tersebut.

(55)

Petugas malaria harus memahami tentang tatalaksana kasus malaria sebagai berikut

:

Pasien datang dengan gejala klinis

Tersangka Malaria

Kegawatan (+) Kegawatan (-)

Mikroskopis (+)

Malaria konfirmasi

→diobati dengan

OAM sesuai

standard Mikroskopis (-)

Test dengan RDT,bilaRDT tidak

tersedia ulang pemeriksaan

mikroskopis setelah 4 jam Rujuk ke RS,

rawat di RS

Positif Negatif

Periksa ulang bila gejala masih ada

Malaria konfirmasi→ diobati sesuai standard

Negatif Bukan Malaria

[image:55.612.119.520.179.476.2]

Gambar 2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria

(Kemenkes RI, 2013)

2.8. Landasan Teori

(56)

Dokter, Bidan Desa, Pelatihan Mikroskop bagi Petugas Mikroskop Puskesmas dan Monitoring dan Evaluasi. Berdasarkan observasi awal peneliti tentang rendahnya kinerja petugas malaria puskesmas tersebut disebabkan oleh pengetahuan yang rendah, strategi dan sarana/prasarana yang minim.

2.8.1. Pengetahuan

Menurut Meliono, dkk (2013), pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan adal yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan.

a)

Terdapat empat jenis pengetahuan yaitu :

Pengetahuan Implisit yaitu :

b)

pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

Pengetahuan Eksplisit yaitu :

c)

pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata berupa media atau semacamnya.

(57)

yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi

d) Pengetahuan rasionalisme yaitu : pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak

menekankan pada pengalaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan a.

seseorang, di antaranya : Pendidikan

b. M

adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.

edia

c.

yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer

(58)

umum dan mutlak, serta memberi pengetahuan yang baru. Beberapa teori pengetahuan yang dikemukakan Kant dalam Rahmawati S, dkk (2013), antara lain : a. Teori a Priori dan a Posteriori

Teoria priori adalah pengetahuan yang bersumber tidak dari pengalaman langsung, melainkan dari ‘aturan umum’ yang ‘dipinjam’ dari pengalaman, menurut Kant teori a priori ini ada dua macam yaitu :

Idea of necessity (keharusan), misalnya setiap peristiwa tentu ada

penyebabnya,

Strict-absolute (benar-benar absolut), misalnya semua benda memiliki

berat.

Menurut Kant, ada jenis pengetahuan yang bersumber dari dunia empirik yang bisa mencapai tingkat absolut karena kebenarannya mencapai tingkat kepastian. Pengetahuan a posteriori atau pengetahuan empirik adalah pengetahuan yang bersumber dari pengalaman.

b. Analitik dan Sintetik

Pengetahuan diformulasikan dalam bentuk putusan (judgement), ada dua bentuk:

 Putusan analitik adalah putusan dimana predikatnya ada di dalam subyek,

misalnya semua lingkaran adalah bulat.

 Putusan sintetik adalah putusan dimana predikatnya di luar subyek, yaitu sesuatu

(59)

c. Obyek Pengetahuan

Menurut Kant dalam Rahmawati S, dkk (2013), obyek pengetahuan ada dua, yaitu:

Nomena, adalah eksistensi yang dinalar akal (intelligible existence), yaitu

sesuatu yang ada di dalam diri mereka sendiri dan difikirkan oleh akal.

 Fenomena, adalah eksistensi indrawi dan menjadi obyek pengalaman dan

obyek intuisi indrawi (sensuous existence), bukan sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri. Fenomena itu berupa materi dan ada dalam realitas indrawi. Fenomena adalah obyek dari pengalaman yang bersifat mungkin.

d. Sumber Pengetahuan

Indera (sense), inilah yang menyerahkan obyek kepada kita. Tanpa

kemampuan indrawi tidak akan ada obyek yang diberikat kepada kita.

Pemahaman (understanding), inilah yang memberi kita pemikiran. Tanpa

pemahaman tidak akan ada obyek yang dipikirkan.

Menurut Kant, dalam Rahmawati S, dkk (2013) ada tiga tingkatan pengetahuan manusia, yaitu :

1. Tingkat Penyerapan Indrawi (Sinneswahrnehmung)

(60)

ruang kosong, ke dalamnya suatu benda bisa ditempatkan; ruang bukan merupakan “ruang pada dirinya sendiri” (Raum an sich). Dan waktu bukanlah arus tetap, dimana pengindraan-pengindraan berlangsung, tetapi ia merupakan kondisi formal dari fenomena apapun, dan bersifat apriori yang bisa diamati dan diselidiki hanyalah fenomena-fenomena atau penampakan-penampakannya saja, yang tak lain merupakan sintesis antara unsur-unsur yang datang dari luar sebagai materi dengan bentuk-bentuk apriori ruang dan waktu di dalam struktur pemikiran manusia.

2. Tingkat Akal Budi (Verstand)

Bersamaan dengan pengamatan indrawi, bekerjalah akal budi secara spontan. Tugas akal budi adalah menyusun dan menghubungkan data-data indrawi, sehingga menghasilkan putusan-putusan. Dalam hal ini akal budi bekerja dengan bantuan fantasinya (Einbildungskraft). Pengetahuan akal budi baru diperoleh ketika terjadi sintesis antara pengalaman inderawi tadi dengan bentuk-bentuk apriori yang dinamai Kant dengan ‘kategori’, yakni ide-ide bawaan yang mempunyai fungsi epistemologis dalam diri manusia.

3. Tingkat Intelek/Rasio (Versnunft)

Idea ini sifatnya semacam ‘indikasi-indikasi kabur’, petunjuk-petunjuk untuk pemikiran (seperti juga kata ‘barat’ dan ‘timur’ merupakan petunjuk-petunjuk; ‘timur’ an sich tidak pernah bisa diamati). Tingkat intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat dibawahnya, yakni akal budi (Verstand) dan tingkat penyerapan inderawi (Senneswahnehmung).

(61)

Strategi adalah rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis organisasi dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari organisasi dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat (Salusu, 2010). Secara umum, strategi adalah proses penentuan rencana kerja para atasan yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Secara khusus, strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pasien di masa depan. Dengan demikian, strategi selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Organisasi perlu mencari kompetensi inti di dalam pelayanan yang dilakukan. Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisas, menetapkan tujuan strategis dan keuangan organisas, serta merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik. Beberapa langkah yang perlu dilakukan organisasi

• Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh dalam merumuskan strategi, yaitu :

(62)

• Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan

dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh Dinas Kesehatan dalam menjalankan misinya,

• Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan dari strategi-strategi yang

dirancang berdasarkan analisis sebelumnya,

• Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi

dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi,

• Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan

jangka panjang (Salusu, 2010).

(63)

bagaimana kita mengendalikan organisasi, tidak semata mata untuk dijawab oleh organisasi pemerintah tetapi juga oleh organisasi nonprofit. Bagaimana misi itu dijalankan juga penting, ini memerlukan keputusan-keputusan strategik dan perencanaan strategik yang selayaknya juga disiapkan oleh setiap organisasi, 2). Business Strategy menjabarkan bagaimana merebut pasar di tengah masyarakat. Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, para donor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan strategi yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik, 3). Functional Strategy merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi fungsional yaitu :

Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan.

Strategi fungsiona

planning, organizing, implementating, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, decision making, representing dan integrating.

(64)

Tingkat-tingkat strategi itu merupakan kesatuan yang bulat dan menjadi isyarat bagi setiap pengambil keputusan tertinggi bahwa mengelola organisasi tidak boleh dilihat dari sudut kerapian administratif semata, tetapi juga hendaknya memperhitungkan soal “kesehatan” organisasi dari sudut ekonomi.

1)

Banyak organisasi menjalankan dua strategi atau lebih secara bersamaan, namun strategi kombinasi dapat sangat beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di perusahaan yang besar dan terdiversifikasi, strategi kombinasi biasanya digunakan ketika divisi-divisi yang berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga, organisasi yang berjuang untuk tetap hidup mungkin menggunakan gabungan dari sejumlah strategi defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi biaya secara bersamaan. Jenis-jenis strategi adalah sebagai berikut :

2)

Strategi Integrasi yaitu : integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal kadang semuanya disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor, pemasok, dan / atau pesaing.

3)

Strategi Intensif yaitu : penetrasi pasar, dan pengembangan produk karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.

(65)

produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal.

(66)

Strategi itu penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah dan rendah. Ini harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat, bukan hanya oleh pejabat tinggi. Tiga tingkatan kemudahan penyesuaian strategi dengan struktur manajemen yaitu : manajemen tingkat atas, manajemen tingkat menengah dan manajemen tingkat bawah. Ketiga tingkatan strategi itu ialah : Strategi organisasi, yaitu grand strategy yang sudah mencakup enterprise strategy, Strategi departemental yaitu business strategy dan Strategi fungsional.

Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen.

Terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam membagi strategi itu dalam beberapa kategori, kita cukup diberi petunjuk bahwa strategi organisasi tidak hanya satu. Di samping itu, tiap-tiap strategi ini saling menopang sehingga merupakan satu kesatuan kokoh yang mampu menjadikan organisasi sebagai satu lembaga yang kokoh pula, mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menentu.

2.8.2. Sarana/Prasarana

(67)

Kinerja Petugas Malaria Puskesmas berdasarkan :

1. Pengetahuan 2. Strategi

3. Sarana/Prasarana

Penemuan dan Pengobatan Kasus

Malaria

media misalnya : ruangan, buku pedoman dan panduan, laboratorium, dan reagensia. Prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan, misalnya : kenderaan roda dua, kenderaan roda empat. Administrasi sarana/prasarana dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria itu adalah semua komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas.

2.9. Alur Pikir Penelitian

[image:67.612.118.510.394.493.2]

Berdasarkan landasan teori diatas, maka peneliti membuat alur pikir penelitian sebagai berikut :

(68)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan masalah dilakukan dengan analisis deskriptif, yaitu wawancara secara mendalam kepada informan dan studi literatur.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

(69)

3.3. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari penelitiannya. Oleh karena itu pada penelitian kualitatif tidak mengenal adanya populasi dan sample. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Moleong, 2013). Informan adalah orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi mengenai fokus penelitian. Informan kunci (key informan) pada penelitian ini adalah mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan. Adapun informan kunci pada penelitian ini adalah Petugas malaria puskesmas berjumlah 12 orang dan kepala puskesmas berjumlah 12 orang juga sebagai informan pelengkap.

Penelitian ini menggunakan snowball sampling untuk menentukan sumber data. Ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2005).

3.4.Instrumen Penelitian

(70)

3.5.Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah : a. Metode Pengumpulan Data Primer yaitu :

Wawancara mendalam (in depth interview) yaitu metode pengumpulan data

yang dilakukan dengan tanya-jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait secara mendalam tentang pengetahuan malaria.

• Observasi yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik di lokasi penelitian, dimana data yang diambil adalah laporan penemuan dan pengobatan kasus malaria bulanan selama setahun.

b. Metode Pengumpulan Data Sekunder yaitu :

• Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan

catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan obyek penelitian.

• Studi literatur yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan berbagai

literatur seperti buku, majalah, jurnal dan laporan penelitian lainnya.

3.6.Definisi Operasional

(71)

b. Pengetahuan adalah wawasan petugas malaria untuk menemukan dan mengobati penderita malaria di lapangan berdasarkan alur penemuan dan pengobatan kasus malaria.

c. Strategi adalah langkah-langkah yang diambil petugas malaria untuk mencapai target penemuan dan pengobatan kasus malaria.

d. Sarana/Prasarana adalah alat yang digunakan petugas malaria dalam mendiagnosa dan mengobati kasus malaria di puskesmas seperti : buku pedoman, kenderaan roda dua, ruangan laboratorium, reagensia, kamera, tape recorder.

3.7.Metode Pengolahan Data

(72)

3.8.Metode Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini dengan menggunakan konsep spradley. Data dianalisa pertama kali dengan analisis domain, kemudian analisis toksonomi, analisis komponensial dan analisis tema. Untuk menemukan domain digunakan analisa hubungan semantik antar kategori (semantic relationship).

(73)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian diperlukan untuk memberikan pemahaman mengenai lokasi dan permasalahan yang akan diteliti. Berikut gambaran wil

Gambar

Tabel 1.1. Data Persentase Realisasi Jumlah Konfirmasi Kasus Malaria yang diperiksa dengan Menggunakan Mikroskop/RDT di Puskesmas
Gambar 2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria (Kemenkes RI, 2013)
Gambar 2.2. Alur Pikir Penelitian
Tabel  4.1. Daftar Kecamatan  dan  Puskesmas  yang Memiliki Petugas Malaria Tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC.. DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Tanjung Morawa , agar mengadakan pelatihan untuk petugas IVA,

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Tanjung Morawa , agar mengadakan pelatihan untuk petugas IVA,

Informan dalam penelitian ini adalah kepala bidang kesehatan keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, kepala puskesmas, bidan koordinator, petugas terlatih PONED

Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tentang pelaksanaan Posbindu untuk petugas penyakit tidak menular di desa wilayah kerja puskesmas terdapat hubungan

Permasalahan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah Bagaimana Peraturan Desa tentang Penemuan dan Pengawasan Pengobatan Kasus Malaria Berbasis

Rencana Strategis Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (Renstra BPS Kabupaten Deli Serdang) Tahun 2015 – 2019 adalah panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

Evaluasi Pelaksanaan Penemuan dan Pengobatan Malaria oleh Juru Malaria Desa (JMD) pada Program Pemberantasan Malaria di Kabupaten Purworejo Tahun 2005.. Penyakit malaria masih