• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Pengertian dan Peran Petugas Malaria dalam Penemuan dan

Pengertian petugas malaria adalah seorang yang melakukan kegiatan terus menerus, teratur dan sistematis di bidang penyakit malaria dalam pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data malaria untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan penemuan dan pengobatan kasus malaria secara cepat dan tepat disesuaikan dengan kondisi setempat (Kemenkes RI, 2014). Kegiatan petugas malaria, terbagi menjadi 3 periode, yaitu:

1. Periode kewaspadaan sebelum KLB atau surveilans Periode Peringatan Dini (PPD) : Suatu kegiatan untuk memantau secara terartur perkembangan penyakit malaria di suatu wilayah dan mengambil tindakan pendahuluan untuk mencegah timbulnya KLB malaria.

2. Periode KLB : Kegiatan yang dilakukan dalam periode dimana kasus malaria menunjukan proporsi kenaikan dua kali atau lebih dari biasanya/ sebelumnya dan terjadi peningkatan yang bermakna baik penderita malaria klinis maupun penderita malaria positif atau dijumpai keadaan penderita Plasmodium falciparum dominan atau ada kasus bayi positif baik disertai ada kematian karena atau diduga malaria dan adanya keresahan masyarakat karena malaria.

3. Periode Paska KLB : Kegiatannya sama seperti pada periode peringatan dini. Monitoring dilakukan dengan cara pengamatan rutin atau melakukan survei

secara periodik pada lokasi KLB (MBS/MFS) juga melakukan survei vektor dan lingkungan.

Kegiatan petugas malaria puskesmas terdiri dari : 1. Pengumpulan Data

Jenis data kasus malaria yang dikumpulkan di setiap jenjang baik di tingkat Puskesmas, Kabupaten, Propinsi dan Pusat merupakan data situasi malaria . 2. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara memindahkan data dari formulir yang satu ke formulir yang lain. Pengolah data tersebut dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan membagi sesuai dengan kebutuhan “Pedoman Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data” yang telah ditetapkan dan berlaku bagi setiap tingkat/jenjang unit organisasi. Pengolahan data dalam rangka pemberantasan malaria mencakup beberapa hal, antara lain: a) Kasus Malaria Klinis atau Malaria Positif

Laporan kasus malaria klinis dan positif dapat diolah dengan menggunakan rumus :

Rata-rata per bulan =

12 bulan

Jumlahkasus selama satu tahun

b) Data Daerah Malaria

• Puskesmas dengan Pemeriksaan Klinis diperiksa Laboratorium

Data malaria positif diolah untuk mendapatkan API masing-masing desa didapat dari Active Case Detection (ACD), Passive Case Detection (PCD) dan dari

API = Jumlah kasus positif selama satu tahun Jumlah Penduduk endemis

x 1000‰

Setelah ditentukan desa-desa dengan API>50‰, dan selanjutnya dibuat juga tabel desa yang melakukan pemberantasan vektor yang mencakup : jumlah jiwa, jenis pemberantasan vektor, demikian juga dengan Parasite Rate (PR) dari hasil malariometrik survei evaluasi.

c) Pemetaan

Hasil pengolahan data yang ada selanjutnya dibuat data stratifikasi wilayah puskesmas dengan batas desa, kemudian daerah itu dibagi berdasarkan reseptivitas, infrastrukur, data entomologi, pemberantasan vector dan API per desa. API dikelompokkan sebagai berikut :

HCI (High Case Incidence), API> 5‰ penduduk, diberi warna merah. MCI (Moderate Case Incidence), API< 5‰ penduduk, diberi warna kuning. LCI (Low Case Incidence), API< 1‰ penduduk, diberi warna hijau.

d) Pola Musim Penularan

• Menentukan pola musim penularan pada penyakit malaria yang bersifat musiman dapat dihitung dengan menghimpun data dengan unit waktu bulanan selama minimal lima tahun.

• Langkah-langkah menentukan pola musim penularan perlu dilakukan

pengumpulan, pengolahan dan penyajian data secara tertib, teratur dan terus menerus selama lima tahun terakhir.

3. Pelaporan Data

Pelaporan data petugas malaria dilakukan dengan alur sebagai berikut : • Data awal diperoleh dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes dan Polindes • Data dari ketiga elemen tersebut diperoleh oleh Puskesmas

• Kemudian data dari Puskesmas dan rumah sakit dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten

• Dari Dinas Kesehatan Kabupaten dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi bersama data dari rumah sakit di wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Laboratorium kesehatan daerah Provinsi.

• Dari Dinas Kesehatan Propinsi kemudian dilaporkan ke Ditjen PPM&PLP Subdit Malaria.

4. Tindak Lanjut

Bila terjadi kecenderungan peningkatan penderita malaria, dilakukan upaya penanggulangan sebagai berikut :

1. Mass Fever Survey (MFS)

• Pemeriksaan spesimen darah tersangka malaria pada semua penderita demam dan dilakukan pengobatan klinis atau pengobatan radikal terhadap semua penderita malaria positif.

• Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan untuk mengetahui apakah kasus yang terjadi indigenous atau import serta untuk mengetahui sampai sejauh mana penyebaran kasus, PE dilakukan pada semua kasus malaria positif.

2. Pengamatan Vektor, dilakukan pengamatan vektor untuk mengetahui jenis vektor yang sudah dikonfirmasi maupun suspek vektor, dan perilaku vektor.

3. Pemberantasan Vektor, untuk menekan penularan malaria, dilakukan upaya pemberantasan vektor dengan berbagai metode yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

4. Jejaring

• Tingkat Kabupaten : Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, LSM/NGO, Bappeda, DPRD.

• Tingkat Propinsi : Rumah Sakit, Labkesda, Kesehatan Lingkungan, Dinas Kabupaten/Kota, DPRD, Bappeda, Universitas, Surveilans/pengamatan. • Tingkat Pusat, Subdit Malaria, Kesehatan Lingkungan, Subdit Pengamatan

Epidemiologi Penyakit, Pusdakes, BPP, Subdit Pengendalian vektor, Ditlabkes, Dit Promosi Kesehatan.

2.7.1. Indikator Petugas Malaria A. Indikator Input

a) Proporsi puskesmas yang mempunyai peta stratifikasi b) Proporsi puskesmas endemis malaria

c) Proporsi desa endemis malaria

d) Proporsi tenaga pengelola malaria yang sudah dilatih e) Proporsi tenaga mikroskopis yang sudah dilatih

g) Proporsi puskesmas yang mempunyai mikroskop yang berfungsi h) Proporsi puskesmas dengan reagensia yang cukup

i) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pemberantasan vektor yang cukup

j) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pengamatan vektor yang cukup

k) Proporsi puskesmas yang sudah memperoleh pedoman (Juknis dan Juklak) l) Proporsi puskesmas/pustu yang mempunyai kebutuhan obat anti malaria yang

cukup

m) Proporsi puskesmas dengan kebutuhan biaya operasional yang cukup B. Indikator Proses

a) Proporsi cakupan penemuan penderita

b) Proporsi puskesmas yang melakukan diagnosa malaria dengan laboratorium c) Proporsi penderita malaria klinis yang diperiksa secara laboratorium

d) Proporsi penderita yang memperoleh pengobatan klinis

e) Proporsi penderita malana positif yang memperoleh pengobatan radikal f) Proporsi penderita yang dilakukan penyelidikan epidemiologi

g) Proporsi penderita malaria yang dilakukan follow up

h) Proporsi lokasi yang dilakukan pemberantasan vektor yang didukung data epidemiologi dan entomologi (evidence base)

j) Proporsi tenaga mikroskopis yang melakukan kesalahan pemeriksaan laboratorium > 5%.

C. Indikator Out Put a) Parasit Rate (PR)

b) SPR (mengukur ketepatan diagnosa)

c) Parasit formula (% Pls. falcifarum, Pls. vivax) d) Proporsi gagal obat

e) Kepadatan vektor (MBR) D. Indikator Out Come

a) Case Fatality Rate (CFR)

b) Annual Parasite Incidence (API) c) Annual Malaria Incidence (AMI)

2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan dalam Kegiatan Petugas Malaria A. Kekurangan dalam kegiatan petugas malaria

 Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan malaria rutin dan non rutin di fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dari evaluasi yang dilakukan pada petugas malaria masih ada desa/dusun/kota yang tinggi kasus malaria tetapi tidak mengirimkan laporan secara rutin ke puskesmas atau rumah sakit.

 Data laporan rutin dan data survei yang tidak dipisahkan sehingga tidak dapat melihat situasi malaria yang sebenarnya.

 Kesalahan pada SDM petugas malaria puskesmas yang belum memasukkan data tepat waktu, sudah diolah tapi tidak dianalisis, petugas puskesmas mengalami hambatan menyebarkan informasi dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria.

 Informasi yang dihasilkan belum dilaksanakan secara optimal untuk pengambilan keputusan.

 Kesulitan mengakses data dan informasi dan banyaknya data yang hilang.

 Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat di daerah risiko tinggi malaria agar pengobatan malaria lebih efektif dilakukan, yaitu dengan pengobatan ACT yang diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan dosis obat diperoleh untuk 3 hari serta diminum seluruhnya, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria dan mencegah resistensi.

 Kurangnya tenaga profesional, dana, serta sarana/prasarana untuk pelaksanaan kegiatan petugas malaria.

B. Kelebihan dalam Kegiatan petugas malaria

Kelebihan dalam kegiatan petugas malaria di Indonesia meliputi :

 Sistem yang ada saat ini merupakan bagian dari SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional) mendukung program Indonesia sehat 2015.

 Sistem yang saat ini berfokus pada penyakit yang dapat menyebabkan KLB sampai pada tahap desiminasi informasi dan penyebaran informasi.

 Alur sistem malaria di Indonesia memiliki jenjang pengumpulan informasi yang jelas mulai dari tingkat pelayanan kesehatan dasar hingga tingkat pengelolahan dan penyebaran data.

 Sudah ditetapkan jumlah tenaga kesehatan yang melakukan kegiatan survailens epidemiologi tersebut.

Sistem malaria di Indonesia sudah memiliki aturan mengenai sumber data yang harus jelas, jenis data yang akan dikumpulkan sudah berjenjang dan dibagi kedalam berbagai situasi meliputi : periode peringatan dini dan penanggulangan KLB, data kasus malaria sudah divisualisasikan kedalam bentuk tabel, grafik, peta serta jenis data yang akan dikumpulkan pada sistem surveilens meliputi data demografi, epidemiologi, entomologi, hasil kegiatan, standarisasi waktu pengumpulan data tergantung dari kebutuhan, format pengisian laporan sudah diatur dan disosialisasikan kepada petugas malaria, indikator yang digunakan dalam kegiatan survailens sudah ditetapkan.

Petugas malaria harus memahami tentang tatalaksana kasus malaria sebagai berikut

:

Pasien datang dengan gejala klinis

Tersangka Malaria Kegawatan (+) Kegawatan (-) Mikroskopis (+) Malaria konfirmasi →diobati dengan OAM sesuai standard Mikroskopis (-)

Test dengan RDT,bilaRDT tidak

tersedia ulang pemeriksaan

mikroskopis setelah 4 jam Rujuk ke RS, rawat di RS Positif Negatif Periksa ulang bila gejala masih ada

Malaria konfirmasi→ diobati sesuai standard

Negatif Bukan Malaria

Gambar 2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria

(Kemenkes RI, 2013)

Dokumen terkait