• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Malaria

Malaria adalah suatu penyakit yang akut maupun kronis yang disebabkan

parasit plasmodium yang ditandai dengan gejala demam berkala, menggigil dan sakit

kepala yang sering disertai dengan anemia dan limpha yang membesar. Penyakit ini

menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan

pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium (Kemenkes

RI, 2011).

Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan

residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat.

Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan

di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih

menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar

100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen

diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan

penyebab utama kematian di negara berkembang.

Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah

yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut.

(2)

(urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang

bermukim didaerah tersebut.

2.2. Cara Penularan Malaria

Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:

a. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan

nyamuk anopheles. Bila nyamuk anopheles mengigit orang yang sakit malaria,

maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk,

parasit tersebut berkembang biak. Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk tersebut

mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di tularkan ke orang tersebut.

Didalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak, menyerang sel-sel darah

merah. Dalam waktu kurang lebih 12 hari, orang tersebut akan sakit malaria.

b. Penularan yang tidak alamiah.

a) Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria,

penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.

b) Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tidak

steril.

Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia

lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Masa inkubasi

(3)

Plasmodium falciparum dan paling panjang pada Plasmodium malarie. Masa inkubasi

ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya

dan tingkat imunitas penderita.

2.3. Pos Malaria Desa

Pos Malaria Desa (PMD) adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam

pengendalian malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri

dan berkelanjutan. Tujuan dibentuknya PMD adalah :

- Meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria melalui peran aktif

masyarakat dan dirujuk kefasilitas kesehatan terdekat

- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria Posmaldes

diperlukan karena:

• Sekitar 45% dari desa endemis malaria merupakan daerah terpencil

(transportasi dan komunikasi sulit, akses pelayanan kesehatan rendah, sosial

ekonomi masyarakat rendah, cakupan penemuan kasus malaria oleh

Puskesmas rendah, pengobatan tidak sempurna karena banyak obat malaria

dijual bebas)

• Posmaldes merupakan embrio berbagai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis

(4)

a. Pokok-Pokok Kegiatan :

1. Penemuan dini dan pengobatan penderita

2. Meningkatkan akses pelayanan yang berkualitas (konfirmasi dengan

mikroskop/RDT)

3. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat

4. Meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

5. Menggalang kemitraan

6. Meningkatkan sistem surveilans

7. Meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi

8. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

b. Intensifikasi dan Integrasi Malaria

1. Mass Blood Survey (MBS) dan Mass Fever Survey (MFS)

2. Pengobatan malaria dan pembagian kelambu pada ibu hamil, bayi dan balita

3. Pengobatan malaria dan pembagian kelambu pada bayi dengan imunisasi

lengkap

4. Pembagian kelambu integrasi dengan pengobatan massal malaria

5. Pembentukan Pos Malaria Desa dengan kader malaria

Kini 52 tahun, Indonesia melakukan berbagai upaya untuk penanggulangan

dan pemberantasan malaria. Di Indonesia penyakit malaria memiliki 3 jenis, yaitu

Plasmodium falcifarum (malaria tropika), Plasmodium vivax (malaria tertiana) dan

Plasmodium malarie (malaria kuartana) sedangkan Plasmodium ovale umumnya

(5)

gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat

dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini

muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana

yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap

dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah

infeksi). Jenis Plasmodium falcifarum yang paling banyak ditemukan di Kabupaten

Deli Serdang.

Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga

malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab

sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi

jalan darah ke otak, menyebabkan koma, hilang ingatan, mengigau, serta kematian.

Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malarie, memiliki masa inkubasi

lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya

tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian

akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis keempat dan merupakan jenis malaria yang

paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan

malaria tertiana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati,

beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan

menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga

(6)

2.4. Kebijakan dalam Program Malaria 2.4.1. Komitmen International

Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui pendekatan Roll Back Malarie

(RBM), suatu komitmen internasional dengan strategi sebagai berikut : deteksi dini

dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria;

dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan

kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting adalah pendekatan

terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan kesehatan lainnya,

seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan Promosi Kesehatan (Kemenkes RI,

2012).

2.4.2. Strategi dalam Pemberantasan Malaria

Antara lain adalah dengan sistem kewaspadaan dini dan upaya

penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar, intensifikasi pengawasan,

diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor secara selektif.

Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara lain

penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan

malaria, dan membangun kerja sama antar sektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan

Berantas Kembali Malaria (GEBRAK Malaria) yang dimulai pada tahun 2000 adalah

bentuk operasional dari Roll Back Malarie (RBM). GEBRAK Malaria

memprioritaskan kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat

(7)

2.4.3. Kegiatan Program Malaria

Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas delapan

kegiatan, yaitu : diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu dengan

insektisida; penyemprotan rumah; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam

dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti

larvaciding; dan peningkatan kemampuan (capacity building). Untuk menanggulangi

galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan

menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan

pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan

ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.

2.4.4. Pengawasan Penyakit Malaria

Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari fasilitas kesehatan di

lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria, untuk mendeteksi

dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan survei untuk menghitung

prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian yang esensial dari pengawasan

malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat seperti penyemprotan insektisida

diperlukan penelitian lebih dulu untuk menentukan jenis populasi nyamuk dan

habitatnya. Idealnya, tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk

(8)

2.5. Sejarah Perkembangan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia 2.5.1. Periode 1959-1968 (Periode Pembasmian Malaria)

Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959 dengan

adanya Komando Pembasmian Malaria (KOPEM) di pusat dan di daerah didirikan

Dinas Pembasmian Malaria yang merupakan integrasi institut Malaria, serta untuk

pelatihan didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4 pusat latihan lapangan di

luar Jawa. Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode

pembasmian, dimana fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan

Lampung. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan

insektisida, pengobatan dengan klorokuin dan profilaksis. Pada tahun 1961-1964

penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar wilayah Jawa dan Bali. Upaya ini

cukup berhasil di daerah Jawa dan Bali dengan adanya penurunan parasite rate.

Tahun 1966, upaya pemberantasan malaria menghadapi berbagai kendala,

yang disebabkan karena pembiayaan menurun baik dari pemerintah maupun dari

bantuan luar, meluasnya resistensi Anopheles aconitus terhadap

Dichloro-Diphenyl-Trichloroethana (DDT) dan Dieldrin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, adanya

resistensi Plasmodium falciparum dan Plasmodium malarie terhadap Pirimetamin dan

Proguanil serta meningkatnya toleransi Plasmodium falciparum terhadap Primakuin

di Irian Jaya. Selanjutnya tahun 1968, KOPEM diintegrasikan ke dalam Ditjen P4M

(Pencegahan Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular), sehingga tidak lagi

(9)

2.5.2. Periode 1969-2000 (Pemberantasan Malaria)

Dengan terintegrasinya upaya pengendalian malaria dengan sistem pelayanan

kesehatan, maka kegiatan malaria dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit

maupun sarana Pelayanan kesehatan lainnya. Seiring dengan perubahan ekologi,

tahun 1973 mulai dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum di

Yogyakarta, bahkan tahun 1975 di seluruh provinsi di Indonesia, disertai dengan

kasus resistensi Plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa

tempat di Indonesia. Tahun 1973 ditemukan penderita import dari Kalimantan Timur

di Yogyakarta dan pada tahun 1991 dilaporkan adanya kasus resistensi Plasmodium

vivax terhadap klorokuin di Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara.

2.5.3. Periode 2000-Sekarang (Periode Eliminasi Malaria)

Sejak dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum terhadap

klorokuin (hampir di seluruh provinsi di Indonesia) dan terhadap

Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia, maka sejak tahun 2004 kebijakan

pemerintah menggunakan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP yaitu dengan

kombinasi Artemisinin. Pada tahun 2000 dilahirkan penggalangan pemberantasan

malaria melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gebrak Malaria. Gerakan

ini merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan dengan

berbagai sektor dengan slogan “Ayo Berantas Malaria”. Selanjutnya tahun 2004

dibentuk Pos Malaria Desa sebagai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat

(10)

Mengingat malaria masih menjadi masalah di tingkatan global, dalam

pertemuan WHO 60 tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang

eliminasi malaria bagi setiap negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang

berkomitmen untuk meng-Eliminasi malaria. Eliminasi Malaria sangat mungkin

dilaksanakan mengingat telah tersedia 3 kunci utama yaitu :

• Ada obat ACT

• Ada teknik diagnosa cepat dengan RDT

Ada teknik pencegahan dengan menggunakan kelambu LLIN’s (Long Lasting

Insectized Net’s), yang didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemda

setempat.

Kebijakan Eliminasi :

 Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi,

organisasi kemasyarakatan dan masyarakat setempat.

 Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan

dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia

menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya

(11)

 Strategi Program :

 Diagnosis Malaria : Semua kasus malaria klinis dikonfirmasi dengan

miikroskop atau RDT.

 Pengobatan : ACT

 Pencegahan :

Pendistribusian kelambu LLIN’s, Indoor Residual Spraying/IRS, dan

lain-lain. Kelambu LLIN’s efektif sampai 3-5 tahun dan dapat dicuci secara teratur

3 bulan sekali.

 Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria

Mitra Potensial Pengendalian Malaria yaitu :

• DPRD :

- Legislatif, bersama eksekutif, contoh : penyusunan Peraturan daerah

“Pengawasan Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk” pada sektor

Wisata.

- Penganggaran, dll

• BAPPEDA :

- Perencanaan program

- Penganggaran, dll

• Sektor Pariwisata :

Penggerakan “resort”, hotel dan institusi disektor pariwisata untuk meniadakan

(12)

• Sektor Informasi/Humas :

- Penyebarluasan upaya penghindaran diri dari gigitan nyamuk

- Penyebarluasan upaya pencarian pengobatan, dll

• Sektor Kimpraswil :

- Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK (Mandi Cuci Kakus)

- Program sungai bersih, dll

• Sektor Peternakan :

Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle barier”, dll

• Sektor Pertanian :

Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun, dll

• Sektor Perikanan & Kelautan :

- Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) untuk ditebarkan di kolam, badan air

- Penanaman kembali pohon bakau, dll

• Sektor Pendidikan Nasional :

Menjadikan pengetahuan upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran

Muatan Lokal (MULOK), dll.

• Sektor Agama :

- Bersama Sektor pendidikan Nasional upaya pengendalian malaria sebagai

materi pelajaran MULOK.

- Materi penanggulangan malaria disebarluaskan melalui khotbah Jum’at atau

(13)

• PKK :

Penggerakan ibu rumah tangga dalam pencegahan gigitan nyamuk dan upaya

pencarian pengobatan, dll

• LSM

- Penggerakan masyarakat dalam pencegahan dan KIE.

- Penemuan dan pengobatan malaria.

Bupati Kabupaten Deli Serdang H. Ashari Tambunan menerima Sertifikat

Eliminasi Malaria dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Nafsiah Mboi,

Sp.A.MPH, pada rangkaian peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS)

dan peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) dengan tema nasional : “BEBAS

MALARIA, INVESTASI MASA DEPAN BANGSA”, Sabtu tanggal 26 April 2014

di Hotel Grand Sahid Jaya di Jakarta. Yang dihadiri Pimpinan WHO Representative

to Indonesia dr. Khonchit Limpakarnjanarat, Pejabat Kemenkes RI, Gubernur Kaltim

Drs H O Faroek Ishak, Wagub Sulteng H Sudarto, 45 Bupati /Walikota perwakilan

se Indonesia , Pimpinan Organisasi propesi, Ormas , Tokoh Agama dan undangan

lainnya.

Kadis Kesehatan Deli Serdang dr. Aida Harahap, MARS yang turut

mendampingi Bupati menerima Sertifikat Eliminasi Malaria tersebut di Jakarta

menjelaskan diterimanya sertifikat Eliminasi Malaria tersebut, karena Kabupaten Deli

Serdang dinilai telah mampu mengurangi perkembangan nyamuk bahkan kasus

(14)

dengan perbandingan < satu / 1000 penduduk atau 0,008/1000 penduduk.

Meskipun kita telah mendapatkan prestasi yang menggembirakan ini, tetapi kita

harus tetap waspada serta berupaya untuk mengurangi bahkan menghapuskan

perkembangan nyamuk dengan melakukan gerakan kebersihan yang terkoordinasi

dengan instansi terkait bersama masyarakat (

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui

program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini,

pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya

ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.

www.deliserdangkab.go.id).

Indikator keberhasilan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun

2010-2014 adalah menurunkan angka kesakitan malaria dan kematian penyakit malaria

pada tahun 2015 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Terdapat beberapa upaya yang

dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian kelambu dan

pengendalian vektor. Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan

penularan penyakit malaria, di Kabupaten Deli Serdang telah dilaksanakan

pembagian kelambu pada tahun 2009, 2010 dan 2011 bantuan dana dari GF Malaria.

Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian vector

terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya

pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding

(tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan

insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen

(15)

dinding rumah dengan insektisida /IRS atau menggunakan kelambu berinsektisida.

Pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (Rational, Effective, Efisien,

Suntainable, Affective dan Affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang

luas dan bionomik vector yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places

dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah

daerah, seluruh stakeholders dan petugas malaria serta masyarakat dalam

pengendalian vektor malaria (Kemenkes RI, 2013).

2.6. Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria

Selain pencegahan, penemuan dan pengobatan malaria juga merupakan upaya

pengendalian malaria yang penting. Untuk indikator penemuan dan pengobatan kasus

malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah baik secara

mikroskopis/RDT dimana sebagai diagnosa yang tepat dan cepat untuk menentukan

kasus positif malaria. Pada tahun 2008 sebesar 1.912.698 malaria klinis, yang

diperiksa sediaan darah hanya sebesar 921.599 (48,18%) terjadi peningkatan pada

tahun 2009 yaitu 75,61% dan pada tahun 2010 terjadi penurunan yaitu 64,44 %

malaria klinis yang diperiksa sedian darahnya. Pencapaian ini dapat dipertahankan

dan terus ditingkatkan dengan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah

daerah untuk menjaminan ketersediaan bahan/reagensia laboratorium/mikroskospis

malaria, kemampuan petugas mikroskopis, jangkauan pelayanan kesehatan dan

(16)

Pengendalian malaria selalu mengalami perkembangan, salah satunya dalam

hal pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan

resistensi, saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan

obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT. Pada tahun 2011, dari

1.191.626 kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 237.394

kasus yang positif menderita malaria, dan dari yang positif malaria, 211.676 (89,17%)

mendapat pengobatan ACT. Pencapaian ini jauh lebih tinggi daripada laporan

Riskesdas tahun 2010, yang mendapatkan bahwa pengobatan efektif baru mencapai

33%. Sebahagian besar pengobatan belum efektif, sehingga perlu ada upaya baik dari

pemerintah daerah dan pusat agar lebih memperhatikan aksesibilitas/jangkauan

pelayanan penderita malaria dan ketersediaan obat dan tenaga analis di daerah risiko

tinggi malaria (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dilakukan

dan masih menjadi andalan adalah pengobatan terhadap penderita malaria dengan

tepat dan cepat. Pengobatan yang efektif ini harus memenuhi tiga kategori, yaitu (1)

jenis obat yang diperoleh adalah ACT, (2) obat tersebut diperoleh penderita

maksimum 24 jam setelah sakit dan (3) dosis obat diperoleh untuk 3 hari dan

diminum seluruhnya.

Malaria berat merupakan komplikasi dari infeksi malaria yang sering

menimbulkan kematian. Faktor yang menyebabkan perlangsungan menjadi berat

ataupun kematian ialah keterlambatan diagnosis, mis-diagnosis (salah diagnosa ) dan

(17)

penanganan malaria berat ialah pemakaian artesunate intravena untuk menurunkan

mortalitas 34% dibandingkan dengan penggunaan kina.

Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu:

1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

2. Pengobatan supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik).

3. Pengobatan terhadap komplikasi.

Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria berat berbeda dengan

malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara

cepat dan bertahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat

parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat per-parenteral ( intravena, per

infus/intra muskuler) yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya

resistensi, Derivat Artemisinin merupakan obat baru yang berasal dari China. Untuk

mengendalikan malaria selain dengan pengobatan sangatlah penting melalui

pencegahan terjadinya malaria. Salah satu pencegahannya adalah dengan memakai

kelambu sewaktu tidur atau dengan memakai autan pada malam hari, sebab nyamuk

Anopheles ini sering menggigit pada malam hari. Besarnya persentase pemakaian

kelambu (dengan dan tanpa insektisida) nasional adalah 26,1 persen. Persentase

pemakaian kelambu berinsektisida di seluruh Indonesia adalah 12,9 persen

(18)

2.7. Pengertian dan Peran Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas

Pengertian petugas malaria adalah seorang yang melakukan kegiatan terus

menerus, teratur dan sistematis di bidang penyakit malaria dalam pengumpulan,

pengolahan, analisis dan interprestasi data malaria untuk menghasilkan informasi

yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar untuk

melaksanakan tindakan penanggulangan penemuan dan pengobatan kasus malaria

secara cepat dan tepat disesuaikan dengan kondisi setempat (Kemenkes RI, 2014).

Kegiatan petugas malaria, terbagi menjadi 3 periode, yaitu:

1. Periode kewaspadaan sebelum KLB atau surveilans Periode Peringatan Dini

(PPD) : Suatu kegiatan untuk memantau secara terartur perkembangan penyakit

malaria di suatu wilayah dan mengambil tindakan pendahuluan untuk mencegah

timbulnya KLB malaria.

2. Periode KLB : Kegiatan yang dilakukan dalam periode dimana kasus malaria

menunjukan proporsi kenaikan dua kali atau lebih dari biasanya/ sebelumnya dan

terjadi peningkatan yang bermakna baik penderita malaria klinis maupun

penderita malaria positif atau dijumpai keadaan penderita Plasmodium falciparum

dominan atau ada kasus bayi positif baik disertai ada kematian karena atau diduga

malaria dan adanya keresahan masyarakat karena malaria.

3. Periode Paska KLB : Kegiatannya sama seperti pada periode peringatan dini.

(19)

secara periodik pada lokasi KLB (MBS/MFS) juga melakukan survei vektor dan

lingkungan.

Kegiatan petugas malaria puskesmas terdiri dari :

1. Pengumpulan Data

Jenis data kasus malaria yang dikumpulkan di setiap jenjang baik di tingkat

Puskesmas, Kabupaten, Propinsi dan Pusat merupakan data situasi malaria .

2. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara memindahkan data dari

formulir yang satu ke formulir yang lain. Pengolah data tersebut dapat dilakukan

dengan cara menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan membagi sesuai dengan

kebutuhan “Pedoman Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data” yang telah

ditetapkan dan berlaku bagi setiap tingkat/jenjang unit organisasi. Pengolahan

data dalam rangka pemberantasan malaria mencakup beberapa hal, antara lain:

a) Kasus Malaria Klinis atau Malaria Positif

Laporan kasus malaria klinis dan positif dapat diolah dengan menggunakan

rumus :

Rata-rata per bulan =

12 bulan

Jumlahkasus selama satu tahun

b) Data Daerah Malaria

• Puskesmas dengan Pemeriksaan Klinis diperiksa Laboratorium

Data malaria positif diolah untuk mendapatkan API masing-masing desa didapat

(20)

API = Jumlah kasus positif selama satu tahun Jumlah Penduduk endemis

x 1000‰

Setelah ditentukan desa-desa dengan API>50‰, dan selanjutnya dibuat juga

tabel desa yang melakukan pemberantasan vektor yang mencakup : jumlah jiwa, jenis

pemberantasan vektor, demikian juga dengan Parasite Rate (PR) dari hasil

malariometrik survei evaluasi.

c) Pemetaan

Hasil pengolahan data yang ada selanjutnya dibuat data stratifikasi wilayah

puskesmas dengan batas desa, kemudian daerah itu dibagi berdasarkan reseptivitas,

infrastrukur, data entomologi, pemberantasan vector dan API per desa. API

dikelompokkan sebagai berikut :

HCI (High Case Incidence), API> 5‰ penduduk, diberi warna merah. MCI (Moderate Case Incidence), API< 5‰ penduduk, diberi warna kuning.

LCI (Low Case Incidence), API< 1‰ penduduk, diberi warna hijau.

d) Pola Musim Penularan

• Menentukan pola musim penularan pada penyakit malaria yang bersifat

musiman dapat dihitung dengan menghimpun data dengan unit waktu

bulanan selama minimal lima tahun.

• Langkah-langkah menentukan pola musim penularan perlu dilakukan

pengumpulan, pengolahan dan penyajian data secara tertib, teratur dan terus

(21)

3. Pelaporan Data

Pelaporan data petugas malaria dilakukan dengan alur sebagai berikut :

• Data awal diperoleh dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes dan Polindes • Data dari ketiga elemen tersebut diperoleh oleh Puskesmas

• Kemudian data dari Puskesmas dan rumah sakit dilaporkan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten

• Dari Dinas Kesehatan Kabupaten dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi

bersama data dari rumah sakit di wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi dan

Balai Laboratorium kesehatan daerah Provinsi.

• Dari Dinas Kesehatan Propinsi kemudian dilaporkan ke Ditjen PPM&PLP Subdit

Malaria.

4. Tindak Lanjut

Bila terjadi kecenderungan peningkatan penderita malaria, dilakukan upaya

penanggulangan sebagai berikut :

1. Mass Fever Survey (MFS)

• Pemeriksaan spesimen darah tersangka malaria pada semua penderita demam

dan dilakukan pengobatan klinis atau pengobatan radikal terhadap semua

penderita malaria positif.

• Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan untuk mengetahui apakah kasus

yang terjadi indigenous atau import serta untuk mengetahui sampai sejauh

(22)

2. Pengamatan Vektor, dilakukan pengamatan vektor untuk mengetahui jenis vektor

yang sudah dikonfirmasi maupun suspek vektor, dan perilaku vektor.

3. Pemberantasan Vektor, untuk menekan penularan malaria, dilakukan upaya

pemberantasan vektor dengan berbagai metode yang disesuaikan dengan kondisi

setempat.

4. Jejaring

• Tingkat Kabupaten : Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kesehatan

Lingkungan, LSM/NGO, Bappeda, DPRD.

• Tingkat Propinsi : Rumah Sakit, Labkesda, Kesehatan Lingkungan, Dinas

Kabupaten/Kota, DPRD, Bappeda, Universitas, Surveilans/pengamatan.

• Tingkat Pusat, Subdit Malaria, Kesehatan Lingkungan, Subdit Pengamatan

Epidemiologi Penyakit, Pusdakes, BPP, Subdit Pengendalian vektor,

Ditlabkes, Dit Promosi Kesehatan.

2.7.1. Indikator Petugas Malaria

A. Indikator Input

a) Proporsi puskesmas yang mempunyai peta stratifikasi

b) Proporsi puskesmas endemis malaria

c) Proporsi desa endemis malaria

d) Proporsi tenaga pengelola malaria yang sudah dilatih

e) Proporsi tenaga mikroskopis yang sudah dilatih

(23)

g) Proporsi puskesmas yang mempunyai mikroskop yang berfungsi

h) Proporsi puskesmas dengan reagensia yang cukup

i) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pemberantasan vektor yang

cukup

j) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pengamatan vektor yang

cukup

k) Proporsi puskesmas yang sudah memperoleh pedoman (Juknis dan Juklak)

l) Proporsi puskesmas/pustu yang mempunyai kebutuhan obat anti malaria yang

cukup

m) Proporsi puskesmas dengan kebutuhan biaya operasional yang cukup

B. Indikator Proses

a) Proporsi cakupan penemuan penderita

b) Proporsi puskesmas yang melakukan diagnosa malaria dengan laboratorium

c) Proporsi penderita malaria klinis yang diperiksa secara laboratorium

d) Proporsi penderita yang memperoleh pengobatan klinis

e) Proporsi penderita malana positif yang memperoleh pengobatan radikal

f) Proporsi penderita yang dilakukan penyelidikan epidemiologi

g) Proporsi penderita malaria yang dilakukan follow up

h) Proporsi lokasi yang dilakukan pemberantasan vektor yang didukung data

epidemiologi dan entomologi (evidence base)

(24)

j) Proporsi tenaga mikroskopis yang melakukan kesalahan pemeriksaan

laboratorium > 5%.

C.Indikator Out Put

a) Parasit Rate (PR)

b) SPR (mengukur ketepatan diagnosa)

c) Parasit formula (% Pls. falcifarum, Pls. vivax)

d) Proporsi gagal obat

e) Kepadatan vektor (MBR)

D. Indikator Out Come

a) Case Fatality Rate (CFR)

b) Annual Parasite Incidence (API)

c) Annual Malaria Incidence (AMI)

2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan dalam Kegiatan Petugas Malaria

A. Kekurangan dalam kegiatan petugas malaria

 Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan malaria rutin dan non rutin di fasilitas

kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dari evaluasi yang

dilakukan pada petugas malaria masih ada desa/dusun/kota yang tinggi kasus

malaria tetapi tidak mengirimkan laporan secara rutin ke puskesmas atau rumah

sakit.

 Data laporan rutin dan data survei yang tidak dipisahkan sehingga tidak dapat

(25)

 Kesalahan pada SDM petugas malaria puskesmas yang belum memasukkan data

tepat waktu, sudah diolah tapi tidak dianalisis, petugas puskesmas mengalami

hambatan menyebarkan informasi dalam penemuan dan pengobatan kasus

malaria.

 Informasi yang dihasilkan belum dilaksanakan secara optimal untuk pengambilan

keputusan.

 Kesulitan mengakses data dan informasi dan banyaknya data yang hilang.

 Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat di daerah risiko

tinggi malaria agar pengobatan malaria lebih efektif dilakukan, yaitu dengan

pengobatan ACT yang diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan

dosis obat diperoleh untuk 3 hari serta diminum seluruhnya, sehingga dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria dan mencegah

resistensi.

 Kurangnya tenaga profesional, dana, serta sarana/prasarana untuk pelaksanaan

kegiatan petugas malaria.

B. Kelebihan dalam Kegiatan petugas malaria

Kelebihan dalam kegiatan petugas malaria di Indonesia meliputi :

 Sistem yang ada saat ini merupakan bagian dari SIKNAS (Sistem Informasi

Kesehatan Nasional) mendukung program Indonesia sehat 2015.

 Sistem yang saat ini berfokus pada penyakit yang dapat menyebabkan KLB

(26)

 Alur sistem malaria di Indonesia memiliki jenjang pengumpulan informasi yang

jelas mulai dari tingkat pelayanan kesehatan dasar hingga tingkat pengelolahan

dan penyebaran data.

 Sudah ditetapkan jumlah tenaga kesehatan yang melakukan kegiatan survailens

epidemiologi tersebut.

Sistem malaria di Indonesia sudah memiliki aturan mengenai sumber data

yang harus jelas, jenis data yang akan dikumpulkan sudah berjenjang dan dibagi

kedalam berbagai situasi meliputi : periode peringatan dini dan penanggulangan

KLB, data kasus malaria sudah divisualisasikan kedalam bentuk tabel, grafik, peta

serta jenis data yang akan dikumpulkan pada sistem surveilens meliputi data

demografi, epidemiologi, entomologi, hasil kegiatan, standarisasi waktu

pengumpulan data tergantung dari kebutuhan, format pengisian laporan sudah diatur

dan disosialisasikan kepada petugas malaria, indikator yang digunakan dalam

(27)

Petugas malaria harus memahami tentang tatalaksana kasus malaria sebagai

berikut

:

Pasien datang dengan gejala klinis

Tersangka Malaria

Kegawatan (+) Kegawatan (-)

Mikroskopis (+) Malaria konfirmasi →diobati dengan OAM sesuai standard Mikroskopis (-)

Test dengan RDT,bilaRDT tidak tersedia ulang pemeriksaan mikroskopis setelah 4 jam Rujuk ke RS,

rawat di RS

Positif Negatif

Periksa ulang bila gejala masih ada

Malaria konfirmasi→ diobati sesuai standard

Negatif Bukan Malaria

Gambar 2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria (Kemenkes RI, 2013)

2.8. Landasan Teori

Dari tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa puskesmas endemis malaria di

Kabupaten Deli Serdang tidak mencapai target jumlah konfirmasi kasus yang

diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT yang sudah ditentukan sebesar

29.208 kasus, padahal telah dilaksanakan beberapa kegiatan yaitu Pelatihan

(28)

Dokter, Bidan Desa, Pelatihan Mikroskop bagi Petugas Mikroskop Puskesmas dan

Monitoring dan Evaluasi. Berdasarkan observasi awal peneliti tentang rendahnya

kinerja petugas malaria puskesmas tersebut disebabkan oleh pengetahuan yang

rendah, strategi dan sarana/prasarana yang minim.

2.8.1. Pengetahuan

Menurut Meliono, dkk (2013), pengetahuan adalah berbagai gejala yang

ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika

seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu

yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan adal

yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang

lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki

kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola.

Pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan.

a)

Terdapat empat jenis

pengetahuan yaitu :

Pengetahuan Implisit yaitu :

b)

pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk

pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti

keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

Pengetahuan Eksplisit yaitu :

c)

pengetahuan yang telah didokumentasikan atau

disimpan dalam wujud nyata berupa media atau semacamnya.

Pengetahuan Empiris yaitu : pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan

dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan

(29)

yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga

dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat

melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada

objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui

pengalaman pribadi

d) Pengetahuan rasionalisme yaitu : pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi.

Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak

menekankan pada pengalaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a.

seseorang, di antaranya :

Pendidikan

b. M

adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu

mencerdaskan manusia.

edia

c.

yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas.

Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui mencakup data, teks, gambar,

suara, kode, program komputer

Ada dua macam pengetahuan yang dikemukakan oleh Plato dalam Abolla A.S

(2010). Pengetahuan yang pertama adalah pengetahuan yang diperoleh melalui

pengalaman atau indera (pengetahuan pengalaman) dan yang kedua adalah

(30)

umum dan mutlak, serta memberi pengetahuan yang baru. Beberapa teori

pengetahuan yang dikemukakan Kant dalam Rahmawati S, dkk (2013), antara lain :

a. Teori a Priori dan a Posteriori

Teoria priori adalah pengetahuan yang bersumber tidak dari pengalaman

langsung, melainkan dari ‘aturan umum’ yang ‘dipinjam’ dari pengalaman, menurut

Kant teori a priori ini ada dua macam yaitu :

Idea of necessity (keharusan), misalnya setiap peristiwa tentu ada

penyebabnya,

Strict-absolute (benar-benar absolut), misalnya semua benda memiliki

berat.

Menurut Kant, ada jenis pengetahuan yang bersumber dari dunia empirik

yang bisa mencapai tingkat absolut karena kebenarannya mencapai tingkat kepastian.

Pengetahuan a posteriori atau pengetahuan empirik adalah pengetahuan yang

bersumber dari pengalaman.

b. Analitik dan Sintetik

Pengetahuan diformulasikan dalam bentuk putusan (judgement), ada dua

bentuk:

 Putusan analitik adalah putusan dimana predikatnya ada di dalam subyek,

misalnya semua lingkaran adalah bulat.

 Putusan sintetik adalah putusan dimana predikatnya di luar subyek, yaitu sesuatu

(31)

c. Obyek Pengetahuan

Menurut Kant dalam Rahmawati S, dkk (2013), obyek pengetahuan ada dua,

yaitu:

Nomena, adalah eksistensi yang dinalar akal (intelligible existence), yaitu

sesuatu yang ada di dalam diri mereka sendiri dan difikirkan oleh akal.

 Fenomena, adalah eksistensi indrawi dan menjadi obyek pengalaman dan

obyek intuisi indrawi (sensuous existence), bukan sesuatu yang ada di dalam

dirinya sendiri. Fenomena itu berupa materi dan ada dalam realitas indrawi.

Fenomena adalah obyek dari pengalaman yang bersifat mungkin.

d. Sumber Pengetahuan

Indera (sense), inilah yang menyerahkan obyek kepada kita. Tanpa

kemampuan indrawi tidak akan ada obyek yang diberikat kepada kita.

Pemahaman (understanding), inilah yang memberi kita pemikiran. Tanpa

pemahaman tidak akan ada obyek yang dipikirkan.

Menurut Kant, dalam Rahmawati S, dkk (2013) ada tiga tingkatan pengetahuan

manusia, yaitu :

1. Tingkat Penyerapan Indrawi (Sinneswahrnehmung)

Unsur a priori, pada taraf ini, disebut Kant dengan ruang dan waktu. Dengan

(32)

ruang kosong, ke dalamnya suatu benda bisa ditempatkan; ruang bukan merupakan

“ruang pada dirinya sendiri” (Raum an sich). Dan waktu bukanlah arus tetap, dimana

pengindraan-pengindraan berlangsung, tetapi ia merupakan kondisi formal dari

fenomena apapun, dan bersifat apriori yang bisa diamati dan diselidiki hanyalah

fenomena-fenomena atau penampakan-penampakannya saja, yang tak lain merupakan

sintesis antara unsur-unsur yang datang dari luar sebagai materi dengan

bentuk-bentuk apriori ruang dan waktu di dalam struktur pemikiran manusia.

2. Tingkat Akal Budi (Verstand)

Bersamaan dengan pengamatan indrawi, bekerjalah akal budi secara spontan.

Tugas akal budi adalah menyusun dan menghubungkan data-data indrawi, sehingga

menghasilkan putusan-putusan. Dalam hal ini akal budi bekerja dengan bantuan

fantasinya (Einbildungskraft). Pengetahuan akal budi baru diperoleh ketika terjadi

sintesis antara pengalaman inderawi tadi dengan bentuk-bentuk apriori yang dinamai

Kant dengan ‘kategori’, yakni ide-ide bawaan yang mempunyai fungsi epistemologis

dalam diri manusia.

3. Tingkat Intelek/Rasio (Versnunft)

Idea ini sifatnya semacam ‘indikasi-indikasi kabur’, petunjuk-petunjuk untuk

pemikiran (seperti juga kata ‘barat’ dan ‘timur’ merupakan petunjuk-petunjuk;

‘timur’ an sich tidak pernah bisa diamati). Tingkat intelek adalah menarik kesimpulan

dari pernyataan-pernyataan pada tingkat dibawahnya, yakni akal budi (Verstand) dan

tingkat penyerapan inderawi (Senneswahnehmung).

(33)

Strategi adalah rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang

menghubungkan keunggulan strategis organisasi dengan tantangan lingkungan, yang

dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari organisasi dapat dicapai

melalui pelaksanaan yang tepat (Salusu, 2010). Secara umum, strategi adalah proses

penentuan rencana kerja para atasan yang berfokus pada tujuan jangka panjang

organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut

dapat dicapai. Secara khusus, strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental

(senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut

pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pasien di masa depan. Dengan

demikian, strategi selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari

apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola

konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Organisasi perlu

mencari kompetensi inti di dalam pelayanan yang dilakukan. Perumusan strategi

merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk

membangun visi dan misi organisas, menetapkan tujuan strategis dan keuangan

organisas, serta merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka

menyediakan customer value terbaik. Beberapa langkah yang perlu dilakukan

organisasi

• Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh dalam merumuskan strategi, yaitu :

organisasi di masa depan

dan menentukan misi organisasi untuk mencapai visi yang dicita-citakan dalam

(34)

• Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan

dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh Dinas

Kesehatan dalam menjalankan misinya,

• Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan dari strategi-strategi yang

dirancang berdasarkan analisis sebelumnya,

• Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi

dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang

dihadapi,

• Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan

jangka panjang (Salusu, 2010).

Setiap organisasi mempunyai hubungan erat dengan masyarakat. Masyarakat

adalah kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat dikontrol. Di dalam

masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintah dan berbagai kelompok lain

seperti kelompok penekan, kelompok politik dan kelompok sosial lainnya. Jadi dalam

strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh

interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. Strategi itu

juga menampakkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk

memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Terdapat

tingkatan-tingkatan strategi yaitu : 1). Corporate Strategy berkaitan dengan misi

organisasi, sehingga sering disebut Grand Strategy yang meliputi bidang yang

(35)

bagaimana kita mengendalikan organisasi, tidak semata mata untuk dijawab oleh

organisasi pemerintah tetapi juga oleh organisasi nonprofit. Bagaimana misi itu

dijalankan juga penting, ini memerlukan keputusan-keputusan strategik dan

perencanaan strategik yang selayaknya juga disiapkan oleh setiap organisasi, 2).

Business Strategy menjabarkan bagaimana merebut pasar di tengah masyarakat.

Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, para

donor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh

keuntungan-keuntungan strategi yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke

tingkat yang lebih baik, 3). Functional Strategy merupakan strategi pendukung dan

untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi fungsional yaitu :

Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan

organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang

berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan

pengembangan.

Strategi fungsiona

planning, organizing, implementating, controlling, staffing, leading, motivating,

communicating, decision making, representing dan integrating.

Strategi isu strategik, fungsi utamanya ialah mengontrol lingkungan, baik situasi

lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang

(36)

Tingkat-tingkat strategi itu merupakan kesatuan yang bulat dan menjadi

isyarat bagi setiap pengambil keputusan tertinggi bahwa mengelola organisasi tidak

boleh dilihat dari sudut kerapian administratif semata, tetapi juga hendaknya

memperhitungkan soal “kesehatan” organisasi dari sudut ekonomi.

1)

Banyak organisasi menjalankan dua strategi atau lebih secara bersamaan, namun

strategi kombinasi dapat sangat beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di perusahaan

yang besar dan terdiversifikasi, strategi kombinasi biasanya digunakan ketika

divisi-divisi yang berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga, organisasi yang

berjuang untuk tetap hidup mungkin menggunakan gabungan dari sejumlah strategi

defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi biaya secara bersamaan.

Jenis-jenis strategi adalah sebagai berikut :

2)

Strategi Integrasi yaitu : integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi

horizontal kadang semuanya disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi

vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor,

pemasok, dan / atau pesaing.

3)

Strategi Intensif yaitu : penetrasi pasar, dan pengembangan produk karena

semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan

dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.

Strategi Diversifikasi, terdapat tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi

konsentrik, horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru,

(37)

produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut

diversifikasi horizontal.

Disamping strategi integrasi, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga dapat

menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Rasionalisasi biaya,

terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya

dan aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun.

Kadang disebut sebagai strategi berbalik (turnaround) atau reorganisasi, rasionalisasi

biaya dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar organisasi. Selama

proses rasionalisasi

dan menghadapi tekanan dari para pemegang saham, karyawan dan media. Divestasi

adalah menjual suatu divisi atau bagian dari organisasi. Divestasi sering digunakan

untuk meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk akusisi atau

investasi strategis lebih lanjut. Divestasi dapat menjadi bagian dari strategi

rasionalisasi biaya menyeluruh untuk melepaskan organisasi dari bisnis yang tidak

menguntungkan, yang memerlukan modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan

aktivitas lainnya dalam perusahaan. Likuidasi adalah menjual semua aset sebuah

perusahaan secara bertahap sesuai nilai nyata aset tersebut. Likuidasi merupakan

pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa merupakan strategi yang secara emosional

sulit dilakukan. Namun, barangkali lebih baik berhenti beroperasi daripada terus

menderita kerugian dalam jumlah besar. Ada tiga landasan strategi yang dapat

(38)

Strategi itu penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau

ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah dan rendah. Ini

harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat,

bukan hanya oleh pejabat tinggi. Tiga tingkatan kemudahan penyesuaian strategi

dengan struktur manajemen yaitu : manajemen tingkat atas, manajemen tingkat

menengah dan manajemen tingkat bawah. Ketiga tingkatan strategi itu ialah : Strategi

organisasi, yaitu grand strategy yang sudah mencakup enterprise strategy, Strategi

departemental yaitu business strategy dan Strategi fungsional.

Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya

per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga.

Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa

yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif

tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti membuat produk dan

menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen.

Terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam membagi strategi itu dalam

beberapa kategori, kita cukup diberi petunjuk bahwa strategi organisasi tidak hanya

satu. Di samping itu, tiap-tiap strategi ini saling menopang sehingga merupakan satu

kesatuan kokoh yang mampu menjadikan organisasi sebagai satu lembaga yang

kokoh pula, mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menentu.

2.8.2. Sarana/Prasarana

Menurut Amirin T.M (2011) secara Etimologis (bahasa) sarana berarti segala

(39)

Kinerja Petugas Malaria Puskesmas berdasarkan :

1. Pengetahuan 2. Strategi

3. Sarana/Prasarana

Penemuan dan Pengobatan Kasus

Malaria

media misalnya : ruangan, buku pedoman dan panduan, laboratorium, dan reagensia.

Prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan, misalnya : kenderaan

roda dua, kenderaan roda empat. Administrasi sarana/prasarana dalam penemuan dan

pengobatan kasus malaria itu adalah semua komponen yang secara langsung maupun

tidak langsung menunjang jalannya proses penemuan dan pengobatan kasus malaria

di puskesmas.

2.9. Alur Pikir Penelitian

Berdasarkan landasan teori diatas, maka peneliti membuat alur pikir penelitian

sebagai berikut :

Gambar

Gambar 2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria (Kemenkes RI, 2013)
Gambar 2.2. Alur Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen ini dapat digunakan untuk malaria di wilayah Puskesmas Banjarmangu I tahun mengantisipasi meluasnya penularan akibat kasus 2011 sebanyak 121 orang, dengan

Dari uraian diatas dalam mengurangi adanya anemia pada ibu hamil maka perlu upaya untuk menurunkan angka kejadian anemia defesiensi zat besi (Fe) sebagai

tahun 2002). Tingginya penularan malaria di daerah tersebut dapat disebabkan karena adanya : lingkungan tempat perkembangan vektor, perilaku masyarakat yang mendukung