• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN

2.3 Pengelolaan Hutan Lestari

Untuk mengembangkan suatu usaha, maka keberlanjutan usaha merupakan hal utama yang harus diperhatikan sehingga dapat memberikan manfaat saat ini maupun untuk masa mendatang. Fauzi (2006) menyatakan bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana tetapi kompleks, sehingga konsep ini bersifat multi-dimensi dan multi-interpretasi. Dalam tulisannya, Fauzi menyatakan bahwa konsep keberlanjutan yang dipakai adalah konsep yang disepakati oleh Komisi Bruntland yang menyebutkan bahwa “pembangunan

berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan

mereka”. Pembangunan berkelanjutan untuk sumberdaya alam yang terbarukan

adalah apabila laju pemanenan harus sama dengan laju regenerasi (produksi lestari). Haris (2000) dalam Fauzi (2006) menyebutkan bahwa konsep keberlanjutan dapat dirinci dalam tiga aspek yaitu (1) keberlanjutan ekonomi yaitu pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. (2) Keberlanjutan lingkungan yaitu sistem yang harus mampu memelihara sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep lingkungan menyangkut keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem, di dalamnya tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3) Keberlanjutan sosial yaitu sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik.

Davis et al. (2001) menyatakan, kelestarian secara umum terdiri dari elemen yang saling ketergantungan antara elemen ekologi, ekonomi dan sosial. Dalam konteks visi, kelestarian berarti memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Perspektif ekologi, ekonomi dan sosial dalam pengelolaan hutan meliputi prinsip dan indikator.

Prinsip ekologi. Ekologi kehutanan menganalisis sumberdaya hutan dari sudut pandang konservasi keragaman hayati dan produktivitas ekologi. Hal-hal yang menjadi perhatian adalah pola dan proses gangguan alami dan bagaimana mengatasi gangguan tersebut dan dampaknya dan keragaman jenis sebagai panduan dalam pengelolaan.

Prinsip ekonomi. Ekonomi kehutanan menganalisis sumberdaya hutan dari sudut pandang memaksimumkan manfaat hutan untuk manusia yang dapat dilihat dari sudut pandang mikro (perusahaan) dan makro (daerah dan nasional). Perspektif makro ekonomi menganalisis manfaat dari segi ekonomi dan fokus pada kesehatan ekonomi seperti tenaga kerja, pendapatan dan produk nasional

21 bruto. Mikro ekonomi menganalisis manfaat dari sudut pandang individu perusahaan dan fokus pada akumulasi kesejahteraan.

Prinsip sosial. Prinsip ini menganalisis sumberdaya hutan dari sudut pandang kelestarian kesejahteraan manusia, komunitas dan masyarakat. Konsep dasarnya dalam prinsip ini adalah bahwa sumberdaya hutan harus memberikan manfaat langsung pada kesejahteraan manusia dan komunitas. Elemen-elemen dari manfaat sosial ini adalah distribusi manfaat hutan, kapasitas masyarakat untuk mengakomodasi perubahan, aksesibilitas sosial dan demokrasi partisipatif.

Indikator yang banyak digunakan untuk mengukur kelestarian kondisi dan outcame hutan dalam rencana pengelolaan hutan adalah (1) pertumbuhan pohon; (2) hasil kayu; (3) daya dukung masyarakat; (4) komposisi hutan, struktur hutan dan proses yang terjadi dalam hutan; dan (5) habitat untuk spesies tertentu. Indikator 1 sampai 3 digunakan untuk mengukur kelestarian ekonomi dan sosial sedangkan indikator 4 dan 5 digunakan untuk membantu mengukur kelestarian ekologi. Adapun beberapa penilaian yang dilakukan untuk menganalisis kelestarian pengelolaan hutan menurut dimensi ekologi, ekonomi dan sosial berdasarkan Davis et al. (2001) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Dimensi ekologi, produksi dan sosial dalam analisis kelestarian

Dimensi Jenis data Penjelasn Ekologi 1. Adanya gangguan (kebakaran, hama penyakit,

banjir, tanah longsor dll)

Selang waktu terjadinya suatu gangguan, intensitas terjadinya gangguan, pola penyebaran 2. Pemilihan sistem silvikultur

3. Pemilihan rotasi (umur) dan distribusi kelas umur 4. Pemilihan pola spasial pemanenan

Ekonomi Maksimasi manfaat bagi manusia dari sudut pandang 1. Mikroekonomi

2. Makro ekonomi

Usaha individu, kesejahteraan

Ukuran agregat ekonomi (tenaga kerja, income, GNP, dll)

Sosial 1. Distribusi manfaat hutan Tingkat kemiskinan, pengangguran dan migrasi populasi

2. Kapasitas masyarakat untuk mengakomodasi perubahan

Tingkat pendidikan, kohesif dan kepemimpinan masyarakat, jumlah dan tipe infrastruktur (jalan, sistem sekolah, dll)

3. Akseptabilitas sosial Keputusan pengelolaan hutan yang diambil harus diterima secara ekonomi, ekologi dan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat 4. Demokrasi partisipatif Keterlibatan publik dalam pengambilan

keputusan pengelolaan hutan (misalnya perlindungan, monitoring dan implementasi rencana)

Sumber : Davis et al. (2001)

Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) tahun 2001 sudah mengembangkan sistem dan standar sertifikasi untuk pengelolaan hutan baik hutan alam, hutan tanaman dan

pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat (community based forest management) adalah hutan yang dikelola sebagai hutan rakyat (hutan milik) atau hutan adat. Standar untuk kegiatan pengelolaan ini disebut dengan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) yang diartikan sebagai segala bentuk pengelolaan hutan dan hasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara- cara tradisional baik dalam bentuk unit komunitas, unit usaha berbasis komunitas (koperasi dalam arti luas), maupun individual berskala kecil sampai sedang yang dilakukan secara lestari. Untuk mendapatkan sertifikat PHBML, maka ada prosedur yang harus dipenuhi yang dinilai sesuai dengan standar dan kriteria yang ditentukan yang mencakup pada aspek sosial, produksi dan ekologi yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dikembangkan.

Standar kriteria dan indikator dalam dokumen PHBML masih dibatasi pada ukuran-ukuran kelestarian PHBM dengan produk utama kayu. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari dapat diwujudkan apabila dimensi hasil (outcame) dapat dicapai melalui strategi dan kegiatan manajemen yang tepat. Pada Tabel 9 dapat dilihat kriteria dan indikator PHBML.

23 Tabel 9 Kriteria dan Indikator PHBML

No Prinsip Kriteria Indikator 1 Kelestarian

fungsi produksi

1.Kelestarian sumberdaya

P.1.1. Lokasi HBM sesuai dengan peruntukan lahan P.1.2. Status dan batas lahan jelas

P.1.3. Perubahan luas penutupan lahan P.1.4. Managemen pemeliharaan hutan

P.1.5. Sistem silvikultur sesuai daya dukung hutan 2. Kelestarian hasil P.2.1. Penataan areal pengelolaan hutan

P.2.2. Kepastian Adanya Potensi Produksi untuk Dipanen Lestari P.2.3. Pengaturan hasil

P.2.4. Efisiensi pemanfaatan hutan

P.2.5. Keabsyahan Sistem Lacak Balak dalam hutan P.2.6. Prasarana pengelolaan hutan

P.2.7. Pengaturan manfaat hasil 3. Kelestarian usaha P.3.1. Kesehatan usaha

P.3.2. Kemampuan akses pasar

P.3.3. Sistem Informasi Managemen (SIM) P.3.4. Tersedia tenaga trampil

P.3.5. Investasi dan reinvestasi untuk pengelolaan hutan

P.3.6. Kontribusi terhadap peningkatan kondisi sosial dan ekonomi setempat kelestarian 2 Kelestarian fungsi ekologi 1.Stabilitas ekosistem

E1.1 Tersedianya aturan kelola produksi yang meminimasi gangguan terhadap integritas lingkungan

E1.2 Proporsi luas kawasan dilindungi yang tertata baik terhadap keseluruhan kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah ditata batas di lapangan

E1.3 Dampak kegiatan kelola produksi terhadap stabilitas ekosistem (tanah, air, struktur dan komposisi hutan) dan intensitasnya terdokumentasi

E1.4 Adanya rencana kelola lingkungan dan efektifitas kegiatannya 2. Sintasan spesies

langka/endemik/ dilindungi

E2.1 Tersedianya informasi mengenai spesies langka/endemik/dilindungi dan agihan habitatnya yang penting dalam kawasan

E2.2 Adanya upaya minimasi dampak kelola produksi terhadap spesies langka/ endemik/dilindungi

3 Kelestarian fungsi sosial

1. Kejelasan sistem tenurial lahan dan hutan komunitas

S1.1. Status lahan/areal tidak dalam proses konflik dengan warga anggota

komunitasnya maupun pihak lain;

S1.2. Kejelasan batas-batas areal dengan pihak lain;

S1.3. Fungsi kawasan menurut kepentingan komunitas/publik secara jelas

diakui sebagai kawasan hutan tetap;

S1.4. Digunakannya tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa yang demokratis dan adil terhadap pertentangan klaim atas hutan yang sama;

S1.5. Pelaku pengelolaan PHBM benar-benar warga komunitas, baik dijalankan sendiri atau bermitra.

2.Terjaminnya ketahanan dan pengembangan ekonomi komunitas

S2.1. Sumber-sumber ekonomi komunitas minimal tetap mampu mendukung kelangsungan hidup komunitas secara lintas generasi; S2.2. Penerapan teknik-teknik produksi minimal tetap mempertahankan tingkat penyerapan tenaga kerja yang ada, baik laki-laki maupun perempuan;

S2.3. Kegiatan pengelolaan hutan maupun paska panen sejauh mungkin dikembangkan di dalam wilayah komunitas dan menggunakan tenaga kerja komunitas.

3.Terbangunnya pola hubungan sosial yang simetris dalam proses produksi

S3.1. Pola hubungan sosial yang terbangun antara berbagai pihak dalam pengelolaan hutan merupakan hubungan sosial relatif sejajar. S3.2. Pembagian kewenangan jelas dan demokratis dalam organisasi penyelenggaraan PHBM

4. Keadilan manfaat menurut

kepentingan komunitas

S4.1. Ada kompensasi atas kerugian yang diderita komunitas secara keseluruhan akibat pengelolaan hutan oleh kelompok dan disepakati

seluruh warga komunitas;

S4.2. Seluruh warga komunitas dan publik terbuka untuk terlibat dalam penyelenggaraan PHBM

S4.3. Ada mekanisme pertanggungjawaban publik dari kelompok pengelola terhadap komunitas dan/atau publik

Dokumen terkait