• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA KOLABORATIF PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM SEBAGAI PELUANG ALTERNATIF SUMBER NAFKAH

7.1 Model Kampung Konservasi (MKK)

Adanya perbedaan pandangan mengenai pengelolaan sumberdaya alam antara TNGHS dengan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, dapat berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan TNGHS. Perluasan TNGHS dinilai menjadi ancaman bagi masyarakat kasepuhan karena akses yang terbatas dalam melakukan kegiatan pertanian. Melihat kondisi ini, TNGHS pihak yang berwenang dalam pengelolaan kawasan TNGHS, mencoba untuk membangun upaya kolaboratif dengan masyarakat kasepuhan. Upaya kolaboratif yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat kasepuhan adalah program MKK (Model Kampung Konservasi). Menurut Lembanasari (2006) kampung konservasi merupakan komunitas tertentu yang mampu hidup bersama alam, dan didalamnya dilakukan kegiatan perlindungan secara mandiri, mampu menjaga ekosistem dan secara ekonomi bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat atau berlangsungnya pemanfaatan sumberdaya alam hayati di dalam kawasan konservasi secara berkelanjutan. Kegiatan MKK dilakukan untuk tujuan konservasi dan kesejahteraan masyarakat yang didasarkan melalui strategi penyelesaian konflik dan penguatan kelembagaan, strategi pemulihan kawasan bersama masyarakat, dan strategi pengembangan ekonomi masyarakat (Supriyanto dan Ekariyono, 2007). Strategi tersebut dilakukan oleh pihak TNGHS sebagai suatu kerangka kebijakan dan strategi pendekatan bagi masyarakat kasepuhan yang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan kawasan TNGHS.

Program MKK dilaksanakan sejak tahun 2005 di Desa Sirna Resmi tepatnya di Kampung Cimapag yang sebagian besar merupakan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang lahan garapannya termasuk dalam kawasan TNGHS. MKK merupakan suatu program yang sifatnya proyek antara TNGHS dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) yang juga bekerjasama

dengan LSM LATIN (Lembaga Alam Tropika Indonesia) dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Sebelum MKK dilaksanakan, pihak TNGHS melakukan survei mengenai sosial ekonomi masyarakat di Kampung Cimapag. Tahap perencanaan dan perumusan program MKK dilakukan melalui PRA (Participation Rural Appraisal) yang melibatkan masyarakat kasepuhan, aparat desa, LSM, dan pihak TNGHS. Berikut adalah kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam program MKK di Kampung Cimapag: 1. Pemberian bantuan bibit tanaman

Pemberian bantuan bibit tanaman ini merupakan bentuk kerjasama dengan Dinas Kehutanan. Bibit tanaman yang diberikan adalah bibit pohon aren dan tanaman- tanaman kayu yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mendukung kegiatan pertanian.

2. Pembentukan kelompok MKK

Pembentukan kelompok MKK bersifat bebas, dalam hal ini sasaran untuk pembentukan kelompok tidak dibatasi pada masyarakat tertentu saja. Tiap kelompok memiliki anggota maksimal 20 orang. Setelah pembagian kelompok MKK, dilakukan pelatihan pembuatan proposal oleh fasilitator (pihak TNGHS dan LSM LATIN) yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok MKK untuk pengajuan dana usaha kegiatan ekonomi tambahan seperti peternakan (bantuan ternak), perikanan, warung-warung kecil, dan lain-lain. Proposal yang diajukan oleh kelompok MKK dalam hal ini disesuaikan dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: skala biaya kecil, mudah dikerjakan oleh kelompok, dan memiliki kejelasan dalam hal tujuan, pengelolaan, waktu, dan keberlanjutan usaha tersebut. Proposal yang diajukan akan diseleksi terlebih dahulu di tingkat desa dan kecamatan. Setelah diseleksi, JICA sebagai pihak penyandang dana akan memberikan modal usaha tersebut. Dalam pembagian keuntungan dari kegiatan ekonomi tambahan ini, akan diserahkan kepada kelompok MKK sesuai dengan kesepakatan diantara anggota.

3. Pengamanan dan pemulihan kawasan TNGHS bersama masyarakat

Pengamanan dan pemulihan kawasan dilakukan melalui pengarahan oleh pihak TNGHS. Kegiatan pengarahan bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

kawasan TNGHS dan pengarahan mengenai kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di kawasan TNGHS. Dalam pengarahan ini, pihak TNGHS menegaskan bahwa masyarakat bisa mengolah lahan garapan baik untuk sawah, huma, dan kebun asalkan lahan tersebut tidak diperluas, tidak dimiliki, serta tidak diperbolehkan menebang kayu. Kegiatan pengamanan kawasan melibatkan peran masyarakat kasepuhan dan polisi hutan TNGHS yang dilaksanakan sekitar dua kali dalam satu minggu. Sedangkan untuk kegiatan pemulihan kawasan, masyarakat dianjurkan untuk menanam tanaman-tanaman kehutanan seperti puspa, rasamala, kayu hutan, dan kayu alam di lahan garapan masing-masing.

7.2 Beberapa Pandangan Mengenai Model Kampung Konservasi (MKK) Kegiatan MKK yang dilakukan di Kampung Cimapag sudah berlangsung selama lima tahun sampai saat ini. Menurut Bapak KR (47 tahun) selaku pengelola TNGHS, berdasarkan fakta di lapangan, program MKK yang dilakukan di Kampung Cimapag bisa dikatakan kurang berhasil. Ketidakberhasilan ini, salah satunya bisa dilihat dari pembentukan kelompok MKK yang pada awalnya berjumah 10 kelompok, kini hanya 3 kelompok yang masih aktif. Selain itu, menurut pengalaman petugas di lapangan adanya MKK seolah-olah dipandang menghambat kegiatan-kegiatan adat kasepuhan, sehingga mengurangi aktivitas masyarakat dalam kegiatan kasepuhan.

Pandangan mengenai MKK juga diungkapkan oleh Abah selaku ketua adat, Abah mengungkapkan bahwa :

MKK merupakan program TNGHS dan JICA yang bertujuan

untuk membantu perekonomian masyarakat melalui alternatif usaha ekonomi di bidang lain. Namun, pandangan kami menyatakan bahwa program ini hanya dijadikan semacam proyek yang mana masyarakat diberikan modal untuk kegiatan ekonomi agar masyarakat tidak bergantung pada hutan lagi. Padahal di hukum adat, lahan-lahan tersebut masih menjadi hak bagi kami untuk mengolahnya. Selain itu, kontrol dari TNGHS yang mungkin kurang sehingga program ini belum berhasil dilakukan.”

Bapak ZN (39 tahun),merupakan salah satu warga Kampung Cimapag yang pernah tergabung dalam kelompok MKK. Beliau mengungkapkan bahwa:

“kegiatan MKK sudah bagus karena memiliki tujuan menyejahterakan masyarakat dan melindungi hutan. Tidak

dipungkiri, adanya MKK dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Namun, kalau melihat kekurangan MKK disini, terus terang saya merasa masih ada bantuan dari TNGHS yang tidak sesuai dengan sasaran. Kalaupun ingin meningkatkan ekonomi masyarakat, harusnya dilihat yang tingkat ekonominya masih rendah. Selain itu, kurang adanya kontrol dari pihak TNGHS tentang keberlanjutan MKK.”

Pada dasarnya kegiatan MKK merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melindungi kawasan konservasi yang diikuti dengan peningkatan ekonomi masyarakat melalui alternatif usaha ekonomi. Namun, terlihat bahwa adanya ketergantungan dari masyarakat terhadap TNGHS dan JICA mengenai keberlanjutan program MKK.bHal ini bisa dibuktikan dengan kelompok MKK yang mengalami penurunan menjadi tiga kelompok dikarenakan kurangnya kontrol dari pihak TNGHS. Selain itu, dalam pelaksanaan MKK ini tidak membahas mengenai hukum adat yang menjadi prinsip hidup masyarakat kasepuhan dalam keterkaitannya dengan alam. Oleh karena itu, perlu dijadikan pertimbangan bagi pihak TNGHS bahwa upaya kolaboratif yang dibangun, tidak melupakan unsur penting dari masyarakat kasepuhan, yakni hukum adat.

7.3 Ikhtisar

Bab ini menjelaskan mengenai upaya kolaboratif yang dibangun oleh pihak TNGHS yang bisa dimanfaatkan sebagai peluang alternatif sumber nafkah bagi masyarakat kasepuhan. MKK (Model Kampung Konservasi) sebagai upaya kolaboratif yang bertujuan untuk melindungi kawasan serta meningkatkan ekonomi masyarakat kasepuhan. Peningkatan ekonomi sebagai peluang alternatif sumber nafkah bagi masyarakat kasepuhan adalah pembentukan kelompok MKK. Kelompok MKK dapat mengajukan dana untuk modal usaha kegiatan ekonomi tambahan di bidang peternakan, perikanan, warung-warung kecil, dan lainnya. Melalui kegiatan tersebut, masyarakat dapat memperoleh sumber nafkah tambahan selain sektor pertanian yang sampai saat ini masih menjadi tumpuan hidup masyarakat kasepuhan. Pelaksanaan MKK bagi pengelola TNGHS maupun bagi masyarakat kasepuhan dinilai belum berhasil, baik dari faktor masyarakat maupun dari pihak TNGHS.

BAB VIII