• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanian sebagai Tradisi Masyarakat Adat Kasepuhan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.2 Profil Kasepuhan Sinar Resmi

4.2.5 Pertanian sebagai Tradisi Masyarakat Adat Kasepuhan

kaitannya dengan mata pencaharian sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat kasepuhan dan tradisi adat yang sifatnya turun-temurun. Kegiatan pertanian masyarakat kasepuhan sifatnya masih tradisional dan memiliki hubungan yang sangat erat antara praktek pertanian, institusi sosial, sistem kepercayaan dengan unsur-unsur alam seperti tanah, air, udara, sinar matahari, cuaca dan lain-lain (Rahmawati, et al, 2009). Kegiatan pertanian masyarakat kasepuhan bertumpu pada filosofi “ Ibu Bumi, Bapak Langit, dan Guru Mangsa” yang berarti dalam kehidupannya, masyarakat harus menjaga keutuhan bumi beserta segala isinya sehingga keseimbangan alam pun tetap terjaga. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menerapkan panen satu kali dalam satu tahun, hal ini dilakukan untuk memberikan penghormatan kepada Ibu Bumi. Keyakinan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi bahwa bumi diibaratkan sebagai makhluk hidup yang mana ketika akan mengolah lahan perlu meminta ijin terlebih dahulu melalui upacara adat.

Khusus pada pertanian padi, masyarakat kasepuhan menerapkan huma atau ladang berpindah yang mana huma ini merupakan pertanian padi yang diturunkan oleh leluhur mereka. Masyarakat kasepuhan juga ikut menerapkan

sawah sebagai salah satu kegiatan pertanian mereka. Tetapi, pada dasarnya masyarakat kasepuhan wajib untuk melakukan kegiatan huma terlebih dahulu setelah itu bisa melakukan kegiatan pertanian sawah. Dalam menentukan waktu untuk bercocok tanam di huma maupun di sawah, masyarakat kasepuhan melihat peredaran bintang di langit. Hal tersebut juga mengacu pada konsep Bapak Langit yang menunjukkan adanya pengetahuan lokal yang didasarkan pada kejadian di alam sebagai acuan dalam mengolah lahan garapan. Selain itu konsep Guru Mangsa yang berarti berguru pada alam semesta untuk mengetahui kapan boleh melakukan kegiatan pertanian atau tidak. Bintang yang dijadikan acuan bagi masyarakat kasepuhan dalam kegiatan pertanian, terdiri dari bintang Kerti dan

Kidang. Berikut adalah beberapa posisi bintang yang menentukan jenis pekerjaan

pertanian (RMI, 2004) :

1. Tanggal kerti kana beusi, tanggal kidang turun kujang, artinya masyarakat

sudah harus mempersiapkan alat-alat pertanian seperti sabit, pacul, garpu dan sebagainya.

2. Kidang ngarangsang ti wetan, Kerti ngarangsang ti Kulon atau Kidang-Kerti

pahareup-hareup. Merupakan musim panas yang lama dan tanda untuk

membakar ranting dan daun di huma (ngahuru).

3. Kerti mudun matang mencrang di tengah langit, saat ngaseuk (menanam padi

di huma) sudah tiba.

4. Kidang medang turun kungkang. Artinya tanda akan ada hama dan penyakit

yang dapat menyerang tanaman padi.

5. Kidang dan kerti ka kulon, yang berarti musim hujan akan tiba.

Padi sebagai makanan pokok masyarakat kasepuhan disimbolkan sebagai Dewi Sri (Ibu). Sesuai dengan aturan adat, padi pada dasarnya tidak boleh diperjual belikan, khususnya dalam bentuk beras. Menurut filosofi masyarakat kasepuhan, padi itu seperti seorang ibu sehingga bila menjualnya sama saja dengan menjual diri (lacur). Padi juga tidak boleh dimasak dengan menggunakan kompor minyak atau kompor gas, padi harus dimasak menggunakan kayu bakar. Kegiatan menumbuk padi juga tidak boleh menggunakan mesin tetapi harus menggunakan halu dan ditumbuk di dalam lisung.

Dalam pengelolaan kegiatan pertanian padi, dari masa tanam sampai panen serta dalam hal memasak dan memakannya menggunakan tata cara penghormatan tertentu.. Banyak upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat kasepuhan terkait dengan pertanian padi. Diantaranya adalah ketika akan memulai kegiatan pertanian, setidaknya harus mendapat izin Abah terlebih dahulu. Setelah Abah memperoleh wangsit, Abah pun memberikan izin kepada masyarakatnya untuk melakukan kegiatan pertanian secara bersama-sama pada bulan tertentu sesuai dengan aturan adat. Setiap kegiatan pertanian, diikuti oleh berbagai macam upacara ritual, seperti saat memilih bibit, menabur benih, membuka ladang diawali dengan upacara ritual terlebih dahulu dengan membakar kemenyan, dan memanjatkan doa. Rangkaian kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat kasepuhan adalah antara lain adalah:

1. Ngaseuk, merupakan dimulainya kegiatan menanam padi di huma dengan

memasukkan benih ke dalam lubang aseuk.

2. Beberes Mager, merupakan ritual untuk menjaga padi dari serangan hama.

Kegiatan ini dilakukan oleh pemburu di ladang Abah (ladang milik kasepuhan) dengan membaca doa. Kegiatan ini dilaksanakan sekitar bulan Muharam.

3. Ngarawunan, merupakan ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh dengan

subur, sempurna, dan tidak ada gangguan. Kegiatan ini dilakukan oleh semua

incu putu (pengikut) untuk meminta doa kepada Abah melalui bagian

pamakayaan. Ngarawunan dilakukan setelah padi berumur tiga bulan sampai

empat bulan.

4. Mipit, merupakan kegiatan memanen padi yang dilakukan lebih dulu oleh

Abah sebagai pertanda masuknya musim panen.

5. Nutu, merupakan kegiatan menumbuk padi pertama hasil panen.

6. Nganyaran, merupakan kegiatan memasak nasi menggunakan padi hasil panen

pertama, dua bulan setelah masa panen.

7. Tutup Nyambut, merupakan kegiatan yang menandakan selesainya semua

aktivitas pertanian di sawah ditandai dengan acara selametan. Salah satu rangkaian kegiatan pertanian penting mengenai sistem pertanian sawah yang utama setelah upacara Seren Taun adalah Turun Nyambut. Kegiatan Turun

Nyambut merupakan pertanda dimulainya masa untuk membajak sawah dan mempersiapkan lahan untuk ditanami padi kembali.

8. Seren Taun, upacara ini dilakukan untuk mensyukuri hasil panen pada tahun

tersebut dan sebagai hiburan untuk masyarakat yang telah bekerja selama satu tahun dalam pertanian. Rangkaian acara dimulai dengan musyawarah terlebih dahulu dengan melibatkan seluruh incu putu (pengikut) untuk menentukan besarnya anggaran yang dibutuhkan. Setelah musyawarah selesai, dilakukan serah ponggokan. Para kokolot lembur (kepala kampung/dusun) dan kepala

ranggeyan berkumpul untuk mendiskusikan besarnya biaya yang ditanggung

per orang untuk biaya Seren Taun yang diserahkan kepada Abah. Setelah serah ponggokan, Abah melakukan ziarah ke karamat (astana) leluhurnya mulai dari Abah Udjat, makam Abah Ardjo, Uyut Rusdi, Uyut Jasiun, makam yang di Tegal Lumbu, makam yang di Pasir Talaga, Makam yang di Lebak Binong, Makam yang di Lebak Larang, hingga makam leluhurnya di Cipatat, Bogor.