• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Perikanan dan Perikanan Tangkap

1 PENDAHULUAN

2.1 Pengelolaan Perikanan dan Perikanan Tangkap

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan jo. UU no. 45 tahun 2009, pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuat keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pengelolaan perikanan menyangkut berbagai tugas yang kompleks yang bertujuan untuk menjamin adanya hasil dari sumber daya alam yang optimal bagi masyarakat setempat, daerah dan negara yang diperoleh dari memanfaatkan sumber daya ikan secara berkelanjutan.

Berdasarkan definisi diatas, terdapat kata-kata kunci seperti proses, elemen-elemen, keterkaitan/ketergantungan, dan tujuan. Bila dianalogikan dalam penangkapan ikan, maka pengelolaan penangkapan ikan mengandung pengertian suatu proses dalam usaha penangkapan ikan yang terdiri dari elemen-elemen yang saling terkait yang diarahkan untuk mencapai tujuan dari penangkapan ikan.

Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan atau berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen perikanan tangkap, yakni : (1) sumberdaya manusia; (2) sarana produksi; (3) usaha penangkapan; (4) prasarana pelabuhan; (5) unit pengolahan; (6) unit pemasaran (Monintja 2001) :

(1) Sumberdaya Manusia

Dalam membangun dan mengembangkan usaha perikanan tangkap sangat dibutuhkan sumberdaya manusia yang tangguh, handal dan profesional. Untuk menghasilkan sumberdaya manusia tangguh, handal dan profesional terutama dalam penguasaan teknologi perikanan tangkap perlu pembinaan dan pelatihan yang merupakan langkah awal yang perlu diperhatikan agar

dalam pelaksanaan kegiatan operasi penangkapan ikan dapat berjalan optimal.

(2) Sarana Produksi

Indikator utama dan merupakan penunjang kearah berkembangnya usaha perikanan tangkap sangat bergantung pada fungsi sarana produksi yang tersedia. Sarana produksi tersebut antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan kapal, instalasi air tawar dan listrik serta pendidikan dan pelatihan tenaga kerja (Dahuri 2003).

(3) Usaha Penangkapan/Proses Produksi

Usaha penangkapan terdiri dari kapal, alat dan nelayan, aspek legal yang meliputi sistem informasi dan unit sumberdaya terdiri dari spesies, habitat dan lingkungan fisik.

(4) Prasarana Pelabuhan

Menurut Peraturan Menteri Kelautan Perikanan nomor PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, yang dimaksud dengan pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

Pelabuhan perikanan selain berfungsi sebagai tempat berlabuh kapal perikanan dan tempat pendaratan ikan hasil perikanan, juga berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data.

(5) Unit Pengolahan

Unit pengolahan terdiri dari handling atau penanganan, processing dan

packaging.

Bertujuan untuk mempertahankan kualitas hasil tangkapan dengan

melakukan penanganan yang tepat dan mengutamakan produksi selalu dalam keadaan higienis dan terhindar dari sanitasi buruk. Pengolahan tersebut dapat

dilakukan secara tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan ataupun dengan cara modern/menggunakan es, atau alat pendingin lainnya (Moeljanto 1996).

(6) Unit Pemasaran

Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyebutkan bahwa pemasaran merupakan arus pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen.

Pengelolaan perikanan menjadi semakin penting oleh sebab perubahan- perubahan dalam hal ekonomi, teknologi, dan lingkungan, termasuk penggunaan cara-cara tradisional dalam penanganan sumberdaya perikanan. Contoh pengaruh perubahan-perubahan tersebut adalah peningkatan pendapatan nelayan semakin penting sejalan dengan meningkatnya pengeluaran untuk konsumsi dan barang. Semakin efisien alat penangkapan berarti semakin banyak ikan yang dapat ditangkap per satuan waktu; juga dengan adanya kemampuan sarana penyimpan seperti freezer, maka lebih banyak ikan yang dapat disimpan. Semua itu menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan meliputi berbagai aspek dan sifatnya dinamis sesuai perkembangan lingkungan.

Keberlanjutan perikanan menurut Charles (2001), diperlukan keberlanjutan pada aspek ekologi, sosio-ekonomi, komunitas dan institusi, seperti digambarkan pada Gambar 3 berikut ini.

Ecological Sustainability

Socio-economic Community

Sustainability Sustainability

Gambar 3 Segitiga keberlanjutan perikanan (Charles 2001).

Pengelolaan perikanan menurut pasal 3 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo. UU No. 45 Tahun 2009, dilaksanakan dengan tujuan :

(1) Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil; (2) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara;

(3) Mendorong perluasan dan kesempatan kerja;

(4) Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan; (5) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan;

(6) Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing;

(7) Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; (8) Mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan

lingkungan sumberdaya ikan secara optimal; dan

(9) Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang.

 

INSTITUTIONAL         SUSTAINABILITY 

Menurut Cochrane (2002) tujuan (goal) umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan sosial meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing tujuan tersebut yaitu :

(1) Untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas (tujuan biologi);

(2) Untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik

serta sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait (tujuan ekologi);

(3) Untuk memaksimalkan pendapatan nelayan (tujuan ekonomi);

(4) Untuk memaksimalkan peluang kerja/mata pencaharian nelayan atau

masyarakat yang terlibat (tujuan sosial).

Menurut Murdiyanto (2004) tujuan umum pengelolaan sumberdaya ikan yaitu :

(1) Mempertahankan kelestarian sumber daya ikan dan kelanjutan kegiatan produksi ikan melalui pemanfaatan sumber daya perikanan sebagai mata pencaharian masyarakat bersangkutan. Tanpa sumber daya ikan maka tidak diperlukan adanya pengelolaan, karena tersedianya sumber daya ikan merupakan alasan utama suatu negara untuk membangun perikanannya (resource based development).

(2) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial nelayan.

(3) Memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri terhadap sumber makanan dari sektor perikanan (laut).

Dalam praktek pelaksanaan pengelolaan, pihak pengelola harus dapat menentukan pilihan terbaik mengenai : tingkat perkembangan perikanan; tingkat pemanfaatan yang diijinkan, ukuran ikan yang boleh ditangkap; lokasi penangkapan yang dapat dimanfaatkan; pengaturan alokasi keuangan untuk menyusun aturan atau regulasi pengelolaan, penegakan hukum (law enforcement), serta pengembangan produksi.

Menurut Mann dan Lazier (1991), tujuan pengelolaan potensi kelautan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu yang berorientasi pada aspek biologi, aspek ekonomi, aspek rekreasi; dan aspek sosial. Dari beberapa tujuan pengelolaan, mungkin ada satu atau dua yang tidak dapat direalisasikan dengan segera karena keterbatasan sumberdaya yang ada atau karena kondisi perairan yang belum memungkinkan.