• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan yang Efektif

Pengelolaam persediaan barang dagangan merupakan aktivitas yang selalu melekat pada persediaan barang dagangan, karena melalui pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif akan memberikan pendapatan maksimal bagi perusahaan. Menurut Willson dan Campbell yang dialihbahasakan oleh Tjintjin Fenix Tjendera (2001:428) pengelolaan persediaan secara luas adalah:

Secara luas fungsi pengelolaan persediaan meliputi pengarahan arus dan penanganan barang secara wajar mulai dari penerimaan sampai pergudanagan dan penyimpanan, menjadi barang dalam pengolahan dan barang jadi, sampai berada di tangan pelanggan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pengelolaan barang dagangan terdiri dari:

Biasanya dilakukan oleh departemen pembelian yang dipimpin oleh kepala pembelian umum. Dalam keadaan apapun. Prosedur sistematis harus dinyatakan dalam bentuk tertulis untuk menetapkan tanggung jawab dan untuk memberi informasi yang lengkap mengenai penggunaan seluruh barang yang terima. 2. Prosedur penerimaan persediaan barang dagangan

Kegiatan dalam prosedur penerimaan persediaan barang dagangan adalah penanganan fisik atas persediaan barang dagangan yang diterima dan mengirimkannya kepada bagian gudang. Jenis dan kuantitas barang yang diterima harus diverifikasi secara hati-hati. Verifikasi ini dalam perusahaan besar dilakukan dua kali, pertama pada waktu barang diterima oleh bagian penerimaan dan yang kedua pada waktu barang diterima oleh bagian gudang untuk disimpan.

3. Prosedur penyimpanan persediaan barang dagangan

Prosedur penyimpanan barang dimulai dari penerimaan barang dari departemen penerimaan yang dilampirkan dengan laporan penerimaan yang diteruskan ke gudang. Tujuan penyimpanan barang di gudang adalah untuk mencegah dan mengurangi kerugian yang timbul akibat pencurian dan kerusakan barang. Yang bertanggung jawab disini adalah kepala gudang, artinya barang harus disimpan dalam gudang agar tetap terjaga baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Persediaan barang dagangan yang ada di gudang harus dikelompokkan menurut jenis, ukuran dan sifat sehingga akan memudahkan bila diperlukan.

4. Prosedur pengeluaran persediaan barang dagangan

Kepala gudang sebagai pejabat bagian penyimpanan biasanya menerima instruksi tertulis yang didalamnya tercantum ketentuan mengenai pengeluaran

barang yaitu bahwa barang hanya boleh dikeluarkan berdasarkan instruksi dari pejabat yang berwenang atau berdasarkan bon permintaan barang dari bagian yang memerlukan barang dagangan tersebut. Kepala gudang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengeluaran barang maupun kelengkapan dokumen yang menyertainya. Surat permintaan barang merupakan dokumen permintaan barang yang ditujukan kepada bagian gudang agar mengeluarkan dan mengangkat barang ke tempat yang telah ditentukan dan menyerahkan kepada personel yang mengajukan dengan prosedur yang sesuai. Bagian gudang kemudian mengeluarkan bukti pengeluaran barang yang didistribusikan kepada bagian akuntansi, bagian yang meminta pengeluaran barang, serta arsip untuk bagian gudang sendiri.

5. Prosedur pencatatan persediaan barang dagangan

Menurut Horngren (2002: 356) persediaan dapat dicatat dengan dua cara yaitu: a. Perpetual Inventory System

b. Periodic Inventory System Berikut penjelasannya:

a. Perpetual Inventory System

Dalam system ini pembelian barang dagangan untuk dijual kembali atau bahan baku untuk diproduksi didebet pada perkiraan persediaan. Biaya pengangkutan, pengembalian barang dan potongan pembelian dicatat pada perkiraan persediaan, harga pokok barang diperoleh untuk setiap penjualan dengan mendebit perkiraan harga pokok barang dan mengkredit persediaan. Persediaan harga pokok barang diperlukan untuk mengakumulasi cost dari barang yang dijual. Saldo dari perkiraan persediaan pada akhir tahun akan

menunjukkan nilai persediaan akhir yang dimiliki. Perpetual inventory system menyediakan catatan yang kontinyu dari saldo perkiraan persediaan dan harga pokok barang.

Adapun ayat jurnal untuk metode perpetual adalah: Aktivitas pembelian

Dr. Persediaan barang dagangan Rp. XXX

Cr. Kas/Hutang dagang Rp. XXX

Aktivitas penjualan

Dr. Harga pokok barang yang dijual Rp. XXX

Cr. Persediaan barang dagangan Rp. XXX Dr. Kas/Piutang dagang Rp. XXX

Cr. Penjualan Rp. XXX

b. Periodic Inventory System

Pada sistem ini, pembelian yang terjadi didebet ke perkiraan pembelian. Jadi dengan menggunakan system ini perkiraan persediaan tidak akan terpengaruh atau tetap sampai akhir periode akuntansi karena tidak ada jurnal yang berhubungan dengan perkiraan persediaan saat terjadi pembelian dan penjualan. Pada akhir akuntansi, seluruh persediaan yang ada dihitung dan nilainya ditetapkan sebesar cost, dimana nilai ini akan dimasukkan sebagai jumlah persediaan akhir yang ada. Harga pokok barang yang dijual pada akhir peroide ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah pembelian lalu dikurangi dengna persediaan akhir. Jika perusahaan menggunakan sistem ini maka salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui persediaan fisik setahun sekali. Adapun ayat jurnal untuk

metode fisik setahun sekali. Adapun ayat jurnal untuk metode periodik adalah:

Aktivitas pembelian

Dr. Pembelian barang dagangan Rp. XXX

Cr. Kas/Hutang dagang Rp. XXX

Aktivitas penjualan

Dr. Kas/piutang dagang Rp. XXX

Cr. Penjualan Rp. XXX

Metode penilaian persediaan merupakan faktor penting dalam menetapkan hasil operasi dan kondisi keuangan karena berkaitan dengan menentukan harga pokok barang yang dijual.

6. Prosedur penilaian persediaan barang dagangan

Metode penilaian persediaan menurut Kieso, dkk (2007 : 334-340) yang biasa dipergunakan perusahaan antara lain:

1. Specific Indentification Method 2. First-in, First-out Method 3. Last-in, First-out Method 4. Average Method

Berikut ini merupakan penjelasannya, yaitu: 1. Specific Identification Method

Metode ini menelusuri arus fisik aktual dari barang. Masing-masing jenis persediaan ditandai, diberi label, ataupun diberi kode sesuai dengan spesifik biaya per unitnya. Pada akhir periode, biaya spesifik dari persediaan yang masih menjadi persediaan merupakan biaya total dari persediaan akhir. Sebagai contoh, dalam Kieso, dkk (2007 : 334),

diasumsikan Southland Music Company membeli 3 set televisi 46 inchi dengan harga masing-masing $700, $750, dan $800. Selama tahun berjalan 2 set televisi tersebut terjual dengan harga $1.200 per unit. Pada tanggal 31 Desember, televisi dengan harga $750 masih belum terjual. Persediaan akhirnya adalah $750 dengan harga pokok penjualannya adalah $1.500 ($700 + $800).

2. First-in, First-Out method (FIFO)

Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual. FIFO bahkan paralel dengan arus fisik aktual persediaan barang dagang karena umumnya merupakan praktik bisnis yang sehat untuk menjual pertama kali barang yang dibeli lebih dulu. Dengan metode FIFO, harga pokok barang yang lebih dulu dibeli merupakan biaya yang pertama kali diakui sebagai harga pokok penjualan. Sebagai contoh,

Kumpulan Biaya

Harga Pokok Barang Tersedia untuk dijual Tanggal Uraian Unit Biaya per Unit Biaya Total

1/1 Persediaan awal 100 $10 $ 1.000 15/4 Pembelian 200 $11 $ 2.200 24/8 Pembelian 300 $12 $ 3.600 27/11 Pembelian 400 $13 $ 5.200 Total 1.000 $12.000 Sumber : Kieso, dkk (2007 : 337)

Selama tahun berjalan, 550 unit terjual dan 450 unit masih tersisa per tanggal 31 Desember, dengan perincian sebagai berikut:

Tanggal Unit Biaya per Unit Biaya Total

27/11 400 $13 $5.200

24/8 50 $12

Total 450 $5.800

$ 600

Maka, harga pokok penjualannya adalah sebagai berikut: Harga pokok barang tersedia untuk dijual $12.000 Dikurangi : Persediaan akhir

Harga pokok penjualan $ 6.200

$ 5.800

3. Last-in, First-out method (LIFO)

Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang terakhir dibeli adalah barang yang pertama kali ditetapkan dalam menghitung harga pokok penjualan. Sebagai contoh,

Kumpulan Biaya

Harga Pokok Barang Tersedia untuk Dijual Tanggal Uraian Unit Biaya per Unit Biaya Total

1/1 Persediaan awal 100 $10 $ 1.000 15/4 Pembelian 200 $11 $ 2.200 24/8 Pembelian 300 $12 $ 3.600 27/11 Pembelian 400 $13 $ 5.200 Total 1.000 $12.000 Sumber : Kieso, dkk (2007 : 338)

Selama tahun berjalan, 550 unit terjual dan 450 unit masih tersisa per tanggal 31 Desember, dengan perincian sebagai berikut:

Tanggal Unit Biaya per Unit Biaya Total

1/1 100 $10 $1.000

15/4 200 $11 $2.200

24/8 150 $12

Total 450 $5.000

$1.800

Maka, harga pokok penjualannya adalah:

Harga pokok barang tersedia untuk dijual $12.000 Dikurangi : Persediaan akhir

Harga pokok penjualan $ 7.000

$ 5.000

4. Average method (Metode rata-rata)

Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang tersedia untuk dijual memiliki biaya per unit yang sama (rata-rata). Pada umumnya barang yang dijual adalah identik. Berdasarkan metode tersebut, harga pokok barang tersedia untuk dijual dialokasikan pada dasar biaya rata-rata tertimbang per unit. Rumus dan contoh perhitungan dari biaya rata-rata tertimbang per unit adalah sebagai berikut:

Biaya rata-rata tertimbang per unit =

Total unit yang tersedia untuk dijual Harga pokok barang tersedia untuk dijual

Sebagai contoh,

Kumpulan Biaya

Harga Pokok Barang Tersedia untuk Dijual Tanggal Uraian Unit Biaya per unit Biaya Total

1/1 Persediaan awal 100 $10 $ 1.000 15/4 Pembelian 200 $11 $ 2.200 24/8 Pembelian 300 $12 $ 3.600 27/11 Pembelian 400 $13 $ 5.200 Total 1.000 $12.000 Sumber : Kieso (2007 : 340)

Selama tahun berjalan, 550 unit terjual dan 450 unit masih tersisa per tanggal 31 Desember, dengan perincian sebagai berikut:

$12.000 : 1.000 = $12

Unit Biaya per unit

450 x $12 = $5.400

Biaya Total

Maka, harga pokok penjualan sebagai berikut:

Harga pokok barang tersedia untuk dijual $12.000 Dikurangi : Persediaan akhir

Harga pokok penjualan $ 6.600

$ 5.400

7. Prosedur pengendalian persediaan barang dagangan

Pengendalian persediaan menurut Willson dan Campbell yang dialihbahasakan oleh Tjintjin Felix Tjendera (2001: 428) adalah :

“Pengendalian persediaan meliputi pengendalian kuantitas dan jumlah dalam batas-batas yang telah direncanakan dan perlindungan fisik persediaan.”

Jadi pengendalian persediaan barang dagangan meliputi:

1. Penentuan kuantitas persediaan barang dagangan yang mencukupi kebutuhan untuk proses penjualan.

2. Perlindungan fisik terhadap persediaan barang dagangan.

Menurut Willson dan Campbell yang dialihbahasakan oleh Tjintjin Tjendera (2001: 430) ada beberapa titik persediaan yang dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai pengendalian persediaan yaitu:

1. Penetapan titik persediaan maksimum dan minimum

2. Penggunaan rasio perputaran persediaan (inventory turn over) 3. Pertimbangan manajemen

4. Analisa nilai

5. Pengendalian budgeter

Dalam berbagai perusahaan terdapat beberapa macam cara pengendalian tergantung dari jenis pengendalian. Berikut ini pendapat dari beberapa pakar mengenai pengendalian terhadap persediaan barang dagangan:

1. Economic Order Quantity (EOQ)

Adalah jumlah pesanan yang secara ekonomis menguntungkan yaitu besarnya pesanan yang menyebabkan biaya pemesanan dan biaya pengiriman yang minimal. Sebenarnya penggunaan rumus EOQ banyak diterapkan dalam menetapkan jumlah pembelian setiap kali untuk perusahaan industri. Meskipun demikian rumus ini dapat pula dipakai untuk menetapkan jumlah tiap kali pembelian yang tepat untuk pedagang perantara.

EOQ = I P S R . . 2 Keterangan:

R = Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan dalam satu periode tertentu, misalnya satu tahun

S = Biaya pesanan setiap kali pesan P = Harga per unit yang dibayarkan

I = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, dinyatakan dalam persentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan

2. Reorder Point (ROP) dan Safety Stock (SS)

Reorder point adalah titik dimana harus diadakan pemesanan kembali sehingga kedatangan barang yang dipesan tepat pada waktunya, dimana persediaan atas safety stock sama dengna nol. Masalah pesanan ini tergantung pada tiga faktor yaitu:

a. Waktu yang diperlukan untuk penyimpanan b. Tingkat pemakaian barang

c. Persediaan minimal atau penyelamat (safety stock)

Perkiraaan atau penaksiran lead time dari pesanan biasanya menggunakan ratarata hitung beberapa hari pesanan lead time pesanan sebelumnya.

Tingkat pemakaian barang juga diperlukan untuk menentukan waktu pemesanan yang tepat. Salah satu dasar untuk memperkirakan kuantitas barang dalam periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata pemakaian kuantitas barang masa sebelumnya atau selama periode waktu. Sedangkan persediaan minimal adalah sejumlah unit yang ditambahkan dalam

pembelian persediaan yang ekonomis untuk penjagaan atau permintaan langganan yang tidak umum.

Rumus Reorder Point:

ROP = (Lead time x average inventory usage rate) + safety stock 3. Budgetary Control (Pengendalian Budgeter)

Pengendalian melalui penyusunan anggaran merupakan suatu cara yang dilakukan untuk membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang direncanakan. Dalam penyusunan anggaran , perlu dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu berapa jumlah yang harus dijual. Jumlah ini ditetapkan lebih dulu melalui suatu estimasi atau taksiran datri pihak pimpinan kemudian berdasarkan rencana penjualan dan rencana persediaan barang dagangan, dapat dibuat anggaran pembelian barang dagangan dan anggaran lainnya.

4. Inventory Turn Over (Rasio Perputaran Persediaan)

Perputaran persediaan merupakan angka yang menunjukkan kecepatan pergantian dalam periode tertentu, biasanya dalam waktu satu tahun. Angka tersebut dapat diperoleh dengan membagi semua harga persediaan atau barang yang dipergunakan selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata persediaan selama periode tertentu. Perhitungan inventory turn over dapat dilakukan untuk semua persediaan yang ada dalam perusahaan. untuk persediaan barang dagangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Merchandise Inventory Turn Over =

t at y seinventor merchandi Average COGS cos

Tinggi rendahnya inventory turn over menunjukkan esar kecilnya investasi pada persediaan barang dagangan. Suatu tingkat merchandise inventory yang rendah dapat menunjukkan adanya investasi yang terlalu besar dalam persediaan dan makin lamanya modal yang tertanam dalam persediaan. Sedangkan merchandise inventory yang tinggi menunjukkan adanya invenstas yang terlalu rendah atau pendeknya waktu tertanamnya modal dalam perusahaan. Apabila modal yang digunakan untuk membiayai persediaan tersebut adalah modal asing tingginya inventory turn over memperkecil beban harga. Tingkat perputaran persediaan memegang yang penting dalam efisiensi.

Jadi berdasarkan pengertian di atas, maka pengendalian persediaan dapat digunakan sebagai alat untuk memastikan bahwa perencanaan persediaan telah dikerjakan dengan sesuai atau tidak. Apabila belum dikerjakan dengan sesuai maka pengendalian persediaan akan membuat tindakan yang tepat untuk mengarahkannya.

Dokumen terkait