• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Biomas Pakan Kerbau di Lahan Gambut

Dalam dokumen LAPORAN TIM PELAKSANA (Halaman 78-84)

IV. Analisis Profitabilitas dan Kekonomian Kerbau Rawa

4.2. Pengembangan Biomas Pakan Kerbau di Lahan Gambut

Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) yang ada di Sumatera Selatan merupakan aset sumberdaya alam yang sangat besar dan secara signifikan menopang usaha pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan juga hasil hutan non kayu bagi masyarakat sekitar. Peran strategis KHG terhadap masyarakat tersebut telah berlangsung sejak lama dan masih tetap berlangsung sampai saat ini. Salah satu komoditi unggulan KHG di Sumsel adalah kerbau rawa disamping komoditi lainnya. Keberadaan kerbau rawa dijumpai hampir di semua KHG yang ada di Sumsel. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Harun et al (2017) populasi kerbau rawa di KHG S. Saleh - S. Sugihan, KHG S. Sugihan - S. Lumpur, dan KHG S. Sebumbung - S Batok berjumlah sekitar 5.128 ekor, terbanyak di KHG S. Sebumbung - S Batok. Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya kerbau rawa adalah penurunan populasi kerbau yang diduga ada kaitannya dengan sistem usaha petemakan yang masih dilakukan secara pengembalaan sistem tradisional. Akibat dari sistem pengembalaan tradisional maka kerbau rawa akan mengalami perpanjangan waktu kembali beranak yang lebih lama, kerbau kekurangan konsentrat penguat, dan lebih mudah terserang penyakit parasiter maupun penyakit infeksius dengan morbiditas tinggi kerap kali ditemukan menyerang temak kerbau (Natalia et al., 2006). Masalah lain yang dihadapi dalam mempertahanankan eksistensi kerbau rawa adalah alih fungsi padang gembala menjadi areal perkebunan kelapa sawit, perumahan/kampung, dan juga areal budidaya tanaman pangan.

Keterkaitan antara ketersediaan pakan kerbau sepanjang waktu dengan keberadaan rerumputan atau pakan pendukung di lokasi peternakan merupakan masalah pokok yang sangat mendesak untuk dicarikan solusi secepatnya.

Pakan yang dikonsumsi oleh kerbau ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan, pakan kerbau keragamannya lebih banyak tumbuh, tetapi hujan yang berkepanjangan mengakibatkan banjir sehingga rumput menjadi terendam di dalam air dan kerbau sulit untuk menjangkau atau memakannya atau juga banyak jenis rumput tertentu mati. Pada musim kemarau yang panjang, masalah yang sering timbul adalah rumputan pakan banyak yang mati kekeringan sehingga ternak kerbau kekurangan pakan. Pada musim hujan, kelemahan lain yang dihadapi adalah adanya hama bagi hijauan pakan ternak yaitu berupa keong mas, dan di musim kemarau hama yang timbul adalah ulat. Kedua hama ini dapat mengurangi hijauan yang ada karena dimakan oleh hama tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, ternak ruminansia membutuhkan bahan kering pakan sebanyak rata-rata 3,5% dari bobot badannya. Berdasarkan patokan tersebut, maka seekor kerbau dewasa yang berbobot hidup 350 kg, akan membutuhkan sekitar 12,25 kg BK/hari (Suhubdy, 2007). Lebih lanjut dijelaskannya bahwa kondisi

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 65

tanah, lahan, air dan agroklimatnya sangat berpengaruh terhadap produksi bobot kering pakan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kapasitas tampung efektif (effective carrying capacity) padang rumput alam sebagai sumber pakan utama. Untuk di wilayah timur Indonesia diasumsikan bahwa satu unit ternak (1 UT) setara dengan ternak dewasa yang berbobot hidup 350 kg, maka 1 ha lahan padang rumput tersebut hanya mampu menampung ternak herbivora (kerbau/sapi dewasa) sebesar 1 UT.

Jenis hijauan pakan ternak yang terdapat pada padang penggembalaan di Kalsel dan juga Sumsel didominasi rumput alam, diantaranya rumput (kumpai) jariwit, pepedasan, galunggung, kangkung, hiring-hiring, sumpilang, kumpai batu, kumpai miyang, kumpai juluk dan lain-lain. Secara umum, ketersediaan hijauan pakan di padang penggembalaan kerbau rawa di Kalimantan tergolong cukup tinggi dengan rataan berkisar 1,7–13 ton/ha/tahun pada musim kemarau dan 11,9-19,0 ton/ha/tahun pada musim hujan (Rohaeni, 2007). Berdasarkan data tersebut artinya produktivitas berat kering (BK) pakan berkisar antara 2,80 kg bk – 21,4 kg bk/ha/tahun pada musim kemarau. Sedangkan untuk musim hujan, produksi rumput pakan antara 19,6 kg bk – 35,2 kg bk. Dengan adanya fluktuasi yang relative besar untuk produksi pakan antara musim hujan dan kemarau jika dihubungkan dengan kebutuhan pakan harian kerbau maka permasalahan daya dukung padang gembala terhadap daya tamping kerbau selalu menjadi persoalan serius dalam meningkatkan populasi kerbau rawa di suatu lokasi padang gembala. Pengukuran produktivitas pakan kerbau rawa yang ada di padang gembala pada beberapa KHG di Sumsel belum ada sehinggga sangat sulit untuk menetapkan daya dukung dan daya tamping kerbau rawa system penggembalaan. Padahal informasi tersebut sangat penting untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan pelestarian kerbau rawa di Sumsel. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap penting untuk dilaksanakan.

4.2.2. Tujuan

Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan informasi tentang jenis atau keragaman rumput pakan yang tumbuh di padang gembala saat recovery (awal musim hujan), padang gembala tergenang air (pertengahan musim hujan), padang gembala dan rumputan tenggelam air (akhir musim hujan), dan padang gembala kembali kering (awal musim kemarau),

2. Untuk mendapatkan produksi rumput berdasarkan jenis dari setiap fase pengamatan,

3. Untuk mengestimasi daya dukung dan daya tampung kerbau rawa di padang gembala

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 66

4.2.3. Metode Pelaksanaan

Penelitian ini tergolong sebagai riset aksi (action research) yang dilakukan di desa Rambutan, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin. Lokasi penelitian terletak di padang gembala kerbau rawa yang lahannya milik penjaga ternak kerbau. Penelitian ini dimulai dari September 2018 sampai Juli 2019.

Pada lokasi padang gembala ditempatkan tiga petak pengamatan/percobaan. Petak percobaan disusun memanjang dari lahan yang relatif tinggi (darat) ke arah yang relatif rendah. Masing-masing petak di pagar dengan kayu yang kokoh. Adapun dimensinya adalah panjang 4 m, lebar 3 meter, dan tinggi 1,5 m. Kayu itu dilengkapi dengan kawat duri untuk mencegah masuknya kepala kerbau atau sapi ke dalam pagar. Setiap petak diberi perlakuan yang berbeda, yaitu Petak 1) adalah petak yang diberi pupuk organik kotoran kerbau (10 kg/petak), petak 2) adalah petak yang diberi pupuk anorganik berupa pupuk lengkap NPK, 12, 12, 12 (2 kg/petak), dan petak 3) adalah petak yang diberi pupuk anorganik tunggal yaitu Urea (2 kg/petak). Aplikasi pupuk organik dan juga pupuk anorganik dilakukan setelah padang gembala terkena hujan deras.

Pengamatan dilakukan berdasarkan kondisi air di padang gembala (awal musim hujan), padang gembala tergenang air (pertengahan musim hujan), padang gembala dan rumputan tenggelam air (akhir musim hujan), dan padang gembala kembali kering (awal musim kemarau) atau periode pengamatan November 2018, Desember 2018, Januari - Februari 2019, dan April - Mei 2019. Parameter yang diamati adalah jenis rerumputan yang muncul dan diamati sebelum panen rumput, dan biomas masing-masing jenis rumput saat panen dengan cara menimbangnya.

Data disajikan berdasarkan jenis rerumputan yang ada atau hidup berbasis kondisi air di padang gembala, total biomas rerumputan yang dipanen berbasis kondisi air, jumlah total biomas yang diperoleh selama penelitian dari masing-masing petak percobaan. Berdasarkan data total biomas rerumputan yang terkumpul selama penelitian maka dapat dihitung atau diestimasi produksi biomas dari padang gembala kerbau rawa.

4.2.4. Pembuatan demplot biomas pakan kerbau di Lahan Gambut

Petak penelitian atau percobaan sebagai demplot biomas pakan kerbau rawa dibuat dengan ukuran petak 4 m x 3 m x 1,5 m yang bahannya adalah kayu bulat panjang yang diletakkan secara terpisah antar petak. Kondisi petak percobaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 67

Gambar 4.4. Bentuk dan posisi petak percobaan biomas pakan kerbau rawa Pada saat menjelang penelitian, kondisi rumput pakan ternak masih tergolong kering dan sangat sedikit yang hijau. Kehijauan mulai nampak setelah ada dua kali turun hujan saat awal September pada padang gembala (Gambar 4.5).

Gambar 4.5. Kondisi padang gembala dan rumput biomas pakan kerbau 4.2.5. Produksi biomas pakan kerbau

Sekitar pertengahan April 2018 (satu minggu) setelah petak dibuat terjadi hujan yang relatif deras sehingga dilakukan pemberian perlakuan Petak 1) kotoran kerbau (10 kg/petak), Petak 2) NPK, 12, 12, 12 (2 kg/petak), dan petak 3) Urea (2 kg/petak) dengan cara nenaburkannya secara merata. Pada 23 september 2018 (satu minggu) setelah penaburan pupuk ternyata petak yang diberi kotoran kerbau menunjukan recovery yang sangat cepat dengan kondisi pertumbuhan rumput yang lebih cepat dibandingan petak 2 dan petak 3. Secara umum penampilan dari petak 1, petak 2 dan petak 3 dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 68

a. Petak yang diberi kotoran kerbau

b. Petak yang diberi pupuk NPK

c. Petak yang diberi urea

Gambar 4.6. Penampilan Petak percobaan Biomas pakan kerbau

Jenis pupuk berpengaruh terhadap percepatan recovery dan peningkatan jumlah spesies rumput dan biomas pakan (Tabel 4.29). Biomas yang diperoleh dari aplikasi pupuk organik, NPK dan Urea berturut-turut 18 kg, 6 kg dan 4 kg. Pupuk organik dapat meningkatkan jumlah spesies sampai dua kali lipat dan peningkatan biomas sampai empat kali lipat.

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 69

Tabel 4.29. Spesies rumput yang tumbuh di petak perlakuan pupuk organik, NPK & Urea

No Spesies Nama Umum Famili Perlakuan 1 2 3 1 Alternanthera

philoxeroides

Kremahan Amaranthaceae + +

2 Alternanthera sessilis Tolod Amaranthaceae +

3 Heliotropium indicum Buntut Tikus Boranginaceae + 4 Cyperus digitatus Rumput

Musang

Cyperaceae + + +

5 Cynodon dactylon Grintingan Gramineae - - +

6 Digitaria ciliaris Cakar Ayam Gramineae + + -

7 Echinocloa colonum Rumput Tuton Gramineae +

8 Hymenachne

acutigluma

Rumput Kumpai

Gramineae + +

9 Leersia hexandra Kalamenta Gramineae +

10 Saciolepis interupta Wuwudelan Gramineae + + +

11 Ludwigia octovalvis Cacabean Onagraceae +

12 Ludwigia adscendens Tapak Doro Onagraceae +

13 Oxalis barrelieri Calincing Oxalidaceae +

14 Hedyotis corymbosa Katepan Rubiaceae + +

Jumlah spesies 13 6 3 Keterangan: 1 = pupuk organik, 2 = pupuk NPK, 3 = Pupuk Urea, + = ditemukan,

- = tidak ditemukan

Berdasarkan Tabel tersebut, dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk organik terhadap tanaman menghasilkan jumlah spesies yang lebih banyak dibandingkan dengan perlukuan pupuk lainnya, yakni sebanyak 13 spesies. Sedangkan perlakuan pupuk Urea menghasilkan jumlah spesies yang paling sedikit, yakni sebanyak 3 spesies. Hasil biomas saat panen dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8. berikut

Gambar 4.7. Pengamatan spesies rumput saat panen biomas pertama dan kondisi rumputan di petak yang diberi pupuk organik (1 bulan)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 70

Gambar 4.8. Biomas yang didapat dari petak yang diberi pupuk organik dan biomas yang sedang dikeringkan

4.3. Kajian Konsumsi Susu dan Produk Berbasis Susu

Dalam dokumen LAPORAN TIM PELAKSANA (Halaman 78-84)