• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TIM PELAKSANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TIM PELAKSANA"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian

Komoditi Ramah Gambut di KHG S. Saleh - S. Sugihan

dan KHG S. Sebumbung - S.Batok

Kabupaten Ogan Komering Ilir

TIM PELAKSANA

Ketua Tim: Ir. Muhammad Yazid, M.Sc., Ph.D.

Anggota: Prof. Ir. Rujito Agus Suwignyo, M.Agr., Ph.D. Dr. Agr. Ir. Erizal Sodikin .

Dr.Ir. M.Umar Harun, MS Ir. Nura Malahayati M.Sc., Ph.D. Dr. Dessy Adriani, SP., M.Si

KERJASAMA ANTARA

BADAN RESTORASI GAMBUT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(2)
(3)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI i

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Laporan Akhir Penelitian Kerjasama antara Badan

Restorasi Gambut (BRG) dan Universitas Sriwijaya dengan judul ”Kajian

Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut di KHG S. Saleh - S. Sugihan dan KHG S. Sebumbung - S.Batok Kabupaten Ogan Komering Ilir” dapat diselesaikan.

Kebakaran lahan dan hutan di lahan gambut merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang krusial serta menjadi perhatian lokal dan global. Upaya penanggulangannya sudah lama dilakukan tetapi keberhasilannya belum menunjukkan hasil memuaskan. Dampak kebakaran hutan dan lahan yang menonjol adalah terjadinya kabut asap yang menganggu kesehatan dan sistem transpotasi darat, laut dan udara. Dampak kebakaran hutan terhadap produksi pertanian menjadi perhatian yang tidak kalah pentingnya. Kebakaran hutanpun menghasilkan emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer.

Untuk penanggulangan kebakaran lahan dan hutan di lahan gambut, perlu dilakukan dengan berbagai upaya seperti yang telah dicanangkan oleh Badan Restorasi Gambut dengan Program 3R (Rewetting, Revegetation, Revitalization Livelihoods). Dalam rangka mendukung keberhasilan program Revitalization Livelihoods, perlu didahului riset. Kerjasama Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia (BRG) dengan Universitas Sriwijaya dalam pelaksanaan riset dan Pilot Project tahun 2017 memberikan hasil yang nyata dan terukur. Riset komoditas lokal potensial di lahan gambut, pilot project terintegrasi dan paludikultur berhasil mengembangkan dan merekomendasikan beberapa tanaman lokal potensial untuk restorasi lahan gambut. Sebagai komoditas indigen lahan gambut dan telah diusahakan masyarakat secara terbatas di beberapa tempat, maka beberapa komoditas potensial tersebut seyogyanya diteliti dan dikembangkan lebih lanjut karena dapat berkontribusi pada restorasi lahan gambut sekaligus menambah sumber pendapatan masyarakat.

Sebagai kelanjutan dari Pilot Project tahun 2017, pada tahun 2018 BRG dan

Universitas Sriwijaya melaksanakan “Kajian Profitabilitas dan Keekonomian

Komoditi Ramah Gambut di KHG S. Saleh - S. Sugihan dan KHG S. Sebumbung -

S.Batok Kabupaten Ogan Komering Ilir”. Kajian ini meliputi 5 kegiatan, yaitu (1)

Kajian Profitabilitas Pemeliharaan Kerbau Rawa, (2) Pengembangan Biomas Pakan Kerbau, (3) Kajian Tingkat Konsumsi Rumah Tangga, (4) Analisis Pengolahan Minuman Jeli Susu Kerbau Rawa, (5) Analisis Profitabilitas dan Keekonomian Tanaman Paludikultur. Diharapkan dengan hasil kajian ini beberapa persoalan terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat di wilayah gambut dapat diimplementasikan

(4)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI ii

dalam kegiatan nyata di lapangan untuk mendorong kemandirian masyarakat membangun wilayah gambut di sekitar mereka.

(5)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... i I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Permasalahan ... 3 1.3. Tujuan ... 3 1.4. Luaran ... 4

1.5. Kerangka Kerja Logis ... 4

II. KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.2. Model Pendekatan Penelitian ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Waktu dan Tempat ... 24

3.2. Metode Pendekatan ... 25

3.3. Pelaksanaaan Kajian ... 26

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 26

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 28

IV. Analisis Profitabilitas dan Kekonomian Kerbau Rawa ... 30

4.1 Pemeliharaan Kerbau Rawa ... 30

4.1.1. Latar Belakang ... 30

4.1.2. Tujuan ... 31

4.1.3. Metode Pelaksanaan ... 31

4.1.4. Profil Petani Pemeliharaan Kerbau Rawa ... 31

4.1.5. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa ... 42

4.1.5.1. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Desa P. Layang ... 43

4.1.5.2. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Desa Bangsal ... 45

4.1.5.3. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Desa Kuro ... 48

4.1.5.4. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Desa Menggeris ... 51

(6)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI iv

Halaman

4.1.6. Analisis Profitabilitas Pemeliharaan Kerbau Rawa ... 57

4.1.6.1. Analisis Profitabilitas Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Kelompok ... 57

4.1.6.2. Analisis Profitabilitas Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Individual ... 60

4.1.6.3. Analisis Sensitivitas Pemeliharaan Kerbau Rawa ... 62

4.2. Pengembangan Biomas Pakan Kerbau di Lahan Gambut ... 64

4.2.1. Latar Belakang ... 64

4.2.2. Tujuan ... 65

4.2.3. Metode Pelaksanaan ... 66

4.2.4. Pembuatan Demplot Kajian Biomas Pakan Kerbau di Lahan Gambut ... 66

4.2.5. Produksi Biomas Pakan Kerbau ... 64

4.3. Kajian Konsumsi Susu dan produk Berbasis Susu ... 70

4.3.1. Latar Belakang ... 70

4.3.2. Tujuan ... 72

4.3.3. Susu dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Susu ... 72

4.3.4. Lokasi Kajian ... 75

4.3.5. Metode Penelitian ... 75

4.3.6. Perilaku Konsumsi Susu ... 77

4.3.7. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Susu ... 79

4.4. Pengembangan Pengolahan Susu Kerbau Rawa ... 86

4.4.1. Latar Belakang ... 86

4.4.2. Tujuan ... 87

4.4.3. Metode Pelaksanaan ... 87

4.4.4. Uji Sensoris (Daya Terima) Minuman Jeli Susu Kerbau ... 88

4.4.4.1. Aroma ... 89

4.4.4.2. Tekstur ... 90

4.4.4.3. Rasa ... 91

4.4.5. Analisis Kandungan Kimis Minuman Jeli Susu Kerbau Rawa ... 92

(7)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI v Halaman 4.4.5.2. Kadar Abu ... 92 4.4.5.3. Protein ... 93 4.4.5.4. Lemak ... 93 4.4.5.5. Karbohidrat ... 93 4.4.5.6. Kalori ... 93

4.4.6. Analisis Profitabilitas Usaha Pengolahan Minuman Jeli Susu Kerbau ... 94

4.4.7. Analisis Sensitivitas Pengolahan Minuman Jeli Susu Kerbau ... 96

V. Analisis Profitabilitas dan Keekonomian Tanaman Paludikultur ... 97

5.1. Monitoring Pilot Project Paludikultur dan Restorasi Terintegrasi ... 97

5.1.1. Latar Belakang ... 97

5.1.2. Tujuan ... 97

5.1.3. Metode Pelaksanaan ... 98

5.1.4. Hasil Kegiatan ... 98

5.1.4.1. Monitoring Hasil Kegiatan Penanaman Tahun 2017 ... 98

5.2. Analisis Profitabilitas dan Keekonomian Komoditas Paludikultur ... 102

5.2.1. Latar Belakang ... 102

5.2.2. Tujuan ... 107

5.2.3. Metode Pelaksanaan ... 107

5.2.4. Hasil Analisis ... 111

5.2.4.1. Gambaran Umum Budidaya Tanaman Paludikultur ... 111

5.2.4.2. Pengembangan Model Paludikultur di Lahan Gambut Provinsi Sum- atera Selatan ... 117

5.2.4.3. Aspek Finansial Model Tanaman Paludikultur ... 129

5.2.4.4. Analisis Sensitivitas Model Tanaman Paludikultur ... 152

VI. Kesimpulan ... 155

(8)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Deskripsi kegiatan riset dan Pilot Project tahun 2017 ... 2

Tabel 1.2. Kerangka kerja logis kajian profitabilitas dan keekonomian komodi- tas ramah gambut ... 4

Tabel 2.1. Sebaran & Luas Lahan Gambut di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1990 dan Tahun 2002 ... 9

Tabel 2.2. Kebutuhan air untuk pertumbuhan beberapa jenis tanaman di lahan gambut ... 10

Tabel 2.3. Kedalaman permukaan air tanah dan ketebalan bahan organik sebagai pembatas produksi tanaman pertanian ... 11

Tabel 4.1. Jumlah Responden Pemelihara Kerbau Rawa di Kecamatan Pampangan ... 31

Tabel 4.2. Profil Petani Pemelihara Kerbau Rawa Desa P. Layang ... 32

Tabel 4.3. Profil Petani Pemelihara Kerbau Rawa di Desa Bangsal ... 34

Tabel 4.4. Profil Petani Pemelihara Kerbau Rawa di Desa Kuro ... 36

Tabel 4.5. Profil Petani Pemelihara Kerbau Rawa di Desa Menggeris ... 38

Tabel 4.6. Profil Petani Pemelihara Kerbau Rawa di Desa Pampangan ... 40

Tabel 4.7. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa di Desa Pulau Layang ... 43

Tabel 4.8. Status dan Luas Kandang, Lahan Pakan dan Lahan Gembala Desa Pulau Layang ... 44

Tabel 4.9. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa di Desa Bangsal ... 45

Tabel 4.10. Status dan Luas Kandang, Lahan Pakan dan Lahan Gembala Desa Bangsal ... 46

Tabel 4.11. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa di Desa Kuro ... 48

Tabel 4.12. Status dan Luas Kandang, Lahan Pakan dan Lahan Gembala Desa Kuro ... 50

Tabel 4.13. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa di Desa Menggeris ... 51

Tabel 4.14. Status dan Luas Kandang, Lahan Pakan dan Lahan Gembala Desa Menggeris ... 53

Tabel 4.15. Profil Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa di Desa Pampangan ... 54

Tabel 4.16. Status dan Luas Kandang, Lahan Pakan dan Lahan Gembala Desa Pampangan ... 56

Tabel 4.17. Asumsi Investasi Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Kelompok di Kecamatan Pampangan ... 57

(9)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI vii

Halaman Tabel 4.18. Asumsi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usaha Pemeliharaan

Kerbau Rawa Pola Kelompok di Kecamatan Pampangan ... 58 Tabel 4.19. NPV dan IRR Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Kelompok

di Kecamatan Pampangan ... 58 Tabel 4.20. Net B/C Ratio Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Kelompok

di Kecamatan Pampangan ... 59 Tabel 4.21. BEP Nilai Rupiah dan Profit Margin Usaha Pemeliharaan Kerbau

Rawa Pola Kelompok di Kecamatan Pampangan ... 59 Tabel 4.22. Asumsi Investasi Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Individual

di Kecamatan Pampangan ... 60 Tabel 4.23. Asumsi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usaha Pemeliharaan

Kerbau Rawa Pola Individual di Kecamatan Pampangan ... 60 Tabel 4.24. NPV dan IRR Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Individual

di Kecamatan Pampangan ... 61 Tabel 4.25. Net B/C Ratio Usaha Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Individual

di Kecamatan Pampangan ... 61 Tabel 4.26. BEP Nilai Rupiah dan Profit Margin Usaha Pemeliharaan Kerbau

Rawa Pola Individual di Kecamatan Pampangan ... 62 Tabel 4.27. Analisis Sensitivitas Kemungkinan Situasi Pada Usaha Pemelihara-

an Kerbau Rawa Pola Kelompok ... 63 Tabel 4.28. Analisis Sensitivitas Kemungkinan Situasi Pada Usaha Pemelihara-

an Kerbau Rawa Pola Kelompok ... 63 Tabel 4.29. Spesies Rumput yang Tumbuh di Petak Perlakuan Organik, NPK

dan Urea ... 69 Tabel 4.30. Rata – rata Konsumsi Susu Masyarakat Provinsi Sumatera Selatan

per bulan, Tahun 2017 ... 71 Tabel 4.31. Perbandingan Kandungan Kimia Susu Kerbau Rawa dan Susu

Sapi ... 73 Tabel 4.32. Frekuensi perilaku konsumsi susu Desa Bangsal, Desa Pampangan

dan Desa Menggeris di Kecamatan Pampangan ... 77 Tabel 4.33. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

Susu ... 80 Tabel 4.34. Hasil Uji Multikolinearitas ... 81 Tabel 4.29. Asumsi Investasi Usaha Pengolahan Minuman Jeli Susu Kerbau .... 82 Tabel 4.30. Asumsi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usaha Pengolahan Minum-

an Jeli Susu Kerbau ... 82 Tabel 4.31. NPV dan IRR Usaha Pengolahan Minuman Jeli Susu Kerbau ... 83 Tabel 5.1. Jumlah Tanaman yang Hidup Pada Waktu Monitoring Tahun

(10)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI viii

Halaman Tabel 5.2. Hasil Pengukuran Tanaman Jelutung pada Lokasi Pilot Project

Tahun 2018 ... 99

Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Tanaman Meranti pada Lokasi Pilot Project Tahun 2018 ... 99

Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Tanaman Pulai pada Lokasi Pilot Project Tahun 2018 ... 99

Tabel 5.5. Hasil Pengukuran pH, Kedalaman Gambut dan Muka Air Tanah Pada Bulan September 2018 ... 100

Tabel 5.6. Luas Daerah Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan ... 105

Tabel 5.7. Perbandingan Pertumbuhan Beberapa Tanaman Hutan Gambut ... 120

Tabel 5.8. Harga Produk Hasil Hutan Kayu ... 123

Tabel 5.9. Harga Produk Hasil Hutan Bukan Kayu ... 123

Tabel 5.10. Asumsi yang Digunakan dalam Analisis Finansial Model Paludi- kultur Meranti-Nanas Tahun 2018 ... 130

Tabel 5.11. Asumsi yang Digunakan dalam Analisis Finansial Model Paludi- kultur Meranti-Cabe Tahun 2018 ... 131

Tabel 5.12. Biaya Investasi Model Paludikultur Campuran Meranti-Nanas Tahun 2018 ... 134

Tabel 5.13. Biaya Investasi Model Paludikultur Campuran Meranti-Cabe Tahun 2018 ... 135

Tabel 5.14. Biaya Operasional Model Paludikultur campuran Meranti-Nanas Tahun 2018 ... 136

Tabel 5.15. Biaya Operasional Model Paludikultur campuran Meranti-Cabe Tahun 2018 ... 137

Tabel 5.16. Perkiraan Produksi dan Penerimaan Model Paludikultur campuran Meranti-Nanas Tahun 2018 ... 138

Tabel 5.17. Perkiraan Produksi dan Penerimaan Model Paludikultur campuran Meranti-Cabe Tahun 2018 ... 138

Tabel 5.18. Analisis Finansial Model Paludikultur campuran Meranti-Nanas Tahun 2018 ... 139

Tabel 5.19. Analisis Finansial Model Paludikultur campuran Meranti-Cabe Tahun 2018 ... 140

Tabel 5.20. Asumsi yang Digunakan dalam Analisis Finansial Model Paludi- kultur Jelutung-Nanas Tahun 2018 ... 141

Tabel 5.21. Asumsi yang Digunakan dalam Analisis Finansial Model Paludi- kultur Jelutung-Cabe Tahun 2018 ... 143

Tabel 5.22. Biaya Investasi Model Paludikultur campuran Jelutung-Nanas Tahun 2018 ... 145

(11)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI ix

Halaman Tabel 5.23. Biaya Investasi Model Paludikultur campuran Jelutung-Cabe

Tahun 2018 ... 146 Tabel 5.24. Biaya Operasional Model Paludikultur campuran Jelutung-Nanas

Tahun 2018 ... 148 Tabel 5.25. Biaya Operasional Model Paludikultur campuran Jelutung-Cabe

Tahun 2018 ... 148 Tabel 5.26. Perkiraan Produksi dan Penerimaan Model Paludikultur campuran

Jelutung-Nanas Tahun 2018 ... 149 Tabel 5.27. Perkiraan Produksi dan Penerimaan Model Paludikultur campuran

Jelutung Cabe Tahun 2018 ... 150 Tabel 5.28. Analisis Sensitivitas Beberapa Kemungkinan Situasi Pada Model

Paludikultur Meranti-Nanas Tahun 2018 ... 152 Tabel 5.29. Analisis Sensitivitas Beberapa Kemungkinan Situasi Pada Model

Meranti-Cabe Tahun 2018 ... 152 Tabel 5.30. Analisis Sensitivitas Beberapa Kemungkinan Situasi Pada Model

Jelutung-Nanas Tahun 2018 ... 153 Tabel 5.31. Analisis Sensitivitas Beberapa Kemungkinan Situasi Pada Model

(12)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Konsep Analisis Biaya Manfaat atau Extended Cost-Benefit Analysis

(ECBA) ... 19

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Kajian ... 23

Gambar 3.1. Peta KHG Sungai Saleh dan Sungai Sugihan; Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Ogan Komering Ilir ... 24

Gambar 3.2. Peta KHG Sungai Sibumbung-Sungai Batok, Kabupaten Ogan Komering Ilir... 25

Gambar 4.1. Kegiatan Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Kelompok ... 42

Gambar 4.2. Kegiatan Pemeliharaan Kerbau Rawa Pola Individu ... 42

Gambar 4.3. Pemberian Pakan Kerbau Rawa ... 43

Gambar 4.4. Bentuk dan posisi petak percobaan biomas pakan kerbau rawa ... 67

Gambar 4.5. Kondisi pakan gembala dan rumput biomas pakan kerbau ... 67

Gambar 4.6. Penampilan petak percobaan biomas pakan kerbau ... 68

Gambar 4.7. Pengamatan Spesies Rumput Saat Panen Biomas Pertama dan Kondisi Rumputan Petak yang diberi Pupuk Organik ... 69

Gambar 4.8. Biomas yang didapat dari Petak yang diberi Pupuk Organik dan Biomas yang sedang dikeringkan ... 70

Gambar 4.9. Grafik Scatterplot Hasil Uji Heterokedastisitas ... 82

Gambar 4.10. Grafik Normal P-Plot Hasil Uji Normalitas ... 83

Gambar 4.11. Uji sensoris (daya terima) di lab penelitian UNSRI ... 88

Gambar 4.12. Bahan dan hasil produk minuman jeli susu kerbau rawa ... 88

Gambar 4.13. Uji sensoris (daya terima) terhadap anak SD di Kecamatan Pampangan ... 89

Gambar 4.14. Skor kesukaan aroma minuman jeli susu kerbau ... 89

Gambar 4.15. Skor kesukaan tekstur minuman jeli susu kerbau ... 90

Gambar 4.16. Skor kesukaan rasa minuman jeli susu kerbau ... 91

Gambar 5.1. Kondisi Areal Pertanaman ... 100

Gambar 5.2. Pertumbuhan Tanaman padi ... 101

Gambar 5.3. Pertumbuhan Tanaman Jagung ... 101

Gambar 5.4. Pertumbuhan Tanaman Nenas ... 101

Gambar 5.5. Pertumbuhan Tanaman Bawang Merah ... 101

Gambar 5.6. Pertumbuhan Tanaman Kangkung ... 102

Gambar 5.7. Tanaman Padi dan Nanas ... 102

Gambar 5.8. Peta Rawan Kebakaran Provinsi Sumatera Selatan ... 104

Gambar 5.9. Lokasi Desa Perigi Kecamatan Pangkalan Lampam Kab. OKI ... 124

Gambar 5.10. Lokasi Desa Sepucuk Kecamatan Kayu Agung Kab. OKI ... 124

(13)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI xi

Halaman Gambar 5.12. Pengaturan Jarak Tanam Model Paludikultur Jelutung dengan

Tanaman Sela (Nanas, Cabe) ... 128 Gambar 5.13. Pengaturan Jarak Tanam Model Paludikultur Meranti dengan

(14)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerjasama Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia dengan Universitas Sriwijaya dalam pelaksanaan riset dan Pilot Project tahun 2017 memberikan hasil yang nyata dan terukur. Riset komoditas lokal potensial di lahan gambut KHG S Saleh-S Sugihan, S Sugihan-S Lumpur, dan S Sebumbung-S Batok berhasil mendata dan merekomendasikan beberapa tanaman lokal potensial untuk restorasi lahan gambut, diantaranya Pulai, Purun dan Nipah (Tabel 1.1). Sebagai komoditas indigen lahan gambut dan telah diusahakan masyarakat secara terbatas di beberapa tempat, maka beberapa komoditas potensial tersebut seyogyanya dikembangkan karena dapat berkontribusi pada restorasi lahan gambut sekaligus menambah sumber pendapatan masyarakat.

Pilot project implementasi paludikultur telah menanami 8 hektar lahan di Desa Perigi Kecamatan Pangkalan Lampam yang merupakan bagian dari KHG S Saleh-S Sugihan dengan beberapa jenis tanaman paludikultur, diantaranya Jelutung, Meranti dan Sagu. Untuk memberikan tambahan pendapatan masyarakat yang memeliharanya, maka penanaman pepohonan tersebut perlu dilengkapi dengan berbagai jenis tanaman semusim yang termasuk dalam kelompok paludikultur, diantaranya nenas dan tanaman semusim lainnya.

Pilot project ujicoba restorasi gambut terintegrasi telah menanami 8 hektar lahan di Desa Perigi Kecamatan Pangkalan Lampam pada KHG yang sama dengan beberapa jenis tanaman ramah gambut, diantaranya Meranti, Gelam dan Jelutung. Pengusahaan tanaman ini pun berkontribusi pada upaya revegetasi yang dikombinasikan dengan pengembangan tanaman padi dan palawija sekaligus pemberdayaan masyarakat dan peningkatan perekonomian lokal.

Hasil Riset Komoditas Lokal Potensial ditemukan beberapa komoditi yang berada di lahan gambut. Potensi produksi komoditi yang dominan dari KHG SS adalah padi yaitu 36.030 ton GKP/tahun, ikan (29.201 ton/tahun), kerbau (2.320 ekor/tahun), waalet (64 kg/tahun) dan kelapa dihasilkan lebih dari 3.6 juta butir/tahun. KHG SL mempunyai produktivitas padi (50.390 ton GKP/tahun), ikan (6.222 ton/tahun), dan wallet (362 kg/tahun). KHG SB mampu memproduksi padi (127.000 ton GKP/tahun), ikan (6.396 ton/tahun), kerbau rawa (2.583 ekor), dan wallet (83 kg/tahun). Secara keseluruhan, deskripsi hasil Riset dan Pilot Project tahun 2017 secara ringkas disajikan pada Tabel 1.1.

(15)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 2

Tabel 1.1. Deskripsi kegiatan riset dan Pilot Project tahun 2017 Kegiatan Wilayah

KHG

Komponen Kegiatan Cakupan/ Luas Kegia-tan (ha) Dampak yg Diharapkan (ha) Komoditas terkait Riset Komoditas Lokal Potensial S Saleh-S Sugihan, S Sugihan-S Lumpur S Sebumbung-S Batok  Invetarisasi jenis komoditi potensial di 3 KHG  Estimasi potensi biologi dari berbagai komoditi potensial di 3 KHG  Inventarisasi HHBK di 3 KHG 100 desa dalam wilayah 13 kecamatan dalam Kab. OKI dan Banyuasin Peningkatan kepedulian dan arti penting keberadaan KHG untuk masyarakat di dalam wilayah KHG Pulai Purun Nipah Kantong Semar Terantang Tarok Kelapok Prepet Simpur Gadung Kerbau Rawa, Padi rawa Walet Kelapa Ikan Pilot Project Restorasi Gambut berbasis Paludikultur Desa Perigi, Kecamatan Pangkalan Lampam Kab. OKI. KHG S Saleh-S Sugihan  Pemasangan sekat kanal  Penanaman  Pemeliharaan 8 Peningkatan muka air tanah dan pertumbuhan tanaman untuk restorasi gambut Jelutung Meranti Sagu Nanas Pilot Project Restorasi Gambut Terintegrasi Desa Perigi, Kecamatan Pangkalan Lampam Kab. OKI. KHG S Saleh-S Sugihan  Penanaman komoditas bernilai ekonomi  Pembuatan petak percontohan  Pengaturan sistem tanam 8 Peningkatan muka air tanah dan pertumbuhan tanaman untuk restorasi gambut Meranti Merah Gelam Jelutung Pulai Meranti Kijang Padi Sagu Sumber: Laporan Riset dan Pilot Project kerjasama BRG dan Unsri tahun 2017

Selanjutnya hasil Riset mata pencaharian, menemukan bebarapa hal sebagai berikut Berdasarkan hasil riset tahun 2017, diketahui bahwa Komoditas yang akan dikembangkan ada 4 komoditas unggulan di lahan gambut yaitu:

1. Padi rawa (B/C = 0,9) 2. Purun

 Tikar Purun (B/C = 0,72) 3. Susu Kerbau Rawa

 Gulo Puan (B/C=0,72)

Susu segar (pasteurized fresh milk) dan susu segar berperisa (flavored milk) (B/C = 1,42)

Minuman yoghurt (yoghurt beverages) (B/C = 0,19)

(16)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 3  Permen susu karamel (caramel milk candy) (B/C = 1,10)

4. Ikan

 Ikan Asin (B/C =0,082)

 Ikan Asap (B/C = 0,67)

Berdasarkan beberapa hasil analisis di atas, tampak bahwa susu kerbau rawa memiliki variasi produk turunan terbanyak dengan nilai B/C yang lebih besar dibandingkan dengan komoditi ramah gambut lainnya.

1.2. Permasalahan

Pelaksanaan ketiga kegiatan tahun 2017 memerlukan tindak lanjut agar sasaran ketiga kegiatan tersebut dapat dicapai dalam rangka restorasi ekosistem gambut di wilayah riset dan Pilot Project. Kajian lanjutan terhadap ketiga kegiatan tersebut diperlukan untuk menjawab 3 permasalahan sebagai berikut:

(1) Bagaimana kondisi lapangan saat ini dalam rangka mencapai tujuan restorasi, baik yang terkait dengan kondisi lahan gambut (sarana yang sudah dibangun, muka air tanah, dan lain-lain) maupun yang terkait dengan kondisi pertanaman (pertumbuhan, gangguan hama dan penyakit tanaman, dan lain-lain).

(2) Apakah pengembangan yang diperlukan di lokasi Pilot Project untuk mencapai target yang telah ditetapkan, baik yang terkait dengan kondisi lahan gambut dan kondisi pertanaman, maupun dalam rangka pengembangan komoditas lokal ramah gambut.

(3) Sejauhmana kegiatan ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dari sisi finansial (profitabilitas) dan keekonomian.

1.3. Tujuan

Berdasarkan ketiga permasalahan yang dikemukakan di atas, kajian lanjutan ini bertujuan sebagai berikut:

(1) Mendeskripsikan kondisi lapangan saat ini dalam rangka mencapai tujuan restorasi, baik yang terkait dengan kondisi lahan gambut (sarana yang sudah dibangun, muka air tanah, dan lain-lain) maupun yang terkait dengan kondisi pertanaman (pertumbuhan, gangguan hama dan penyakit tanaman, dan lain-lain). (2) Mengkaji kebutuhan dan melaksanakan pengembangan yang diperlukan di lokasi

Pilot Project untuk mencapai target yang telah ditetapkan, diantaranya mengganti tanaman yang mati, menanam tanaman sela dan mengembangkan komoditas lokal ramah gambut.

(3) Mengevaluasi manfaat kegiatan terhadap masyarakat dari sisi finansial (profitabilitas) dan keekonomian.

(17)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 4

1.4. Luaran

Sesuai dengan tujuan di atas, maka luaran yang diharapkan dari kajian ini adalah sebagai berikut:

(1) Kondisi lapangan saat ini dan pencapaiannya terhadap tujuan restorasi, baik dari kondisi lahan gambut maupun dari kondisi pertanaman.

(2) Tercapainya target penanaman dan keberlanjutan pertumbuhan tanaman pada lokasi Pilot Project sehingga dapat menjadi contoh lokasi restorasi dan berkembangnya tanaman lokal ramah gambut pada lokasi pengembangan.

(3) Diperolehnya berbagai indikator finansial dan keekonomian pengembangan pilot proyek restorasi gambut terintegrasi dan paludikultur, serta pengembangan komoditas lokal ramah gambut (kerbau).

1.5. Kerangka Kerja Logis

Untuk menjamin tercapainya target yang ditetapkan berdasarkan intervensi yang dilakukan, maka disusun kerangka kerja logis sebagaimana disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Kerangka kerja logis kajian profitabilitas dan keekonomian komoditas

ramah gambut

Tujuan 1: Melaksanakan monitoring terhadap kegiatan Pilot Project Restorasi Terintegrasi dan Paludikultur pasca pelaksanaan tahun 2017

Sasaran Indikator Kinerja Metode Pembuktian Asumsi

1. Terpantaunya perkembangan kegiatan Pilot Project Restorasi Terintegrasi pasca pelaksanaan tahun 2017 2. Terpantaunya perkembangan kegiatan Pilot Project Paludikultur-Agroforestry pasca pelaksanaan tahun 2017 1. Peningkatan Muka Air Tanah 2. Pertumbuhan Tanaman Paludikultur- Agroforestry serta Restorasi Integrasi 1. Observasi lapangan 2. Pengukuran 3. Wawancara/FGD 1. Tidak ada persoalan atas tanah yang dikelola 2. Program Restorasi telah diterima masyarakat sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa depan Manfaat:

Diketahuinya perkembangan kegiatan Pilot Project Restorasi Terintegrasi dan Paludikultur-Agroforestry pasca pelaksanaan tahun 2017

Luaran:

Terpetakannya tingkat keberhasilan kegiatan perkembangan kegiatan Pilot Project Restorasi Terintegrasi dan Paludikultur-Agroforestry pasca pelaksanaan tahun 2017

Kegiatan:

1. Aplikasi Lapangan

2. Desk study (penelusuran program, kegiatan, laporan, dll.) 3. Observasi lapangan

(18)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 5

5. Focus Group Discussion (FGD)

Tujuan 2: Pengembangan lanjutan kegiatan (1) Pilot Project Restorasi Terintegrasi, (2) Pilot Project Paludikultur-Agroforestry, dan (3) Riset Komoditi Lokal Potensial pasca pelaksanaan tahun 2017 dalam bentuk (1) Aktifitas Tehnis dan (2) Aktititas ekonomi-sosial

Sasaran Indikator Kinerja Metode Pembukti Asumsi

1. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian sumber daya alam dan ekosistem 2. Perberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui pemanfaatan komoditi ramah gambut (Kerbau rawa) 1. Penyuluhan dan sosialisasi kepada masyakarat tentang pengelolaan ekosistem gambut 2. Pelatihan kepada masyakarat tentang pemanfaatan komoditi ramah gambut (kerbau rawa) 1. Penyuluhan, sosialiasai dan pelatihan, 2. Observasi lapangan 3. Wawancara 4. FGD 5. Laporan program dan kegiatan 1. Masyarakat siap berpartisipasi dalam restorasi gambut 2. Terdapat peningkatan partisipasi kerja wanita Manfaat:

Keberlanjutan kegiatan (1) Pilot Project Restorasi Terintegrasi, (2) Pilot Project Paludikultur-Agroforestry, dan (3) Riset Komoditi Lokal Potensial pasca pelaksanaan tahun 2017 Luaran:

1. Model Percontohan Restorasi Terintegrasi , Paludikultur-Agroforestry, dan Komoditi Ramah Gambut

2. Terbentuknya Usaha ekonomi dengan bahan baku komoditi ramah gambut (kerbau rawa)

Kegiatan:

1. Desk study (penelusuran program, kegiatan, laporan, dll.) 2. Penyuluhan, pendidikan dan latihan

3. Observasi lapangan 4. Wawancara

5. Focus Group Discussion (FGD)

Tujuan 3: Mengevaluasi perkembangan kegiatan (1) Pilot Project Restorasi Terintegrasi, (2) Pilot Project Paludikultur-Agroforestry, dan (3) Riset Komoditi Lokal Potensial pasca pelaksanaan tahun 2017 dari sisi nilai profitabilitas, keekonomian, dan valuasi ekonomi

Sasaran Indikator Kinerja Metode

Pembukti Asumsi 1. Diperolehnya indikator finansial dan keekonomian model kegiatan (1) Pilot Project Restorasi Terintegrasi, dan (2) Pilot Project

Paludikultur-1. Nilai finansial dan ekonomi kegiatan (1) Pilot Project Restorasi Terintegrasi, dan (2) Pilot Project

Paludikultur-Agroforestry, dan

2. Nilai finansial dan Ekonomi Komoditi Lokal Potensial lahan gambut

1. Observasi lapangan 2. Wawancara 3. FGD 4. Analisis Profitabilitas dan Keekonomian 5. Laporan 1. Masyarakat konsisten menjaga dan melestarikan kawasan yang telah dibangun. 2. Perhitungan nilai ekonomi lingkungan menggunakan

(19)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 6 Agroforestry, 2. Diperolehnya nilai finansial dan Ekonomi Komoditi Lokal Potensial lahan gambut (kerbau)

(kerbau) Nilai profitabilitas pengolahan susu kerbau rawa berupa nilai Biaya, Penerimaan, Keuntungan, IRR, NPV, B/C program dan kegiatan konsep valuasi ekonomi dengan aplikasi harga bayangan. Manfaat:

Mempertahankan kondisi alami gambut dengan tetap dapat memproduksi biomassa dan melestarikan jasa ekosistem pada kondisi lahan gambut basah atau dibasahi kembali

Luaran:

Nilai profitabilitas, nilai ekonomi dan nilai ekonomi lingkungan dari model (1) Pilot Project Restorasi Terintegrasi, dan (2) Pilot Project Paludikultur-Agroforestry, dan (3) Komoditi Lokal Potensial lahan gambut dengan memanfaatkan jenis-jenis tanaman ramah gambut yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan cepat tumbuh di lahan gambut

Kegiatan:

1. Desk study (penelusuran program, kegiatan, laporan, dll.) 2. Observasi lapangan

3. Wawancara

(20)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 7

II.

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Kawasan, Ekologi dan Sebaran KHG

Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya akumulasi bahan organik dalam kurun waktu yang lama. Akumulasi itu terjadi karena lambatnya dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik. Alih penggunaan lahan gambut menjadi lahan pertanian, perkebunan dan hutan produksi dapat mengancam kelangsungan hidup hutan rawa gambut alami. Kerusakan hutan rawa gambut juga dapat diakibatkan oleh sistem drainase yang dibangun kurang terkendali, sehingga mengakibatkan subsidens dan keringnya lahan gambut yang bersifat tidak dapat kembali seperti kondisi semula (irreversible). Tekanan terhadap lahan gambut dikhawatirkan sedang berlangsung di Provinsi Sumatera Selatan dengan tingkat kerusakan yang makin tinggi (Ananto dan Pasandaran, 2017).

Lahan gambut merupakan lahan suboptimal yang memiliki kesuburan rendah, tingkat kemasaman yang tinggi, dan drainase yang buruk. Ciri utama lahan gambut adalah kandungan karbon minimal 18%, dan ketebalan bahan organik minimal 50 cm (Nurida, et al., 2011; Sabiham dan Sukarman, 2012). Menurut Masganti dan Yuliani (2006) gambut berperan penting dalam kelangsungan ekosistem, mengontrol fungsi-fungsi lingkungan dan biologis yang sangat penting dalam menjaga kualitas lingkungan.

Wilayah Provinsi Sumatera Selatan seluas 87.017 km2, sebahagian merupakan lahan rawa yang tersebar di daerah bagian timur, mulai dari kabupaten Musirawas, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Muaraenim, sampai Banyuasin. Lahan rawa yang berpotensi untuk pertanian di Provinsi Sumatera Selatan ada 1.602.490 ha, terdiri atas lahan rawa pasang surut 961.000 ha dan rawa non pasang surut atau lebak 641.490 ha (Direktorat Jendral Pengairan, 1998). Sebagian besar lahan rawa tersebut atau sekitar 1,42 juta ha merupakan lahan rawa gambut (Zulfikar, 2006). Saat ini, hutan rawa gambut merupakan salah satu tipe lahan basah yang paling terancam dengan tekanan dari berbagai aktivitas manusia di Indonesia (Lubis, 2006).

Beberapa hal yang berhubungan dengan karakteristik dan peran ekologis hutan rawa gambut yang perlu dipertimbangkan sebelum menentukan strategis pengelolaan hutan rawa gambut adalah sebagai berikut (Zulfikar, 2006):

1. Hutan rawa gambut merupakan formasi hutan hujan tropika basah yang mempunyai tingkat kelembaban sangat tinggi, merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap gangguan luar dan susah terpulihkan dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Sistem silvikultur dengan mengandalkan suksesi hutan alam lebih menunjukkan keberhasilan.

(21)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 8

2. Lahan gambut yang kering mempunyai sifat kering tak balik dan sangat mudah terbakar. Kebakaran gambut di bawah permukaan tanah akan sangat sulit dipadamkan dan dapat merusak struktur gambut, menurunkan tingkat permeabilitas pada lapisan permukaan dan dapat menyebabkan lahan gambut menjadi memadat dan menurunkan tinggi permukaan lahan kubah gambut.

3. Gambut mempunyai peran sangat besar dalam menyimpan karbon; pengeringan dan pelepasan ikatan karbon ke udara apabila terjadi kebakaran.

4. Ada dua bentukan sistem lahan lahan rawa, yaitu: alluvial marine dengan tekstur tanah mineral dengan lapisan gambut yang tipis, dan rawa belakang yang membentuk kubah gambut dengan kedalaman gambut yang lebih tebal.

5. Kanalisasi dapat menimbulkan risiko kekeringan kalau tidak diimbangi dengan pengendalian tata air yang baik dan benar.

6. Rehabilitasi pada kawasan hutan rawa gambut sudah terlanjur rusak parah sangat sulit dan mahal, sehingga dananya tidak mungkin disediakan hanya dari anggaran pemerintah atau partisipasi/swadaya masyarakat.

Hasil inventarisasi dan pemetaan Peta Satuan Lahan dan Tanah Provinsi Sumatera Selatan skala 1:250.000 tahun 1990 yang dilaksanakan oleh Puslit Tanah dan Agroklimat yang telah diperdetail melalui Survei Inventarisasi Lahan Gambut bekerjasama dengan Wetland International tahun 2002. Lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan mempunyai ketebalan mulai dari Sangat Dangkal (<50 cm) sampai Dalam (200-400 cm), dan tidak terdapat ketebalan gambut Sangat Dalam lebih dari 400 cm. Kawasan hutan produksi yang didominasi dengan lahan rawa gambut adalah Kelompok Hutan Produksi (HP) Simpang Heran Beyuku, HP Mesuji dan HP Pedamaran di Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan luas kira-kira 617.350 ha, dan Kelompok Hutan Produksi Sungai Lalan dan Mangsang - Mendis di Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin dengan luas ± 331.304 ha (Ananto dan Pasandaran, 2017). Sebaran, ketebalan dan luas lahan gambut di provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Informasi sebaran lahan gambut Provinsi Sumatera Selatan tahun 2002 terlihat bahwa lahan gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan ketebalan sedang (100 - 200 cm) tercatat seluas 547.112 ha dan tersebar di wilayah Pedamaran dan Tulung Selapan (40%), sebagian besar telah dikembangkan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pemukiman. Lahan gambut di wilayah Mesuji di sekitar desa Gajah Mati (15%) dan yang di dalam kawasan HP Simpang Heran Beyuku (45 %) telah dikonversi dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Lahan gambut dengan ketebalan sedang (100–200 cm) di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dan Banyuasin terkonsentrasi di daerah sisi sebelah utara Sungai Lalan, mulai dari Karang Agung Timur hingga Bayung Lincir dan menyebar ke Utara – Timur hingga berbatasan dengan hutan mangrove di Taman Nasional Sembilang (Zulfikar, 2006).

(22)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 9

Tabel 2.1. Sebaran dan Luas Lahan Gambut di Provinsi Sumatera Selatan Tahun1990 dan Tahun 2002

No Kedalaman/Ketebalan (cm)

Total Luas (ha) Tambahan Luas (ha) Tahun 1990 Tahun 2002 1 Sangat Dangkal <50 159.036 159.036 2 Dangkal (50-100) 66.200 304.330 238.130 3 Sedang (100-200) 1.308.832 934.045 -374.787 4 Dalam (200-400) 45.009 22.631 -22.378 Jumlah 1..420.042 1.420.042 Sumber :

1. Peta Satuan Lahan dan Tanah skala 1:250.000, Pusat penelitian dan Agroklimat, Bogor, 1990 2. Wetland International dengan sumber dana dari Pemerintah Kanada melalui Canadian International

Development (CIDA)

3. Diaposir STAR I SAR Skala 1:250.000, 1989 4. Landsat MSS, 1990

5. Landsat ETM, 2002

Sebaran lahan gambut dengan kedalaman atau ketebalan 200 – 400 cm hanya ditemukan di daerah sisi barat dan timur dari muara Sungai Lematang – Sungai Musi di Kabupaten Muara Enim dan sebagian kecil di Gelumbang yang masuk wilayah kabupaten Ogan Komering Ilir, yang diperkirakan sangat berperan sebagai areal retensi ketika terjadi luapan sungai Musi dari Sungai Lematang. Lahan gambut di wilayah tersebut masih ditutupi dengan vegetasi hutan gelam dan semak-belukar dan seluruh areal tersebut sedang dalam proses konversi menjadi perkebunan kelapa sawit (Ananto dan Pasandaran, 2017).

2.1.2. Komoditi Kawasan Hidrologi Gambut (KHG)

Pemilihan Komoditas dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya tanaman pertanian di lahan gambut. Melalui penataan lahan, pada kawasan hutan produksi dapat dibudidayakan berbagai komoditas seperti padi, jeruk, sayuran, dan kelapa sawit. Komoditas hortikultura (sayuran dan buah-buahan) memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada tanaman pangan, tetapi memerlukan teknik budidaya yang lebih rumit. Selain itu, pemilihan komoditas juga harus mempertimbangkan iklim setempat. Pemilihan komoditas tidak hanya terbatas pada tanaman, tetapi juga menyangkut ternak (Masganti, et al. 2011).

Komoditas tanaman yang ditanam di lahan gambut sebaiknya yang adaptif terhadap tanah gambut. Hal itu penting untuk mengurang input sarana produksi yang dibutuhkan sehingga terjadi efisiensi biaya. Ada dua pendekatan dalam mengusahakan tanaman di lahan gambut menurut Sabiham (2006), yaitu:

(23)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 10

1. Pendekatan pada kondisi drainase alami. Pada kondisi drainase alami tanaman yang adaftif adalah padi jenis lokal, dan sagu dari spesies rawa gambut yaitu Metroxylon sago

2. Pendekatan pada kondisi drainase buatan. Pada kondisi drainase buatan ada dua pendekatan yaitu: Kedalaman muka air tanah (40 – 60 cm) tanaman yang baik untuk kondisi seperti ini adalah: padi, sayuran, buah-buahan, dan rumput sebagai pakan ternak. Kedalaman muka air tanah > 60 cm – 100 cm, tanaman yang cocok ialah kelapa sawit, kelapa, dan karet yang diusahakan dalam bentuk perkebunan, dan Accasia crasicarpa yang diusahakan dalam Hutan Tanaman Industri.

Pertimbangan yang perlu diperhatikan petani agar usaha budidaya tanaman hortikultura yang ditanam menguntungkan ialah: pemilihan tanaman atas dasar permintaan pasar, tersedia input bagi usahatani, akses mendapatkan sarana produksi seperti pupuk kandang dan menghemat keberadaan gambut dengan memperlambat dekomposisi gambut melalui pengendalian tinggi muka air tanah (Sagiman, 2005).

Kebutuhan air untuk tanaman tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan atau dibudidayakan pada lahan gambut. Beberapa jenis tanaman dan kebutuhan air yang diperlukan beberapa jenis tanaman yang dibudidayakan di lahan gambut dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kebutuhan air untuk pertumbuhan beberapa jenis tanaman di lahan gambut

Tanaman

Kebutuhan Air Tinggi Muka Air opt (m)

Periode Maks Tergenang (Hari) Pembatas Utama Produktivitas Min Maks

Kelapa sawit 0,60 0,75 3 Kesuburan rendah, daya

jangkar akar rendah, kering

Ubi kayu 0,30 0,60 0 Mekanisasi

Sagu 0,30 0,40 0

Tanaman hortikultura

Mekanisasi

Padi 0,10 0,00 Kontrol air dipetakan, hara

Nenas 0,75 0,90 1 Mekanisasi

Karet 0,75 1,00 Daya jangkar akar rendah

Acacia sp. 0,70 0,80 Daya jangkar akar rendah

Sumber: Supriyo et al., 2007

Pembuatan saluran yang terlalu dalam dan lebar akan mempercepat proses drainase dan pada musim kemarau air tanah cukup dalam sehingga menyebabkan tanah menjadi kering. Keadaan ini akan sangat berbahaya untuk tanah gambut karena terjadi penurunan permukaan air tanah secara berlebihan (overdrain) akan

(24)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 11

menyebabkan gambut mengering atau mati dan penurunan permukaan tanah gambut (subsidence) terlalu cepat (Suriadikarta, 2012).

Kedalaman permukaan air tanah pada parit kebun diusahakan agar tidak terlalu jauh dari akar tanaman. Jika permukaan air tanah terlalu dalam maka oksidasi berlebih akan mempercepat perombakan gambut, sehingga gambut cepat mengalami subsiden. Acuan kedalaman permukaan air tanah untuk tanaman pertanian lahan gambut menurut Maas et al. dalam Andriesse (1988) dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Kedalaman permukaan air tanah dan ketebalan bahan organik sebagai

pembatas produksi tanaman pertanian

Tanaman Kedalaman permukaan air tanah (cm) Ketebalan bahan organik (cm)

Padi sawah Dekat permukaan <100

Padi ladang Dekat permukaan <100

Jagung 60 – 100 <100

Sorgum 60 – 100 <100

Sayur-sayuran 30 – 60 Bukan pembatas

Cabe 30 – 60 Bukan pembatas

Kedelai 30 – 60 Bukan pembatas

Jahe 60 – 100 Bukan pembatas

Kacang Tanah 60 – 100 Bukan pembatas

Ubi Jalar 60 – 100 Bukan pembatas

Ketela pohon 60 – 100 Bukan pembatas

Pisang 60 – 100 <100

Tebu 60 – 100 Bukan pembatas

Nanas 60 – 100 Bukan pembatas

Cocoa 60 – 100 Bukan pembatas

Kelapa sawit 60 – 100 Bukan pembatas

Kopi 60 – 100 Bukan pembatas

Durian 60 – 100 <100

Rambutan 60 – 100 <200

Kelapa 60 – 100 <100

Jambu Mente 60 – 100 Bukan pembatas

Sagu Bukan pembatas Bukan pembatas

Karet 60 -100 <200

Sumber: Maas et al. dalam Andriesse, 1988. 2.1.3. Profitabilitas dan Keekonomian

Menurut Wykstra (1971) dalam Sujono (2014), ekonomi didefinisikan sebagai studi tentang cara-cara alternatif manusia dalam memilih untuk menggunakan sumber daya yang langka dengan produktif untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenugi keinginan. Atau dengan kata lain, ekonomi mengakui realitas kelangkaan, lalu memikirkan cara mengorganisir masyarakat dalam suatu cara yang menghasilkan pemanfaatan sumber daya yang paling efisien dan mendistribusikannya untuk kebutuhan konsumsi sekarang dan dimasa depan.

(25)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 12

Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007), profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan atau suatu kegiatan untuk menghasilkan profit atau laba selama satu tahun. Sedangkan menurut Giman (2009), profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan aset kegiatan baik lancar maupun tetap dalam aktifitas produksi.

Penerimaan dan pendapatan usaha memiliki arti yang berbeda. Pendapatan memiliki pengertian yang bermacam-macam tergantung dari sisi mana untuk meninjau pengertian pendapatan tersebut. Pendapatan merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan perusahaan dalam suatu periode. Pendapatan timbul dari peristiwa ekonomi antara lain penjualan barang, penjualan jasa, penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain yang menghasilan bunga, royalti dan dividen. Pendapatan merupakan jumlah yang dibebankan kepada langganan atas barang dan jasa yang dijual, dan merupakan unsur yang paling penting dalam sebuah perusahaan, karena pendapatan akan dapat menentukan maju mundurnya suatu perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh pendapatan yang diharapkannya. Pendapatan pada dasarnya diperoleh dari hasil penjualan produk atau jasa yang diberikan (Soekartawi, 2002).

Menurut Soekartawi di dalam Psikiatri (2015), pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha. Ada beberapa pengertian yang perlu diperhatikan dalam menganalisis pendapatan antara lain:

1. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar.

2. Pendapatan bersih adalah penerimaan yang dikurangi dengan total biaya produksi atau penerimaan di kurangi dengan biaya variabel dan biaya tetap.

3. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.

Menurut Rahim et al (2007), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

TR = total penerimaan

Y = produksi yang diperoleh dari suatu usahatani Py = harga produksi

Pendapatan merupakan selisih penerimaan dengan semua biaya produksi. Pendapatan meliputi pendapatan kotor (penerimaan total) dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi.

(26)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 13

Pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

*( ) +

Keterangan:

π = pendapatan (Rp) TR = total penerimaan (Rp)

TC = total biaya (Rp) Y = jumlah produksi

Py = harga satuan produksi (Rp) Xi = faktor produksi Pxi = harga faktor produksi (Rp) BTT = biaya tetap total (Rp)

Definisi pendapatan menurut Soekartawi (2002), pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Dua tujuan utama analisis pendapatan yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usaha. Sedangkan menurut Sumarwan pendapatan diartikan sebagai imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan sebagai balas saja dan kerja sama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan.

Menurut Soekartawi (2002) di dalam Suratiyah (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan sangat kompleks, namun demikian faktor tersebut dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang akan mempengaruhi pendapatan dan juga biaya adalah antara lain umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan, dan modal, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah ketersediaan dan harga input, permintaan dan harga jual. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua komponen pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani, antara lain sebagai berikut:

a. Pendapatan tunai (farm net cash flow)

Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani. Perhitungan pendapatan usahatani menggambarkan jumlah uang tunai yang dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga.

b. Pendapatan kotor (gross farm income)

Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan kotor (gross return) merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani juga merupakan nilai produksi (valueof production) total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang

(27)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 14

untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda.

c. Pendapatan bersih (net farm income)

Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

Analisis kelayakan usaha selanjutnya dapat digunakan untuk mengukur nilai uang atau tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan dalam suatu usaha pada masa yang akan datang. Hal ini sangat penting dilakukan sebelum implementasi investasi yang sering mempertaruhkan dana yang sangat besar. Dengan melakukan berbagai macam simulasi tersebut, akan diketahui besarnya faktor-faktor resiko yang akan dihadapi, dan yang mempengaruhi layak atau tidaknya suatu rencana investasi. Beberapa metode analisa yang dapat dipergunakan adalah :

1. Metode Non-Discounted Cash Flow

Non-Discounted Cash Flow adalah metode pengukuran investasi dengan melihat kekuatan pengembalian modal tanpa mempertimbangkan nilai waktu terhadap uang (time value of money). Metode yang dipergunakan adalah Pay Back Period (PBP) Method, dengan formula umum sbb:

Metode PBP merupakan alat ukur yang sangat sederhana, mudah dimengerti dan berfungsi sebagai tahapan paling awal bagi penilaian suatu investasi. Model ini umum digunakan untuk pemilihan alter-natif-alternatif usaha yang mempunyai resiko tinggi, karena modal yang telah ditanamkan harus segera dapat diterima kembali secepat mungkin. Kelemahan utama dari metode PBP ini adalah:

 Tidak dapat menganalisa penghasilan usaha setelah modal kembali.

 Tidak mempertimbangkan nilai waktu uang 2. Metode Discounted Cash Flow

Discounted Cash Flow adalah metode pengukuran investasi dengan melihat nilai waktu uang (time value of money) dalam menghitung tingkat pengembalian modal pada masa yang akan datang.

(28)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 15

a. Net Present Value (NPV)

NPV didefinisikan sebagai selisih antara investasi sekarang dengan nilai sekarang (present value) dari proyeksi hasil-hasil bersih masa datang yang diharapkan. Dengan demikian, NPV dapat dirumuskan:

NPV = PV of Benefit – PV of Capital Cost atau karena PV = (C / (1+i)n), maka:

( ) ∑ ( )

dimana: i = bunga tiap periode N = periode (tahun, bulan) - C = modal (capital) C = hasil bersih (proceed)

Kriteria yang dipergunakan dalam penilaian NPV adalah sbb:

1). Jika NPV = 0 (nol), maka hasil investasi (return) usaha akan sama dengan tingkat bunga yang dipakai dalam analisis, atau dengan kata lain usaha tidak untung maupun rugi (impas).

2). Jika NPV = – (negatif), maka investasi tersebut rugi atau hasilnya (return) di bawah tingkat bunga yang dipakai.

3). Jika NPV = + (positif), maka investasi tersebut mengun-tungkan atau hasilnya (return) melebihi tingkat bunga yang dipakai.

Kelemahan utama dari metode NPV ini adalah bahwa ia tidak menganalisis pemilihan alternatif usaha-usaha dengan jumlah investasi yang berbeda.

b. Profitability Index (PI)

Metode analisa PI sangat mirip dengan analisa NPV, karena keduanya menggunakan komponen perhitungan nilai-nilai sekarang (present value). Perbedaannya adalah bahwa satuan yang dipakai dalam NPV adalah nilai uang, sedangkan dalam PI adalah indeks. Rumus perhitungan PI adalah sebagai berikut:

Kriteria penilaian investasi dengan menggunakan PI juga mirip dengan NPV, yaitu sebagai berikut:

- Jika PI > 1, maka investasi dikatakan layak - Jika PI < 1, maka investasi dikatakan tidak layak - Jika PI = 1, maka investasi dikatakan BEP

(29)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 16

c. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return didefinisikan sebagai besarnya suku bunga yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari investasi de-ngan hasil-hasil bersih yang diharapkan selama usaha berjalan. Patokan yang dipakai sebagai acuan baik tidaknya IRR biasanya adalah suku bunga pinjaman bank yang sedang berlaku, atau suku bunga deposito jika usaha tersebut dibiayai sendiri. Perhitungan IRR secara manual cukup kompleks, karena harus menggunakan beberapa kali simulasi atau melakukan pola try and error. Namun demikian, untuk skenario dua nilai NPV yang telah diketahui sebelumnya, IRR dapat dirumuskan sebagai:

( ) |

( ) |

di mana: NPV1 harus di atas 0 (NPV1 > 0) NPV2 harus di bawah 0 (NPV2 < 0)

3. Analisa Keuntungan

Analisa keuntungan ditujukan terhadap rencana keuntungan (pene-tapan keuntungan) dengan menyesuaikan atau set-up harga dan volu-me penjualan yang dapat diserap oleh pasar dengan mempertimbang-kan kebijaksanaan dari pesaing. Analisa keuntungan ini harus selalu dilakukan dalam atau dengan acuan periode tertentu.

a. Break Even Point (BEP)

Analisa BEP atau titik impas atau titik pulang pokok adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan, dan volume penjualan/produksi. Analisa yang juga dikenal dengan isti-lah CPV (Cost-Profit-Volume) ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keuntungan minimal yang harus dicapai, di mana pada tingkat tersebut perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian.

Dalam analisa BEP, faktor-faktor biaya dibedakan menjadi:

- Biaya semi variabel, yaitu biaya yang akan ikut berubah jum-lahnya dengan perubahan volume penjualan atau produksi, namun tidak secara proporsional. Biaya ini sebagian akan dibe-bankan pada pos biaya tetap, dan sebagian lagi akan dibeban-kan pada pos biaya variabel.

- Biaya variabel, adalah biaya yang akan ikut berubah secara pro-porsional dengan perubahan volume penjualan atau produksi.

- Biaya tetap, adalah biaya yang tidak akan ikut berubah dengan perubahan volume penjualan atau produksi.

(30)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 17

Analisa BEP dihitung dengan formula sebagai berikut:

atau dapat juga dituliskan sebagai:

| |

b. Kontribusi Margin

Kontribusi margin adalah selisih antara hasil penjualan dengan biaya variabel. Tujuan utama dari pengukuran kontribusi margin ini adalah analisa penentuan keuntungan maksimum atau kerugian mini-mum. Yang pertama perlu diketahui adalah rasio kontribusi margin, yaitu rasio antara biaya variabel dengan hasil penjualan. Lebih jelasnya, dapat dilihat dari rumusan berikut:

| |

2.1.4. Benefit Cost Analysis

Analisis Biaya Manfaat (Benefit Cost Analysis) dibangun berdasarkan asumsi ekonomi neoklasik, yang dapat digunakan untuk menemukan alokasi paling efisien di antara penggunaan alternatif sumber daya yang langka, menggunakan pasar harga sebagai panduan. Menurut Barton (1994), asumsi dasar yang terkait dengan ekonomi neoklasik, dan di mana CBA dibangun, adalah:

1. Kesejahteraan sosial adalah jumlah kesejahteraan individu. Agregasi kesejahteraan individu tidak asumsi yang kuat dan pasti pasti harus dibuat.

2. Kesejahteraan individu dapat diukur. Ukuran pengukuran adalah unit moneter. Harga pasar sebagai ukuran tidak dapat digunakan secara langsung dalam CBA, tetapi terlebih dahulu dikoreksi.

3. Individu memaksimalkan kesejahteraan mereka dengan memilih kombinasi barang, jasa dan tabungan yang menghasilkan jumlah total utilitas terbesar yang mungkin diberikan karena keterbatasan pendapatan mereka.

Total kesejahteraan sosial dari konsumsi barang atau jasa setara dengan jumlah dari kesediaan individu untuk membayar (WTP). Jumlah ini termasuk pengeluaran yang dibutuhkan untuk mendapatkan barang atau jasa, dan surplus konsumen. Utilitas atau manfaat marjinal dari konsumsi setiap unit barang atau jasa diasumsikan menurun, WTP untuk setiap unit berturut-turut juga menurun. Dua hal penting untuk dicatat terkait penilaian barang dan jasa yaitu : (1) menggunakan pasar harga dikalikan dengan konsumsi memberikan perkiraan minimum utilitas penggunaan

(31)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 18

barang dan jasa. (2) Surplus konsumen harus dimasukkan untuk menganalisis nilai keseluruhan untuk individu. Surplus konsumen dalam pengertian ini merupakan konsep nilai bersih dari pengeluaran. Orang dapat melihat bahwa barang dan jasa yang tersedia gratis atau tidak berharga memerlukan konsumen besar kelebihan. Ketika mereka hancur, hilangnya utilitas juga besar (Hufschmidt et. Al., 1983).

Dengan asumsi pasar yang bebas dari distorsi dan distribusi pendapatan di masyarakat itu dianggap dapat diterima secara politik, kurva permintaan individu dapat diagregasikan ke kurva permintaan pasar. Kurva permintaan pasar ini pada gilirannya akan mencerminkan kesediaan total untuk membayar barang atau jasa yang dimaksud. Kedua asumsi ini kuat. Dalam CBA mereka bisa sebagian dikoreksi melalui penggunaan koefisien untuk pembobotan efisiensi dan efek sosial.

Mendapatkan manfaat dari penggunaan barang atau jasa juga akan memerlukan biaya sosial. Untuk barang dan layanan yang diperdagangkan di pasar yang tidak terdistorsi, harga pasar akan mewakili yang benar biaya kepada masyarakat tidak menggunakan barang atau jasa dalam penggunaan alternatif terbaiknya. Manfaat bersih yang dapat diturunkan dari alternatif terbaik berikutnya disebut Opportunity Cost. Untuk produsen, biaya marjinal meningkat seiring dengan peningkatan output, karena faktor teknologi dan karena input yang masuk ke produksi menjadi semakin langka. Supply pasar yang baik diwakili oleh kurva biaya marjinal yang naik untuk peningkatan tingkat produksi.

Surplus produsen adalah selisih antara pendapatan yang diperoleh untuk barang dan total biaya produksinya, atau Opportunity Cost di pasar persiangan sempurna. Surplus produsen juga biasa disebut rente ekonomi. Total kesejahteraan sosial adalah jumlah surplus produsen dan surplus konsumen. Kedua produser surplus dan konsumen surplus berada pada maksimum ketika manfaat sosial marjinal adalah tepat sama dengan biaya sosial marginal. Total manfaat sosial bersih akan menjadi yang terbesar dalam hal ini.

Kebijakan yang berbeda akan memerlukan berbagai kombinasi penawaran dan permintaan, tergantung pada berbagai penggunaan sumber daya yang langka. Jika mereka diperdagangkan di pasar, barang dan jasa disediakan oleh satu alternatif penggunaan yang kompatibel dapat diwakili oleh sejumlah kesetimbangan parsial. Kesejahteraan sosial (surplus produsen ditambah surplus konsumen), untuk setiap barang atau layanan kemudian dapat ditambahkan untuk memberikan perkiraan kesejahteraan sosial total kompatibel menggunakan lembur pengetahuan tentang proses alami.

2.1.5. Analisis Extended Cost-Benefit Analysis (ECBA)

Analisis Biaya Manfaat atau Extended Cost-Benefit Analysis (ECBA) merupakan teknik perhitungan nilai ekonomi. Sejak tahun 1970, CBA menjadi salah satu sistem pendukung keputusan dominan dalam penilaian proyek oleh Bank Dunia.

(32)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 19

Menurut Boardman (1996), langkah utama dalam penggunaan teknik CBA untuk salah satu proyek dam di Thailand antara lain : (1) mendefinisikan grup referensi, (2) memilih portofolio dari proyek alternative, (3) mengidentifikasi dampak potensial dari proyek, (4) memprediksi dampak kuantitatif dari keberlangsungan proyek, (5) Memonetisasi keseluruhan dampak, (6) Pemotongan Waktu untuk mengetahui nilai sekarang (present value), (7) total : penjumlahan keseluruhan manfaat dan biaya, (8) menunjukkan analisis sesnsitivitas, (9) merekomendasikan alternative dengan nilai kesejahteraan sosial bersih terbesar. Konsep Analisis Biaya Keuntungan atau A cost-benefit analysis (CBA) digambarkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Konsep Analisis Biaya Manfaat atau Extended Cost-Benefit Analysis (ECBA)

Dalam hal barang dan jasa lingkungan yang tidak diperdagangkan di pasar apa pun, biaya sosial biaya adalah Opportunity Cost dari manfaat pengguna terdahulu. Dalam analisis manfaat sosial ada asimetri antara biaya dan manfaat. Manfaat yang hilang adalah biaya dan biaya yang dihindari adalah manfaat. Teknik penilaian untuk memperkirakan kurva permintaan untuk barang dan jasa lingkungan yang tidak dipasarkan digunakan untuk menentukan total WTP konsumen. Dengan asumsi, analisis biaya manfaat sosial akan membandingkan perubahan dalam penawaran dan permintaan kurva untuk semua kegunaan, serta perubahan nilai non penggunaan, yang disyaratkan oleh adanya pilihan kebijakan. Dalam teori itu, opsi kebijakan mungkin diwakili oleh sejumlah perilaku pasar. Keseimbangan dan interaksi dinamis antara sistem ekologi dan ekonomi harus dimodelkan secara kuantitatif. Selanjutnya,

Total Nilai Ekonomi

Keberadaan dan Nilai Warisan :

- Keanekaragaman Hayati

Nilai Non- Guna

Nilai Guna

Penggunaan Tak Langsung : - Penyerapan Karbon - Konservasi

air dan tanah - Nutrisi Tanah Nilai Pilihan : - Ketersediaan air - Pariwisata - Ekowisata - Produksi Pertanian Penggunaan Langsung : - Buah dan Herbal - Kayu - HHBK - Margasatwa - Perikanan

(33)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 20

sejumlah manfaat lingkungan yang dianggap nyata yang akan dinilai inilah yang dimasukkan dalam perhitungan ECBA.

Dari pembahasan di atas kita memahami bahwa analisis ekonomi atas biaya-manfaat masyarakat didasarkan pada efek kesejahteraan yang diukur dengan kemauan membayar, dan biaya sebesar Opportunity Cost dari sumber daya hilang. Fokusnya adalah pada harga lingkungan, dampak lainnya dari kebijakan atau penggunaan sumber daya masyarakat secara keseluruhan. Perhitungan akuntansi semalama ini hanya menghitung manfaat langsung dan biaya penggunaan sumber daya. Sebuah analisa ekonomi harus mencakup manfaat perbaikan eksternall lingkungan dan biaya kerusakan, serta biaya perlindungan lingkungan untuk masyarakat tindakan, seperti disajikan dalam rumus:

NPV = Bd + Be - Cd – Ce

di mana NPV = nilai sekarang dari penggunaan sumber daya alternatif, Bd = manfaat langsung, Be = manfaat eksternal atau lingkungan, Cd = biaya langsung, dan Ce = biaya lingkungan (Pearce dan Turner, 1990).

Langkah selanjutnya dari ECBA adalah untuk membandingkan biaya dan manfaat. Seperti analisis CBA, perhitungan nilai sekarang dari biaya dan manfaat tetap menjadi perhatian. Isu-isu penting dari ECBA adalah:

1. Dampak keuangan dan ekonomi

Dampak keuangan dan ekonomi dari efisiensi ekonomi mungkin yang paling penting kepada masyarakat lokal dipengaruhi oleh pengembangan sumber daya. Pembuat kebijakan, dan terutama para pemangku kepentingan lokal, akan lebih peduli dengan pengukuran dampak seperti penjualan, pendapatan, pekerjaan, pendapatan pajak, dan neraca pembayaran, dibandingkan dengan langkah-langkah efisiensi ekonomi yang digunakan dalam ECBA. Dalam banyak kasus, koneksi dapat dibuat antara dampak keuangan dari berbagai kegiatan di satu sisi dan sumber daya alternative efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi di sisi lain. Namun, mereka tidak selalu mungkin bergerak ke arah yang sama.

2. Agregasi dan inkrementalisme

CBA telah dikritik antara lain karena tingkat informasi agregat yang berlebihan terhadap kepentingan pembuat keputusan. Satu bahaya dari reduksionisme moneter ini terkait inkrementalisme dalam evaluasi penggunaan sumber daya (Dixon dan Hodgson, 1988).

Kritik terkait lainnya mengacu pada pengujian dimensi kesejahteraan dari CBA konvensional dengan sifatnya yang tertutup dan tidak demokratis. Analisis biaya-manfaat konvensional dapat dibenarkan selama ada konsensus di masyarakat tentang aturan evaluasi yang melekat dalam analisis biaya-manfaat. Ini mengacu pada asumsi neoklasik. Tingkat agregasi yang tinggi dapat berarti bahwa kriteria

(34)

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 21

pengambilan keputusan dari ECBA adalah sulit untuk dijelaskan kepada pengguna sumber daya lokal. Kritik ini juga bersifat kolektif di Indonesia bahwa ECBA diletakkan pada fondasi neoklasik preferensi individu sementara preferensi masyarakat secara keseluruhan diabaikan.

3. Ketidaklengkapan Data

Satu kritik terhadap ECBA adalah bahwa ECBA seringkali didasarkan pada ketidaktersediaan data nasional yang tidak lengkap. Beberapa orang meragukan keuntungan dari penggunaan metode tersebut dibandingkan dengan biaya pengumpulan data. Meningkatnya jumlah ECBA studi yang dilakukan yang mencakup efek lingkungan juga merupakan indikasi bahwa keuntungan telah terlihat lebih besar daripada yang selama ini dilakukan, juga di negara-negara berkembang. 4. Monetisasi dan barang-barang yang tidak terukur

Masalah-masalah dasar pengukuran ada di mana; (A) pasar sebenarnya jauh dari sempurna, (b) konsekuensi gangguan lingkungan bersifat heterogen dan tidak bisa diukur secara kuantitatif, dan (c) manfaat yang diperoleh dari kontrol lingkungan adalah heterogen dan tidak dapat dibandingkan secara kuantitatif dengan yang lain atau dengan pengeluaran untuk kontrol. Mengenai keraguan pengukuran dan perbandingan efek lingkungan yang berbeda, kritik ini membahas asumsi neoklasik individu preferensi yang terukur oleh konsep kesediaan untuk membayar.

Schleyer dan Tomalin (2000), dan Zakai and Chadwick-Furman (2002) dapat digunakan untuk mengukur dampak lingkungan. CBA juga menghadapi masalah data dan pengukuran. Dampak yang tidak terkuantifikasi dari nilai penting bagi masyarakat yang terkena dampak telah ditinggalkan dari analisis biaya-manfaat terakhir untuk alasan yang jelas. Namun, masalah muncul ketika nilai-nilai sosial yang penting ini tidak diperhitungkan oleh pembuat keputusan. Hasil ECBA yang dilengkapi dengan teknik penilaian lain dan analisis ekologi, bisa mengurangi beberapa masalah ini.

Meskipun demikian, diakui bahwa penerapan metode penilaian CBA meninggalkan banyak aspek nilai ekosistem yang tidak terkuantifikasi. Dengan beberapa pengecualian, nilai-nilai tertentu tidak dapat dikuantifikasi dengan akurasi apa pun. Padahal sebenernya, beberapa nilai budaya, sejarah, dan estetika dapat diukur dalam uang istilah dengan metode langsung penilaian kontingen. Masalah lainnya misalnya, ditemukannya kesediaan orang untuk membayar dalam rangka melindungi situs penting budaya (Dixon dan Hodgson, 1988).

Metode penilaian ECBA telah melalui perjalanan panjang selama dua puluh tahun terakhir dalam menyediakan setidaknya perkiraan kasar dari apa yang sebelumnya dianggap tidak dapat dikuantifikasi. Tugas penting dari ECBA, bagaimanapun, harus menyatakan secara eksplisit semua asumsi dan keterbatasan analisis untuk pembuat keputusan.

Gambar

Tabel 1.2.  Kerangka  kerja  logis  kajian  profitabilitas  dan  keekonomian  komoditas  ramah gambut
Gambar 2.1.  Konsep  Analisis  Biaya  Manfaat  atau  Extended  Cost-Benefit  Analysis  (ECBA)
Gambar 2.2.  Kerangka Pemikiran Kajian Riset Komoditas Lokal Potensial  Pilot Project Paludikultur Pilot Project  Restorasi Terintegrasi
Gambar 3.1.  Peta KHG Sungai Saleh dan Sungai Sugihan; Kabupaten Banyuasin dan    Kabupaten Ogan Komering Ilir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Petani di lahan rawa pasang surut sebagian besar menanam varietas padi lokal peka potoperoid yang adaptif dengan kondisi lingkungan setempat (tanah bermasalah, genangan

Petani kopra Untuk mengetahui informasi input, aktivitas, harga jual, kapasitas produksi, hubungan dengan aktor lainnya dan kendala yang dihadapi. Pengamatan dilakukan

Adapun faktor yang memicu konflik yang terjadinya antara Investor Pariwisata dengan Masyarakat Lokal di Desa Pakraman Laplapan khususnya petani pemilik lahan, salah

Dari segi petani kendala yang dihadapi yaitu keterbatasan pemahaman mengenai manfaat dari sistem resi gudang, dan belum tersedianya lahan pembangunan gudang

Penelitian ini menemukan bahwa (i) permasalahan aktual yang dihadapi oleh petani padi dan jagung meliputi biaya produksi petani cukup tinggi, produktivitas lahan

Penelitian ini menemukan bahwa (i) permasalahan aktual yang dihadapi oleh petani padi dan jagung meliputi biaya produksi petani cukup tinggi, produktivitas lahan menurun,

Kabupaten Bangka Selatan merupakan sentra produksi lada putih tertinggi di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung namun kendala yang dihadapi oleh petani dan

Kendala Yang Dihadapi Selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan PKL di Diaz Promosi dibidang desain dan produksi, penulis mengalami beberapa kendala yaitu Printer yang digunakan untuk