• Tidak ada hasil yang ditemukan

Susu dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Susu

Dalam dokumen LAPORAN TIM PELAKSANA (Halaman 86-89)

IV. Analisis Profitabilitas dan Kekonomian Kerbau Rawa

4.3. Kajian Konsumsi Susu dan produk Berbasis Susu

4.3.3. Susu dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Susu

Susu adalah bahan pangan yang mengandung zat-zat penting bagi kehidupan manusia, yakni protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan faktor-faktor pertumbuhan (Resnawati, 2012). UN FAO dan WHO (2011) mendefinisikan susu sebagai sekresi normal kelenjar mamari/ambing mamalia atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing tanpa dikurangi atau ditambahkan sesuatu, dimaksudkan untuk konsumsi sebagai susu cair atau untuk diproses lebih lanjut.

Susu merupakan material biologi yang sangat kompleks. Ia memiliki sistem multi fase atas beberapa kelompok unsur nutrisi dan teknologi yang signifikan. Susu juga dianggap sebagai sebuah sistem yang dinamis, hal ini dikarenakan sifatnya yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Susu mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi dan dianggap sebagai makanan pokok alami. Komoditas ini juga kaya akan agen protektif, enzim dan berbagai faktor pertumbuhan bagi makhluk hidup. Selama ribuan tahun manusia telah menjinakkan hewan-hewan mamalia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu dalam hidupnya (Huppertz dan Kelly, 2009)

Terdapat beberapa jenis ternak yang dapat dijadikan sebagai sumber produksi susu di Indonesia, yaitu sapi, kambing dan kerbau. Susu kerbau mengandung 4,5 gram protein, 8 gram lemak, 463 kkal dan 195 iu kalsium. Susu kerbau diketahui lebih kental bila dibandingkan dengan susu sapi, hal ini dikarenakan susu kerbau mengandung 16% bahan padat sedangkan susu sapi bahan padatnya hanya sebanyak 12% (Maryana, 2018). Jika dibandingkan dengan jumlah laktasi yang sama, kerbau akan menghasilkan susu dengan kadar lemak dan bahan padat bukan lemak lebih tinggi dibanding sapi lokal di India (Murti, 2002). Di Indonesia, produksi susu kerbau bervariasi antara 0.9-1.5 liter/ekor/hari (Matondang dan Talib, 2015). Produksi susu kerbau rawa atau kerbau pampangan berkisar antara 800 – 1.200 liter per laktasi dengan panjang laktasi 200 - 300 hari (Dinas Peternakan OKI, 2011).

Pandey dan Voskuil (dalam Damayanthi et al., 2014) menemukan bahwa rerata kandungan susu kerbau rawa lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Perbandingan kandungan susu kerbau rawa dan susu sapi disajikan pada Tabel 4.31.

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 73

Tabel 4.31. Perbandingan Kandungan Kimia Susu Kerbau Rawa dan Susu Sapi

Parameter Kerbau Rawa Sapi

Kadar protein (%) 5.41 - 0.37 3.4

Kadar lemak (%) 7.23 - 1.58 4

BKTL* (%) 10.61 - 0.78 4.4

Kadar air (%) 81.87 - 2.26 87.2

Berat jenis (Kg/m3) 1030 1030

*Berat Kering Tanpa Lemak

Sumber: Pandey dan Voskuil dalam Damayanthi et al., 2014

Secara umum, susu kerbau memiliki komposisi yang sama dengan susu sapi dan ruminan lainnya, yaitu air, protein, lemak, laktosa, vitamin dan mineral, yang membedakan hanyalah proporsinya saja. Susu kerbau lebih kaya lemak dibanding susu sapi dan tidak memiliki kandungan karoten sehingga memiliki warna lebih putih dari susu sapi (Murti, 2002).

Sama halnya dengan susu sapi, susu kerbau juga dapat diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk yang memiliki nilai ekonomis. Saat ini produk olahan susu kerbau yang dapat ditemukan di Indonesia antara lain dadih di Sumatera Barat, danke di Sulawesi Selatan, cologanti di Nusa Tenggara Barat, dan dali di Sumatera Utara. Selain menjadi produk olahan khas daerah, susu kerbau dapat diolah menjadi keju mozzarella (Destriana, 2008). Di wilayah Sumatera Selatan juga terdapat produk olahan dari susu kerbau yang disebut dengan gulo puan.

Perilaku konsumsi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan (Mangkunegara dalam Erni, 2013).

Dalam bukunya yang berjudul “Perilaku Konsumen”, Setiadi (2003) mendefinisikan

perilaku konsumen sebagai keterlibatan langsung dalam mendapatkan, mengonsumsi dan menggunakan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurutnya faktor yang mempegaruhi perilaku konsumen meliputi faktor budaya, sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis.

Faktor Kebudayaan

Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling mendasari perilaku dan keinginan seseorang. Bila makhluk-makhluk hidup lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dapat dipelajari. Seseorang yang sedang tumbuh akan mendapatkan seperangkat nilai, preferensi, persepsi dan perilaku melalui proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga-lembaga sosial lainnya.

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 74

Faktor Sosial

Faktor sosial meliputi 3 hal, yaitu kelompok referensi, keluarga, serta peran dan status. Kelompok referensi seseorang terdiri atas seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh bak secara langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Dalam kehidupan seorang pembeli, keluarga terbagi atas dua, yakni kelurga orientasi dan keluarga prokreasi. Peran dan status seseorang umumnya berpartisipasi dalam suatu kelompok atau organisasi dimana posisinya diidentifikasikan dalam peran dan statusnya dalam kelompok tersebut.

Faktor Pribadi

Faktor pribadi meliputi 3 hal, yaitu umur dan tahapan siklus hidup, pekerjaan, dan keadaan ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian. Konsumsi seseorang terbentuk dari umur dan tahapan siklus hidup keluarga. Berdasarkan beberapa penelitian terakhir, orang dewasa mengalami perubahan tertentu saat mereka menjalani hidupnya. Pekerjaan akan menentukan seberapa besar pemasukan yang akan dimiliki oleh seseorang dalam periode tertentu, sehingga akan mempengaruhi perilaku konsumsinya. Keadaan ekonomi adalah pendapatan yang dapat dibelanjakan, harta dan tabungan serta kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap pengeluaran (lawan menabung). Gaya hidup adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapatan seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dan setiap orang yang memandang responsnya terhadap lingkungannya yang relatif konsisten.

Faktor Psikologis

Faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap. Beberapa kebutuhan bersifat biogenik yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu seperti rasa resah dan lapar. Kebutuhan juga ada yang bersifat psikogenik yang timbul akibat perasaan ingin diakui atau kebutuhan harga diri. Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana orang memilih, mengorganisasikan dan mengartikan informasi dalam menciptakan suatu gambaran yang berarti di dunia. Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu.

Secara makro, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga, antara lain faktor ekonomi (pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, tingkat bunga dan perkiraan di masa depan), faktor demografi (jumlah penduduk dan komposisi penduduk), serta faktor non ekonomi (sosial-budaya) (Prasetyo, 2012).

Penelitian pola konsumsi susu pada anak di Kabupaten Sleman D.I. Yogyakarta menunjukkan bahwa pola konsumsi susu anak terhadap karakteristik anak tidak

Kajian Profitabilitas dan Keekonomian Komoditi Ramah Gambut Kab. OKI 75

memiliki pengaruh. Kenaikan harga susu meningkatkan proporsi pengeluaran susu, sedangkan kenaikan harga daging dan harga telur menurunkan proporsi pengeluaran susu (Soeherman, 2015). Faktor sosial ekonomi rumah tangga tidak berpengaruh pada konsumsi susu.

Hasil penelitian Destriana (2008) menunjukkan bahwa umur, pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi susu pada aspek frekuensi pembelian susu. Sedangkan sumber informasi, jenis dan bentuk serta merek susu berpengaruh terhadap perilaku konsumsi susu pada aspek jenis dan bentuk susu yang dikonsumsi.

Hasil penelitian Setiawan (2016) menyatakan bahwa konsumsi susu pada anak sekolah di Kota Bandar lampung dipengaruhi oleh pengeluaran susu, sikap anak terhadap susu, dan pengaruh merk.

Terdapat hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif remaja. Disebutkan bahwa jumlah dan frekuensi konsumsi susu secara signifikan berhubungan dengan latar belakang pendidikan dan pendapatan per bulan, artinya peningkatan pendidikan dan pendapatan akan meningkatkan frekuensi dan jumlah konsumsi susu (Retnaningsih, 2008).

Dalam dokumen LAPORAN TIM PELAKSANA (Halaman 86-89)