• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keragaman Genetik Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) Berbasis MarkaSimple Sequence Repeats(SSRs) dan Korelasinya dengan Karakter

Morfologi ABSTRAK

Program pemuliaan jagung untuk mendapatkan hibrida berpotensi hasil tinggi diperlukan informasi pasangan populasi yang memiliki kelompok heterotik berbeda. Percobaan bertujuan untuk memperoleh informasi hubungan genetik, tingkat keragaman genetik galur jagung pulut berdasarkan marka Simple Sequence Repeats (SSRs) dan korelasinya dengan karakter morfologi. Percobaan dilaksanakan di laboratorium molekuler Balitsereal Maros dan KP. Cikemeuh BB-Biogen Bogor periode Januari hingga April 2008. Materi genetik terdiri dari 39 galur dan 20 primer SSRs. Tingkat polimorfisme primer dihitung menggunakan formulapolymorphism information content

(PIC) dan tingkat kemiripan genetik dengan koefisien Jaccard. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua puluh primer yang digunakan memiliki tingkat polimorfisme 0,62 dan total alel 64 dengan rata-rata 3,20 alel/lokus dan nilai koefisien korelasi kofenitik (r) 0,87 tergolonggood fit pada kelompok galur jagung pulut yang ditangani, pengelompokan galur berdasarkan marka SSRs diperoleh tiga klaster atau kelompok heterotik, dengan satu kelompok memiliki satu kelompok pedigree mengelompok tersendiri, namun galur lain dengan pedigree yang mirip terbagi menjadi dua kelompok. Korelasi antara matrik kemiripan berdasarkan SSRs dengan matrik kemiripan berdasarkan morfologi, berdasarkan kriteriagoodness of fit maka nilai korelasi tersebut tergolong sangat lemah.

Kata kunci: jagung pulut, keragaman genetik, Simple Sequence Repeats (SSRs),

Genetik diversity analysis of waxy corn lines based onSimple Sequence Repeats

(SSRs) markers and its correlation to morphological characters ABSTRACT

New maize (Zea mays L.) inbreeds are usually developed within a heterotic group. However, breeders sometimes use commercial hybrids as a nonconventional (i.e., interheterotic group) source of new inbreeds. The effects of disrupting heterotic patterns in maize, by selfing from commercial hybrids, are not well understood. The study aimed to get information of genetic relation, genetic diversity level of waxy corn lines based on Single Sequence Repeats (SSRs) marker or microsatellite and its correlation to the morphological characters. The research was carried out in ICERI biology molecular laboratory, Maros, South Sulawesi and Cikeumeuh BB-Biogen Experimental Farm, Bogor, West Java from January to April 2008. Genetic materials consist of 39 lines and 20 SSRs Primer. The data was analyzed by polymorphism information content (PIC) and Jaccard’s coefficient. The results showed that the used of 20 primers had 0.62 of polymorphism level and total of 64 alleles with mean of 3,20 alleles per locus and confenetic correlation (r)0.87 categorized good fit on line group of waxy corn handled. Line grouping based on SSRs marker was obtained three clusters or heterotic group in which one group have one pedigree group setting separately, but the other lines with similar pedigree were divided in two groups. While correlation between similarity matrices SSR - based and similarity matrices morphological–based using goodness of fit criteria is very weak.

PENDAHULUAN

Pengetahuan tentang keragaman inbrida jagung pulut (waxy corn) dan pola hubungan kekerabatan di antara materi genetik pemuliaan sangat penting untuk perencanaan persilangan dalam rangka perakitan varietas hibrida. Hal tersebut juga bermanfaat untuk manajemen konservasi plasma nutfah (Munn dan Dudley 1994). Dalam program pembentukan hibrida, diperlukan pasangan galur murni yang memiliki latar belakang genetik jauh agar hibrida yang dihasilkan memiliki tingkat heterosis tinggi. Robinson (2000) mengemukakan bahwa metode seleksi yang umum digunakan dalam pembentukan tetua hibrida adalah metode silsilah (pedigree). Informasi pedigree dan karakter-karakter morfologi telah banyak memberi manfaat dalam pembentukan sejumlah varietas hibrida sejak tahun 1950an. Karakter morfologi kurang dapat menjelaskan hubungan genetik antar individu dengan tepat karena adanya interaksi dengan lingkungan. Untuk itu diperlukan marka molekuler sebagai alat bantu yang langsung melihat perbedaan genetik di antara galur-galur. Karakterisasi keragaman genetik di antara koleksi galur jagung pulut yang didukung oleh data molekuler belum pernah dilakukan di Indonesia.

MarkaSimple Sequence Repeats(SSRs) atau mikrosatelit, telah digunakan secara ekstensif sebagai marka pada studi genetik jagung seperti pada konstruksi pemetaan keterpautan gen dan pemetaan QTL (Romero-Severson 1998; Frova et al. 1999) atau analisis keragaman genetik dan evolusi (Senior et al. 1998; Pejic et al. 1998; Lu dan Bernardo 2001; Matsuoka 2002). SSRs banyak juga digunakan dalam membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan gen, sebagai alat bantu seleksi, studi genetik populasi, dan analisis diversitas genetik. Pabendon (2008) telah berhasil memanfaatkan marka SSRs pada studi analisis keragaman genetik 39 inbrida elit koleksi Balitsereal. Mikrosatelit lebih banyak digunakan untuk karakterisasi dan pemetaan genetik pada tanaman, diantaranya pada tanaman jagung, padi, anggur, kedelai, jewawut, gandum, kelapa, dan tomat (Gupta et al. 1996; Powel et al. 1996; Rivera et al. 1999; Perera et al. 2000; dan Teulat et al. 2000). Marka mikrosatelit banyak digunakan dalam studi genetik karena terdistribusi secara melimpah dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi (banyak alel dalam lokus), dan sifatnya yang kodominan dengan lokasi genom yang telah diketahui.

Program perakitan varietas hibrida yang berpotensi hasil tinggi sangat membutuhkan pasangan populasi yang memiliki kelompok heterotik yang berbeda. Oleh karena itu, dalam pembentukan varietas hibrida, pemilihan tetua perlu perhatian khusus karena untuk mendapatkan peluang munculnya heterosis pada generasi turunanya (F1) diperlukan tetua penyusun varietas hibrida yang memiliki jarak genetik jauh untuk karakter yang dituju.

Untuk mempelajari hubungan kekerabatan dari suatu populasi organism dapat dilakukan dengan menggunakan penanda sebagai alat bantu untuk melakukan karakterisasi genetik (Moritz dan Hillis 1990). Namun karakterisasi genetik yang didasarkan pada penanda fenotip biasanya dipengaruhi oleh lingkungan makro dan mikro, serta umur suatu individu. Kesulitan lain akan terjadi apabila karakter kuantitatif yang diatur oleh banyak gen tersebut terekspresi pada akhir pertumbuhan, seperti karakter hasil (Weising et al. 1995). Oleh karena itu karakterisasi fenotip perlu didukung oleh karakterisasi yang dilakukan melalui penanda molekuler. Penanda molekuler dapat memberi gambaran hubungan kekerabatan yang akurat antar spesies maupun kerabat jauhnya, karena analisis DNA sebagai material genetik tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Lefebvreet al. 2001).

Variasi genetik dapat dilihat melalui polimorfisme DNA. Hubungan kekerabatan genetik pada tanaman dapat dikalikan dengan menggunakan data dari sifat morfologi (Tatineni et al. 1996; Rahaman et al. 1997; Suskandari 2002), kandungan senyawa kimia (Hsiao dan Lin 1995), dan penanda Deoxyribose Nucleic Acid (DNA). Marka mikrosatelit atau biasa juga disebut marka SSRs dapat digunakan untuk mengidentifikasi, memverifikasi dan melihat keragaman genetik suatu varietas tanaman (Vosman et al. 2001; Nunome et al. 2003). Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan genetik pada tanaman dengan menggunakan mikrosatelit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan atau jarak genetik galur jagung pulut berdasarkan pola pita DNA memanfaatkan marka SSRs, dan korelasi antara matrik rata-rata jarak taksonomi berdasarkan penampilan morfologi dan koefisien kemiripan berdasarkan pola pita DNA berbasis marka SSRs.

Dokumen terkait