• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLANNING ; 1 Tujuan:

5.1. Pengembangan Program Orientasi Kerja Berbasis Caring

Pada standar prosedur operasional program orientasi kerja yang telah dibentuk oleh tim pelaksana dan peneliti terdapat unsur-unsur caring dan pembinaan yang digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan program tersebut. Beberapa yang harus dikerjakan oleh tim adalah mengidentifikasi kebutuhan dan tujuan perawat baru, mengidentifikasi kompetensi perawat baru, mengidentifikasi pencapaian motivasi diri dan penilaian sikap perawat baru. Dimana hal tersebut merupakan bagian dari sistem pembinaan yang harus dilaksanakan dengan tujuan tim pelaksana dapat memberikan informasi sesuai kebutuhan dan kerangka berpikir perawat baru tersebut, sehingga akan mudah dimengerti dan dipahami oleh perawat baru tersebut. Watson (2008) mengatakan salah satu keterampilan inti dalam proses belajar mengajar adalah mengakses dengan benar, tepat dan bekerja berdasarkan kerangka acuan orang lain, bukan

106

berdasarkan dari titik acuan sendiri, dan Watson juga megatakan bahwa rencana untuk pembinaan didasarkan pada tujuan dan defenisi diri, pencapaian motivasi diri. Dengan mengelaborasi konsep caring Watson tersebut ke standar prosedur operasional program orientasi kerja Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi diharapkan dapat membawa perubahan pada mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit tersebut.

Dalam memberikan materi kepada peserta program orientasi kerja, tim pemberi materi juga harus menguasai dan menggunakan 12 perilaku caring yang disepakati bersama saat penyusunan standar prosuder operasional program orientasi kerja berbasis caring, yaitu person to person ecounters, comforting, touch, listening, terbuka dan jujur, empati dan memberikan harapan, ramah tamah dan saling menghormati, kesabaran, keberanian dan ketegasan, memberikan apresiasi, komunikasi efektif, caring dalam spiritual.

Hal tersebut diatas merupakan item-item yang membedakan program orientasi kerja berbasis caring dengan program orientasi kerja lain yang tidak menggunakan unsur caring didalam pelaksanaannya. Program orientasi kerja di setiap rumah sakit bisa saja berbeda dan bisa saja sama dengan rumah sakit lainnya dalam pelaksanaan program orientasi kerja, tetapi tujuannya pasti sama seperti yang dikemukakan oleh Gillies (1989) yaitu untuk membuat pegawai baru merasa diinginkan dan diperlukan oleh rekan sekerja serta atasan juga untuk meyakinkan dia bahwa kehadirannya dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita organisasi. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut dengan maksimal maka diperlukan berbagai tehnik dalam pelaksanaanya yang antara lain dengan

menggunkan prinsip ataupun karakter yang sama disetiap unit dalam pelaksanaannya yaitu dengan menggunkaan unsur-unsur caring : interpersonal teaching learning; caritas coaching. Kebanyakan rumah sakit yang melaksanakan program orientasi kerja tidak membuat kebijakan atau regulasinya tentang tata cara perilaku dalam penyampaian materi dan proses bimbingan. Rumah sakit hanya menekankan pada proses sistem dan hasil pelaksanaannya saja tanpa memperhatikan apakah cara, perilaku dan prinsip dalam pelaksanaanya telah berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan program tersebut.

Gillies (1989) mengatakan bahwa orientasi bagi anggota staf keperawatan sebaiknya terdiri dari dua bagian yaitu instruksi yang harus diberikan kepada setiap pegawai guna menyesuaikan dia dengan tujuan dan fungsi keseluruhan dari lembaga, serta instruksi yang berkenaan dengan tugas-tugas kerja tertentu yang harus dilaksnakan oleh pekerja. Aspek pertama dapat dilakukan dengan pelatihan induksi. Kegagalan yang paling sering terjadi didalam program orientasi kerja dengan pelaksanaan pelatihan induksi ialah terlalu banyaknya informasi rinci yang disajikan kepada pegawai sebelum ia merasa perlu terhadap informasi tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan sistem pembinaan dengan menggunakan prinsip caring; interpersonal teaching learning: caritas coaching. Dimana dengan menggunakan prinsip tersebut maka yang dilakukan adalah bekerja dengan menggunakan kerangka acuan berpikir orang lain atau dengan kata lain mengidentifikasi tujuan, kemampuan, kebutuhan, motivasi dan lain sebagainya dari peserta orientasi kerja. Dengan begitu, tim pelaksana atau pemberi materi program tersebut dapat mengenali dan menciptakan kepercayaan

108

antara peserta dan pelaksana program. Sehingga peserta akan merasa perlu terhadap informasi yang diberikan oleh timpelaksana karena sesuai kebutuhannya dan telah yakin terhadap pemberi materi atau tim pelaksana tersebut.

Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa kadang kala manajer di organisasi perawatan kesehatan khususnya rumah sakit, tidak melakukan peran mereka dengan tepat dalam kegiatan orientasi pegawai baru. Manajer berasumsi bahwa pegawai baru akan mendapatkan orientasi lengkap dari departemen personalia dan pengembangan staf serta departemen pelatihan. Hal ini seringkali menimbulkan frustrasi pada pegawai baru karena meskipun mendapatkan ulasan menganai organisasi, mereka hanya mendapatkan sedikit orientasi pada unit tertentu. Kecenderungan terakhir dalam orientasi adalah memberikan tanggungjawab yang lebih besar pada unit keperawatan untuk melakukan orientasi tersendiri. Untuk mengatasi masalah tersebut diatas maka diperlukan sebuah komitmen dan prinsip yang kuat dari semua pihak dalam proses pelaksanaan program orientasi kerja yaitu dengan menjadikan caring sebagai prinsip utama dalam pelaksanaannya. Dimana dengan prinsip caring akan tertanam rasa kepedualian yang tinggi terhadap semua pihak dan dengan menggunakan caring interpersonal teaching learning yang telah dituangkan dalam SPO program orientasi kerja berbasis caring maka tidak akan ditemukan perawat baru yang frustrasi karena informasi yang diterimanya tidak sesuai dengan kebutuhannya. Manajer perawatan tidak lagi berasumsi bahwa pegawai baru akan mendapatkan orientasi lengkap dari departemen personalia dan pengembangan staf serta departemen pelatihan karena rasa kepedualian yang tinggi telah ditanamkan

dengan menggunakan prinsip caring dan setiap pelaksanaan dari program tersebut selalu menekankan untuk mengidentifikasi tujuan, kemampuan, kebutuhan dan motivasi perawat baru serta menerapkan perilaku caring dalam memberikan informasi, sehingga manajer atau tim pelaksana akan selalu tahu kebutuhan dan apa yang telah didapat dari perawat baru selama berada atau bekerja di rumah sakit tersebut.

Untuk mempermudah dalam pelaksanaannya, peneliti terlebih dahulu membentuk tim pelaksana yang terdiri dari partisipan dan peneliti sendiri. Setelah tim pelaksana terbentuk, peneliti memberikan seminar tentang caring dan program orientasi kerja untuk mempermudah tim pelaksana atau partisipan dalam membuat standar prosedur operasional program orientasi kerja berbasis caring. Selanjutnya peneliti dan tim membentuk standar prosedur operasional program orientasi kerja berbasis caring. Pada saat rapat atau diskusi pembuatan standar tersebut tim tampak kurang memahami dalam pembuatan standar prosedur operasional dan cara mengelaborasi konsep caring ke standar tersebut, sehingga peneliti lebih banyak memberikan masukan. Setelah terbentuk standar prosedur operasional tersebut, maka selanjutnya peneliti bersama kepala keperawatan mengajukannya dan berdiskusi ke direktur untuk disetujui diterapkan. Sebelum diterapkan, peneliti mensosialisaskikan terlebih dahulu ke seluruh pegawai rumah sakit tersebut dengan cara seminar dan diskusi.

Untuk keberhasilan dalam terlaksananya kegiatan ini peneliti melakukan observasi atas kegiatan program orientasi kerja berbasis caring yang menggunkan lembar panduan observasi. Panduan observasi sangat penting, hal ini sesuai

110

dengan pendapat Kemmis dan Taggart (1998) bahwa observasi harus direncanakan, responsif, kristis, dan peka terhadap hal-hal yang tidak terduga.

Hasil observasi yang telah dilakukan terhadap tim pelaksana program orientasi kerja didapatkan bahwa pelaksanaan program tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah dibuat. Seluruh rangkaian kegiatan dalam standar prosedur operasional program orientasi kerja berbasis caring dilaksanakan dengan antusias dan rasa kepedulian yang tinggi oleh para partisipan pelaksana. Untuk menciptakan rasa kepedulian dan antusias para partisipan tentunya dibutuhkan satu pandangan dan saling percaya antara peneliti, partisipan dan pimpinan. Dengan begitu seluruh pihak terkait dapat saling membantu untuk mewujudkan tujuan bersama, sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik dan akhirnya pelayanan yang diberikanpun menjadi lebih baik lagi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Watson (1979) bahwa elemen dasar dari pelayanan yang berkualitas tinggi adalah pengembangan dari kualitas hubungan yang saling percaya dan membantu. Mengembangkan suatu hubungan yang pertama harus dilakukan adalah mengetahui kondisi orang lain, hal ini termasuk mengetahu diri mereka, cara pandang mereka, dan ruang kehidupan mereka. Pengembangan atas hubungan saling percaya dan membantu bisa tumbuh secara berangsur-angsur apabila hubungan saling percaya tersebut merupakan suatu proses sikap yang dimiliki oleh perawat.

Salah satu sistem pembinaan yang dilakukan oleh tim pelaksana saat pemberian materi adalah mengidentifikasi tujuan, kebutuhan, kemampuan dan motivasi perawat baru atau peserta program orientasi kerja tersebut. Dimana hal

ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami kerangka acuan atau pemikiran para peserta program orientasi kerja dan kebutuhan mereka sehingga akan sangat mudah dalam menyampaikan pengetahuan ataupun informasi berdasarkan kerangka berpikir dan kebutuhan peserta tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brunt, (1984); Minor dan Thompson, (1981) dalam Gillies, (1989) bahwa suatu orientasi yang didasarkan pada kerangka kerja program orientasi dimulai dengan mengikuti kebutuhan fisik peserta orientasi dan selanjutnya memfokuskan satu persatu pada kebutuhan keamanan peserta orientasi serta kebutuhan kasih sayang dan penghargaan, akhirnya memberikan pengalaman yang bisa membawanya mencapai aktualisasi diri.

Watson (2008) mengatakan bahwa pendekatan yang lebih luas melibatkan kedalama hubungan melalui pembinaan yang disebut caritas coaching, yang mencakup transpersonal dan kesatuan yang dilihat dari mengajar tapi masuk lebih mendalam dalam bekerja dan menggunkaan kerangka acuan orang lain. Watson juga mengatakan bahwa rencana untuk pembinaan didasarkan pada tujuan dan defenisi diri serta pencapaian motivasi diri. Pernyataan diatas sesuai dengan standar prosedur operasional program orientasi kerja berbasis caring yang telah diterapkan di Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi. Dimana tim pelaksana telah melakukan hal tersebut dengan cara mengidentifikasi kebutuhan, tujuan, kemampuan dan pencapaina motivasi pada awal pemberian materi saat program orientasi kerja. Husin, Padmawati, dan Meliala, (2009) mengatakan bahwa perencanaan pembinaan dapat dimulai dengan menidentifikasi kebutuhan. Pengidentifikasian kebutuhan pembinaan salah satunya dengan melakukan

112

penilaian sikap dan pembinaan yang baik memerlukan pedoman standar yang ditetapkan dan diberlakukan secara institusi.

Hasil observasi juga ditemukan beberapa aspek dalam lembar observasi yang menurut peneliti belum sepenuhnya mampu dilaksanakan oleh tim partisipan seperti belum memberikan informasi mendalam dan mencari solusi untuk setiap permasalahan dari peserta program orientasi kerja. Tim pelaksana memberikan 2 hal tersebut masih secara umum dan dianggap belum mendalam untuk memberikan pemahaman kepada peserta program orientasi kerja. hal-hal tersebut terjadi dikarenakan proses latihan dan pemahaman yang dilaksanakan peneliti dan tim pelaksana hanya dalam waktu singkat saja, sehingga dalam penerapan program yang berbasis caring tersebut masih belum efektif.

Penerapan standar prosedur operasional program orientasi kerja berbasis caring tampak telah berhasil dilaksanakan oleh tim pelaksana yang juga dapat terlihat dari hasil observasi untuk peserta program orientasi kerja, dimana perserta berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut dan melakukan hal-hal yang sesuai dengan yang diharapkan sesuai lembar observasi. Hal ini disebabkan karena tim pelaksana memiliki komitmen dan benar-benar berusaha memberikan pelayanan yang baik sesuai standar tersebut. Pernyataan diatas sesuai dengan pendapat Watson bahwa caring meliputi komitmen untuk memberikan pelayanan keperawatan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan. Dalam praktiknya, perawat ditantang untuk tidak ragu-ragu dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam praktik keperawatan.

Untuk menilai kemajuan, kelemahan dan hambatan yang ditemukan saat pelaksanaan pengembangan dari standar prosedur operasional program orientasi kerja berbasis caring peneliti mengadakan focus group discussion (FGD) kepada partisipan tim pelaksana dan pembagian kuisioner kepada partisipan perawat baru (peserta program orientasi kerja). Hasil FGD secara keseluruhan menyatakan bahwa pelaksanaan program orientasi kerja berbasis caring sangat bagus dilakukan karena sangat menunjang akan kebutuhan dan peningkatan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi, mengingat rumah sakit tersebut saat ini mengandalkan pelayanan kepada pasien tanpa ada program Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS).

Berdasarkan FGD yang telah dilakukan, partisipan mengatakan bahwa penerapan caring dalam pelaksanaan program orientasi kerja belum maksimal dilakukan karena tim pelaksana masih perlu melakukan latihan kembali dan pemahaman lebih mendalam lagi dalam menerapkan konsep tersebut, ditambah lagi program seperti ini merupakan program baru di rumah sakit tersebut sehingga memerlukan proses yang lebih panjang untuk lebih baik dan lebih efektif lagi dalam pelaksanaannya. Selain hal tersebut secara keseluruhan partisipan mengatakan bahwa masalah waktu merupakan masalah utama dalam melaksanakan program tersebut. Berikut ini akan lebih dibahas lagi tentang hasil temuan dari tahap ini yang disebut dengan tahap reflection, yaitu:

1. Pengalaman melaksanakan program orientasi kerja berbasis caring

Beberapa hal yang diungkapkan oleh partisipan tentang pelaksanaan program orientasi kerja berbasis caring bahwa program tersebut sangat bagus,

114

sesuai dengan standar, menambah pengetahuan, menjadi tahu cara membimbing, dan menjadi role model. Pernyataan partisipan tersebut sangat jelas bahwa pengalaman tim dalam pelaksanaan program orientasi kerja ini dapat memberikan pengatahuan dan wawasan yang lebih luas dalam melaksanakan pembinaan pada program orientasi kerja. Selain tujuannya untuk memberikan pengetahuan dan informasi kepada perawat baru, ternyata dengan program ini dapat juga memberikan pengetahuan bagi tim pelaksana atau pemberi materi. Hal sesuai dinyatakan oleh Mubarak (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah salah satunya pengalaman, dimana pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya, oleh sebab itu pengalaman dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Saat tim pelaksana menerapkan standar program orientasi kerja tersebut berarti secara langsung mereka telah memperoleh pengalaman dalam hal tersebut, sehingga mereka mampu untuk menerapkan program orientasi kerja tersebut dengan baik dan kedepannya dapat lebih baik lagi dalam pelaksanaan program orientasi kerja bebasis caring di Rumah Sakit Umum Natama Kota Tebing Tinggi.

2. Manfaat program orientasi kerja berbasis caring

Manfaat yang dirasakan oleh partisipan antara lain kepuasan diri, dimana partisipan sebagai tim pelaksana menerapkan cara pembinaan yang baik dan menerapakan caring dalam pelaksanaannya. Hal ini menjadi suatu hal yang baru bagi tim pelaksana sehingga membawa rasa keingintahuan yang besar dalam menerapkannya. Setelah diterapkan, program tersebut dirasakan menambah ilmu

pengetahuan baik itu untuk tim pelaksana dan juga peserta program orientasi kerja, menjadi mengerti dan paham keperawatan punya prinsip dalam menghadapi pasien, keluarga dan teman sejawat, kelihatan perawat baru menjadi lebih ramah, mudah senyum, tidak tampak kesenjangan antar mereka. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa komunikasi efektif, umpan balik posisitif, pengaturan tujuan dan pelatihan memiliki efek yang signifikan atas motivasi kerja perawat (Vasset, Marnburg dan Furunes, 2011; Nikpeyma, Saeedi, Azargashb, dan Majd, 2013). 3. Faktor pendukung dalam menerapkan program orientasi kerja berbasis caring

Dalam penerapan program orientasi kerja ini, dukungan pimpinan dan komitmen semua pihak adalah hal yang utama dalam membantu terlaksananya program tersebut. Tanpa adanya dukungan tersebut dengan situasi dan kondisi yang kurang kondusif, maka program orientasi kerja tidak akan berjalan. Tim pelaksana merasakan bahwa, pimpinan atau direktur cukup mendukung program tersebut karena pimpinan mengetahui dan paham akan kebutuhan rumah sakit dalam meningkatkan mutu perawat dan pelayanan keperawatan. Kerjasama dan komitmen semua pihak untuk belajar dan merubah keadaan menjadi lebih baik adalah hal pendukung sehingga terlaksana program orientasi kerja dengan cukup baik. Selain itu, pemahaman terhadap standar prosedur operasional program orientasi kerja melalui sosialisasi, diskusi dan secara personal yang dilakukan oleh peneliti sangat membantu dalam pelaksanaan program.

4. Faktor penghambat dalam menerapkan program orientasi kerja berbasis caring Waktu merupakan faktor utama yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan program orientasi kerja, dimana dengan jumlah perawat yang sedikit

116

mengharuskan kepala unit menghabiskan waktu untuk memberikan pelayanan kepada pasien. Perubahan sistem dalam pelaksanaan program orientasi kerja menyebabkan tim pelaksana masih butuh waktu yang lama untuk menerapkan program orientasi kerja dan konsep caring yang lebih baik lagi, sehingga penerapan pembinaan (caring; coaching) dalam program orientasi kerja tidak dapat maksimal dilaksanakan, masih terdapat hal-hal yang harus selalu diingatkan sewaktu peneliti melakukan observasi saat tim memberikan materi pada program orientasi kerja. Selain itu, motivasi pimpinan juga menjadi salah satu faktor penentu untuk menciptakan komitmen dan motivasi yang kuat dari tim pelaksana. Sehingga peneliti mengambil langkah strategi dengan cara melakukan pendekatan intensif kepada pihak yayasan, pimpinan rumah sakit/ direktur dan masing-masing partisipan.

5. Harapan dalam pelaksanaan program orientasi kerja berbasis caring

Hasil diskusi yang telah dilakukan, didapatkan beberapa harapan dari tim pelaksana terhadap pelaksanaan program orientasi kerja berbasis caring tersebut, yaitu: sebaiknya standar prosedur operasional dijalankan dengan benar, untuk menjalankan dengan benar maka diperlukan dukungan pimpinan. Selain dukungan yang penuh dari pimpinan, perlu dibentuk tim kontroling yang memiliki komitmen yang tinggi untuk melakukan perubahan. Untuk lebih mampu lagi dalam menggunakan sistem atau standar pembinaan sebaiknya tim pelaksana diberikan pelatihan pembinaan. Beberapa uraian diatas dapat terlaksana jika beban kerja tidak tinggi, untuk itu perlu disesuaikan jumlah perawat dan pihak manajemen di rumah sakit tersebut.

SPO yang dihasilkan memiliki unsur caring didalamnya, karena diharapkan bahwa ketika melakukan proses program orientasi kerja tim pelaksana program orientasi kerja dapat berperilaku dan bersikap caring: interpersonal teaching learning; coaching. Selama pelaksanaan program orientasi kerja terjadi suasana proses belajar mengajar dengan cara pembinaan yang caring. Alasan digunakannya unsur caring: interpersonal teaching learning ; caritas coaching dalam pelaksanaan program orientasi kerja adalah untuk melakukan perubahan terhadap cara memberikan bimbingan, pembinaan atau materi kepada peserta program orientasi kerja menjadi proses pembinaan yang terstruktur, sekaligus menjadi role model dalam penerapan perilaku caring. Sehingga diharapkan nantinya program ini dapat menciptakan pola pikir yang baik untuk perawat- perawat baru dalam berperilaku dan bersikap melakukan pelayanan keperawatan kepada pasien.

Pada SPO digunakan unsur caring: interpersonal teaching learning ; caritas coaching karena didalam unsur tersebut dikemukakan proses belajar mengajar atau pembinaan antara lain ; bekerja didalam kerangka acuan orang lain, pendekatan yang lebih mendalam, keterampilan yang lebih spesifik, hubungan peduli, membantu menemukan solusi, membantu menemukan strategi, pencapaian motivasi diri, merayakan dengan keberhasilan orang lain dan beberapa perilaku caring perawat. Semua unsur tersebut sangat efektif jika diberikan pada saat program orientasi kerja, karena pada program orientasi kerja merupakan suatu program untuk memperkenalkan pegawai baru pada peran-peran mereka,

118

organisasi, kebijaksanaan-kebijaksanaannya, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan pada rekan kerja mereka (Hariandja, 2009).

5.2.Outcome Pengembangan Program Orientasi Kerja Berbasis Caring

Dokumen terkait