6 PEMBAHASAN
6.5 Pengembangan Wilayah Basis
6.5.1 Wilayah basis untuk alat tangkap potensial
Supaya enam alat tangkap potensial hasil analisis sebelumnya dapat dikembangkan secara optimal di perairan Jakarta, maka pengembangan tersebut harus dilakukan pada wilayah yang tepat dan menjadi basis perikanan dengan alat tangkap tersebut selama ini. Dalam kaitan ini, maka payang, jaring insang hanyut, bagan perahu, rawai, bubu, dan muro ami tidak harus dikembangkan pada seluruh wilayah Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu, tetapi hanya pada wilayah tertentu saja yang sesuai. Analisis Location Quotients (LQ) yang dilakukan dalam penelitian ini membantu menentukan wilayah basis dari pengembangan alat tangkap potensial tersebut sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi Jakarta baik yang masuk wilayah Jakarta Utara maupun Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
Berdasarkan Tabel 22 pada Bab 5, alat tangkap payang, bagan perahu, rawai dan muro ami di Kecamatan Penjaringan mempunyai LQ > 1, yaitu masing- masing 1,24, 1,11, 1,16, dan 1,16. Dengan demikian, Kecamatan Penjaringan dapat menjadi basis bagi pengembangan alat tangkap potensial payang, bagan perahu, rawai dan muro ami di Jakarta Utara.
Untuk mendukung hal ini, maka lokasi-lokasi yang menjadi pusat kegiatan perikanan di Kecamatan Penjaringan seperti TPI Kamal Muara dan TPI Muara Angke perlu dibenahi dan dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana untuk mendukung operasi keempat alat tangkap potensial tersebut, termasuk sarana dan kegiatan pengembangan keahlian nelayan/tenaga kerja. Jaring insang hanyut dan bubu bukan sektor basis di Kecamatan Penjaringan karena kedua sektor perikanan tersebut mempunyai rasio intensitas yang lebih lebih rendah dari rasio keseluruhan wilayah Jakarta Utara (LQ < 1).
Untuk Kecamatan Pademangan, dapat menjadi basis bagi pengembangan rawai, yang ditunjukkan oleh nilai LQ = 1,68 (lebih tinggi dari 1). Dengan demikian, rawai menjadi sektor basis di dua kecamatan (Penjaringan dan Pademangan). Namun demikian, bila dilihat dari sebaran tenaga kerja / nelayan yang menekuni rawai di Kecamatan Pademangan yang hanya sekitar 449 orang sedangkan di Kecamatan Penjaringan sekitar 7058 orang, maka hasil analisis LQ tersebut perlu dikaji lagi.
Bagian 6.5.2 akan membahas hal ini terkait dengan hasil analisis pengganda tenaga kerja dan pertumbuhan tenaga kerja di dalam wilayah. Menurut Deselina (2007), tenaga kerja menjadi faktor yang sangat penting untuk menggerakkan suatu kegiatan perikanan dimana, bila tidak ada tenaga kerja, maka keberadaan alat tangkap, armada penangkapan, pelabuhan perikanan, usaha penyediaan perbekalan tidak akan membawa manfaat apapun. Tenaga kerja menentukan berguna tidaknya sarana/prasarana penangkapan tersebut dalam mendukung perekonomian suatu kawasan.
Untuk Kecamatan Tanjung Priok dan Kecamatan Kelapa Gading tidak mempunyai nilai LQ terkait pengembangan alat tangkap potensial, karena tenaga kerja / nelayan yang merupakan pelaku kegiatan ekonomi perikanan maupun kegiatan perikanan tidak terdapat di kedua kecamatan tersebut. Terkait dengan ini, maka dapat dipastikan Kecamatan Tanjung Priok dan Kecamatan Kelapa Gading tidak menjadi basis pengembangan alat tangkap manapun dari enam alat tangkap potensial hasil analisis LGP.
Pada hasil analisis Tabel 23 (Bab 5), sektor perikanan bubu Kecamatan Koja mempunyai nilai LQ = 8,88 (lebih tinggi dari 1), yang berarti Kecamatan
Koja dapat menjadi basis pengembangan alat tangkap bubu. Namun bila melihat jumlah nelayan bubu Kecamatan Koja (68 orang) yang jauh lebih rendah daripada nelayan bubu Kecamatan Cilincing (706 orang), namun Kecamatan Koja belum tentu menjadi basis pengembangan bubu. Hal ini ditentukan analisis pengganda tenaga kerja dan pertumbuhan tenaga kerja di dalam wilayah yang dibahas pada bagian 6.5.2.
Kecamatan Cilincing dapat menjadi basis pengembangan sektor perikanan jaring insang hanyut dan bubu, karena mempunyai LQ > 1, yaitu masing-masing 1,50 dan 1,41. Di lihat dari output, maka jumlah tenaga kerja yang menekuni jaring insang hanyut dan bubu di Kecamatan Cilincing relatif banyak dibandingkan wilayah lainnya, yaitu 3136 orang dan 706 orang. Terkait dengan ini, maka lokasi perikanan tangkap di Kecamatan Cilincing seperti TPI Cilincing, TPI Kalibaru, dan TPI Cakung Dalam dapat dioptimalkan fungsinya sehingga mendukung pengembangan kedua alat tangkap tersebut. Berbagai kebutuhan terkait operasi jaring insang hanyut dan bubu dapat difasilitasi oleh unit-unit usaha pendukung yang terdapat di Kecamatan Cilincing. Di samping itu, sarana dan prasarana untuk jalur pemasaran perlu difasilitasi, sehingga hasil tangkapan dari insang hanyut dan bubu dapat terjual tepat waktu dengan harga terbaik, sehingga dapat meningkatkan kesejehateraan nelayan dan perekonomian kawasan.
Pada Tabel 22 (Bab 5), sektor perikanan payang di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara mempunyai LQ = 1,32 (lebih tinggi dari 1), berarti kecamatan tersebut dapat menjadi basis pengembangan alat tangkap payang. Hal ini dapat dipahami karena dari total 4608 nelayan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, sekitar 53,82 % menggunakan alat tangkap payang. Di samping itu, bila dibandingkan dengan di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (1561 orang), maka nelayan yang menggunakan payang lebih banyak di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (2480 orang). Hal ini tentu lebih mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah bila Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dijadikan sebagai wilayah basis alat tangkap payang.
Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan merupakan wilayah yang menjadi penghubung Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan wilayah lain. Disamping posisinya yang cukup strategis, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan
dapat menjadi basis pengembangan alat tangkap bubu dan muro ami. Hal ini ditunjukkan oleh nilai LQ > 1, yaitu masing-masing 1,20 dan 1,19. Pengembangan kedua alat tangkap ini di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan cukup realistis disamping karena sebagian besar nelayan setempat banyak mengembangkan bubu dan muro ami dalam penangkapan, juga di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan terdapat PPI Pulau Pramuka.
Keberadaan PPI Pulau Pramuka dapat mendukung distribusi dan pemasaran hasil tangkapan nelayan. Dengan kontribusi nelayan bubu 764 orang dan nelayan muro ami 2943 orang, maka pertumbuhan ekonomi wilayah lebih dapat ditingkatkan. Nelayan bubu dan muro ami merupakan 70 % dari total jumlah nelayan yang terdapat di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (5268 orang).
6.5.2 Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah
Pertumbuhan tenaga kerja perlu diketahui untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah bila sektor basis yang dikembangkan. Pertumbuhan tenaga kerja ini merupakan tindak lanjut dari diketahuinya nilai LQ dan nilai pengganda tenaga kerja (K) untuk memprediksi perkembangan usaha perikanan ke depan di wilayah basisnya sebagai indikasi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Kecamatan Penjaringan kontribusi sektor perikanan payang, bagan perahu, rawai berturut-turut adalah 502 orang/tahun, 468 orang/tahun, 424 orang/tahun. Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Kecamatan Pademangan kontribusi sektor perikanan rawai adalah 20 orang/tahun. Pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Kecamatan Koja kontribusi sektor perikanan bubu 4 orang/tahun. Sedangkan pertumbuhan tenaga kerja di wilayah Kecamatan Cilincing kontribusi sektor jaring insang hanyut dan bubu adalah 401 orang/tahun dan 388 orang/tahun. Pertumbuhan tenaga kerja tersebut merupakan cerminan dari kontribusi sektor perikanan dalam memacu pertumbuhan wilayah di Jakarta Utara. Pada Bab 5, nilai pengganda tenaga kerja (K) untuk payang di Kecamatan Penjaringan termasuk paling tinggi, dan hal ini menyebabkan pertumbuhan tenaga kerja sektor tersebut paling besar di wilayah Jakarta Utara.
Secara umum, pertumbuhan tenaga kerja setiap alat tangkap cukup tinggi, kecuali alat tangkap rawai di kecamatan Pademangan dan bubu di Kecamatan Koja. Rendahnya pertumbuhan ini lebih disebabkan oleh minimnya kegiatan perikanan di kedua kecamatan tersebut sehingga tidak memacu pertumbuhan komponen penopang. Hal ini terlihat dari total jumlah tenaga kerja / nelayan di Kecamatan Pademangan dan Kecamatan Koja yang masing-masing hanya 491 orang dan 130 orang sampai tahun 2008. Terkait dengan ini, maka pemilihan rawai dan bubu sebagai pengembangan alat potensial di kedua kecamatan tersebut dapat diabaikan. Kecamatan Penjaringan telah menjadi wilayah basis rawai dan Kecamatan Cilincing menjadi wilayah basis bubu, dimana pertumbuhan tenaga kerjanya dikedua wilayah tersebut lebih mendukung pengembangan kedua alat tangkap tersebut.
Untuk Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, nilai pengganda tenaga kerja mempengaruhi pertumbuhan tenaga kerja di kedua wilayah kecamatan tersebut. Pertumbuhan tenaga kerja di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, dengan alat tangkap payang adalah 286 orang/tahun, dan pertumbuhan tenaga kerja di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan dengan alat tangkap muro ami dan bubu adalah 385 orang/tahun dan 485 orang/tahun. Pertumbuhan tenaga kerja tersebut cukup tinggi, sehingga memberi ruang untuk pengembangannya.
Terkait dengan ketersediaan tenaga kerja tersebut, maka bila alat tangkap tersebut dikembangkan pada wilayah yang sesuai, yaitu payang di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, serta muroami dan bubu di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, akan mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat di kedua wilayah tersebut. Dalam penerapan kebijakan ini, sebaiknya dilakukan secara menyeluruh mulai dari penyiapan alat produksi perikanan tangkap termasuk armada penangkapan, fasilitas pendukung (logistik, BBM), sarana dan prasarana pelabuhan serta unit pemasaran yang mendukung distribusi dan penjualan produk ke pasar strategis.